Jeon Jungkook yakin dia remaja biasa. Tidak ada yang istimewa dari dirinya―kecuali suaranya yang merdu. Ia sedikit montok―bahasa halus dari gendut, Jungkook bisa marah kalau ada yang memanggilnya gendut meski itu kenyataannya. Kulitnya terlalu putih mendekati pucat untuk ukuran laki-laki. Wajahnya mulus dengan mata bulat dan hidung mancung. Gigi kelinci menyembul keluar dari bibir merah yang terlihat ranum meski uh―pipinya gembul. Rambutnya lurus coklat kehitaman agak susah diatur meski rambutnya sangat halus. Karna apapun yang Jungkook lakukan, rambutnya akan tetap terlihat seperti semula―seperti mangkok. Anak-anak di sekolah akan mengejeknya dengan mengatainya kelinci gembul atau babi berotot―heol, sejak kapan pula babi memiliki otot? Duh.
Keluarga Jeon adalah keluarga biasa. Yah meski entah kenapa 2 anggota tertua keluarga besar Jeon adalah duda. Salah satunya ayahnya. Ayahnya tegap dan tinggi―menurut Jungkook tinggi ayahnya yang menurun pada dirinya. Ibunya―well, Jungkook tidak mengenal ibunya. Entah dimana ibunya sekarang, Jungkook tidak mau tahu. Kata ayah, ibu Jungkook adalah wanita tercantik yang pernah ayahnya kenal dan sampai 16 tahun ibunya pergi, ayah tidak bisa melupakan ibunya dan tetap mengingatnya. Selain itu keluarganya adalah keluarga normal biasa. Karna itu Jungkook yakin dirinya hanyalah remaja biasa di umur 16 tahun.
Namun suatu hari di musim dingin menjelang tahun pertamanya di Senior High School, kenyataan kecil yang berdampak cukup besar di hidupnya mendadak datang tanpa permisi dan tanpa malu-malu merubah hidupnya.
Yeah.
Kenyataan bahwa Jeon Jungkook bukan remaja biasa. Namun demigod―anak dewa.
…
Pondok Aphrodite
VKook Fanfiction
Genres : Romance
Rating : Teen
Warning : Yaoi, Boys Love, Typo, etc.
Percy Jackson!AU
Fanfiction origin by Celestaeal
Happy Reading―Shiawasena dokusho
…
Jungkook menatap gerbang tinggi hitam dengan api―yang anehnya―berwarna hijau di sisi kanan kirinya. Perkemahan Blasteran. Sekilas terlihat seperti perkemahan biasa dari luar, namun saat kakinya melangkah memasukinya dia mengerjap. Jungkook bersumpah bahwa Seoul sudah membeku dengan salju setebal mata kaki menutupi permukaannya sebelum ia sampai di perkemahan. Namun apa yang dilihatnya membuatnya tercengang. Salju bahkan tidak ada sama sekali disini. Jangankan salju, udara dingin khas musim dingin yang membekukan tulang bahkan tak Jungkook rasakan. Dia hanya merasakan hembusan angin ringan di antara pepohonan. Angin beraroma stroberi dan kayu bakar. Matahari bersinar terik namun terasa hangat. Jungkook menatap lembah luas dengan padang rumput di tempatnya berpijak. Ia mengedarkan pandangannya melihat di kejauhan padang rumput di perbukitan hijau dengan ladang stroberi. Sungai berkelok membelah hutan. Area perkemahan begitu luas. Hal yang menarik perhatiannya adalah para pekemah sekitar seusianya―mungkin lebih tua atau lebih muda bertarung dengan baju zirah dan pedang di tangan, alih-alih pekemah yang biasanya mendirikan tenda atau mencari kayu bakar dengan api unggun yang berderak. Dia melihat sekumpulan gadis yang menembak panah dengan api yang lagi-lagi berwarna hijau di ujungnya. Jungkook hampir terjengkang ke samping saat segerombolan kuda dengan penunggangnya yang berteriak-teriak keras berlari melewatinya brutal. Jungkook masih menatap bingung pemandangan di depannya saat sebuah tepukan di pundak menyadarkan dirinya.
"Halo."
Jungkook berbalik dan mengerjap saat di depannya seorang pria tampan berkaus jingga dengan rambut sewarna almond dengan headband merah di kepala tersenyum kepadanya.
"Aku Taehyung. Kim Taehyung." Pemuda itu nyengir bentuk kotak sambil mengulurkan sebelah tangannya mengajak bersalaman.
"Jungkook. Jeon Jungkook." Jungkook balas tersenyum sambil menjabat tangan Taehyung.
"Gigi kelincimu lucu sekali." Celetuk Taehyung membuat Jungkook terkejut. "Aku konselor pondok Apollo. Pekemah baru ya? Ayo kuantar ke Rumah Besar." Taehyung tanpa basa-basi menyeret Jungkook ke dalam perkemahan, masih menggandeng pemuda Jeon.
Rumah Besar seperti griya empat lantai bercat biru langit dengan pinggiran putih. Beranda di sekelilingnya dilengkapi kursi malas, meja pendek untuk main kartu, dan kursi roda kosong. Lonceng angin berbentuk peri hutan berputar-putar. Pintu terbuka lebar. Di puncak tertinggi, gada-gada berbentuk elang perunggu berputar ditiup angin. Jungkook mendengar langkah kaki di beranda depan. Berderap seperti langkah kaki kuda.
"Hai Pak Chiron!" panggil Taehyung riang. "Ini Jeon Jungkook."
Jungkook hampir tersandung saat ia mundur cepat. Dari pojok, muncullah penunggang kuda. Hanya saja ia bukan penunggangnya, ia bagian dari kuda itu sendiri. Dari pinggang ke atas dia manusia dengan rambut cokelat keriting dengan janggut. Dia memakai kaus jingga yang sama dengan dipakai Taehyung dengan wadah panah dan busur di punggung. Bagian pinggang ke bawah dia memiliki tubuh kuda putih.
Centaurus.
Chiron tersenyum kepada Jungkook yang masih pucat pasi melihat Centaurus begitu dekat dan mulai berbasa-basi dengannya meski sebagian besar ia jawab dengan kikuk. Chiron menyuruh Taehyung menemani Jungkook berkeliling perkemahan sampai jamuan makan malam.
Jungkook mengangguk kikuk dan langsung mengikuti Taehyung yang kembali menyeret Jungkook keluar dari area Rumah Besar, berjalan memasuki perkemahan semakin dalam. Mereka melintasi ladang stroberi, dan Jungkook harus mengerjap berulang kali meyakinkan dirinya bahwa orang-orang yang memetik berkeranjang-keranjang stroberi adalah selusin lebih pria dengan kaki berbulu. Alih-alih kaki normal biasa kaki tersebut adalah kaki hewan yang berkuku belah. Jungkook terperangah dan Taehyung menyadarinya membuat pemuda Kim terkekeh geli.
"Ah―mereka satir. Tentu kau tidak salah melihat, kau tau satir kan? Nah ayo berkeliling dan temui para pekemah lain." Taehyung berucap riang dan lagi-lagi nyengir lebar tidak mengindahkan tatapan syok Jungkook. Jungkook mengamati si satir yang masih memetik stroberi. Bertanya-tanya apakah satir itu makan rumput atau stroberi sambil mengembik. Perhatiannya teralih, Taehyung menyeretnya mendekati bagian dalam perkemahan, dan Jungkook menyadari betapa besarnya hutan yang tadi ia lihat. Hutan itu meliputi separuh area lembah dengan pohon rapat dan lebat. Acara berkeliling dilanjutkan. Jungkook melihat lebih dari cukup dari yang seharusnya ia tahu soal perkemahan. Mereka melewati halaman tengah. Di sana, dua cowok saling menebas dengan pedang.
"Itu―pedang sungguhan?" tanya Jungkook. Taehyung mengangguk.
"Senjata tajam bukannya berbahaya?" komentarnya lagi. Taehyung nyengir.
"Memang sih, tapi kau bakal butuh itu kalau mau bunuh monster. Kau juga butuh satu, omong-omong." Kata Taehyung. "Sini ikut aku."
Taehyung menuntun Jungkook ke sebuah gudang logam besar yang biasa digunakan menyimpan peralatan berkebun. Taehyung membuka kunci gudang dari segepok kunci yang Jungkook baru sadari melingkar di pinggangnya. Dan yang mereka lihat bukan peralatan berkebun tapi senjata. Senjata sungguhan. Tumpukan perisai, sejajaran pedang, baju zirah, tombak, busur dan lainnya.
"Setiap demigod butuh setidaknya satu senjata kau tahu. Coba kita lihat."
Taehyung menjelajah memasuki gudang mencari senjata. Dia menyerahkan tombak panjang ke Jungkook. Bagus sih, tapi tombaknya berat. Jungkook bahkan tak yakin dapat melempar dengan benar kalau tombaknya saja seberat ini.
"Tidak. Tidak." Kata Taehyung.
Taehyung kembali mencari lebih dalam ke gudang senjata dan menyerahkan sebilah pedang dengan kulit sebagai gagangnya.
"Bukan." Kata mereka berdua serempak saat Jungkook mengangkat pedang.
"Taehyung hyung." Panggil Jungkook. Taehyung menaikkan sebelah alisnya membuat Jungkook mengusap belakang kepalanya canggung.
"Kukira kau lebih tua dariku dan sesama korea kurasa, jadi kupanggil hyung. Um―tidak apa, kan?"
Taehyung tersenyum lebar dan mengusak kepala Jungkook gemas, "Tentu. Aku 18 akhir tahun ini. Bagaimana denganmu?"
"Aku 16, hyung." Jawab Jungkook. "Apa senjata Taehyung hyung?"
"Busur tentu saja. Berkah Apollo." Taehyung kembali mencari. "Tapi aku juga pakai revolver." Taehyung menyeringai lalu dia mengambil salah satu senjata di dinding.
"Wow." Komentar Jungkook.
Taehyung memeriksa senapan di tangannya. "Steyr AUG. Bullpup. Lebih pendek dari senapan lain." Komentarnya seolah ia sudah hapal betul senjata di tangannya. Taehyung menyerahkan senapan ke Jungkook. Senapan itu terlihat berat tapi Jungkook merasa senjata itu ringan dan pas di tangannya.
"Aku menyukainya." Kata Jungkook. "Boleh aku memakai ini?"
Taehyung tersenyum. "Tentu!" Jungkook menyampirkan tali senapan ke lengannya.
"Ayo kita ke pondok." Lanjut Taehyung.
Taehyung berceloteh menceritakan Jungkook seputar perkemahan yang mereka lewati. Area panahan, istal kuda―ada Pegasus, kuda bersayap dengan kulit mengkilat yang membuat Jungkook penasaran ingin menungganginya. Arena yang kata Taehyung tempat pertempuran pedang dan tombak yang menurut Jungkook tampak seperti area berkelahi gladiator. Mereka melewati danau dan Jungkook bersumpah demi seluruh game miliknya bahwa ia melihat seorang gadis mengedipkan matanya di dalam danau. Seperti mengerti keterkejutan Jungkook, Taehyung tertawa dan melambaikan tangannya ringan kalau Jungkook memang tidak mengkhayal dan berkata bahwa mereka adalah nyata―naiad.
Taehyung berceloteh menjelaskan tentang dewa-dewi Yunani, menjejalkan berbagai macam pernyataan ke dalam kepala Jungkook bahwa dewa-dewi itu ada sampai sekarang dan mereka bukan cerita mitos belaka dan kenyataan bahwa seluruh pekemah yang ada disini sama seperti Jungkook―anak setengah dewa dan setengah manusia. Jangan lupakan segala macam bentuk monster dan makhluk gaib juga ada dan bukan mitos. Jungkook merasa pening sekaligus bersemangat dengan segala macam ocehan Taehyung.
Jungkook melihat gedung dengan arsitektur Yunani kuno berada di sisi lain lembah, banyak sekali gedung serupa bertebaran dan Jungkook dapat mengenali paviliun dan amfiteater Yunani kuno. Tiang marmer putihnya berkilau terkena sinar matahari. Terdapat lapangan dengan selusin pekemah dengan satir bermain dodge ball. Taehyung menunjuk sebuah bangunan di atas bukit. Bangunan lebar dengan tiang marmer putih dengan api yang berkobar di tiap tiangnya.
"Itu aula makan, nanti kita akan kesana untuk jamuan makan malam, tapi kita harus berkunjung ke pondok dulu." Taehyung mengedipkan sebelah matanya dan berjalan ke arah sebaliknya dari aula makan. Ia berhenti membuat Jungkook menabrak bagian punggungnya. Jungkook berdiri di sebuah area luas di sisi barat daya halaman utama. Bangunan berbeda berjejer membentuk huruf Ω. Itu adalah kumpulan gedung paling aneh yang pernah Jungkook lihat. Satu sama lain tidak mirip sama sekali.
"Ini adalah pondok tempat tinggal demigod. Masing-masing demigod dibedakan berdasar orang tua dewanya." Jelas Taehyung.
Jungkook melayangkan pandangannya pada pondok yang berada di ujung. Pondok yang menyerupai kuil dengan tiang kokoh menyangga atap dengan dindingnya abu-abu gelap seakan sekumpulan awan berarak di temboknya. Pintunya perunggu mengkilat. Pondok di sebelahnya merupakan duplikat dari pondok pertama, hanya saja berwarna putih gading dengan tiang-tiang yang lebih ramping. Pintunya berwarna rose gold, bunga-bunga menghiasi pelatarannya. Kedua pondok tersebut sama-sama terbuat dari marmer yang entah bagaimana Jungkook berasumsi keduanya adalah pondok Zeus dan Hera. Pondok lainnya dipenuhi dengan sulur-sulur tanaman yang merambat di sisinya dengan buah-buah ranum menggantung. Pondok lainnya lebih menyerupai bengkel daripada rumah karna banyaknya perkakas di dalamnya dengan cerobong asap yang selalu mengeluarkan uap di atapnya.
Pondok aneh yang menurut Jungkook lebih menyerupai barak militer karna berbagai macam senjata di dalamnya―bahkan Jungkook tercengang saat melihat kereta perang terparkir di halamannya. Pondok di kedua sisinya bahkan tak lebih aneh menurut Jungkook. Di sisi kanannya pondok yang menurut Jungkook lebih mirip disebut perpustakaan mini itu dipenuhi dengan buku-buku yang berjejalan di sisinya. Lewat ambang pintu yang terbuka Jungkook melihat senjata yang dipajang, papan tulis dan tempat tidur yang dirapatkan ke sisi dinding sehingga terdapat area bukaan luas di tengahnya. Saat di sisi kanannya lebih tepat disebut perpustakaan daripada pondok, sisi kirinya begitu berkebalikan. Pondok dengan tulisan sepuluh itu terlihat seperti rumah Barbie. Keseluruhan bangunan hampir berwarna pink. Pintunya mengkilat sewarna mawar dan saat matahari menyinarinya pintu itu berpendar dengan warna merah jambu. Jendelanya dilengkapi tirai berenda dan anyelir dalam pot di jendela dengan lonceng angin hati seperti yang biasa ditemukan di supermarket tiap 14 Februari. Bermacam-macam jenis mawar tumbuh di pelatarannya dengan aroma parfum menguar hampir membuat Jungkook tersedak.
"Uhuk ―apa ada Barbie di perkemahan?"
Taehyung nyengir. "Pondok Aphrodite. Dewi cinta."
"Pantas saja. Dimana-mana aura valentine gitu." Gerutu Jungkook.
"Tidak terlalu buruk kok. Pekemah cowok Pondok Aphrodite oke semua." Taehyung masih nyengir sementara Jungkook menaikkan alisnya tidak percaya. "Serius deh, mereka gaul dan asik. Tapi jangan tanya yang pekemah cewek, mending jauh-jauh dari mereka." Kata Taehyung serius, Jungkook tergelak.
"Sementara ini kau bisa tidur di pondok Hermes sampai kau diklaim." Taehyung menunjuk sebuah pondok kayu di ujung. Pondok dengan cat terkelupas dengan ambang kayu kokoh. Seperti tempat pengungsian darurat dengan selusin kasur tambahan yang dijejalkan ke dalamnya.
"Apa maksudnya diklaim?"
"Diklaim ayah atau ibu dewamu. Lalu kau bisa masuk ke pondok sesuai orangtua dewamu dengan saudara-saudaramu." Jelas Taehyung. "Apa kau bisa mengira-ngira siapa orangtua dewamu?" tanya Taehyung.
Jungkook mengangkat bahu tak mengerti. "Entahlah. Kurasa ibuku dewi. Aku tidak tau siapa ibuku selama ini, ayahku juga tidak mau memberitahuku."
"Mmm mungkin antara Demeter Aphrodite atau Athena, dewi yang lain adalah dewi perawan jadi tidak mungkin kau anak Hera atau Artemis." Gumam Taehyung.
"Yah semoga saja salah satu dari Demeter atau Athena?" lanjut Jungkook nyengir.
Taehyung mengangguk lalu sedetik kemudian tersenyum jahil.
"Tentu. Atau bisa saja Aphrodite. Kau bisa tinggal dengan geng cewek supermodel."
.
.
Jamuan makan malam tidak seperti yang Jungkook bayangkan. Aula makan itu begitu besar tapi terlihat kecil karna banyak meja makan yang berjejalan di dalamnya. Meja besar di dalam paviliun untuk masing-masing pondok dan meja makan berbeda―warnanya putih gading dengan ornamen emas―di depan. Pria berumur mengenakan kemeja hawai dan celana coklat kargo pudar selutut dengan sandal jepit berdiri di depan. Ia memperkenalkan diri sebagai penanggung jawab perkemahan bernama Dionysius―dewa anggur. Dan di sampingnya Chiron dengan kursi rodanya. Seperti perkumpulan tetua senior, pikir Jungkook. Di tengah paviliun tersebut ada cawan emas besar dengan api biru berkobar. Cawan tersebut sangat lebar hingga butuh 2 orang merentangkan tangan untuk mengelilingi pinggir cawan. Api hijau berkobar di tiap-tiap tiang dengan gantungan berwarna emas. Perapian besar di depan aula meretih pelan membuat perasaan nyaman.
Jungkook makan di meja Hermes. Berkenalan dengan pekemah lain yang berada di dekatnya, dari kejauhan dia melihat Kim Taehyung, teman pertamanya di perkemahan sedang bercanda dengan saudara satu pondoknya. Entah kenapa Jungkook menjadi sedikit iri. Dia berharap dapat seakrab itu dengan saudaranya yang lain kelak.
Usai jamuan makan malam terdengar tiupan trompet kerang. Semua pekemah serentak berdiri dan berbondong-bondong keluar dari aula makan. Jungkook kebingungan dan mencegat salah satu anak Hermes. Cowok tinggi berwajah bule dengan rambut jerami berantakan memandangnya heran.
"Hei, ada apa ini?"
"Acara Api Unggun." Jawabnya singkat lalu langsung berjalan menjauh dari Jungkook yang masih bergeming di tempatnya.
"Jung! Kook!" Jungkook tersentak kaget saat ada yang berteriak di telinganya. Ia menoleh dan melihat Taehyung dengan cengiran lebarnya.
"Kau membuatku tuli!" gerutu Jungkook yang tak diindahkan Taehyung.
"Ayo Acara Api Unggun!" seru Taehyung semangat. Konselor Apollo itu menyeret Jungkook mengikutinya. Jungkook bertanya apa acara api unggun, kenapa semua pekemah langsung pergi, kenapa terompetnya berbunyi nyaring dan lain sebagainya kepada Taehyung dan tidak digubris oleh cowok yang masih menyeretnya itu.
.
.
Acara Api Unggun itu membuat Jungkook melongo. Kira-kira delapan puluh anak duduk berderet di undakan amfiteater menghadap lubang perapian besar dengan tepi batu. Para pekemah duduk berkelompok di bawah panji-panji pondok. Jungkook melihat Pak Chiron di depan, lalu beberapa pekemah yang tadi Jungkook berkenalan. Taehyung meninggalkan Jungkook dan berdiri di api unggun bergabung bersama selusin pekemah yang membawa gitar dan lira sambil berjingkrak-jingkrak, memimpin nyanyian tentang dewa-dewi dan perang. Semua orang menyanyi bersama dan api yang berkobar kian besar hingga warnanya menjadi emas. Saat lagu berakhir semua orang bertepuk tangan riuh.
Pak Chiron maju selangkah sambil mengacungkan tongkat dengan s'mores panggang. "Aku senang kalian semua yang berada disini telah tiba dengan selamat dan dalam keadaan utuh. Aku Chiron, direktur kegiatan perkemahan. Sebentar lagi kita akan membuat s'mores tapi pertama-tama selamat datang untuk 3 pendatang baru―"
Para pekemah bertepuk tangan dan menoleh ke sisi kiri amfiteater dimana Jungkook duduk di dekat pondok Hermes. Beberapa pekemah Hermes mendorongnya untuk berdiri mengikuti 2 pendatang baru lainnya, Jungkook berdiri canggung di antara cewek cantik berambut merah dengan bintik-bintik merah di wajahnya dan cowok berotot dengan rambut cepak ala militer. Semua orang memandang mereka dan cewek cantik itu melambai-lambai dengan gembira ke pekemah lain, dan sepertinya hampir separuh cowok terpesona kecantikannya.
"Aw-kau cantik banget. Kau pasti cocok bergabung dengan Aphrodite." celetuk seorang cewek.
Semua orang menoleh. Suara itu berasal dari kelompok yang duduk di bawah panji-panji berwarna pink dengan lambang merpati―Aphrodite. Tinggi, rambutnya pirang gelap, wajahnya Asia dengan rias wajahnya membuatnya tampak seperti bule. Penampilannya glamor karna perhiasaan. Saudara satu pondoknya―yang isinya cewek semua―mengangguk-angguk setuju.
"Dia belum diklaim, Jess." Seru seseorang yang duduk di bawah panji-panji merah dengan emblem kepala celeng―Ares.
"Memang sih, tapi bakal bagus banget kalo dia di Aphrodite." Cewek yang dipanggil Jess itu berdiri. Jungkook melirik cewek itu yang memandangnya mengejek. "Atau cowok cakep itu juga bagus. Maksudku, pondok Aphrodite butuh banget petarung, kan?" Cewek itu bertanya ke teman sepondoknya yang kembali mengangguk. "Kecuali yang tengah itu jelek sekali." Lanjutnya lalu terkikik geli yang diikuti saudari ceweknya.
"Apa maksudmu?" tanya Jungkook. Lalu dia menyadari kalau dirinya mengucapkan itu keras di tengah kesunyian, semua orang memandangnya.
"Demi para dewa, dia berani bicara padaku?" si cewek Jess itu bicara sok terkejut. "Lihat cermin dulu deh, baru ngomong sama aku." Cemoohnya. Jungkook menatap cewek itu tidak percaya.
"Kau kira kau cantik?" sembur Jungkook. "Muka penuh bedak sepertimu itu cantik?" Jungkook tidak tahu kenapa dia merasa berani membalas perkataan Jess. Jess terkejut saat Jungkook berkata seperti itu. Mukanya memerah menahan malu dan marah.
"Sadar dong. Kau pendatang baru tapi sudah berlagak." Jess membentak. Semua orang gelisah di tempat duduknya. Bahkan saudari sepondoknya beringsut menjauh. Rupanya Jess dengan kondisi meledak seperti itu tidak baik.
Jungkook mencoba membalas, tapi tidak bisa.
"Tuh kan. Lebih baik kau diam."
Jungkook bergeser mundur, mencoba menenggelamkan dirinya di antara pekemah pondok Hermes. Mendadak sedetik kemudian semua terkesiap. Semua orang menatap Jungkook seolah kepalanya terbelah menjadi dua. Pekemah di sekelilingnya melangkah mundur. Jungkook mengira dia melakukan kesalahan besar dengan berdebat dengan Jess, dia merasa semakin ingin menenggelamkan dirinya. Jungkook menatap sekelilingnya yang menatapnya, bahkan Jess menatapnya terperangah. Lalu Jungkook menyadari bahwa wajah pekemah diselimuti pendar kemerahan aneh.
"Ada apa?" tuntutnya.
Jungkook menoleh ke samping, tidak ada apapun selain wajah pekemah yang berpendar merah. Dia menengok ke atasnya, tidak ada apapun selain langit malam. Dia menengok ke bawah dan menjerit kecil.
Jungkook yakin dia memakai jins belel biru pudar dan kaus jingga perkemahan. Tapi kini dia mengenakan jubah putih Yunani dengan garis leher melingkar yang dihiasi emas di tepiannya. Gelang lengan emas melingkar dari bisep sampai sikunya. Ikat emas melingkari pinggangnya, menjaga jubah itu di tempatnya.
"Astaga." Jungkook terperanjat. "Apa ini?"
Jungkook meraih sebilah pedang yang berada di dekatnya. Ia menatap pantulan wajahnya di bilah logam yang berkilat. Rambutnya sempurna berwarna coklat hampir merah gelap dengan mahkota daun dafnah. Wajahnya bahkan dirias. Mulus dan berkilau, pipinya yang gembil merona samar. Bibirnya semerah ceri dan warna matanya berubah-ubah seolah ia memakai lensa kontak yang senantiasa berubah warna―hijau, biru, dan coklat.
Jungkook benar-benar tercengang. Wajahnya berubah rupawan.
"Tidak mungkin dia!" raungan marah Jess menyadarkan Jungkook. Jess benar-benar tak terima dengan paras rupawan Jungkook sekarang. Ekspresinya antara ngeri jijik dan marah. Sebelum Jungkook membuka mulut Chiron merangsek maju dan menekuk kaki di depannya. Semua pekemah mengikutinya menekuk kaki.
"Salam, Jeon Jungkook." Suara Chiron memecah keheningan. Suaranya begitu dalam sampai Jungkook bergidik, "Putra Aphrodite. Dewi Merpati. Dewi Cinta."
.
.
.
.
.
.
Jungkook terbangun di kasur kecil pondok Aphrodite. Dia duduk di tempat tidurnya dan langsung berhadapan dengan cermin besar di depannya. Rambutnya masih coklat merah gelap meski acak-acakan. Dia menggerutu lemah. Wajahnya masih rupawan sama seperti semalam. Padahal tidurnya semalam tidak nyenyak―kasurnya terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya. Seharusnya matanya membengkak dan kantung mata menghitam tapi wajahnya baik-baik saja. Masih rupawan seperti semalam. Bajunya masih sama seperti semalam, ia tidak punya baju ganti. Pekemah Aphrodite menawarinya baju namun semuanya baju cewek―Jungkook yakin mereka berniat mengejeknya. Duh. Jungkook heran, katanya ada pekemah cowok tapi dimana mereka? Sedari tadi malam dia cuma melihat pekemah cewek berisik Aphrodite.
Jungkook menoleh saat tirai pink berenda―Jungkook mau muntah―di sisi kasurnya tersibak. Cowok tinggi dengan bibir melengkung seperti kucing tersenyum menatapnya.
"Pagi, Jungkook." Sapanya. Jungkook mengerjap heran, "Kenalkan, aku Joshua."
.
.
Jungkook nyengir begitu lebar sampai ia takut bibirnya robek, cowok tinggi yang tadi mengunjunginya itu pekemah cowok Aphrodite. Yang berarti saudara laki-lakinya. Cowok itu berasal dari Los Angeles, tapi dia juga berdarah Korea jadinya dia semi blasteran-Dewa-Amerika-dan-Korea. Nama koreanya Hong Jisoo dan Jungkook memutuskan memanggilnya Jisoo Hyung karna dia 3 tahun lebih tua dari cowok gigi kelinci itu. Jisoo memberikan baju ganti untuk Jungkook―kaus jingga perkemahan dan ripped jeans hitam yang pas di kakinya―dan membantunya menata rambut dan wajahnya yang masih rupawan usai mandi.
"Maaf tidak menemanimu semalam di api unggun. Semalam aku berjaga di tempat Seokjin Hyung." Kata Jisoo saat Jungkook bertanya kemana dia semalam karna Jungkook tidak melihatnya.
"Seokjin Hyung?" tanya Jungkook.
"Dia konselor Aphrodite. Tapi kemarin ada sedikit kecelakaan jadi dia di ruang kesehatan." Jelas Jisoo. "Apa kau mau ikut aku berkunjung nanti?" tawar Jisoo.
"Mau! Aku ikut hyung." Jungkook tersenyum lebar membuatnya seperti bocah kecil. Jisoo tertawa melihatnya, tawa Jisoo lembut dan ringan. Jungkook menyukai hyung barunya ini.
Sementara Jisoo merapikan rambut Jungkook terdengar pekikan dari kamar mandi. Jungkook melihat anak perempuan yang didorong keluar dari kamar mandi masih dengan busa dan pintu terbanting tertutup saat Jess masuk ke dalam kamar mandi dengan handuk, catokan dan alat kecantikan lainnya di pelukannya.
"Apa dia memang seperti itu?" gerutu Jungkook. Anak perempuan tadi menangis dan saudarinya mengelap busa sambil menghiburnya.
Jisoo berdehem pelan lalu tertawa pelan, "Tidak. Itu Karena Seokjin Hyung tidak disini, sebagai tertua kedua setelah Seokjin Hyung dia jadi seperti itu."
"Kenapa Seokjin Hyung tidak dirawat disini? Setidaknya Jess tidak semena-mena." Tanya Jungkook. "Semalam juga dia semena-mena sekali. Aku sampai tidak nyaman." Lanjut Jungkook lirih. Jisoo tersenyum kecil menatapnya lalu berdiri.
"Rambutmu sudah rapi. Apa kau lapar? Kudengar menu sarapan hari ini wafel dan pancake." Jungkook menatap Jisoo berbinar.
"Pancake!" Serunya.
.
.
Usai sarapan yang menyenangkan dan mengenyangkan―Jungkook menghabiskan 3 porsi pancake dan sirup madu membuat Jisoo tertawa melihatnya makan dan Jess mengatainya babi dengan keras membuat beberapa pekemah menoleh ke arahnya, termasuk Taehyung yang langsung nyengir menatapnya―Jungkook mengikuti Jisoo ke arah Rumah Besar tempat ruang kesehatan.
Jungkook memperhatikan kelambu putih gading yang terbuka dan lonceng angin berbentuk kerang di pintu ruang kesehatan. Dai bertemu pandang dengan cowok tinggi berambut pirang platina yang berdiri diam di pintu ruangan.
"Hyung―"
Jisoo menaruh tangan di mulut Jungkook membuatnya berhenti bicara. 'Siapa?' tanya Jungkook tanpa suara.
"Nanti kuberitahu." Bisiknya pelan. Jisoo mendecih pelan saat cowok pirang platina itu menganggukkan kepala menyapanya. Jungkook menatap Jisoo bertanya-tanya dan terus mengekor mengikuti Jisoo memasuki ruang kesehatan.
"Jisoo?" Sebuah suara di dalam ruangan mengagetkan Jungkook. Suaranya terdengar lemah sampai-sampai Jungkook merasa iba mendengarnya.
Di bagian pojok ruangan tempat tidur satu-satunya terisi. Tirai putih gading yang seharusnya menutupi tempat tidur itu terbuka lebar. Jungkook tercekat melihatnya. Cowok yang tidur disana tampak mengerikan. Perban membalut dada hingga perutnya dengan plester disetiap jengkal tubuhnya. Kakinya diperban dan disangga penahan, pergelangan tangan kanannya koyak dan Jungkook yakin seratus persen tulang putih menyembul di pergelangannya, meski sudah diobati entah bagaimana masih terlihat jelas dagingnya yang terkoyak menampakkan warna merah dan putih tulangnya. Lengan kirinya dibalut perban dari pangkal hingga ujung. Jungkook yakin wajah cowok itu tampan meski dibalut perban di bagian kepala dan bengkak di ujung mulutnya.
"Hai Hyung." Kata Jisoo. "Ini Jungkook."
"Halo Jungkook. Aku Kim Seok Jin." Kata cowok itu. "Aku ingin bersalaman denganmu tapi―"
"Jangan bangun, Hyung." Kata Jungkook. Tanpa sadar Jungkook menahan napas saat melihat keadaan SeokJin. Seokjin tersenyum kecil yang terlihat seperti meringis lalu berjengit, menggerakkan mulutnya saja sudah menyakitkan seluruh wajahnya.
"Selamat datang di Pondok Sepuluh." Kata Seokjin. Ingin rasanya Jungkook menyuruhnya berhenti bicara karena suaranya saja sudah membuat Jungkook iba namun ia urungkan karna sepertinya Seokjin terlihat senang.
"Maaf kau harus melihatku dalam keadaan seperti ini. Aku Konselor Kepala Pondok." Seokjin terkekeh yang terdengar seperti suara asma lalu terbatuk-batuk.
"Hyung!" tegur Jisoo membuat Seokjin meringis dan mulutnya berwarna merah usai terbatuk. Seokjin mengeluarkan darah.
"Astaga hyung." Jungkook hendak mengambil handuk kecil di meja namun ia terdiam saat cowok pirang platina yang tadi di depan pintu kini sudah berada di hadapan Seokjin dan mengusap mulutnya perlahan. Seokjin berjengit saat cowok itu mengusap darah dengan hati-hati membuat Jungkook bertanya-tanya siapa cowok itu.
"Keluarlah, Namjoon." Kata Seokjin serak lalu memalingkan wajah dari cowok pirang platina itu. Jungkook melihat cowok platina yang bernama Namjoon itu menatap Seokjin sendu lalu pergi dari ruang kesehatan bahkan Jisoo hanya memasang wajah datar saat cowok pirang platina itu masuk.
"Eh―hyung." Jisoo berdeham mengalihkan topik. "Apa kau keberatan kalau Jungkook tidur bersama kita?"
"Tidak. Jungkook tentu boleh tidur bersama kita." Seokjin menatap Jungkook, nada suaranya terdengar gembira. "Aku senang punya adik baru, apalagi Jungkook begitu manis." Seokjin tertawa pelan. Jungkook jadi ikut tersenyum, Seokjin begitu lucu dan cowok itu sering menatap Jungkook dengan binar-binar bahagia di netranya.
Jungkook tersenyum lebar, senang saudara barunya menerimanya. Tidak seperti semalam saat dia berhadapan dengan Jess. Benar kata Taehyung, pekemah cowok Pondok Aphrodite oke semua. Bicara Taehyung, Jungkook mendadak kangen ke teman pertamanya di perkemahan itu. Tapi bertemu Taehyung bisa nanti dulu karna dia mau bersama keluarga barunya dulu untuk saat ini.
.
.
.
.
.
.
Jisoo menjauhi Rumah Besar dengan Jungkook di sampingnya. Jungkook bertanya-tanya apa yang terjadi pada Seokjin dan cowok pirang platina yang masih berdiri di depan pintu usai mereka berkunjung, tapi dia takut untuk bertanya. Sepertinya hal itu membuat mood Jisoo memburuk.
"Hei! Jungkook!"
Jungkook menengok, melihat Taehyung yang berlari kecil menaiki bukit dan melambaikan tangan ke arahnya.
Jungkook berlari kecil menyusulnya. "Taehyung Hyung!" seru Jungkook.
Taehyung langsung memeluk Jungkook saat sudah berhadapan dengan Jungkook, "Hei, kau mau ikut aku ke arena? Aku akan mengajarimu panah lalu kita bisa makan siang bersama." Taehyung mencubit pipi Jungkook gemas membuat cowok itu mengaduh. Jisoo melangkah mendekat, menaikkan sebelah alisnya melihat Jungkook yang akrab sekali dengan Taehyung hingga pelukan mereka tidak terlepas.
Jisoo berdeham pelan.
"Aku mau―eh―Halo, Joshua Hyung." Taehyung nyengir canggung lalu melepaskan pelukannya saat menyadari ada orang selain Jungkook.
"Kau tidak memberitahuku kalau kau berkencan dengan anak Apollo, Jungkook." Kata Jisoo dengan raut wajah kesal dibuat-buat.
Jungkook merona samar. "Aku tidak berkencan dengan siapapun, hyung."
"Iya deh. Tidak berkencan tapi berpelukan sampai melupakan ada hyungmu disini, huh?"
"Aku tidak berkencan, hyungg. Duh." Jungkook menggerutu. Jisoo tertawa.
"Eh-hyungnim. Boleh aku ajak Jungkook bersamaku?" kata Taehyung formal membuat Jisoo tertawa lagi.
"Tentu, kami juga sudah selesai menjenguk Seokjin Hyung." Kata Jisoo. Taehyung tersenyum dan berpamitan, mengamit tangan Jungkook mengajaknya pergi.
Jisoo menatap Jungkook yang berlari kecil menjauh jahil, "Selamat kencan, Jungkook!" seru Jisoo keras.
"Apasih, hyung!" teriak Jungkook keras dengan pipi merona parah. Jisoo tertawa geli.
.
.
.
.
.
.
Arena yang dimaksud Taehyung adalah arena panahan. Taehyung melempar senapan milik Jungkook yang entah sejak kapan sudah berada disana. Jungkook menatap Taehyung heran. Taehyung nyengir.
"Kau sudah merencanakannya, ya?"
Taehyung tertawa. "Tentu. Aku mencarimu dari pagi, bahkan aku sampai mampir ke Pondok Sepuluh tapi kau tidak ada." Kata Taehyung. "Kalau bukan karna kau mungkin disana mana mau aku berada dekat-dekat ke sarang penyamun." Taehyung menggerutu.
Jungkook terpingkal. Taehyung menyebut Pondoknya sarang penyamun, padahal baru kemarin cowok itu bilang Pondok geng cewek supermodel. Meski Jungkook tidak bisa menyalahkannya, Pondoknya seperti sarang penyamun, bedanya yang disimpan serangkaian alat rias dan parfum desainer alih-alih emas.
"Harusnya kau bilang kemarin, hyung. Aku kan tidak tahu." Balas Jungkook.
"Bagaimana aku bisa bilang kalau semalam kau tiba-tiba diklaim. Tiba-tiba kau jadi super cantik―"
"Hei―aku tidak cantik!" sela Jungkook.
"Boom! Hampir semua saudaraku ingin mendaftar jadi teman kencanmu sekarang." Taehyung membuat gerakan bom meledak di tangannya.
"Beneran? Hampir semua? Siapa yang tidak?" tanya Jungkook tertarik.
Taehyung mengangguk. "Aku. Tentu saja." Jungkook mendengus tidak tertarik.
"Mmm, begitu." Jungkook mengangguk-anggukan kepala. "Kalau begitu kau tidak keberatan kalau aku mengencani saudaramu, kan Taehyung hyung?" Jungkook mengerling menatap Taehyung.
"Jangan deh, anak Pondok Apollo itu rata-rata otaknya miring semua. Mending aku, otakku paling waras di antara mereka." Taehyung menaik turunkan alisnya jahil.
"Cih, tadi katanya tidak tertarik. Sekarang menawarkan dirinya sendiri." Jungkook memukul bahu Taehyung main-main. "Lagipula, sepertinya kau yang paling tidak waras sejauh yang aku tau."
Taehyung menjewer telinganya gemas, "Ya! Bocah kurang ajar!" Jungkook mengaduh kesakitan sambil tertawa gembira. Taehyung tertawa puas saat Jungkook mengusap telinganya yang kini memerah parah.
"Jadi mengajariku tidak, hyung? Kau malah menyiksaku begini." Tuntut Jungkook.
Mata Taehyung menyala-nyala bersemangat. "Jadi dong. Apa kau siap menerima pelajaran pertamamu, Jeon Jungkook?"
.
.
Jungkook terpukau melihat Taehyung yang membidik target dengan serius. Gerakannya anggun dan indah, meski Taehyung bilang bahwa senjata tetapnya adalah busur tapi cowok itu luar biasa memukau dengan senapan di tangannya. Rambut almondnya tersibak oleh headband berwarna putih, dia bersiul tiap kali pelurunya menembak target tanpa melenceng. Menurut Jungkook, Taehyung itu keren sekali. Jungkook kembali berdecak kagum untuk kesekian kalinya karna kepiawaian Taehyung, matanya berbinar kagum.
"Hei, bocah. Sampai kapan mau disitu?" Taehyung membuyarkan lamunan Jungkook. "Sini."
Jungkook menimang-nimang senapan di tangannya, terlihat ragu. "Jangan cemas. Senjata ini tidak melukai manusia. Senapan ini sudah dimodifikasi menembakkan perunggu langit. Hanya monster yang bisa dibunuh perunggu langit." Kata Taehyung.
Jungkook menghela nafas pelan dan memfokuskan pikiran. Sesuai arahan Taehyung ia menembakkan peluru pertamanya ke arah dada boneka target. Jungkook berkonsentrasi dan membidik untuk pertama kalinya. Taehyung bersiul pelan, bidikan Jungkook meleset melubangi bahu boneka target.
"Lumayan bagus untuk pemula." Taehyung nyengir. Jungkook menaikkan sebelah alisnya tidak percaya.
"Monster akan terbuyarkan saat kulitnya terkena dengan perunggu langit. Jadi asalkan kau mengenai kulitnya dimanapun tidak masalah kok. Lagipula lumayan karna hanya beberapa pemula yang bisa membidik dengan jarak lebih dari 50 meter." Kata Taehyung kalem.
"Ini berapa meter?" tanya Jungkook. Sanksi jaraknya dengan boneka target 50 meter karena boneka itu tampak begitu jauh.
"Dua ratus." Jawab Taehyung kalem.
"Ya! Hyung, kau mengerjaiku!" Jungkook kesal.
"Eish, sudahlah. Tapi kau bisa kan? Kenapa harus repot-repot belajar level pemula kalau bisa langsung level menengah?" tanya Taehyung.
"Untung setidaknya bidikanku kena boneka. Kalau tidak aku merasa malu, hyung!" Jungkook gemas karna Taehyung seenaknya sendiri.
Taehyung melambaikan tangannya tak peduli. "Sekali lihat aku tahu kau ahli. Kau pikir aku siapa? Aku anak dewa Apollo dan konselor kepala." Taehyung menyeringai. Jungkook mendesah pelan, tidak berminat berdebat dengan Taehyung.
"Terserahmulah, hyung." Jungkook kembali memfokuskan diri menembak lagi dan Taehyung nyengir.
Mereka berlatih beberapa bidikan sesuai arahan Taehyung. Taehyung tersenyum puas saat Jungkook berhasil membidik pas target setelah beberapa kali meleset. Kemampuan Jungkook memang baik apalagi Taehyung mengajarinya perlahan membuat cowok bermarga Jeon itu dapat mengasah kemampuannya dengan baik. Mereka berlatih hingga matahari bersinar terik di atas mereka.
Perut Jungkook bergemuruh pelan di tengah sesi latihan, tembakannya menjadi meleset. Jungkook menggerung malu sementara Taehyung menatap Jungkook geli.
"Makan siang dulu yuk? Sudah lewat jam makan siang."
Jungkook mengangguk dan membiarkan Taehyung melepas pengaman yang melekat di badannya. Taehyung mengambil tas hitam dari arena dan menggenggam tangan Jungkook, menariknya menjauh dari arena panahan menuju sisi pohon yang rindang. Taehyung mendudukkan dirinya di tanah, menepuk tempat di sampingnya. Jungkook duduk saat Taehyung membuka tas hitamnya.
"Roti isi kalkun atau kepiting?" tawar Taehyung.
"Kalkun." Taehyung menyerahkan selapis roti isi kalkun besar ke Jungkook.
"Wow, besar sekali." Kata Jungkook.
Taehyung tertawa. "Porsi besar karna aku yakin kau kelaparan dan kau makan banyak."
"Tidak kok. Aku makan sedikit." Jungkook merona.
"Mmm, sedikit ya." Taehyung setuju. "Pancake 3 porsi itu sedikit ya, Kook?" Taehyung menggigit roti isi miliknya mengabaikan Jungkook merona malu.
"Ih, hyung jangan diingat-ingat." Jungkook menendang kaki Taehyung asal. Taehyung kembali terkekeh. Jungkook menguyah roti isi miliknya lahap.
"Enak?" tanya Taehyung. Jungkook mengangguk antusias masih dengan pipi menggembung berisi. "Aku senang kalau ada orang yang makannya banyak. Lucu." lanjut Taehyung.
"Jus jeruk atau coke?"
"Mm, tidak bisa keduanya?" Jungkook cengengesan. Taehyung tergelak dan menaruh sebotol jus jeruk dan kaleng coke yang sudah dibuka di depan Jungkook.
"Kapan menyiapkan ini semua, hyung?" tanya Jungkook.
"Tadi pagi, aku menyimpan perbekalan di pondok jaga-jaga kalau lapar." Taehyung menguyah sepotong besar roti isi.
"Yakin sekali ya hyung kalau aku akan makan siang denganmu?" Jungkook mendecih lirih.
"Tentu saja. Aku bisa sedikit memprediksi masa depan." Taehyung berujar bangga. Jungkook memutar bola matanya malas mendengar bualan Taehyung.
Jungkook menghabiskan roti isi dan separuh botol jus jeruk. Ia memandang Taehyung yang masih menguyah roti isinya.
"Masih lapar?" tanya Taehyung. Jungkook melirik malu-malu dan mengangguk pelan.
"Ada sosis dan kalkun. Kau mau?"
Jungkook menundukkan kepalanya membisu sesaat, Taehyung menyadari Jungkook yang sedikit mempoutkan bibirnya.
"Tidak mau ya?" tebak Taehyung. "Kau ingin makan apa?"
"Ramyeon." Jungkook berucap lirih. "Aku kangen ramyeon."
Taehyung meletakkan roti isi yang tersisa seperempat di atas kotak bekalnya. "Hei, Kook. Lihat aku." Katanya lembut.
Jungkook mendongakkan kepalanya, matanya agak berkaca-kaca. "Bagaimana kalau kau makan dulu sosis dan kalkun sekarang? Nanti malam usai makan malam kalau kau masih lapar dan ingin ramyeon, temui aku. Aku akan memasakknya untukmu. Otte?" Taehyung mengusap rambut Jungkook lembut.
Jungkook mengerjap. "Sungguh?"
"Iya, hanya mie cup sih. Tidak apa kan?" tanya Taehyung.
Jungkook mengangguk semangat, "Um! Tentu!"
Taehyung terkekeh. "Jadi nanti malam kita kencan ya?"
"Eh? Kencan?" Jungkook mendelik kaget.
"Duh, Kook. Tidak elit banget kalau kita keluar bersama karna kau mau makan ramyeon. Lebih baik kita kencan sambil makan ramyeon." Taehyung tersenyum lebar menatap Jungkook.
Jungkook mengerjap dua kali. "Baiklah. Nanti malam kita kencan." Taehyung tersenyum. "Tapi hyung jangan lupa ramyeonnya." Rajuk Jungkook.
"Iya iya." Taehyung mengusak rambut Jungkook untuk kesekian kalinya. "Nah sekarang habiskan makan siangnya. Kalau tidak habis nanti malam kita tidak kencan."
.
TBC
HAHAHAHA APA INI. Percy Jackson!AU.
Beberapa deskripsi di atas tentang keadaan perkemahan disadur dari Percy Jackson. Anyway aku suka banget sama VKook. Gemasshh.
Bagaimana menurut kalian? Review juseyo..
