Lenting-lenting yang keluar dari seruling dewi hujan mericuhkan bumi, mengarak ramai mengisi seluruh keluk yang ada. Raja siang bersembunyi di balik selimut lazuardi, kalah telak dalam pertarungan menjajah cuaca bumi. Hawa dingin yang begitu basah menerpa bangunan yang didiami manusia-manusia yang tak dapat meneruskan aktivitas masing-masing.
Dan seperti kebanyakan lain, seorang pria muda terkurung di kamarnya. Mulutnya masih bersumpah serapah lantaran niatnya yang hendak memesan makanan lewat layanan pesan antar telah pupus. Yang bisa dia lakukan kini hanya membungkus diri dengan selimut dan berguling seenaknya di sofa biru muda panjang yang berlokasi di ruang tamu. Segelas kopi hitam pekat bisa saja menemaninya untuk bertempur dengan rasa kantuk, seandainya tubuhnya tidak terlalu lengket dengan nyamannya busa sofa.
Dering telepon datang. Si pria kembali mengumpat karena dering tersebut menandakan datangnya kiriman panggilan masuk. Jika bukan nama kekasihnya yang tertera sebagai si pemanggil, si pria pasti akan melupakan kebaikannya untuk menjawab.
"Lucy? Halo, Sayangku. Kenapa kau tidak menjawab teleponku selama dua hari ini? Kupikir kau sedang berkutat dengan deadline novel terbarumu, jadi aku tidak terlalu memedulikannya." Gray terkekeh pelan sembari menyenderkan punggungnya ke punggung sofa. Senang sekali akhirnya dia mendapat berita dari pujaan hati.
"… Kau ada di kantor?" Gray menaikkan salah satu alis. Pria berambut raven ini menjawab, "Tidak. Aku cuti hari ini, sudah kuberi tahu lewat pesan, bukan? Kau ingin kencan, Sayang?"
"Aku ada di depan pintu apartemenmu." Pengumuman mengejutkan itu membuat Gray segera melempar gulungan selimut dan berlari ke pintu apartemennya. Sedikit kelegaan ketika mendapati kekasihnya yang berambut sewarna bunga matahari ini tidak basah kuyup seperti terkaannya. Ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada payung yang meneduhi sosok berparas jelita ini.
"Kenapa tidak menghubungiku dulu? Masuklah, Manis," Gray memperlebar jalan untuk Lucy masuki.
Lucy menyambut si tuan rumah dengan senyum tipis setelah meletakkan payung, "Maaf aku sudah mengganggu, Gray."
"Tidak pernah, Sayang. Kau datang di saat aku membutuhkan kehangatan." Gray menyeringai miring. Luapan kasih sayang diberikan dengan kecupan singkat di kening sang kekasih. Tangan besar Gray memangkuk penuh-penuh pipi pualam Lucy, "Terbalik, kaulah yang membutuhkan kehangatan. Pipimu dingin sekali. Kemari," tangan kanan Lucy diraup dalam ke dalam genggaman hangat Gray.
Setelah merapatkan tubuh kekasihnya ke sofa dan selimut, Gray beranjak pergi, "Kau ingin minum apa, Lucy? Teh susu kesukaanmu itu?"
"Apapun boleh, terima kasih." Respon pasif yang didapatnya menumbuhkan rasa gamang pada diri Gray. Peracikan secangkir teh susu dan secangkir kopi hitam tercekat lantaran si pembuat sibuk beragumentasi akan sifat tak biasa sang kekasih.
"Ini, Lucy. Nikmatilah." Cangkir putih dengan garis horizontal hitam di ujung cangkir diletakkan di hadapan Lucy. Gray segera mengambil posisi di samping Lucy. Wajah cantik sang kekasih ditatapnya dalam-dalam.
"Ada apa, Sayang? Kau terus-terusan bergadang, ya?" mata biru yang selaras dengan warna lautan di malam hari itu menatap lekat kantung hitam yang bergelantungan di bawah mata sewarna lelehan cokelat.
Lucy mendesah keras-keas, "Aku banyak pikiran, itu saja," jawabnya ala kadarnya.
Gray mendengus tak suka, "Selalu bergadang hanya demi novelmu. Mintalah keringanan pada editormu! Sudah lama sekali kita tidak bertemu," direngkuhnya tubuh mungil Lucy, didekap kuat-kuat.
"Sudah lama sekali. Aku rindu sekali padamu, Lucy."
Cinta ditumbuk sehalus mungkin, merealisasikannya menjadi lumatan bibir yang menggebu. Punggung si rambut pirang meremang menjadi datar, terdesak oleh gelora cinta yang menghujat dalam. Dera napas melonjakkan rindu dendam yang semakin memanas.
"Hentikan."
Tangan mungil mendorong dada bidang kekasihnya sampai tubuh si rambut raven terduduk. Mata cokelat lembut menyala dengan irama tidak senang.
"Kenapa, Lucy?" desahan napas terluntar untuk mengendalikan gejolak cinta yang hampir mencandu, "Kita sudah berpacaran selama tujuh tahun, kautahu? Sudah saatnya," Gray tersenyum, tangan besar menggaet pinggang mungil.
Ditepis kasar tangan besar tersebut, "Tidak. Kita hanya berpacaran, Gray. Kita bukan pasangan suami istri!"
Bola mata biru tua berputar dengan kemalasan kentara, "Lalu? Cepat atau lambat, kita pasti akan menikah," tangan meraih cangkir kopi, menyesapnya cairan pahit kental dengan suara ribut.
"Oh ya? Aku tak yakin…." Bibir merah tua berhenti menyeruput kopi. Mata memandang penasaran dan segelintir rasa curiga.
"Dua hari yang lalu, Natsu melamarku."
Fairy Tail © Hiro Mashima
A Fairy Tail Fanfiction
W
By Nnatsuki
Warning : AU, Typo(s), OOC.
.
Mata selaras kejora bertuah itu memucat dan melebar. Bibir bergetar tak konstan, bersamaan dengan cangkir kopi yang masih bertengger di tangan. Beberapa tetes kopi merembes ke karpet biru tua.
"Apa-apaan, Lucy?" Desisan menyerupai suara ular. Cangkir dibanting keras, hampir memucratkan seluruh isinya ke meja. Tegangan amarah membentuk suara berdasar bariton itu melejit tinggi.
"Kenapa kau membiarkannya, Lucy!? Dia tak berhak untuk itu!" gemuruh teriakan Gray menebarkan tirai tegang di antara pasangan ini.
"Siapa pun berhak melamarku, termasuk Natsu," gemelutuk gigi Gray semakin mengeras, pun dengan rahang yang terkatup gentar.
"Tak ada yang berhak, Lucy! Kau milikku! Hanya aku yang berhak menjadi suamimu!" Gray berdiri tegak.
"Aku akan bicara dengannya―"
"Berhenti! Akulah yang harus berbicara denganmu!" membalikkan punggung, mendapati kekasihnya ikut berdiri. Sayatan mata cokelat yang begitu kuat menghalangi Gray untuk bergerak lebih jauh.
"Kita akan bicara. Bukan! Kau yang harus mengaku!"setiap kalimat ditekan dengan penegasan mantap. Tak peduli dengan ongokan selimut yang sudah terinjak-injak.
Gray mendapat nanar gadisnya. Tak paham sama sekali liku pembicaraan ini.
"Kita, Gray. Semua ini bermula dari hubungan kita."
Tarikan napas diambil sepanjang yang bisa dihirup si gadis pirang. Bibirnya terus-terusan digigit kecil.
"Coba ingat, bagaimana prolog kisah cinta kita?"
Mata biru tua bergelut dengan mata cokelat lembut. Tak ada yang bersedia untuk mengangkat bendera putih.
"Tak ada yang perlu dibahas, Lucy. Kau tinggal tolak lamaran Natsu. Semuanya akan kembali seperti semula," kilah Gray secepat desiran angin.
"Tak usah berkelit! Diam dan dengarkan! Apa alasan kita berpacaran tujuh tahun lalu, coba ingat-ingat."
Senyum di wajah ayu Lucy begitu masam, membelit perut Gray seolah senyum tersenyum adalah asam lambung alih-alih sebuah mimik wajah.
"Karena Natsu Dragneel yang sangat kucintai, sangat kucintai sampai mabuk kepayang... telah menjalin hubungan dengan Lisanna."
Memori tujuh tahun lalu, tetap saja membentuk lapisan tipis kesenduan di kedua mata kekasihnya.
"Aku hancur saat itu, hancur sekali. Rasanya aku tidak mau lagi menjadi Lucy Heartfilia. Rasanya aku ingin menghapus eksistensiku. Sakit setengah mati."
Bibir merah muda telah memucat, semakin kehilangan warna dengan gigitan kuat.
"Tapi kau datang seperti seorang super hero. Mengungkapkan cinta, bersedia mengisi ruang kosong di sukma yang selalu kudambakan untuk diisi Natsu. Bersumpah untuk jadi milikku. Kau baik sekali, Gray. Sungguh begitu baik mau menerima diriku yang sudah keropos dan hampir tersandung ke jurang terdalam."
Air mata sudah mengarak ke dagu.
"Baik sekali... Sampai membunuh sahabatmu sendiri."
Tetesan pertama terjun bebas menunggu diisap karpet.
"Katakan yang sesungguhnya, Gray…" diucap dengan begitu lirih, "Apa benar semua yang terjadi tujuh tahun lalu… adalah skenario hasil tulisanmu?"
Selubung sunyi membahana. Gurat-gurat keras di wajah si rambut raven menegang. Bara api di netra si rambut pirang kian dikuatkan, aura kuat yang dapat membakar hutan dusta.
Selubung di atmosfer pecah karena gelak tawa. Tawa panjang, dan terdengar kurang waras.
"Ya. Kau benar, Lucy. Aku yang melakukannya!"
Mata dan mulut Lucy membuka lebar, tak sanggup bersuara.
"Ya, ya! Semuanya aku yang merencanakannya! Aku mencintaimu, Lucy. Sangat, sangat mencintaimu! Tapi rupanya kau malah menaruh hati pada sahabatku, dan bukan aku! Aku semakin kehilangan akal ketika dengan kentara si Natsu mulai membuka jalan untuk menggenggammu. Akhirnya aku putuskan, aku harus melenyapkan tekad Natsu.
"Aku katakan padanya… dia itu tidak berguna untukmu. Laki-laki penyakitan sepertinya, yang karena penyakitnya tidak pernah menginjak lapangan olahraga lebih dari lima menit hanya akan menjadi beban bagimu dengan. Mana bisa dia membuatmu bahagia. Ya, kukatakan begitu padanya. Kusuruh dia untuk mengalah dan berhenti mengekorimu seperti anak kambing. Kusuruh dia untuk menerima pernyataan cinta Lisanna saja. Aku tahu pasti dia akan menyanggupinya. Semuanya beres, karena jika dia menolak, dia sendiri yang akan mati dengan jantung yang lemah begitu.
"Semuanya terjadi dengan semestinya. Lisanna mencintai Natsu dan mendapatkan balasannya. Toh, orang yang sama-sama penyakitan memang seharusnya bersama. Lisanna selalu bahagia bersama Natsu, hingga akhir hayatnya dua tahun kemudian. Semuanya memang seharusnya seperti ini―"
Tamparan keras menyambar pipi Gray dengan cepat.
"Brengsek! Sialan! Enyahlah dari dunia ini! Kau brengsek, Gray!"
Lolongan kutukan dilempar tanpa ada pemikiran panjang. Kedua tangan menggebu memukul dan menonjok dada bidang Gray. Air mata sudah menganak sungai.
"Kausakiti sahabatmu sendiri, sahabatmu sendiri! Bukan cuma satu, tapi dua! Kaumembuat Lisanna memakan buah dusta selama dua tahun! Setidaknya Natsu tidak sejahat kau hingga bisa mengantarkan Lisanna untuk meninggal dengan tenang! Kau membuat Natsu menderita selama tujuh tahun, manusia macam apa kau!?"
"Salahkah jika aku ingin memilikimu, Lucy!? Aku mencintaimu!"
"Ya, salah!" Lucy terengah-engah. Kepalan tangan yang terlalu kuat memutihkan buku-buku jari.
"Salah besar, Gray Fullbuster…. Kau benar-benar sinting sampai memperlakukan sahabatmu sendiri sekeji itu! Aku sudah muak!" Lucy berbalik ke sofa, menyambar tas tangannya dan berderap cepat meninggalkan Gray.
"Tunggu! Kau mau kemana!?" tangan si rambut raven dengan gesit mengail tangan si rambut pirang.
"Sudah jelas, bukan? Pergi menemui Natsu, mengiyakan lamarannya, dan mempertemukan kedua orang tua kamu untuk membahas resepsi pernikahan sesegera mungkin."
"Jangan bercanda, Lucy! Kau milikku seorang!" Gray mengencangkan kailannya.
Lucy membalikkan tubuhnya, menatap tajam pria di belakangnya. Mata cokelat lembut meniru ketajaman pedang, mencuri amukan badai, memaparkan kebencian yang merangsek ke ulu hati Gray.
"Ya, seharusnya memang semestinya seperti ini. Hidupku akan sangat lengkap. Aku akan menjadi Nyonya Dragneel, melahirkan anak-anak setampan ayahnya. Benar-benar hidup yang indah. Kami pasti bahagia," senyum kecil telah berubah menjadi sangat lebar tatkala menjabarkan gambaran masa depan.
Pijar kebencian menyala dengan ganas. Kata perpisahan disebutkan tanpa ada pengurangan kadar keji.
"Kau pantas mendapatkannya, Gray. Aku tidak ingin lagi berhubungan denganmu. Selamat tinggal untuk selamanya."
Dan kini, hanya ada jeritan meminta ampun di ruang tamu apartemen tersebut.
.
.
.
.
.
"Cinta itu perang. Tapi kau juga harus mematuhi aturan main. Siapa yang bersikap semena-mena, akan diterjunkan ke jurang penyesalan, akan disiram dengan asam kemurkaan, dan akan dihapuskan eksistensi kata maaf dalam hidupnya"
~To Be Continued~
Yak, saya kembali berumah di sini setelah nginep di fandom sebelah~ salahkan kata-kata seksi-setengah-mati yang bikin saya jungkir balik baru inget punya suami di sini...
Inspirasi~ inilah akibatnya jika curhat ke author fanfic. Cerita temen saya tentang temennya itu seru banget, sampe secara nggak sengaja membuat saya dapat ide dari sana dan melupakan tugas gambar saya~ tapi baru bisa kebikin sekarang karena sibuk baper di fandom sebelah~
Why saya labeli TBC? Karena saya masih kepengen nulis angsty tentang Natsu yang lemah fisik#cries di chapter selanjutnya akan saya jabarkan alasan Natsu kerasukan setan tetiba ngelamar Lucy /o/ Semua berkat lagu I Know THSK yang heavy with feel and baper~
Satu lagi, jangan ngarep saya bakal ngelanjutin multi;) saya sedang berada di masa senang-sekali-nulis-fic-baper-maso-yang-OS
Semoga kita bertemu secepat mungkin^^ Review, ditunggu sekali, nak~
Salam maso,
Nnatsuki
