"Hiks… Okaa-san bangun…hiks…"

Isak tangis seorang anak kecil berumur lima tahun begitu menggema didalam sebuah ruangan gelap nan sepi. Darah yang berceceran dan menggenang pun ikut membuat suasana kala itu pun semakin kelam.

"Sa-su Cepat larilah..Uhuk…pergilah yang jauh…" lirih seorang wanita menahan sakit diantara perutnya yang mengeluarkan darah dalam jumlah banyak.

"T-Tidak mau ! aku ingin bersama Okaa-san..hiks.."

"Lari Sasuke.. Okaa-san mohon pergi dari sini…"

"Hiks…hiks…Tidak ma— "

"Ternyata kau belum mati ya Mikoto sayang…"

Suara dingin seseorang tiba-tiba terdengar dari arah pintu kamar, Memunculkan sesosok pria mengerikan dengan taring dan matanya yang berwarna merah pekat.

"Syukurlah kalau begitu, aku bisa memberikanmu hadiah…."

"T-Tidak.. kumohon jangan mendekat, Sasuke cepat larilah…" panik wanita itu ditengah batas kesadarannya, mencoba melindungi anaknya yang terus menangis.

"Kenapa kau menjauhkan dia itu dariku hmm ?" balas sosok itu mengikis jarak diantaranya dengan wanita tersebut, langkah demi langkah dengan hawa yang mencengkam itu kini telah berdiri tepat dihadapan soso tak berdaya itu . "Lihatlah apa yang kubawa…" Lanjutnya sambil melepar sesuatu tepat dihadapan sang wanita.

"KYAAA.."

Jeritan tertahan yang terlontar dari wanita itu terdengar sangat pilu, raungan serta tangisan pun ikut menambah deritanya yang telah sekarat. Kini dihadapanya terlihat kepala suaminya yang telah terpisah dari raganya. Menampakan bola mata yang terbuka lebar dengan tatapan kosong didalamnya.

Disisi lain sosok anak kecil yang juga melihat kejadian dihadapanya pun sama sekali tak berkutik, tidak berteriak atau pun menangis. Raut ketakutan dan kepedihan yang mendalam begitu terekam dalam otaknya ketika melihat mayat ayahnya sendiri dengan kondisi mengenaskan. Dan hanya gemetar tubuhnya lah yang begitu mendominasi.

"Nah, sekarang giliranmu untuk menyusul…."

Seringai keji kini semakin melebar tatkala sosok itu menjilati noda darah yang tercetak diatas pedang silver miliknya, diikuti dengan bunyi gesekan pedang yang diarahkan ke lantai tepat dihadapan sang wanita yang tengah meringkuk kesakitan.

"Kau tau aku sudah bosan dengan darahmu itu." Sosok itu berjongkok menundukan sedikit kepalanya demi untuk melihat wanita yang sudah tergeletak tak berdaya. "Dan kini aku menemukan seseorang yang lebih lezat dari dirimu.."

"T-Tidak kumohon jangan Sa—"

BLSSSS

Bola mata sang anak kini membola sempurna, bagaimana ia menyaksikan dengan jelas ketika leher sang ibu terpotong sempurna hingga menciptakan genangan darah yang semakin banyak disekitarnya.

"O-Okaa-san…OKAA-SAN !"

.

.

.

.

"OKAA-SAN !"

Deru tarikan nafas yang tidak teratur begitu jelas terdengar disebuah kamar yang didominasi warna biru tersebut. Raut wajah yang pucat dengan bulir keringan disekitar pelipisnya menunjukan keadaan sang pemuda itu jauh dari kata baik.

"Mimpi itu lagi…." Gumamnya pelan.

Menyibak selimut yang dia pakai, kini sang pemuda bersurai dark blue itu melangkahkan kakinya kearah balkon kamar untuk membuka tirai-tirai yang menutupi cahaya matahari masuk kekamarnya. Menghirup aroma pagi yang sejuk dan harum disekitarnya. Mencoba menghilangkan bayang-bayang mengerikan dengan apa yang dia impikan akhir-akhir ini.

Lebih dari puluhan kali sudah ia memimpikan hal yang sama berulang-ulang. Entah apa maksud dari mimpi tersebut, ia sama sekali tidak tahu. Siapa itu Okaa-san ? Siapa sosok kecil yang menangis tersebut ? dan yang paling Sasuke tidak mengerti siapakah sosok mengerikan dalam mimpinya itu. Mimpi yang terasa sangat jelas dan nyata, taring panjang itu, bola mata merah yang pekat serta seringainya yang membuat Sasuke kesuliatan bernafas saat mengingatnya.

Begitu mengerikan dan berbahaya.

CLEKK

"Ohayou Sasu-chan.."

Suara derit pintu tengah terbuka, diikuti dengan suara baritone yang menyadarkan sang pemuda tampan dari lamunan panjangnya.

"Kau melamun?" lanjutnya sambil terus melangkah menuju balkon dimana pemuda yang dipanggil Sasuke itu berada.

"Berhenti memanggilku Sasu-chan, Dobe." Balasnya tajam.

"Dan panggil aku Daddy terlebih dahulu jika kau ingin aku berhenti." Ucap sang pria dengan seringai menggoda.

"Ck, jangan mimpi."

Sasuke pun mengalihkan pandanganya dengan raut jengkel.

"Ayolah, kau kan anak manis kesayanganku."

"Berisik ! aku mau mandi, pergi sana."

Dengan gontai Sasuke melewati sosok yang berada tak jauh dari jaraknya, namun langkahnya terhenti lantaran pria itu tiba-tiba saja sudah menghadang didepannya, memeluknya erat seakan-akan dirinya adalah bantalan lembut yang nyaman untuk dipeluk.

"Jangan marah seperti itu Sasu-chan, Dad kan hanya bercanda." Ucapnya lembut. Sedangkan Sasuke sendiri kini mengerutkan kedua alisnya pertanda kesal.

"Stop asking me to call you Daddy." Balas Sasuke lirih sambil membalas pelukan pria itu. "Because you are the only one who I love.... My lover." Lanjutnya sambil menenggelamkan wajah merah meronanya diantara perpotongan leher sang tercinta.

Disisi lain, pria yang tak lain adalah ayah tiri dari Sasuke pun tersenyum dengan lembut, mengetahui Sasuke bisa bersikap manja seperti ini membuat ia gemas sendiri.

"Anything for you, Dear."

Merendahkan wajahnya ia pun mengecup pucuk kepala Sasuke. "Segeralah turun, aku sudah menyiapkan sarapan untuk kita." Kini sang ayah pun melepaskan pelukannya dari Sasuke dan berbalik pergi meninggalkannya yang masih merona malu karena hal yang dia ucapkan kepada Naruto barusan.

Bukan tanpa sadar Sasuke melakukannya, jujur dirinya merasa sedih ketika Ayah angkat sekaligus orang yang dikasihnya itu selalu meminta untuk memanggil 'Ayah' dalam konteks sebenarnya. Walaupun secara hukum dirinya memang anak sah dari seorang Umumaki Naruto, namun ia cukup enggan untuk memikirkan bahwa hubungannya dan Naruto hanyalah sebatas ayah dan anak. Ia menginginkan lebih dari itu.

lebih dari apa yang ia inginkan sendiri.

.

.

.

.

.

.

_X_X_

Deru mesin mobil berhenti ketika mereka sampai didepan gerbang Konoha Internasional School yang megah itu, Sekolah yang berisi anak-anak cerdas dan berbakat termasuk Sasuke.

"Sasuke, aku tidak bisa menjemputmu untuk hari ini." Ucap Naruto disela-sela kegiatannya memarkirkan mobil dengan pas didepan gerbang.

"Hn."

"Aku akan meminta Kotetsu untuk menjemputmu." Lagi Naruto kembali bersuara. Kini ia pun mengarahkan pandangannya dan membantu Sasuke melepaskan sabuk pengaman yang digunakan anak angkatnya itu.

"Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil, dan aku bisa pulang sendiri Dobe." Bentak Sasuke kesal karena kelakuan Ayahnya itu. Merasa jengkel karena sikap Naruto yang sering memperlakukannya seperti anak kecil.

"Gomen, baiklah jika kau ingin pulang sendiri. Tapi hubungi aku jika kau sudah sampai rumah." Balas Naruto yang tak ingin membuat anak angkatnya merasa kesal lagi.

"Hn."

Sasuke pun membuka pintu mobil dan beranjak pergi, namun gerakannya tiba-tiba berhenti. Sedikit ragu Sasuke pun melirik kearah Naruto yang kini malah menatapnya heran.

"Ada apa ? apa ada yang tertinggal ?"

"Umm..K-Ki-Kissu…" Ucap Sasuke terbata-bata dengan rona merah yang menjalar memenuhi wajahnya. Sungguh dirinya merasa sangat malu meminta hal yang memalukan ini, tapi ia tidak bisa menahan gejolak rasa cintanya yang terus ia simpan. Biarlah dia yang memulai duluan, yang diinginkannya hanyalah cinta sepenuhnya dari Naruto. Bukan sebagai anak terhadap ayahnya melaikan seperti sepasang kekasih yang saling mencintai.

Mendengar ungkapan Sasuke yang sangat menggemaskan dimatanya itu, Naruto pun tersenyum lembut dan mempersempit jarak diantara mereka, hingga akhirnya Naruto mengecup bibir merah delima Sasuke singkat.

"Hari ini kau sangat manis Sasuke, aku suka." bisiknya lirih tepat ditelinga kanan sang anak. Yang tentu saja membuat debaran jantung Sasuke kian melonjak. Rongga dadanya sungguh terasa hangat.

"A-Aku mencintaimu Naruto..." Balas Sasuke bermaksud menyuarakan isi hatinya pada Naruto.

"Hn. Turunlah, nanti kau bisa terlambat."

Hanya untaian kalimat itu yang dibalas Ayahnya, tak menghiraukan raut kecewa yang kini bersarang diwajah Sasuke. Lagi-lagi dirinya gagal membuat Naruto bisa membalas ucapannya.

Pasrah, Sasuke pun beranjak dari kursi mobil dan melangkah keluar.

"Ingat hubungi aku jika kau sudah pulang ke rumah."

"Hn."

"Aku pergi dulu."

Mobil itu melaju pesat menjauhi area Sekolah beserta Sasuke yang masih memandang jauh kearah mobil Naruto berada.

Apakah salah jika ia mencintai ayah angkatnya sendiri ?

Semenjak kecil Sasuke diangakat oleh Naruto dari sebuah panti asuhan yang terletak dipedalaman desa yang berada di Kyoto. Dan setiap perlakuan Naruto kepada Sasuke yang masih kecil sungguh sangat membuat dirinya terlena. Senyum hangatnya, semua perhatian yang berlebihan, serta kasih sayang yang tak pernah berkurang sedikitpun membuat Sasuke terperosok jatuh kedalam lubang cinta pada ayah angkatnya sendiri. Namun itu sungguh sangat berat baginya mengingat tak sekalipun Naruto mencintainya sebagai seorang kekasih, melainkan hanyalah seorang ayah yang mencintai anaknya.

Ya. Hanya sebatas itu…

"Oi Sasuke ! pagi-pagi sudah melamun."

Seorang remaja berambut putih serta giginya yang runcing tiba-tiba saja merangkul pundak Sasuke. Tak menghiraukan bahwa tindakannya itu membuat Sasuke terkejut.

"Lepaskan tanganmu dari pundakku, Sui." Ucap Sasuke Dingin.

"Aku melihat mu lohh~.. berciuman didalam mobil dengan ayahmu sendiri." Bisik Suigetsu yang merupakan teman sekelasnya.

"Dia hanyalah ayah angkatku. Wajar saja jika kami saling berciuman." Balas Sasuke acuh.

Faktanya memang hanya Suigetsulah yang mengetahui hubungan antara dirinya dan Naruto. Dan Sasuke cukup bersyukur bahwa temannya ini dapat menutup mulut sampai sekarang.

"Tapi berciuman di lingkungan sekolah bukanlah hal yang wajar."

"Hn. Terserahlah."

Dengan cuek Sasuke melangkah meninggalkan Suigetsu yang masih meringis kesakitan karena tangannya yang sempat dipelintir oleh Sasuke.

"Hey ! tunggu aku Sasuke, ada yang ingin aku beritahu."

"Apa ?"

"Berhentilah pergi ke bukit Konoha tempat Favoritmu itu, aku dengar dari Pamanku ada orang yang mati terbunuh dengan keadaan yang aneh disana." Ucap Suigetsu pelan tak ingin sampai orang lain mendengar berita tersebut.

"Aneh ?"

"Hu'um, kondisi mayat seperti mengering dengan bekas gigitan yang terletak disekitar leher. Berita ini masih disembuyikan oleh pihak kepolisian, karena takut meresahkan warga. Aneh sekali bukan ?"

Ingatan Sasuke pun kembali pada mimpi-mimpinya itu setiap malam, entah kenapa bayangan mata merah dan gigi yang runcing itu seperti terus menghantui Sasuke. Seperti mengejarnya setiap waktu.

"Tenang saja, selama kau tidak pergi ketempat yang sepi sendirian kau akan aman."

"Aku tidak penakut sepertimu, bodoh." Jawab Sasuke tenang.

"Ck, dasar kau ini, sudahlah kita harus bergegas. Sebentar lagi anko –Sensei si guru killer akan masuk."

Mereka berdua pun beranjak dari pintu gerbang sekolah tanpa menyadari bahwa terlihat sosok yang terus mengintai jauh disana.

.

.

.

XoX

Jalanan itu amat sepi dan gelap, suhu yang dingin begitu menusuk tulang sum-sum sang pemuda manis yang kini melangkah sendirian. Walaupun begitu ia tetap berjalan dengan tenang menikmati suasana malam yang sangat jarang dia lakukan walaupun mengingat ayah angkatnya yang terlalu overprotective. Dan Sasuke bersyukur karena Naruto sedang lembur dan tak mengetahui bahwa ia pulang terlambat.

Tap

Tap

Suara langkah kaki yang terdengar jelas dari belakang tubuhnya membuat Sasuke menghentikan langkahnya. Menolehkan kepalanya kebelakang namun tidak ada satupun orang atau sesuatu dalam retina matanya, padahal ia yakin suara langkah itu berasal dari belakannya.

Mencoba untuk tak mempedulikan lebih jauh, ia pun kembali melangkahkan kaki jenjangnya menuju rumah.

"Darahmu memang tercium sangat manis."

DEG

Dari bayangan gelap didepan Sasuke, muncul sesosok pria dengan tubuh yang tinggi tegap serta rambut hitam panjangnya. Meyebarkan aura yang begitu kuat hingga Sasuke pun gemetaran seketika. Aura yang membuat sesak dadanya, dan membuat ia mengingat kembali bayang-bayang sosok mengerikan dalam mimpinya. Ya mata merah itu…. Serupa dengan pria dihadapannya ini.

"S-Siapa kau…"

Ditengah gemetar tubuhnya Sasuke bertanya kepada sosok itu.

"Akan kuberitahu jika waktunya tiba, untuk saat ini biarkan aku mencicipimu terlebih dahulu, Sa-su-ke."

Belum sempat Sasuke bertanya lebih jauh, kini sosok tersebut sudah memerangkap dirinya. Mengunci pergelangan tangannya dan mencengkram dagunya untuk tetap mendongkak memperlihatkan leher jenjangnya yang menggoda sosok tersebut.

"Unghh.."

Rasa sakit dan panas menjalar disekitar lehernya ketika sebuah taring yang tajam mengoyak kulitnya. Darah segarnya terus mengalir dan dihisap kuat oleh sosok tersebut, tak mempedulikan keadaaan Sasuke yang pandangannya sudah berkunang-kunang lantaran darahnya terus dihisap.

Dalam situasi seperti ini sangat sulit bagi Sasuke untuk bisa melawan. Cengkraman kuat dikedua pergelangan tangannya, serta aura yang berat dari sosok tersebut sungguh membuat Sasuke tak berkutik.

'Naruto, tolong…'

Gluk

Gluk

Tegukan demi tegukan darah Sasuke yang diambil oleh sosok tersebut sangatlah banyak, terlena akan manisnya yang sangat menggoda. Hingga ketika tak terdengar lagi suara rintihan dari mangsanya, sosok itupun menghentikan kegiatannya dan melihat kondisi sang pemuda manis.

"Darahnya benar-benar lezat."

Sasuke pun tak sadarkan diri dengan keadaan tubuhnya yang sangat pucat.

..

.

.

.

"Onii-san, ayo main …."

"Sasu ingin main apa ?"

"Sasuke ingin menjadi pahlawan, Nii-san jadi Monster…"

"Haha baiklah."

"Tadaima."

"Okaeri ! Tou-san, Okaa-san."

"Sasuke jangan lari diatas tangga seperti itu ! nanti kau bisa jatuh."

"Ha'i Tou-san."

"Itachi apa kau menjaga adikmu dengan baik ?"

"Sa-su Cepat larilah..Uhuk…pergilah yang jauh…

"T-Tidak mau ! aku ingin bersama Okaa-san..hiks.."

"Lari Sasuke.. Okaa-san mohon pergi dari sini…"

"Ternyata kau belum mati ya Mikoto sayang…"

"T-Tidak kumohon jangan Sa—"

BLSSSS

"O-Okaa-san…OKAA-SAN !"

…..

"OKAA-SAN !"

Deru nafas yang tidak teratur serta bulir keringat itu kembali muncul disekitar dahi Sasuke. Ditengah rasa lemas tubuhnya Sasuke mencengkram kepalanya erat. Mengingat-ingat kilasan memori yang sempat terlintas dalam mimpinya tadi. Ya, terlihat begitu jelas, Okaa-san, Tou-san serta kakaknya yang bernama Itachi. Kilasan itu kian cepat bergulir dalam ingatannya, hingga membuat seluruh tubuhnya bergetar seketika.

"Sasuke ! Sasuke tenanglah !." Teriak Naruto yang memeluk anak angkatnya erat hingga menyadarkan Sasuke bahwa ada seseorang yang mendekapnya.

"Na-Naru.." lirih Sasuke pelan.

Langsung saja ia membalas pelukan erat sang ayah yang sejak tadi memandangnya khawatir. Mencoba mencari rasa aman pada sosok yang ia cintai.

"Apa yang terjadi Sasuke ? aku menemukanmu tergeletak tak sadarkan diri dipinggir jalan..."

Tubuh Sasuke menegang mendengar pertanyataan Naruto.

"A-Aku hanya kelelahan. Itu saja…"

"Jangan berbohong kepadaku Sasuke !" Balas Naruto tegas. Ia tahu ada yang disembunyikan oleh anak angkatnya itu.

"Sungguh Naruto, badanku terasa lemas hingga aku pingsan."

"Sasuke…"

Kini suara Naruto memberat. Menunjukan betapa ia sedang sangat serius.

"Aku baik-baik saja Naru.. percayalah."

Melihat wajah memohon Sasuke, ia pun tak tega untuk bertanya lebih lanjut. Mungkin ia bisa bertanya lain kali, disaat Sasuke sudah merasa siap tentunya.

"Baiklah, aku tidak memaksamu." Pasrah Naruto yang kini melepaskan pelukannya dari Sasuke. "Istirhatlah lagi, kau pasti masih lelah." Lanjutnya sambil mengelus pucuk kepala Sasuke.

"Aku akan kembali ke kamarku.."

Naruto pun berniat beranjak dari ranjang Sasuke sampai sebuah tangan putih memeluknya kembali dengan erat.

"Tidurlah disini." Lirih Sasuke

"Tapi kau harus istirah—"

"Kumohon." Potong Sasuke cepat.

Kembali menghela nafas berat, Naruto pun kini merebahkan tubuhnya beserta Sasuke. Mendekapnya hingga ia dapat memberikan rasa hangat kepada tubuh Sasuke yang terasa dingin. "Tidurlah."

Mendengar perintah Ayah angkatnya itu, Sasuke segera menyamankan dirinya pada dada bidang Naruto. Bahkan senyuman manis dibibirnya tak henti-hentinya terus mengembang saat Naruto bersedia untuk bermalam dikamarnya. Menemani tidurnya yang pasti akan terasa nyenyak jika orang yang paling ia cintai menemani disampinya.

Ia tidak akan membiarkan Naruto mengetahui keadaan yang sebenarnya. Tentang masa lalunya … ataupun tentang sosok yang menghisap darahnya.

.

.

.

.

TBC