Memories

Disclaimer:

VOCALOID bukan punya saya. Mereka punya YAMAHA dkk.

Kuroko no Basuke milik Tadatoshi Fujiyama

WARNING:

OOC, typo, AU, gaje, sho-ai, yaoi, BL, dkk yang setia menemani #plak


Kelulusan adahah sebuah hal yang menyenangkan, bukan? Hal ini dirasakan oleh Vashumara Yuuma dan teman-temannya. Pemuda itu berkumpul dengan Mikuo dan Piko. Membicarakan kemana mereka akan melanjutkan pendidikan mereka. "Aku dan Yuuma ingin ke Universitas Seirin. Bagaimana denganmu?" tanya Mikuo pada Piko. "Aku juga ingin kesana." Piko menjawab. "Hey! Siapa bilang aku mau kesana?!" protes Yuuma.

Yuuma POV

Sembarangan saja, siapa yang mau kesana? "Rin dan Len juga mau masuk Universitas itu. Lagipula, apa kau lupa janji kita waktu kecil?" lanjut Mikuo. Janji apa yang ia bicarakan? Tapi jika Len kesana juga tidak masalah, aku sedikit malu karena rata-rata mahasiswa disana tergolong pintar. "Janji bertiga kita waktu di taman, saat kita masih kecil! Sebenarnya aku tidak ingin mengungkit ini, tapi janji itu berkaitan dengan orang yang seharusnya merasakan kelulusan ini juga. Kau ingat? Kau, aku dan...?" kurasa Mikuo sudah naik pitam, tapi aku tak tahu apa maksudnya. Aku hanya menggeleng.

Sahabatku itu menjambak rambut toska miliknya. "Aaarrgh! Kurasa kau butuh cermin untuk melihatnya! Janji yang kita buat dengan Rinto!" kurasa aku mulai tidak menyukai arah pembicaraan ini. Disaat aku telah melupakan masa lalu, kenapa Mikuo mengungkitnya? Aku baru ingat, saat itu kami membuat janji akan selalu bersama dan tak ada yang akan meninggalkan yang lain. Kami juga berjanji untuk bisa masuk Universitas Seirin. Tapi moster berisik itu melangga keduanya. Ia pergi dan tidak masuk Universitas itu.

"Sudahlah, dia tak disini. Mungkin dia sedang bersantai tanpa beban tugas sekarang. Ahahaha..." aku tertawa canggung. "Ah, aku mau ke toilet ya?" setelahnya aku langsung berlari. Aku menuruni tangga untuk mencapai laintai satu. Mungkin karena aku kurang berhati-hati... BRUK! Aku menabrak seseorang hingga kami terjatuh. "Len?" sekarang aku malu sendiri karena menabrak teman dekatku. "Kau mau masuk Universitas Seirin 'kan? Aku juga mau kesana." Len memandangku bingung. "Darimana kau tahu?" sekarang aku merasa jadi stalkernya.

.

.

.

Sudah seminggu sejak aku, Rin, Len, Mikuo dan Piko menjadi mahasiswa di Seirin. Kaito dan Gakupo juga, tapi ia beda jurusan dari kami. Mereka mengambil jurusan Sejarah, sedangkan kami masuk jurusan Farmasi, jurusan yang sedari dulu sangat diinginkan oleh Rinto. Oh, teman sekamarku di asrama Seirin adalah Len, Aomine Daiki dan Kise Ryouta karena satu kamar diisi empat orang. Dan aku juga sekelas dengan mereka.

Entah bagaimana reaksi monster berisik itu jika ia masih hidup dan duduk bersama kami di kelas yang isinya murid-murid 'ajaib'. Dulu mereka dikenal sebagai team basket Kiseki no Sedai yang memang berarti 'Generasi Keajaiban'. Tapi sekarang diganti menjadi Vorpal Sword.

"Yuuma-kun, Len-kun menunggumu di perpustakaan." Kuroko Tetsuya membuatku memekik kaget. Entah apa yang membuat hawa keberadaan si biru muda ini begitu dipis dan sering membuat orang terkejut. "Oh, terimakasih Kuroko-san." Kagami melihatku lalu berbisik. "Jangan lewat koridor dekat asrama jika sendiri!" padahal jika lewat sana adalah jalan yang cepat namun cukup sepi dan angker, tapi aku tidak bisa membuat Len menunggu lama.

"Hmm..." aku melangkah keluar kelas. Dan mengambil jalan memutar, namun karena sekarang tengah hujan deras sehingga jalan yang akan kulalui dipakai untuk olahraga. Terpaksa, aku lewat koridor sepi itu. Aku menghela nafas mengingat semuanya. Ketika hujan membuatku bertemu dengan seseorang yang aku cintai, hingga hujan saat aku menyelamatkan Len dan membuat Rinto pergi untuk mengembalikan pengelihatanku. "Lari! Cepat lari!" aku mendengar suara seseorang. Samun tak ada siapapun disini.

Aneh, padahal hanya ada suara hujan yang turun ke bumi. Disaat aku mulai melangkah lagi dan suara itu terdengar. "Yuuma, lari!" aku berlari, entah karena aku kurang tidur atau merindukannya, suara sahabatku bisa kudengar. 'Tidak, Rinto sudah meninggal. Aku hanya kelelahan dan kesepian. Tidak ada hantu!' aku memperingatkan pada diriku sendiri. Ingin rasanya aku menangis dan meminta Rinto kembali bersama kami. Berbicara tentang grup penyanyi hingga sistem android seperti dulu, namun semuanya mustahil.

Aku langsung memasuki ruang perpustakaan dan melihat Len, Aomine, Kise, Akashi, Mikuo, dan Piko berkumpul. Aku mengambil bangku dekat posisi Len, dan duduk disebelahnya. Aku melihat Akashi menyiapkan sebuah papan. "Ouija?" tanyaku. Pemuda bersurai crimson itu mengangguk. "Kise-kun dan Akashi-kun tak sengaja melihat 'sesuatu' lewat emperor eyes saat latihan basket tadi." Mikuo menjelaskan.

"Memanggil arwah untuk bertanya? Itu konyol!" seruku. Sebenarnya aku juga penasaran. "Nanti pukul sebelas malam kumpul di kamar 119. Ini perintahku dan ini mutlak." Aomine, Kise, Len dan aku membulatkan mata. "Sial, kenapa harus dikamarku?!" gumamku, lalu manik dwi warna Akashi menatapku tajam. "Kau menolak, Yuuma?" dan aku bungkam seketika.

.

.

.

Sekarang aku dan teman-temanku berkumpul dikamarku. Hanya disiapkan sebuah lilin dan lampu tidur untuk berjaga-jaga. Akashi, Kise dan Aomine memulainya. "Spirit, spirit of the coin. Spirit, spirit of the coin. Please come out and play with us!" Mereka menyebutkan mantra, sedangkan Piko diminta untuk memegang kertas kosong untuk mengeja jawaban 'yang dipanggil' nanti. Benda segitiga dengan kaca ditengahnya itu terlihat bergerak tanpa komando dari tiga orang itu dan bergerak perlahan kearah kata 'Hello'.

Akashi tersenyum menyeramkan, sedangkan dua lainnya tampak gemetaran. Ia memutar benda itu lagi perlahan. "Who is your name?" kali ini giliran Aomine. "Pikocchi, bersiaplah untuk menulisnya-ssu!" bisik pemuda pirang cerah itu. Benda segitiga itu bergerak perlahan 'Japanes please? Nilaiku jelek dalam bahasa Inggris.' Akashi kicep, Kise menahan tawa, Aomine sama seperti kami alias cengo. Arwah macam apa ini? Benda segitiga itu bergerak lagi dan Aomine menyebutkan ejaan hurufnya. "H-A-I-N-E. R-I-N-T-O" aku tediam, tak lama juga merasa pipiku hangat dan basah oleh sebuah cairan yang kuyakini adalah air mataku. Mikuo juga tampak menangis saat ini.

Keheningan menyapa kami. Isakan sahabatku yang bermarga Hatsune itu kini terdengar. "Rinto, jika itu benar kau, apa makanan kesukaan Mikuo?" aku masih ragu dengan adanya hantu. Namun, ia menjawab 'Negi' dan membuatku yakin bahwa itu adalah dirinya. "Kenapa kau pergi tanpa pamit? Kau pikir aku tidak kesal hanya dititipkan matamu?! Kau lupa dengan janji kita masuk Seirin bersama, hah?! Kau tidak tahu aku terkejut setengah mati saat melihat mataku sendiri?! Kau membuat orang lain membencimu agar tidak merasa kehilanganmu, itu tidak lucu!" sudah cukup, aku meluapkan segalanya. Aku meridukan saat diriku membalas perbuatan jahil orang itu. Menjodohkanku dengan Len seenaknya saja.

Len menenangkanku, sunyi menghampiri kami kembali. Hanya jawaban 'Maaf' yang ia berikan lewat papan ini. "Haine Rinto, apa yang sebenarnya aku dan Ryouta lihat dengan emperor eyes?" kami menunggu jawaban dari si monster berisik itu. Pko melihat kearah mana benda segitiga tersebut. "M-A-S-A. D-E-P-A-N."

Kami tahu jika mata Akashi, Kise dan Kuroko bisa dipakai untuk melihat pergerakan lawan yang belum terjadi saat bermain basket –kecuali Kuroko yang hanya bisa melihat gerakan teman satu tim- dan artinya bisa melihat masa depan. Tapi kali ini sedikit berbeda, mereka melihat hal lain diluar permainan. Disaat kami sibuk dengan pemikiran sendiri, lalu benda itu bergerak lagi. "S-E-I-R-I-N. A-K-A-N. D-A-P-A-T. B-E-N-C-A-N-A."

.

.

.

TBC/Disc


A/N: ada yang penasaran dengan lanjutannya? Review yaaa ^_^