Deru suara kendaraan roda dua mengema di malam hari saat beberapa motor balap melintasi jalanan. Dengan kecepatan kilat, mereka meliuk liar melintasi beberapa kendaraan yang mereka anggap menghalangi jalan demi pencapaian mereka. Ya, garis akhirlah yang mereka nantikan saat apa yang mereka kendarai tiba dan melintasi garis itu.
Banyak diantara mereka menjadikan itu sebagai hobi meski nyawa sebagai taruhannya, namun ada pula melakukan semua ini karena kebutuhan yang memaksanya.
Sorakan menguat ramai tatkala satu persatu sudah terlihat dan menunggu hasil akhir siapa yang akan menjadi yang terdepan.
Motor sport merah yang pertama melewati kerumunan penonton. Ada yang bersorak gembira karena taruhan mereka menang, namun adapula yang harus menelan kekecewaan karena apa yang mereka unggulkan kalah dalam permainan ini.
Satu persatu dari mereka tiba dan berkumpul. Salah satu motor sport hitam terhenti di samping motor merah yang menjadi pemenangnya. Melepas helm, nampaklah sosok pria berambut orange dengan beberapa tindikan di wajahnya. Mengulurkan tangannya, ia mengucapkan selamat atas kemenangan sang lawan.
"Kau memang hebat Z."
Sosok yang masih duduk di atas motor merahnya menoleh dan menyambut uluran tangan itu.
"Ya. Dan mana uangnya?" ujarnya datar dan meminta uang sebagai janji untuk permainan ini.
Pein, pria yang harus mengakui ketangguhan lawannya itu mengangguk mengerti. Menoleh, ia memberi isyarat kepada salah satu temannya untuk membawa uang yang sudah di janjikan.
"Aku kalah sialan."
Salah satu petaruh yang kalah menghampiri Pein dengan wajah yang terlihat kesal. Membawa uang yang sudah rapi dalam amplop, ia menatap sebal kepada lawan yang ternyata diluar perkiraannya. Tapi sayangnya, orang yang sering menjadi perbincangan itu tidak pernah ada yang tahu bagaimana wujudnya.
"Ini." ia menyerahkannya kepada Pein .
Pein mengambil uang itu dan memberikannya kepada Z.
"Senang bisa bertanding denganmu." ucapnya sungguh-sungguh karena merasa bahagia dan takjub. Ia masih ingat bagaimana Z mengendarai motor itu dengan cepat dan cantiknya Meliuk menyalip setiap kendaran yang mereka lalui.
"Hn."
Z, sang lawan mengangguk, mengambil imbalan dari Pain dan mengucapkan terima kasih.
"Sankyu." ucapnya kemudian pergi meninggalkan arena balap setelah memasukan apa yang di dapatnya pada saku jaket hitamnya.
Pein masih memperhatikan motor itu sampai hilang tanpa jejak di pelupuk matanya, begitu pun Kakuzu yang juga menatap takjub walaupun rasa kesal tadi sempat melandanya.
"Tubuhnya kecil tapi mengendarai itu dengan sempurna."
Ucapan Pein, Kakuzu akui memang benar adanya. Tubuh Lawan mereka kecil tidak seperti mereka.
"Apa dia masih sekolah?" tanyanya sedikit keheranan.
mendengar itu mau tak mau mendapat respon dengusan Pein yang terlihat tidak setuju. Tapi besar kemungkinan hal itu benar karena postur Z yang tidak tinggi seperti mereka. Akan tetapi, dalam hati ia berharap bisa kembali bertemu dan mengendarai dengan gembira membelah jalanan kota.
Men With a Mission
Disclaimer : Naruto @ Masashi Kishimoto
.
story by Me
.
Pairing : Uchiha Sasuke x Haruno Sakura
.
.
.
Kejahatan di dunia ini bukan hanya terjadi karena orang itu butuh karena keadaan mendesak, akan tetapi kejahatan bisa dilakukan karena keserakahan mereka. Hukum bisa di ibaratkan pedang yang semakin tajam ke atas bukan tumpul ke bawah. Hukum tidak pandang siapapun dan pilih. Hukum itu adil. Akan tetapi, pada kenyataannya kini tidak seperti itu. Ya, adil bagi mereka yang memiliki kedudukan tapi tidak adil bagi mereka yang kesusahan yang bisa saja menjadi kambing hitam.
Seperti Beberapa waktu yang sempat menghebohkan publik akan kasus korupsi yang melibatkan salah satu pejabat pemerintah dalam pengadaan perdagangan. Setelah pengadaan beberapa pemeriksaan dan sidang akhirnya tuduhan itu tidak benar dan ia di bebaskan dari tuduhan yang mengatakan jika ia bukan tersangka.
Kini, Pejabat itu mengadakan konferensi pers untuk meluruskan semuanya di gedung yang ia siapkan dengan puluhan wartawan yang siap meliput. Dengan gagah, wajah yang tegas menatap semua yang hadir, Mashino Tenzo, mentri dalam negeri mulai membuka suara dan penjelasannya akan apa yang sempat terjadi.
"Sekali lagi saya mohon maaf karena membuat keributan yang tentu saja tidak benar adanya," ia menjelaskan jika semua itu adalah fitnah belaka yang mungkin saja dilakukan oleh orang yang sengaja ingin menjatuhkannya.
"SAYA TEGASKAN JIKA SEMUA IT..."
Microphone yang di gunakan tiba-tiba mati, bersamaan lampu ruangan. Akan tetapi, layar besar di depan menyala dan memutar kan seperti sebuah film dokumenter yang memperlihatkan dimana seorang yang baru saja berbicara seketika berteriak untuk menghentikan itu.
"MATIKAN ITU! ITU TIDAK BENAR, FITNAH!"
Mashino Tenzo berusaha menghalangi layar dengan tubuhnya namun semua tidak bisa karena layar dan suara tidak bisa membohongi semua orang yang menyaksikan. Bagaimana bisa seorang yang benar adanya melakukan suap bebas dan ternyata hakim pun terlibat suap di dalamnya. Lampu menyala dan pintu terbuka, memperlihatkan jelas bagaimana wajah semua orang terlihat tidak percaya dan beberapa polisi sudah ada di sana, siap membawanya.
"Kini semua sudah jelas, kami menahan anda Tenzo-san."
Salah satu polisi menggiring pejabat itu keluar setelah memborgol tangannya terlebih dahulu. Nampak jelas wajah Mashino memerah karena malu, marah dan cemas akan kelangsungan hidupnya. Namun, tidak semua kejahatan akan selalu tersembunyi walaupun kau berusaha menutupinya.
.
.
.
Flow Cafe, dimana suasana sedang ramai oleh pengunjung dan menambah gaduh saat menyaksikan secara live berita penangkapan tersangka yang kemarin di nyatakan bebas tidak bersalah namun kini bukti nyata memperlihatkan jika dia memang terjerat kasus korupsi.
"Chk, dasar muka tembok." seorang perempuan pirang berdecak melihat berita yang tidak semua sangka.
"Begitulah seseorang yang serakah, Ino." timpal perempuan satunya yang juga menyaksikan.
Yamanaka Ino mengangguk setuju akan pendapat sahabatnya itu. Memang dasar orang serakah yang tidak akan pernah berhenti walaupun ia sudah cukup ada. Padahal mereka bersumpah akan pengabdiannya pada negara dan rakyat tapi semua itu seolah bualan belaka. Semua seperti berlomba ingin mendapatkan kursi jabatan hanya karena ingin jabatan, pandangan akan orang-orang dan tentu saja juga untuk mencari kemewahan yang tidak ada habisnya.
"Cepatlah siap-siap kita akan pergi keluar bukan?"
Perempuan berambut merah muda dengan iris mata hijau terlapisi kacamata tebal yang menyamarkan matanya menoleh dan melihat jam pada dinding cafe.
"Benar, tapi masih ada waktu lima belas menit untuk pekerjaan ini Ino."
"Ayolah, Chouji tidak akan marah Sakura."
Sakura mendengus kecil melihat rayuan Ino. Tapi walaupun pemilik cafe ini teman mereka tetap saja yang namanya pekerjaan harus profesional bukan?
"Itu sama saja debgan korupsi Ino."
"Ya, ya sana kau selesaikan pekerjaanmu dan aku akan menunggu di sini." ujar Ino dengan mengibaskan tangannya menyuruh Sakura pergi sesuai keinginannya karena tidak ingin perdebatan panjang seperti para politikus saja.
Tersenyum, Sakura menggeleng dan menghampiri pengunjung yang baru saja datang. Beruntungnya ia memiliki sahabat yang sangat mengerti dirinya.
.
.
.
Sosok tinggi dengan pakaian jeans hitam dan jaket hitam yang dipakainya, berdiri melihat suasana gedung yang ramai dari teropong yang digunakannya. Wajahnya tidak terlihat karena masker yang di gunakan dan juga topi hitam yang menutupi kepalanya. Seringaian tercetak jelas saat netra hitamnya menyaksikan bagaimana Mashino Tenzo di giring keluar oleh polisi dan masuk ke dalam mobil polisi.
"Hn?"
Jawab ia saat mendapat telepon dari seseorang.
"Terimakasih atas kerja kerasmu."
"Hn."
Sambungan terputus dan sosok itu menegadah, menatap langit biru di sana. Sekilas kesedihan nampak jelas di balik kacamata hitam yang di pakai nya. Berjuta emosi yang tersirat nampak jelas walaupun sesaat kini wajah itu kembali terlihat datar seperti sedia kala seolah tidak ada emosi apapun di sana.
"Keadilan itu suara hati seorang korban."
.
.
.
Sakura sudah menolak saat Ino yang terus memaksanya merubah penampilan untuk satu hari ini saja. Memohon yang jelas saja membuat Sakura bimbang karena keinginan Ino yang tidak pernah ia hiraukan. Sejak SMA mereka bersahabat dan ada alasan lain yang membuatnya enggan merubah penampilannya. Kini ia berubah dengan rambut merah muda yang tergerai bebas tanpa ikat rambut, kacamata tebal yang biasa di pakai kini sudah tidak terpasang. Wajah dengan polesan make up natural, dress dengan panjang mencapai lutut membuatnya terlihat manis (menurut Ino) namun meresahkan dirinya saat ini. Beruntunglah Ino mengijinkannya memakai sneakers karena permintaannya dengan sedikit mengancam.
Setelah berpisah dengan Ino yang terlebih dahulu pulang dengan menggunakan taksi, Sakura memutuskan berjalan kaki untuk menuju rumahnya karena jarak rumah tidak terlalu jauh dari sini. Namun belum ia sampai, kakinya terpaksa berhenti di salah satu tiang pinggir jalan karena di depan rumahnya kini terlihat beberapa orang besar yang sepertinya sedang mengintai flatnya.
Sial!
Belum sempat ia berlari, salah satu dari mereka melihatnya dan berseru kepada yang lainnya.
Sakura berlari melintasi gang sempit dengan sekuat tenaga. Tidak ada waktu untuk berpikir, tidak ada waktu untuk terhenti karena ia yakin mereka adalah orang-orang yang terus mengicarnya.
Kakinya terus berlari tanpa henti, tidak peduli para pria itu yang ternyata masih mengejarnya. Jika seperti ini, keramaian adalah solusi utama karena mereka tidak mungkin menggunakan senjata.
"Ya, ke sana."
Sakura berbelok ke arah para pejalan kaki yang siang ini terlihat lebih ramai dari biasanya. Berhenti adalah solusi buruk untuk saat ini, jadi berlari sebisa dan menghilang dari kejaran mereka. Dapat ia lihat di depan sana, sebuah butik yang entah bernama apa, yang jelas itu adalah tujuan terakhirnya karena lelah sudah menderanya.
Masuk, Sakura membungkuk menyambut sambutan pelayan toko dan berjalan cepat menghampiri deretan baju yang terpajang berjejeran rapi.
"Sial!"
Para pria berbaju hitam itu berhenti dan melihat sekitar. Sakura berusaha menyembunyikan diri sebisa mungkin dan-
"Tch!"
-dua dari pria-pria itu terlihat ingin masuk ke sini dan Sakura berusaha mundur ke sudut ruangan, mengetuk ruang ganti yang ternyata sedang ada orang di dalam sana. Dengan terpaksa, Sakura masuk kedalam. Persetan dengan nanti yang terjadi, ia akan minta maaf setelahnya.
"Sttt diam!"
Sakura langsung menutup mulut orang yang tadinya sempat ingin bersuara. Sakura masih tidak memperhatikan orang yang ia bekap karena pendengaran dan pikirannya terfokus pada kedua pria di luar sana. Dapat ia dengar kedua pria itu berpura-pura meminta pelayan untuk mencarikan baju yang di minta, dan Sakura mendengar jika salah satu pria itu menyebut ciri-ciri seseorang yang tentu saja itu pakaian yang ia gunakan saat ini. Langkah kaki mendekat dan refleks Sakura melompat pada orang yang ia bekap.
Netra klorofil-nya membulat saat tahu siapa yang ia bekap dan di bebani dengan mendekap tubuhnya. Dapat ia rasakan kulit dari perut yang terbuka dan seksi. Damn! Sakura melepas bekapannya dengan pelan namun masih dengan ekspresi ke terkejutan nya saat ini.
"K-"
"Apa masih lama?" suara laki-laki di luar bertanya dengan mengetuk pintu sedikit keras. Dapat Sakura lihat dari sepatunya jika orang di luar sana adalah dua Orang tadi. Sakura menggeleng kepada pria dalam kungkungannya dengan mengisyaratkan gelengan, untuk tidak memberitahukan orang-orang itu.
Pria yang masih dengan raut datar nya itu melirik sekilas pada Sakura kemudian beralih pada sepatu yang terlihat dari balik pintu ruangan ganti ini.
"Hn, Ya."
Sakura mengeratkan kedua lengannya pada bahu pria itu dan dapat pria itu rasakan jika tubuh perempuan ini bergetar. Mengerti akan keadaan ini, pria itu hanya terdiam membiarkan semua yang menimpanya kini berlalu begitu saja dalam sepuluh menit sampai dapat ia pastikan kedua pria itu sudah meninggalkan butik ini.
"Mereka sudah pergi."
Sakura mengerjap, mengangguk mengerti. Dengan perlahan ia melompat melepaskan tubuh pria yang sejak tadi di tawannya.
"Maaf, saya tidak ber-"
Ucapan maaf Sakura yang memang menyesal dalam keadaan mendesak di sela oleh ucapan datar pria itu dengan perkataan yang diluar perkiraaanya.
"Ecchi." ucap pria itu yang berlalu pergi setelah semua kancing kemeja hitamnya terkancing rapih meninggalkan Sakura yang terbengong berusaha mencerna perkataan tadi.
Ecchi?
ECCHI? ECCHI?
"Oh good!"
Sakura mengusap wajahnya dengan kasar dan kemudian berlari mengejar pria tadi dengan seenaknya berkata seperti itu. Ayolah itu tidak di sengaja dan sudah ia bilang jika itu darurat dan ia tidak peduli apapun karena yang ia pikirkan saat itu adalah melarikan diri.
Sakura menolehkan pandangan ke segala penjuru guna mencari sosok tadi yang pergi begitu saja.
"Cepat sekali."
Pria itu ternyata sudah hilang entah kemana dan Sakura amat menyesal karena belum sempat menjelaskan ke salah pahaman tadi.
.
.
.
"Sudah malam kau tidak pulang?"
Sakura tertidur dengan kaki menggantung pada sandaran sofa sedangkan kepalanya ia posisikan menggantung terbalik. Seharian tadi menghabiskan energi pada tubuhnya dan ia sudah lelah butuh istirahat. Namun sayang rumah yang entah sudah kesekian kalinya kini sudah tidak aman lagi. Jadi di sinilah ia saat ini, bengkel salah satu sahabatnya.
"Aku lapar shika." rengek Sakura yang memang sudah lesu karena rasa lapar yang mendera perutnya.
Shikamaru datang dengan nampan berisi dua mangkuk ramen di bawanya. Setelah meletakan makanan itu pada meja ia pun mendudukkan diri di samping Sakura.
"Kenapa tidak tinggal dengan Ino atau aku saja sih."
Shikamaru memperhatikan Sakura dengan seksama. Wajah yang bagi orang terlihat biasa saja sesungguhnya sangat cantik karena Sakura yang melakukan seperti penyamaran walaupun sedikit. sempat ia mewarnai rambutnya dengan berbagai warna namun karena seruan Ino akhirnya dia menurutinya. Warna rambut Sakura itu langka dan terlihat sangat indah. Sudah beberapa kali ia menawarkan bantuan namun selalu di tolaknya. Tapi melihat hal ini terjadi lagi, Shikamaru memikirkan banyak hal untuk Sakura.
"Ayo makan."
Sakura mengubah posisinya yang kini menjadi duduk seperti Shikamaru. Mengambil mangkuk ramen untuknya Sakura mulai melahapnya setelah berdo'a dan berucap 'ittadakimasu'.
"Hn. ittadakimasu."
Shikamaru melahap dengan sesekali memperhatikan Sakura. Sangat jelas bagaimana wajah itu kelelahan, kesepian namun berusaha di tutupinya dengan baik. Bagaimana tubuh itu tidak bugar karena selalu di kejar orang yang tidak di kenalnya semenjak 'hari itu'.
"Tinggal lah denganku!"
Gerakan tangan Sakura terhenti saat kata itu kembali terucap dari Shikamaru.
"Tidak " tolak Sakura, lagi, dan Shikamaru sudah menduganya walaupun harapannya akan Sakura yang mau menurutinya untuk kali ini.
"Cepat habiskan, aku akan mencarimu tempat tinggal."
Mendengar itu, Sakura tersenyum dan mengangguk. Sejak dulu Shikamaru paling tahu apa yang ada di pikiran dan dibutuhkan nya.
"Hm, terimakasih Shika."
.
.
.
Shikamaru membawa Sakura pada apartemen yang terlihat sederhana dan terletak tidak jauh dari bengkel miliknya. Tadinya Sakura merasa keberatan karena harus satu atap, berbagi sewa dengan orang lain. Namun keadaan sekarang yang memungkinkan ia tidak bisa mencari dan pilih-pilih. Shikamaru hanya bilang jika pemilik flat ini jarang berada di rumah dan itu kesempatan baik buatnya bukan? Bisa leluasa.
"Apa dia tidak ada?" Sakura bertanya dengan wajah yang sudah nampak menunjukan kelehanannya.
"Hn." Jawab Shikamaru dengan tangan berusaha membuka pintu yang menggunakan angka tombol sebagai kode pengaman.
"Ayo masuk!"
Sakura mengangguk dan masuk mengekori Shikamaru yang terlebih dahulu memasuki kamar orang lain. Sakura melihat sekeliling dan decakan kagum ia ungkapkan dalam penglihatannya.
"Shika mana kamarku? Aku sudah lelah." Sakura bertanya dimana kamar yang akan di tinggalinya saat berada di sini. Tubuhnya sudah berteriak kelelahan dan ia ingin sekali beristirahat.
Menarik tangan Sakura, Shikamaru mengantarnya pada salah satu pintu yang dekat dengan pantry.
"Kau bisa menggunakan kamar ini."Ucap Shikamaru kemudian membuka kamar itu.
Warna putih mendominasi kamar ini. Tidak banyak barang di sini dan karena itu kamar ini terlihat sangat nyaman.
"Aku lelah." ucap Sakura yang langsung menjatuhkan diri pada kasur.
"Bagaimana dengan barangmu?"
"Hm, nanti saja dan jangan lupa tutup pintu saat kau pergi." ucap Sakura yang terdengar seperti gumaman.
Shikamaru hanya terdiam dengan tatapan yang sulit di artikan melihat Sakura yang nyatanya sudah tertidur dengan posisi tertelungkup. Tampak jelas jika perempuan kecil ini sangat kelelahan.
Berjalan mendekati dimana Sakura tertidur, Shikamaru merunduk kan tubuhnya untuk mengangkat tubuh Sakura dan membaringkannya pada posisi yang nyaman. Setelah membaringkannya, Shikamaru melepas sepatu yang di kenakan Sakura dan memakaikan selimut putih tebal yang ia tarik untuk menutupi tubuh Sakura. Hening. Shikamaru menghembuskan napasnya secara perlahan dan mengangkat telapak tangannya, menyeka anak rambut yang menghalangi wajah Sakura.
Wajah kurus ini selalu menunjukan baik-baik saja dengan tawanya.
"Kau pasti lelah."
Jari tangannya menelusuri setiap lekukan wajah sakura.
"Kau tidak bisa tidur dengan nyenyak."
Di elusnya kelopak mata yang sudah nampak menghitam karena kelelahan yang menderanya.
"Kau pasti kesepian dan merindukan mereka."
Ya. Sejak saat itu Sakura sangat kesepian dan Shikamaru bisa merasakannya.
"Aku janji kau akan selalu mimpi indah, Sakura."
Shikamaru merundukan wajahnya dan meraih dahi Sakura lalu mengecupnya.
"Oyasumi." Ucapnya.
.
.
.
Sinar matahari masuk melalui celah jendela. Tiupan angin yang berhembus lembut, membuat Sakura terusik dalam tidur nyamannya. Mengerjapkan matanya berkali-kali, Sakura bangun dengan wajah mengantuk dan tubuh yang masih terasa letih menderanya. Beranjak dari kasur, ia berjalan menuju pintu karena panggilan alam yang harus segera di selesaikan nya. Dengan wajah yang masih mengantuknya (setengah sadar) ia berjalan menuju kamar mandi dan langsung membukanya.
Walaupun masih mengantuk, ia bisa lihat tubuh seksi dengan handuk putih yang melingkari pinggang itu. Rambut basah dan bagian otot-otot tubuh nyata itu masih lembab mengkilat karena air yang belum di seka.
"Oh Mukjijat pagi yang indah." ucap Sakura dengan tangan yang menggaruk asal. kemudian ia terkekeh karena mungkin saja ini adalah dalam mimpi yang memperlihatkan betapa indahnya tubuh kekar itu, wajah yang rupawan dengan bibir merah menawan. pria dalam mimpinya ini rupanya terkejut atau sedang menggodanya? ayolah, pria itu mirip orang yang di peluknya sembarang.
Tunggu dulu!
Tubuh seksi itu? Wajah terkejut itu?
Terus menatap dalam diam, dalam hitungan detik akhirnya Sakura sadar apa yang sedang terjadi saat ini.
"KYAAAAAA!"
Sakura langsung membanting pintu kamar mandi dan lari ke kamarnya setelah sadar apa yang ter
Tidak! Tidak mungkin pria itu adalah...
Sakura mencari ponsel miliknya di kasur untuk menghubungi Shikamaru dan meminta penjelasan akan tempat ini.
.
.
.
Sakura keluar kamar dengan mengendap guna menghindar dari pemilik flat. Namun nyatanya hal itu sia-sia belaka karena pria itu kini berdiri dengan pakaian yang sudah rapi.
"Penguntit."
Perkataan pria itu sukses menghentikan pergerakan Sakura. Mendengar itu, Sakura langsung menegakan tubuhnya dan menatap sengit pria yang seenaknya mengatainya penguntit. Ayolah, dia itu seksi dan otot-otot..
'ARRGHH KENAPA PIKIRANKU KOTOR BEGINI!'
... amuk Sakura pada diri sendiri yang memikirkan hal-hak aneh.
"Ehmm," Sakura berdehem guna menghilangkan kegugupannya. Dilipatnya kedua tangannya dan menatap pria itu dengan dagu yang ia dongakkan.
"Untuk yang waktu itu sungguh aku tidak sengaja karena aku terdesak." aku Sakura yang mengatakan hal sebenarnya.
"Hn?"
Pria itu hanya menatap datar Sakura seolah tidak percaya akan ucapan perempuan itu.
Menarik napas dan menghembuskan pelan, Sakura mencoba sabar mengakui kesalahannya.
"Aku tidak peduli akan prasangkamu tapi aku berbicara jujur."
"Hn."
Sakura mendelik kesal karena respon yang di dapatnya hanya kata ambigu yang hanya di mengerti pria itu atau alien saja.
"Dan untuk saat ini, aku adalah penyewa di sini. Sungguh aku kira ini milik perempuan bukan pria."
Pria itu hanya mendengus kasar seolah mengerti jika yang ingin berbagi sewa adalah pria juga, mungkin saja.
"Maaf aku akan menemui temanku dulu dan aku akan pindah dalam waktu dekat. permisi."
Sakura pergi begitu saja karena tatapan yang tidak begitu di sukai nya. Jujur saja jika pria itu mungkin saja membencinya karena insiden kemarin. Dan ia harus segera menemui Shikamaru kemudian meminta pindah secepatnya dari flat ini. Karena jika ia tinggal lebih lama mungkin saja otaknya semakin tidak beres dan menjadi orang aneh seoerti sang pemilik.
Pria itu menatap kepergian perempuan merah muda itu dalam diam. Sorot onyx nya menyiratkan akan sesuatu yang terlihat kesepian.
.
.
.
.
.
To be continue
kenapa di sini malah terbuai sama Si pemalas ya ampun. maafkan saya yang kebanyakan bikin Fict gantung. dari pada mubajir mending di tulis kan sayang /alesan.
selalu berharap semoga yang lain bisa lanjut'v'.
Wyd Rei Sei Gil Kuran Tanaka
ckrg
