Copyright © 2015 by Happyeolyoo

All rights reserved

.

.

Skit Soulmate

Genre : Drama, Romance

Rate : T+

Pairing : HunHan as Maincast. Little bit HunTao. With other Exo Members as well.

Chapter : 1/5

Warning : Genderswitch. Miss typo(s).

Disclaimers : Saya hanya meminjam nama dari mereka untuk menemukan inspirasi dan membaginya dalam bentuk karya sastra. Ini hanya sebuah fanfiction dari fans untuk fans dengan kemampuan menulis yang sedikit melebihi ambang batas wajar. Hargai kerja keras author dengan mengklik tombol review dan tulis beberapa tanggapan. Muak dengan cast atau plot cerita? Just click a close button on your web browser, guys. Wanna chitchat? Click on PM button. Don't bash any cast or other, please.

Summary : Awalnya, Sehun punya hubungan erat di antara dua cewek cantik; Zitao sebagai pacarnya, dan Luhan sebagai sahabatnya yang kekanakan. Hubungan Sehun dengan dua wanita itu masih baik-baik saja selama Sehun masih bisa mengendalikan perasaannya. Namun ketika perasaan lain memaksa untuk kembali dan mengendalikan semuanya, perlahan, hal yang dipertahankan akan hancur.

BGM : So Into U by f(x)

"Jadi kapan?"

Gadis itu berbicara sendiri sambil memasang eyeliner di garis mata, dua belah bibirnya terkuak sebab konsentrasinya terserap habis oleh gerakan hati-hati oleh dua tangannya. Nafas hangatnya menerpa permukaan kaca dan menimbulkan titik-titik embun yang mengaburkan pandangan. Kuas mungil itu kembali dicelupkan pada tub yang dipegang oleh tangan kiri, lalu kembali mengoles cairan hitam kental pada garis matanya.

"Kira-kira besok pagi? Kurasa pukul 8 kalau pesawatnya tidak delay."

Suara serak dari seorang pemuda terdengar dari speaker ponselnya yang tergeletak tak berdaya tepat di samping tub berwarna pink, di depan cermin dengan layar menyala redup. Sebuah nama kontak tertera pada layarnya, ada semacam hitungan detik yang terus berjalan ketika ponsel itu tersambung pada suatu panggilan.

"Oh," gadis itu memasukkan kuas mungilnya ke tub dan memutar tutupnya. Kelopaknya mengedip-ngedip dengan begitu hati-hati, namun cairan eyelinernya bisa kering dengan kecepatan memuaskan. Matanya tampak semakin cantik dengan garis tegas yang baru dihasilkannya. "Japanese Airliness tidak akan landing karena ini musim panas," candanya. Tangannya meraih tub yang lain dan kini malah mengoles cairan berwarna pink cerah ke bibirnya.

Yang diajak bicara malah tertawa dengan suara lepas. "Kau benar, Taoku," ucapnya dengan puas sementara terdengar suara kerusuk berisik. Pemuda yang ada di negara tetangga itu sedang menikmati waktu terakhirnya di pantai; dengan hembusan angin kencang yang membuat sambungan teleponnya sedikit terganggu. "Kau sudah merindukanku?"

"Hmm," Bibirnya menggumam menggoda sambil membuat gerakan mengecup-ngecup sensual dengan bibirnya yang lembab berwarna pink cerah; menimbulkan suara kecup yang dirindukan oleh pemuda di seberang. "Sepertinya, tidak serindu kau yang merindukanku."

"Kau benar," desis pemuda itu dan tergelak lagi. "Aku benar-benar merindukanmu, Taoku. Ini hanya liburan selama seminggu tapi rasa-rasanya sudah lamaaa sekali."

"Mulai deh," Gadis yang dipanggil Taoku oleh pemuda di negara seberang itu memutar bola mata. Menyambar ponselnya yang dalam mode handsfree dan melangkah anggun menghampiri tasnya yang terletak di tepi ranjang. "Kau selalu berlebihan, Sehun."

Zitao menebak jika pemuda bernama Sehun itu sedang nyengir lebar setelah mendengar kalimatnya barusan.

"Kau 'kan kekasihku," ujarnya dengan nada setengah merajuk yang diimut-imutkan. "Makannya aku bisa sedemikian rindu."

"Terserah," Zitao menghampiri pintu keluar apartemennya dan menonaktifkan mode handsfreenya. "Sudah, ya. Aku harus pergi kerja."

"Tunggu," Sehun mencegah kekasihnya untuk memutus sambungan telepon. "Mana kecupan selamat pagiku?"

"Dapatkan itu besok," Zitao mengial geli saat membayangkan raut wajah Sehun yang tertekuk ketika mendengar kalimatnya. "See you."

"Yeah," Sehun akhirnya menyerah. "See you. Love you as always."

"Love you too."

Sambungan telepon itu ditutup oleh Zitao kendati dirinya tidak rela mengakhiri percakapan ringan dengan kekasihnya. Sudah hampir satu minggu terlewati tanpa kehadiran Oh Sehun di sampingnya; pemuda itu sedang liburan dengan keluarganya di Jepang. Vakansi yang pasti mengasyikkan. Sayang sekali Zitao tidak bisa ikut karena pekerjaannya tidak bisa ditinggal. Deadline artikelnya sudah didepan mata, dan bosnya sama sekali tidak bisa mentolerir kata terlambat. Kendati dia dikenal sebagai pegawai handal yang tidak pernah terlambat menyetorkan hasil kerjanya, tetap saja liburan di tengah minggu sibuk tidak bisa dibenarkan.

Intinya, Huang Zitao tidak bisa ikut berlibur dengan pacarnya.

Tunggu saja sampai liburan natal tiba, sindirnya pada diri sendiri. Zitao selalu menanti liburan natal yang hanya datang satu kali dalam setahun. Waktu berkualitas yang bisa dilewatkannya dengan Sehun; di suatu pulau tropis, hotel elegan dengan pelayanan yang luar biasa, pantai, bikini, dan ranjang yang panas.

Zitao merona ketika membayangkan opsi terakhir yang disebutkan oleh bawah sadarnya. Wow. Sudah berapa lama dia tidak melihat Sehun sedang berada di atasnya, mengeram binal sambil menarikan tarian barbar kesukaan mereka berdua.

Sebulan lalu?

Entahlah. Yang jelas, Zitao merindukan Sehun yang selalu menggodanya di ranjang. Mungkin besok. Setelah Sehun melewati perjalan singkat di udara lalu dia akan menyambut pemuda itu dengan ciuman basah. Dan mereka akan melewatkan pagi dengan desah panjang.

Zitao tidak sabar menantikannya.

OoOoO

"Kau bisa pulang denganku?"

Gadis bermanik rusa yang manis dengan kuncir kuda itu mengedip-ngedip layaknya anak kecil yang sedang merengek minta dibelikan gulali. Dia tidak gentar melakukan aegyo kendati sedang diacuhkan habis-habisan oleh pemuda albino yang sedang sibuk melipat baju-bajunya. Bibirnya yang tipis dan semerah ceri mengerucut imut saat gendang telinganya tak kunjung mendapat sahutan. Binar matanya tampak semakin kecewa.

"Sehun? Jangan mengacuhkanku begitu dong," sahutnya tidak terima sambil menghentak-hentakkan telapak kaki.

Pemuda berambut cokelat keemasan itu akhirnya mendesah dengan nada berat, menyerah pada kekeraskepalaan gadis cantik selincah rusa yang selalu mengganggunya. "Aku tidak mengerti kenapa Ayah dan Ibu mengizinkan anak tetangga untuk ikut liburan keluarga," ujarnya setengah mengeram, menuai cengiran tanpa rasa bersalah dari gadis di sampingnya. Pandangannya terarah tepat ke wajah ceria Luhan. "Adik kecil yang selalu mengganggu."

Kerut tidak suka dilukis oleh wajah Luhan setelah mendengar hal itu. "Aku bukan adik kecil, tahuu!" protesnya tidak terima karena sudah dikatai seperti itu. Dia dua tahun lebih tua dari Sehun tetapi pemuda itu selalu ngotot memanggilnya Adik Kecil.

Padahal, apa yang salah dengan penampilan Luhan?

Luhan sudah tumbuh menjadi gadis berumur 24 tahun yang punya wajah cantik. Walau tidak terlalu tinggi, tubuhnya bisa dibilang cukup seksi. Beberapa Sunbae di tempatnya magang selalu memujinya cantik dan seksi, tetapi Oh Sehun tidak pernah melakukan hal itu. Alih-alih mendapat pujian, dia malah diolok sebagai Adik cilik.

Memangnya, siapa yang menjadi adik? Siapa yang menjadi kakak?

"Nah, nah," Sehun menggeleng tidak setuju dengan protes yang dilayangkan Luhan. Dia menutup kopernya, menyudahi acara berkemas dadakan yang dilakukan sebagai persiapan untuk pulang ke Korea dengan penerbangan dini hari. "Siapa di sini yang tidak berkembang?"

Luhan memicingkan mata. "Kau."

Seringai Sehun muncul di sisi bibirnya, menampilkan taring mungil yang mengintip malu-malu. Dua lengannya bertelekan pada pinggang. "Aku tambah tinggi. Lebih tinggi darimu," ejeknya. "Sejak kecil, aku tidak pernah melihatmu berkembang jadi cewek yang seksi," katanya setelah menelusuri keseluruhan tubuh Luhan dari atas hingga bawah. Dia terkekeh kendati Luhan tengah merajuk habis-habisan.

"Aku itu seksi!" Luhan mendekat dan menghujam lengan Sehun dengan pukulan-pukulan ringan. "Kau tidak lihat kemarin aku pakai bikini, ya?" kepalanya mendongak, maniknya menatap wajah Sehun yang dipenuhi raut geli.

Sehun tampak berpikir sebentar namun setelahnya kembali terkekeh. "Benar. Kemarin kau pakai bikini," ucapnya seraya menerawang ingatannya. "Tetapi, mana ada cewek seksi yang pakai pengganjal busa pada branya?"

Lalu Sehun tertawa keras hingga terpingkal-pingkal sementara Luhan semakin memberengut tidak suka melihat tingkahnya. Teman—atau bisa disebut sebagai rival—masa kecil Luhan itu benar-benar menyebalkan; sikapnya yang selalu bikin hatinya mendongkol itu tidak pernah hilang. Sedari dulu Sehun selalu menertawakannya. Tidak pernah melontarkan pujian kendati Luhan sudah berusaha menjadi gadis cantik dengan segala pakaian kekurangan bahan serta riasan pada wajah.

Sehun selalu menertawakannya karena pemuda itu tidak pernah menganggap eksistensinya sebagai cewek. Sehun tidak pernah menatap Luhan sebagai gadis yang tumbuh memamerkan kecantikannya hawanya. Hubungan masa kecil mereka membuat Luhan merasa tidak nyaman. Sehun tidak boleh terus menganggapnya sebagai Adik Kecil.

Apa-apaan itu?

"Awas saja," Luhan memberi tendangan keras pada tulang kering Sehun hingga menuai suara protes dari pemuda itu. Telapaknya terkepal kuat-kuat demi menahan api amarah yang bisa menyembur lewat mulut atau pun ujung jemarinya sekali pun. Bibirnya mengerut aneh mencegah kalimat umpatannya. "Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Oh Sialan Sehun"

OoOoO

"Tolong satu porsi besar ayam goreng madu. Dan ..,"

Pandangan Zitao mengedar memerhatikan papan menu dengan seksama sementara gadis yang berdiri di belakang kasir hanya tersenyum sabar. Deretan menu yang tertulis di sana kebanyakan menawarkan olahan ayam atau bebek dengan bumbu-bumbu lokal. Ada pula kimbab dengan berbagai isi serta topping, bibimbap, jjajangmyeon, japchae dan yang lain. Semua dimodifikasi hingga menciptakan cita rasa baru yang menggoda. Zitao tergiur memesan satu porsi kimbab isi ikan tuna.

"Kimbab tuna, satu porsi saja," tambahnya seraya melempar senyuman. Tangannya merogoh dompet dan mengeluarkan kartu kredit, menyerahkannya pada petugas kasir yang ramah begitu pesanannya sudah ditotal.

"Silahkan ditunggu di meja, Seungnim," Petugas kasir berwajah belia itu memberikan struk serta kartu kredit Zitao. Tidak lupa memberi senyuman yang lebih cerah lantas dia kembali melayani pelanggan yang berdiri tepat di belakang Zitao.

Meja nomor delapan menjadi tempat yang tepat untuk menunggu pesanannya; letaknya berada tepat di samping jendela kaca besar yang memamerkan pemandangan di luar. Zitao selalu suka duduk di meja nomor 8 jika sedang berkunjung ke restoran ini bersama Sehun. Mereka akan memesan satu porsi besar japchae serta bibimbab dan melahapnya seperti orang kelaparan. Memikirkan hal itu membuat Zitao semakin merasa rindu; rindu tidak terpetri pada kekasihnya yang tampan, Oh Sehun.

Setelah percakapan singkatnya dengan Sehun di awal pagi, pemuda itu tidak meneleponnya lagi. Entah sibuk atau memang melupakannya karena dibelai angin pantai serta cewek-cewek berbikini di sana.

Zitao memutuskan untuk meraih ponsel, menekan tombol 3 dan panggilannya langsung tersambung pada nomor Sehun. Telepon diangkat pada dering ke tiga.

"Halo~"

Hah. Sejak kapan suara Sehun berubah seperti suara cewek yang kemayu dan manja seperti ini?

"Halo?" Zitao mengerutkan dahi tidak mengerti, tetapi bibirnya tetap melontarkan salam balasan. "Sehun?"

"Mencari Sehun?" Gadis yang mengangkat telepon Sehun sama-sama melontarkan kalimat pertanyaan bernada heran. Huang Zitao memperkirakan umur gadis itu; mungkin cewek di awal dua puluhan dengan kulit putih, wajah elok, gen kaukasia yang menarik, dan yang lain. Suara gemerisik terdengar dari seberang lalu dia melanjutkan, "Mau kuberikan teleponnya pada Sehun? Dia sedang mengambil makanan penutup untukku. Puding," tambahnya tidak penting.

Makanan penutup untuk gadis itu? Puding? Lelucon macam apa yang sedang dimainkan oleh Oh Sehun di sana?

"Tunggu, agassi," Zitao menyela sopan dan gadis asing yang sedang berbicara dengannya lewat telepon itu menggumam tidak jelas. "Memangnya, kau siapanya Sehun?"

"Aku?" Gadis asing itu terdengar terlonjak jika ditelisik dari nada suaranya. Suaranya mendengung penuh pertimbangan terlontar saat dia menjawab. "Aku itu—"

"Sudah berapa kali kuingatkan untuk tidak mengangkat teleponku, Adik Kecil?"

Zitao mendesah lega ketika mendengar suara Sehunnya; terdengar penuh peringatan kepada gadis asing yang sudah mengangkat telepon darinya. Lalu dia kembali mendengar suara gadis itu memekik menyuarakan kalimat 'Sudah kubilang aku bukan Adik Kecil, bodoh!' pada Sehun.

Gadis barbar yang berani mengatai Sehunnya bodoh; jelas Adik Kecil yang tidak pernah diidamkan oleh Zitao. Lagi pula, Zitao tidak pernah tahu jika ternyata Sehun memiliki adik cewek yang semenyebalkan itu. Barangkali adik kecil Sehun tinggal serumah dengan keluarga Oh di rumah keluarganya; sedangkan Sehun sendiri tinggal di sebuah apartemen yang dekat dengan kampus.

"Halo? Zitao? Kau masih di sana?" Suara Sehun terdengar memecah pemikiran singkat Zitao mengenai kepribadian gadis asing itu.

"Aku masih di sini," Zitao menyahut di tengah disorientasi singkatnya. "Sudah makan malam?"

"Baru selesai," jawab Sehun dan suara keresak perlahan hilang dari sambungan telepon itu. Sehun sudah pergi dari kerumunan orang yang ada di sana. Entah pergi ke mana. "Kau sendiri? Pastikan untuk tidak makan sesuatu yang berkalori pada malam hari. Aku tidak mau mendengar tangisanmu saat menemukan fakta bahwa berat badanmu bertambah."

Zitao meringis saat mengingat pesanannya. "Tidak kok," bohongnya. "Aku mau makan dengan salad buahku. Aku ada di luar untuk membeli mayonise."

"Bagus deh kalau kau bisa menahan hasrat ingin makan ayam," Sehun terkekeh puas menertawakan kebiasaan kekasihnya yang selalu memasukkan ayam pada menu makan malam. "Oh, ya. Ada apa kau menelepon tiba-tiba?"

Benar juga. Telepon ini tersambung karena Zitao yang punya inisiatif untuk menelepon Sehun terlebih dahulu.

"Tidak ada apa-apa," Zitao mengulum senyum dan memandang jalanan luar yang dipenuhi orang lalu-lalang. Binar matanya tampak meredup karena didera kerinduan tidak terbantahkan. "Hanya berharap agar kau bisa pulang secepatnya."

Yang diharapkan untuk pulang secepatnya malah nyengir. "Bersabarlah, Sayang. Aku akan segera datang dan memelukmu," ujarnya genit hingga menciptakan senyuman di bibir Zitao. "Mau kuberi kecupan juga?"

Zitao tertawa. "Boleh," sahutnya malu-malu. "Nanti kita—"

Kalimat Zitao hilang di pangkal tenggorokan saat pandangannya menemukan bayangan kabur di depan kaca jendela restoran; seorang pemuda berambut cokelat emas dengan sepasang tatapan tajam tidak terelakkan, rahang tegas memesona, serta bibir tebal terkatup menahan sepatah kata. Rasa terkejut Zitao melunjak hingga menjotos pangkal perut, menimbulkan asam lambung berlebih yang terus bergejolak. Tubuhnya berputar ringkas dan pandangannya menyipit saat menemukan sosok tinggi menjulang yang berdiri sekitar lima jengkal darinya.

"Zitao? Zitao?" Panggilan dari Sehun sukses teracuhkan.

"Hai," Pemuda itu menyapa singkat dan agak canggung. Tetapi senyuman terbit di kedua belah bibirnya yang begitu didamba oleh Zitao.

Cepat-cepat Zitao mengucapkan salam perpisahan pada kekasihnya. Lalu kembali menatap wajah pemuda di hadapannya. "Kris?" panggilnya tidak yakin; seolah melihat Kris di Korea adalah suatu keajaiban besar yang perlu dipertanyakan.

Kebetulan yang tidak pernah terpikirkan oleh keduanya; bertemu di sebuah restoran keluarga dan akhirnya bertukar salam canggung. Keduanya saling melempar tatapan takjub yang sulit terdeteksi. Kerinduan hebat yang mengalahkan segalanya bercampur menjadi satu, saling terlempar satu sama lain.

Sosok yang tidak pernah diharapkan Zitao akan hadir di hidupnya; kini sedang berdiri kokoh dengan pundaknya yang lebar tepat di hadapannya. Raut dingin penuh cinta kasih di wajah pemuda itu tidak pernah berubah; sama seperti dulu hingga Zitao kesulitan untuk mengendalikan semua yang dirasakannya. Debar jantungnya yang menggila perlahan mulai menggeser akal sehatnya, menuntunnya untuk bangkit lantas mendekat. Dua telapaknya terangkat hingga jatuh di rahang tegas Kris, jemarinya memberi manuver singkat yang diterima dengan suka rela oleh Kris.

Mendadak Zitao ingin sekali menangis karena luapan perasaannya.

"Kris," panggilnya sambil menggigit bibir. "Kemana saja kau?"

TBC

Duh, entah kenapa aku punya feels sama BGM-nya :") well, bagi kalian mungkin nggak nyambung, tapi mellownya di lagu ini mewakili setiap perasaan para cewek di sini /peluk Luhan dan Zitao/ FF ini cuman ada 5 chap lhoo, mohon ditunggu tiap chapternya dengan sabar, yaa ..

Daaan, aku udah buat SATU squel lagi lho buat Sick Beat of Mr. Collector. Marriage life gitu deh, ntar aku update secepatnya kok.

Nah, terimakasih sudah baca chap satu ff ini. Nantikan lanjutannya, yaaa~

Xoxo.