Mata kelabunya menatap tajam pada seorang pria yang sedang memohon belas kasihannya. Namun dibalik matanya tak nyeritkan sedikitpun rasa iba akan apa yang dilihatnya.

Harus diketahui bahwa dirinya sangat menyukai setiap ekspresi ketakutan yang dimiliki manusia dan itu kebiasaan aneh itu sudah ia miliki sejak ia masih kecil.

...

Hi, I'm Your Killer

Costantin Clues

Rated T semi M.

J.K Rowling

Warning

Don't Like don't read

...

"Maafkan saya Mr. Malfoy, saya benar-benar minta maaf. Saya berjanji tak akan berkhianat kepada anda." Suaranya begitu parau, seolah tak ada air ludah yang mengalir dari tenggorokannya. Keringat dingin mengucur deras dari kepala pria setengah baya itu. Kedua tangannya di tahan oleh tangan milik dua orang berbadan besar yang mengenakan pakaian setelas jas gelap.

"Ah, Aku tak menyangka bahwa FBI yang menemukan tikus kecil ini. Bahkan kurasa aku sedikit meremehkanmu, sampai-sampai aku menyuruh anjing besar kesayanganku untuk mencarimu dan kini kau memohon belas kasihan dariku? Hah! Ini lucu, sangat lucu, hahaha!" ucapnya dengan suara nyaring.

"Maafkan saya Mr. Malfoy, saya mohon pengampunan anda."

"Pengampunan? Pengampunan? Oh ya, jika aku orang baik aku seharusnya memberikan pengampunan untukmu bukan?" ucap Draco berdiri dari sofa mewah miliknya, berjalan dengan gaya dramatis, seolah menimang-nimang apakah ia akan melepaskan tikus kecil yang membuatnya kehilangan harta kekayaannya 1,5 %.

"Baik. Akan kuberi pengampunan, dalam 3 menit jika kau bisa keluar dari sini kau bebas. Tapi jika tidak kau akan tewas dengan pistol kesayanganku ini," ucap Draco sembari mengeluarkan sebuah pistol dengan ukiran emas yang sangat indah dari laci meja kerjanya. Ia mengulus ujung pistol itu dengan kain sutra berwarna merah.

"Lepaskan dia," ucap Draco kemudian. Dengan cepat pria itu segera berlari menuju pintu depan namun sebelum ia dapat meraih pintu keluar itu tetapi tubuhnya sudah ambruk duluan bersamaan dengan suara tembakan.

Aroma bubuk mesiu dan darah yang keluar dari mayat itu menyeruak dengan cepat.

Draco sangat menyukainya, "Bukankah ini menarik? Sang penghianat itu akhirnya mati juga? Kau yang berurusan denganku bukankah ini adalah ganjarannya?" ucap Draco memasukan kembali pistolnya ke laci mejanya.

"Bersihkan mayatnya, kau tahu kalian hebat dalam hal ini bukan? Jangan sampai tersebar atau akan kuperintahkan anjing lain milikku untuk membunuh kalian!" ucap Draco dengan nada sedikit senang.

Yah ia senang dengan semua hal yang kini diraihnya.

"Kalian bisa keluar sekarang tuan-tuan, panggil pembersih ruangan untuk membersihkan ruangan ini. Kau tahu aku kurang menyukai warna merah dan darah kotor itu mengotori karpet mahalku!" ucap Draco kembali duduk kembali di kursi megahnya.

"Baik Tuan," ucap salah satu pria itu dan keluar sambil mengendong mayat itu.

Draco duduk bersandar, ia melemaskan bahunya yang tegang dan mencoba untuk memejamkan matanya. Akhir-akhir ini, ia tak bisa tidur karena ia harus mencari tikus kecil yang sudah menyebapkan kerugian itu untuknya.

Tetapi ketukan di pintu membuatnya terjaga kembali.

Seorang pria berambut gelap dengan kulit putih pucat muncul dari balik pintu besar itu. Mata hijau botol yang terang itu menangkap sesosok pria yang sedang bersandar manja pada kursi kesukaannya.

"Dra, kau membunuh lagi?"

"Apakah kau berpikir aku menghabiskan peluru? Lagi pula aku bosan akhir-akhir ini dan kebetulan tikus itu sudah kutemukan. Kurasa eksekusi dengan cara menembakkan kepalanya adalah hukuman yang setimpal atas perbuatannya."

Pria yang mendengar ucapan itu hanya diam, menarik kursi dan duduk menatap pria dengan rambut pirang itu. "Bukankah tak ada artinya kita kehilangan 1,5% saham kita. Membunuhnya kurasa itu terlalu berlebihan,"

Draco terdiam, kemudian memejamkan matanya. "Aku bosan, dan itu caraku bersenang-senang. Aku merasa kau melemah Theodore. Oh, tidak!" ucapnya menutup matanya dengan telapak tangannya, "aku lupa bahwa kau sama seperti ayah. Lemah dan lunak!"

Theodore hanya terdiam mendengar ucapan Draco, tentu kakaknya itu terlalu berlebihan dalam menghukum seseorang atau bahkan terlalu sadis untuk ukuran manusia.

Ia tahu bahwa Draco sangat menyukai setiap ekspresi ketakutan manusia, ketika ia melihat korbannya ketakutan itu adalah hiburan yang menarik untuknya. Walaupun jika manusia normal yang melihat itu tidak akan nyaman, namun tidak untuk Draco.

Terkadang ia menyadari bahwa kakaknya bukanlah manusia atau lebih tepatnya monster.

Namun Draco tak peduli akan ucapan Theodore, adik kandungnya sendiri.

"Apa kau sudah kemakam ayah hari ini?"

Draco masih memejamkan matanya dan terdiam.

Theodore tahu bahwa bertanya tentang ayahnya kepada kakaknya sama saja berbicara dengan patung.

Draco sangat membenci ayahnya, padahal ketika ia masih kecil ia sangat bangga kepada ayahnya. Kebencian itulah yang membuat ia menjadi seperti ini namun bukan seutuhnya yang menyebapkan Draco menjadi seperti ini, melainkan siksaan dari manusia rendah yang membuatnya seperti ini.

"Dra! Jawab pertanyaanku,"

"Bukankah kau sudah tahu Theodore? Aku tak tahu dimana makam ayah. Lagi pula buat apa aku pergi kesana? Tak ada yang menguntungan kalau aku kesana!"

"Bahkan ia sudah meninggalpun kau tak mau mengunjunginya?"

Draco sedikit tertawa ketika mendengar ucapan Theodore.

"Ah, Theo. Kau begitu manis ketika mengancam. Mau minum kopi?" tawarnya secara tiba-tiba. Draco berdiri dari kursinya dan menatap Theodore, "bagaimana kalau kita ke cafe terdekat? Kau tahu aku sedikit tergangu dengan warna merah itu. Aku tak menyukainya!" ucapnya dan berjalan dengan riang.

Theodore hanya diam dan mengikuti Draco keluar dari ruangannya.

Sebenarnya Theodore sudah tahu bahwa kakaknya itu sama sekali tak sudi menginjakkan kaki di atas makam ayahnya. Draco dan Theodore sama-sama seorang bangsawan yang terpandang, namun mereka lahir dari rahim yang berbeda. Mereka memiliki kekayaan yang melimpah, namun semuanya harus berhenti ketika ayahnya yang ditipu sehingga mereka tak mendapatkan kekayaan sedikitpun. Penderitaan itu belum berakhir, ayahnya memilih meninggal dari pada hidup miskin dan membunuh istrinya tepat di depan mata Draco kecil.

Draco yang semula dididik dengan gaya bangsawan yang seenaknya dan memiliki sifat egois, sangat membenci ayahnya yang menyebapkan mereka harus mengais sampah untuk makan. Draco yang akhirnya tumbuh besar dengan sifat kasar dunia menjadi sosok pria yang tegas dan dingin serta tak pandang bulu. Tak ada hukum yang mampu membuatnya khawatir karena semuanya ia kuasai. Ia memberikan dana kepada pemerintah, menyumbang berbagai kegiatan amal, para mafia dan FBI adalah anjing penjaganya yang paling patuh kepadanya.

Bukan cuma itu, Draco memiliki pasukan elit yang sangat patuh kepadanya atau ia lebih suka menyebutnya sebagai Black Swans.

Berbeda dengan Theodore, walaupun ia kesal dengan ayahnya namun ia tak membenci ayahnya dan mengunjungi makam ayahnya setiap Tahun, memberikan karangan bunga dan membersihkan makam kedua orang tuanya termasuk ibu dari Draco. Tetapi ia tak mewarisi sifat egois kakaknya, Theodore adalah pribadi yang kalem dan sangat bertolak belakang dengan kakaknya Draco. Namun Theodore sangat menghormati kakaknya dan memilih untuk mengalah dari pada berdebat dengan Draco.

Semua itu hanya dia lakukan karena ia takut jika ia harus kembali ketempat mereka pada saat mereka masih kecil. Ia tahu bagaimana rasanya sampah dan ia menyumpah bahwa ia tak sudi makan seperti ini ketika dewasa.

Pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, bahkan kekerasan adalah makanan tambahan untuk mereka, baik Draco maupun Theodore. Mata mereka sudah bosan dengan kejadian itu dan Theodore tahu bahwa karena itu kini kakaknya sangat menyukai setiap ekspresi ketakutan dari manusia. Bukan cuma itu perubahan mood Draco yang cukup dratis mampu membuat ia bisa membunuh tanpa pikir panjang.

Jika bukan Theodore yang mencoba untuk meminimalkan kegilaan kakaknya mungkin saja, kakaknya benar-benar menjadi monster.

...

Disinilah mereka berdua sebuah cafe yang ramai namun sederhana bukan cafe yang elit kesukaan Draco. Draco hanya tertarik pada gambar yang berada di bagian depan cafe karena itu ia mau masuk kedalam cafe ini. Pria dewasa yang sedang menatap menu dengan antusias, Draco sangat berbeda ketika ia senang begitu juga ketika ia marah.

Ketika ia senang ia akan bersikap seperti anak kecil, dan ketika marah ia akan bersikap seperti monster.

"Well, aku menginginkan makanan yang manis hari ini. Kau tahu apa menu spesial kali ini?" tanyanya ramah kepada pelayan wanita. Kau tahu jika kau melihat Draco dari luar, yang kau lihat adalah pria baik yang sangat tampan sangat bersih dari noda dosa sedikitpun. Padahal ia baru saja membunuh pagi ini.

"Tiramisu black coffee with strawberry juice adalah yang terbaik hari ini tuan," ucap pelayan wanita itu ramah.

"Begitu ya, aku pesan itu satu bersama dengan American cheese pie ini," ujarnya sembari menutup menunya dan menyerahkannya kepada pelayan.

"Bagaimana denganmu Theo?"

"Espresso satu," ucap Theodore dan mengembalikan menu itu.

Draco tersenyum, ia tahu bahwa adiknya sangat membenci makanan manis berbeda dengannya. Ia membutuhkan asupan yang manis agar ia mampu mengontrol pikirannya.

Banyak orang di cafe itu memperhatikan kami seolah kami adalah artis yang masuk disalah satu cafe. Tentu Draco dan Theodore mereka sangat mempesona. Namun lebih baik jika kau berurusan dengan Theodore, setidaknya ia lebih pemaaf dari pada Draco yang jauh lebih tampan darinya namun lebih mematikan.

"Aku merasa bosan akhir-akhir ini. Kau tahu bahkan wanita yang pernah bercinta denganku sama sekali tak menyadari bahwa aku bisa membunuh mereka jika aku ingin. Namun menurutku membunuh wanita sama sekali tak menarik." Ucap Draco tiba-tiba.

Theodore tahu bahwa kakaknya ini sangat suka menyembunyikan kesukaannya ketika berhadapan dengan wanita.

"Tapi baik pria maupun wanita, aku sangat menyukai ekspresi ketakutan mereka. Sungguh, kau lihat Theodore seolah ada hasrat aneh ketika aku melihat mereka. Hasrat yang membuatku semakin berkuasa ketika aku melihat mereka. Ketakutan mereka adalah kekuatan untukku Theodore!" ucap Draco sambil meremas tangannya.

"Tapi aku sedikit bosan," keluh Draco. Mata Theodore hanya memperhatikan gerak-gerik kakaknya. Draco mengendurkan dasi hitam yang dikenakannya, melepaskan kancing bagian atas kemejanya lalu melepaskan jasnya.

"Baru akhir-akhir ini aku menyadari, bahwa membunuh mereka sama sekali tak membuatku bahagia."

Theodore merasa sedikit ketakutan, kau tahu ini bukanlah percakapan yang pantas di sebuah cafe biasa. Seharusnya Draco mengajaknya menuju cafe yang lebih elit dan tersembunyi. Draco maupun Theodore sangat menjaga image mereka ketika mereka berada di luar.

Sebuah perusahaan besar terus berdiri dengan sebuah pandangan bagus dari masyarakat. Walaupun kakaknya sangat suka membunuh tapi tetap saja ia akan bersikap sebagai pria terpandang dan terhormat ketika berada diluar rumahnya.

Hanya orang-orang terpecaya yang boleh tinggal dirumahnya. Orang-orang yang sudah sangat biasa dengan sikap kakaknya sebagai seorang penguasa yang sedikit keras.

"Dra, apakah pembicaraan ini seharusnya dilakukan di tempat lain?!" cegat Theodore cepat.

"Tidak Theo, kau tak perlu khawatir. Kau lihat cafe ini sangat ramai dan kau sadar bukan bahwa aku tak bisa mendengarkan apa yang mereka ucapkan karena keramaian ini. Jadi ini bukan sebuah masalah," ucap Draco santai.

"Baiklah kalau begitu," Theodore kembali mencoba untuk tenang, namun ia sedikit waspada kau tahu bahwa banyak orang jahat yang mengincar kami. Namun mereka tidak mengenal seberapa sadis Draco.

Pesanan mereka datang dan mata Draco sedikit bersemangat, ia menyendokkan Tiramisu itu secara perlahan kemudian, setelah ia memakan dua sendok ia melanjutkan kembali ucapannya.

"Kurasa aku tak usah membunuh akhir-akhir ini. Mengurung mereka lalu menyiksa mereka jauh lebih menarik, ekspresi itu yang kuinginkan. Dan ketika mereka meninggal tubuh mereka akan kaku dan tak itu memuakkan,"

Theodore meminum kopinya perlahan. Setidaknya kali ini Draco mau mengurangi nafsu membunuh itu sudah bagus.

Draco menyendokkan lagi es krim itu, kali ini dengan sedikit cepat.

"Tidak, membunuh, mengurung mereka juga tidak bagus."

Theodore terdiam, apa yang membuat Draco menjadi bimbang seperti ini?

"Aku membutuhkan hiburan," ucap Draco mengambil sesuatu dari sakunya dan mengeluarkan sebuah foto seorang wanita anggun.

"Bagaimana menurutmu?"

Theodore mengambil foto itu, mencoba untuk mengamati foto itu kemudian meletakkannya. Ia tahu bahwa kakaknya tak pernah serius dalam melakukan sebuah hubungan, baginya uang adalah anaknya yang utama dan wanita adalah hiburan sementara untuknya.

"Cantik, apakah kau tertarik?"

Draco sedikit tertawa, namun ia tak bisa tertawa lebar walaupun ia ingin. Tawa Draco ketika ia merasa bahagia sedikit menakutkan.

"Tentu aku tertarik,"

"Apakah dia pelacur?"

Draco memakan cepat tiramisu itu dan menghabiskannya baru menjawab pertanyaan Theo.

"Kenapa kau mengahabiskan minumanmu baru bukankah seharusnya kau menjawabku?" ucap Theodore sedikit risih dengan sikap Draco.

"Aku tak mau esnya mencair, tidak enak kalau sudah cair." Klise bahkan seorang Malfoy masih memikirkan es yang akan mencair?

"Baiklah sekarang kau jawab aku,"

Draco mengelap mulutnya dengan sapu tangan yang dibawanya. "Aku akan memakan kueku baru aku akan menjelaskan siapa dia. Lebih baik aku mengisi energiku sebelum kita berdebat. Theo pesanlah yang lain, makanlah yang manis-manis agar kau tak stress."

"Justru gula membuatku gila!" ucap Theodore sedikit membentak.

Draco memakan cheese pienya dengan perlahan dan menikmati setiap rasa yang berada didalamnya. Theodore bergerak was-was, terakhir kali ia membawa foto wanita. Wanita itu ditemukan bersimpah darah dikamar Draco, dan Draco sangat tidak suka dengan warna merah.

Bahkan dia sempat berpikir apa yang harus dimakan agar darahnya tak berwarna merah.

Wanita itu adalah kekasih Draco. Kekasih sungguhannya, bahkan mereka akan menikah sebentar lagi tapi Draco lebih memilih membunuhnya karena menyadari bahwa wanita itu sedang mengandung anak dari seorang salah satu pelayan miliknya. Penghinaan tak bisa diterima Draco, lebih baik ia melihat wanita itu meninggal daripada ia harus bersamanya atau membiarkan dia hidup bahagia.

Draco sudah menghabiskan makanannya dan kini ia sudah siap untuk ditanyai Theodore.

"Jawab aku Dra, siapa wanita ini? Lagipula dia terlalu cantik untuk menjadi seorang pelacur."

"Anggun bukan? Tentu karena ia seorang yang berkelas, bahkan ia juga yang terbaik di kelasnya."

"Kelas? Kau mau menyewa seorang penjaga untuk melindungimu?"

Draco mengeleng, "Theo.. Theo, kau terlalu cepat mengambil kesimpulan. Karena itu kau harus memakan makanan manis agar otakmu itu tak tumpul,"

"Sudah kubilang Dra! Gula membuatku gila! Sekarang jelaskan siapa wanita ini!"

"Woa, sabar Theo. Tenang, akan kuberitahu kepadamu."

Draco berusaha mengubah posisinya menjadi posisinya yang nyaman, ia menyandarkan punggungnya pada sofa murah itu kemudian menatap Theodore yang sedang menatap sini kearahnya.

"Dia bukan pelacur atau penjaga, lebih tepatnya pembunuh bayaran."

"Pembunuh? Bukankah kau lebih suka membunuh siapa saja daripada menyewa pembunuh bayaran?"

"Bisakah kau mendengar penjelasanku Theodore Nott?"

"Baiklah, aku akan diam."

Draco melanjutkan ucapannya, "Aku tak menyewanya atau apa. Wanita cantik ini akan menjadi tamu kita sebentar lagi. Kurasa ada pemerintah yang mulai memberontak kepadaku dan kau tahu pembunuh ini tidak diperintahkan untuk membunuhku, kurasa mereka masih mengangapku berharga karena kekayaanku. Tetapi wanita ini disuruh untuk mencari kelemahanku baik itu mental maupun fisik dan kelemahan itu adalah sebuah ancaman untukku dan perusahaanku, bukan?"

Theodore hanya menganguk.

"Hanya saja sampai-sampai ia membuat pembunuh bayaran yang paling hebat untuk tinggal bersamaku bukankah itu menarik?"

"Tunggu, tinggal bersamamu?!"

"Kau benar Theo, wanita ini akan kujadikan serketarisku dan tentu kalau ia menjadi sekertarisku bukankah ini mempermudah pekerjaannya?" ucap Draco santai.

"Tidak! Ini gila, kau sama saja dengan bunuh diri Draco. Wanita ini akan mencari kelemahanmu dan kau mengijinkannya? Kau sudah gila Dra! Aku tahu kau bosan tapi ini bukanlah sebuah permainan,"

"Itu perjanjiannya Theo."

"Perjanjian? Perjanjian apa?"

"Pemerintah akan memaksa aku untuk menerima salah satu orang dari mereka untuk tinggal bersamaku. Jaminannya mereka akan terus tunduk kepadaku, dan aku menyadari bahwa pemerintah kurasa menyadari ancamanku membunuh dengan sesuka hati. Karena itu aku mulai menyuruh anak buahku yang menjadi seorang petinggi polisi untuk mencari tahu apa yang diinginkan pemerintah."

Draco terdiam dan Theodore terlihat gusar dengan penjelasan ini.

"Pemerintah ingin mendapatkan kelemahanku, setidaknya itu cara untuk menghentikan kegilaanku. Tapi aku tentu tak akan membiarkannya, tanpa mereka sadari bahwa aku sudah menyiapkan semuanya. Pembunuh itu adalah hiburan untukku, kau tahu mengapa mereka memilih untuk mengirim pembunuh dan bukan seorang polisi?"

"Itu sedikit aneh, kenapa?"

"Karena aku boleh membunuhnya kalau aku merasa terancam. Kalau wanita ini bergerak atau mencoba untuk membunuhku, aku diijinkan untuk membunuhnya dan tentu saja pemerintah akan bungkam sementara. Karena itu aku tertarik dan menyetujuinya."

"Tapi sampai kapan wanita itu akan tinggal bersama kita?"

"3 Bulan. Bukankah itu singkat?"

Theodore menenguk kopinya sampai habis. "Terkadang aku tak tahu apa yang ada dipikiranmu Dra, tapi aku menghormatimu."

"Bagus, kurasa kita harus kembali. Wanita itu seharusnya sudah datang sekarang."

"Wanita itu? Hari ini! dan kau baru memberitahuku sekarang?"

"Bisakah kita tak membicarakan detailnya? Aku sangat bersemangat dengan wanita ini."

...

Theodore duduk dengan gelisah disofanya, sementara Draco sangat nyaman dengan sofanya. Bahkan ia juga sudah menghabiskan satu porsi banana split, sebelum ia kembali menuju rumah.

Mungkin makanan manis itu yang membuatnya setengah gila seperti ini.

Seorang pria muda, Gabriel, pelayan favorit Draco karena sangat mengerti apa yang Draco inginkan. Pria itu memiliki kulit sedikit kecoklatan dengan mata biru sendu dan wajah minim ekspresi dan rambut blonde. Draco bilang ia menyukai Gabriel karena keterbatasan ekspresi yang dimilikinya.

"Gabriel apakah wanita itu sudah datang?"

"Tentu Tuan muda, sekarang wanita itu ada di balik pintu."

Draco berdiri dari kursinya, "Kau bercanda? Kenapa kau menyuruhnya menunggu! Suruh wanita itu masuk,"

"Baik Tuan muda," Gabriel membungkuk dan segera membukakan pintu untuk wanita itu.

Wanita itu mengenakan gaun hijau satin warna kesukaan Draco, gaun yang menunjukan lekuk tubuhnya yang indah dengan belahan dada yang rendah. Ia menggunakan make up natural namun lipstik merah menyala itu mungkin yang membuat Draco sedikit tidak nyaman, rambutnya yang coklat muda disanggul kebelakang dan jalannya begitu anggun, ia lebih mirip bangsawan daripada seorang pembunuh. Ia mengukirkan senyuman tipis di wajahnya dan matanya menatap kami dengan waspada, tetapi ia mampu menyembunyikan aura membunuhnya dengan anggun. Sungguh pantas saja banyak orang yang berusaha dilindungi negara tetap saja meninggal karenanya.

"Kau memiliki wajah yang klasik, siapa namamu?" tanya Draco ramah, Theodore tahu bahwa Draco sedikit tertarik dengan wanita ini karena Draco dapat merasakan bahwa wanita ini juga memiliki sisi sadis yang dimilikinya.

"Hermione Granger, itulah namaku. Senang bertemu dengan anda Mr. Malfoy dan Mr. Nott," ucapnya anggun, ia membungkukkan badannya sedikit kemudian menegakkan kepalanya kembali dan tersenyum simpul.

"Sangat elegan dan aku menyukainya, apakah kau juga minim ekspresi sama seperti Gabriel?" tanya Draco sedikit penasaran matanya sedikit membulat senang dan tentu saja seringainya yang membuat siapapun tidak nyaman ketika melihatnya. Itu adalah ekspresi Draco ketika ia bahagia atau tertarik.

"Gabriel bawa kemari hewan liar itu!" ucap Draco.

Gabriel kembali dengan anjing kecil manis yang sangat lincah.

Draco mengeluarkan pistol kesayangannya dari lacinya kemudian menyerahkannya kepada Hermione, "Apakah kau berani untuk membunuhnya? Kau tahu wanita sangat menyukai hewan manis?"

Hermione mengambil pistol itu dengan lembut, mengarahkan pistol itu tepat di kepala Draco. Tentu dengan sigap Theodore mengeluarkan pistol yang selama ini bersarang di kantong dalam jasnya. Tapi Draco menunjukan isyarat untuk tidak menembak.

Wanita itu menarik pelatuk pistol itu dan Draco sangat senang dengan kejadian itu. Belum pernah ada yang berani mengarahkan pistol ke wajahnya.

Jika wanita ini mau mati tentu hanya dengan satu tembakan dia dapat membunuh Draco Malfoy dan tentu Theodore maupun Gabriel akan mengeluarkan pistol untuk membunuhnya.

Hermione tersenyum licik, mata coklatnya sedikit berseri-seri dan anjing kecil itu menyalak dengan keras merasa sedikit terancam. Draco menyeringai, ia merasa senang dengan mainan baru dari pemerintah yang sangat menarik ini.

"Kau akan mati Mr. Malfoy," ucapnya ringan tanpa beban.

"Coba saja," jawab Draco menantang.

Tetapi Hermione tersenyum kecut dan mengarahkan pistol itu menuju anjing kecil itu dan terdengar suara tembakan. Anjing kecil itu tewas dalam sekejap.

"Apakah aku lolos?" tanyanya dengan ringan. Tak ada ekspresi penyesalan dari wajahnya.

Draco yang melihat kejadian itu tertawa, yah ia tertawa dengan sedikit mengerikan. "Menarik! Sangat menarik! Kau lulus Hermione, selamat datang di rumahku."

"Gabriel, bersihkan mayat anjing ini, dan darahnya juga. Aku sangat membenci warna merah." Ucap Draco kemudian terdiam menatap Hermione yang sedang memperhatikan gerak-geriknya.

"Tapi lipstik merah itu terlihat sangat pas untukmu. Ganti dengan warna lain pink mungkin, kalau aku menyuruhmu menggunakan lipstik merah baru kau boleh menggunakannya." Ucap Draco.

"Rachel!" panggil Draco memanggil seseorang pria yang mirip dengan Gabriel hanya saja dengan mata coklat. Tentu Rachel adalah kembaran Gabriel hanya saja lebih berekspresi daripada Gabriel.

"Ya, tuan muda?"

"Antar wanita ini menuju kamarnya. Aku sedikit lelah dan ingin beristirahat. Kuharap kau nyaman dengan rumah barumu Mione," ucapnya senang dan segera berjalan menuju pintu keluar.

Theodore berdiri dari kursinya, menatap wanita yang sedang tersenyum kecut. Theo tahu bahwa Hermione sangat tak menyukai Draco dan mungkin berkeja menjadi sekertarisnya adalah pekerjaan yang paling terburuk yang pernah ia kerjakan.

"Senang melihatmu Mr. Nott, teman lama" ucap Hermione ramah.

Theodore hanya menoleh sedikit, kemudian tersenyum kecil. "Aku tak tahu apa yang ada dipikiran pemerintah sampai-sampai mereka memperkejakanmu untuk tugas bunuh diri ini Hermione."

"Well kau masih mengkhawatirkanku? Aku sangat berterima kasih Theodore. Tapi kali ini bukan kau melainkan kakakmu,"

"Jangan mencoba untuk membunuhnya, karena membunuhnya sama sekali tak akan menghasilkan apapun untukmu. Kau hanya akan menjadi buron semua orang bahkan termasuk aku."

"Ah, Theodore aku tak menyangka kau menjaga kakakmu yang sinting itu. Kau tahu ketika aku melihat kakakmu dia bukanlah seorang manusia, lebih tepatnya dia adalah monster yang mengenakan kulit manusia." Ucap Hermione mengeluarkan rokok dari saku kanan gaun miliknya.

"Aku tahu, dia semakin tak terkendali akhir-akhir ini. Bukankah kau juga bisa menerapi orang? Kau juga seorang dokter yang mampu menerapi orang?"

"Cih, kakakmu itu sudah gila. Membunuhnya adalah yang terbaik, kalau saja ia tak menguasai 75% kekuatan negara tentu dia akan dibunuh."

"Jangan pernah meremehkannya Hermione dan kuharap kau tak terkejut dengan kakakku. Walaupun kakakku juga yang telah membunuh kekasihmu, kuharap itu tak menggangu pekerjaanmu." Ucap Theodore berjalan keluar ruangan.

Hermione hanya menghisap rokoknya dan mengeluarkan asapnya.

"Tentu Theodore. Aku tak akan membunuhnya secara fisik, melainkan hatinya. Menghancurkan hatinya adalah yang terbaik," guman Hermione kecil. "Tapi aku ragu apakah monster itu masih memiliki hati?"

-To Be Continued-

A/N : Apakah kalian menyukainya?

Kau tahu ini membuatku memasuki Dark fic lagi dan aku merasa ketika aku menulis banyak bayangan gelap disekitarku hahaha, aku hanya bercanda. Tidak ada bayangan gelap manapun. Aku menulis cerita ini juga untuk menyambut perubahan nama menjadi Constantin Clues.

Clues adalah marga milik Cons haha..

Kurasa ini sangat berbelok dan aku tak seberapa yakin bahwa pembaca akan menyukainya karena tema yang berat dan tentu Romance akan ada disini tenanglah kalian yang menyukai Romance.

Akhir kata, Review please :D