Disclaimer: EXO bukan punya gue kok, tenang aja.
Pair: SeKai or KaiHun (KaixSehun)
Warning: Shounen-ai, OOC sangat sangat , miss typo(s), AU, dll.
DON'T LIKE? DON'T READ!
.
Sequel dari ff Spring Devil. Yang belum baca, monggo bisa dibaca dulu. ^^
.
.
Musim Semi... dia akui musim semi memang indah. Tapi bukan salah satu musim favoritnya. Terlalu banyak warna dari bunga-bunga yang mekar saat musim semi. Membuatnya sakit mata kadang-kadang. Dan Taemin sebenarnya tahu hal itu.
Makanya Taemin tidak membawanya ke taman bunga seperti di Canada atau Belanda. Tapi justru membawanya kembali ke kampung halamannya, Korea. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia menghabiskan Musim Semi di negara kelahirannya, hanya saja dia tetap lebih menyukai Jepang yang memiliki banyak sakura.
Tapi ini tidak buruk juga. Meski tidak sebanyak di Jepang, bunga Sakura di Korea tetaplah indah. Well, liburan setelah rutinitasnya di Jerman saat musim dingin kemarin memang bukan ide yang buruk ternyata.
"Indah kan?" suara itu membuyarkan lamunannya. Kepalanya menoleh kesamping dimana sepupunya masih tersenyum melihat jejeran sakura yang indah.
"Hn..." ujarnya singkat menanggapi. Sejujurnya? Dia ingin cepat menyelesaikan tur kecil ini lalu pulang dan tidur.
"Tsk. Kau tidak asyik seperti Minho-hyung," ujar Taemin lagi sambil menyikut pinggangnya keras. Dia hanya mengaduh kecil tapi tidak berniat membalas, terlalu malas. "Ayo berfoto bersama. Sedari tadi aku terus yang melakukannya!"
"Terserah. Tapi bukannya kau tidak bawa tripod?" katanya menjawab saat ingat sepupunya itu hanya membawa kamera saja.
Taemin terlihat menepuk jidatnya lalu berpikir sebentar.
"Letakkan saja di tanah untuk gunakan timernya!" katanya mencoba mencari penyelesaian. Tapi sepupunya itu terlihat mengernyitkan dahi tidak setuju.
"Enak saja. Sekarang sedang ramai, kalau kameraku terinjak bagaimana? Ini hadiah dari Minho-hyung. Lagipula low-angel itu tidak menarik," Taemin menjawab dengan nada tidak suka, membuatnya menghela napas malas menanggapi sepupunya yang belagak jadi fotografer sejak diberi kamera oleh kekasihnya sebulan yang lalu, padahal memotretnya yang sedang beraksi di atas papan ski saja hasilnya akan blur.
"Tunggu disini! Aku akan minta bantuan orang lain."
"Oey! Lebih baik tidak us─" kalimatnya terhenti saat Taemin sudah berlari ke salah seorang namja yang tengah duduk sendirian. Dia lagi-lagi hanya mendesah pasrah saja, memasukkan tangan ke saku celananya dan melangkah mendekat.
Dahinya mengernyit heran saat namja itu justru menatapnya lama. Apa ada yang salah dengan penampilannya saat ini? Dia yakin sekali penampilannya baik-baik saja saat bercermin sebelum pergi tadi.
"Taemin-ah, kalau dia tidak mau cari orang lain saja!" serunya karena merasa tidak nyaman saat namja aneh itu terus menatapnya tanpa berkedip. Itu benar-benar membuatnya tidak nyaman. Dia ingin cepat-cepat pergi menghindari orang ini.
"Ck. Sabarlah! Lihat siapa yang aku temui, namja manis yang kutabrak sebelum kita berangkat ke Schladming."
Dahinya mengerut bingung. Hah? Orang itu ngomong apa sih? Mana mungkin dia ingat bertemu dengan siapa saja sebelum berangkat ke Schladming. Aiish... Taemin ini bodoh atau apa sih?
Taemin terlihat membungkuk dan kembali berjalan ke arahnya, sepertinya namja tadi tidak mau. Yeah, itu lebih baik daripada terus ditatap tanpa henti seperti tadi.
"Makanya kubilang taruh saja di tanah," ujarnya malas lalu menguap sekali. Udara sejuk disini membuatnya mengantuk. Ugh, sebenarnya kapanpun dan dimanapun dia akan selalu mengantuk sih.
"Aiish... kau menyebalkan Kim Jongin!" Taemin masih menggerutu, meski tangannya terus saja sibuk dengan kameranya. Jepret sana jepret sini, dan Jongin yakin hasilnya tidak akan bagus semua. Dia agak menjauhkan tubuhnya saat sepupunya itu terus saja bergerak menghadap kanan, kiri, dan belakang, lalu berhenti.
Langkahnya ikut terhenti melihat sepupunya, lalu matanya beralih melihat sosok namja yang tadi ditemui mereka.
"Oey, kau menguntit kami ya?" ujarnya dengan nada tajam, dan langsung mengaduh saat sekali lagi mendapat sikutan di pinggangnya.
"Jaga omonganmu, Jongin!"
Jongin memutar matanya lalu menjawab 'Hn...' sekali lagi dan memalingkan wajahnya malas melihat namja yang terus menatapnya itu. Gila! Apa namja ini sekarang terobsesi padanya?
"Bukankah kau ingin aku memotret kalian?" namja itu mengulurkan tangan meminta kamera yang ada di tangan Taemin. Taemin sendiri terlihat senang mendengarnya, dan Jongin hanya diam saja saat diseret ke salah satu bawah pohon sakura.
"Jongin-ssi..." itu bukan pertama kalinya dia mendengar namja itu berbicara, tapi dirinya justru tertegun sesaat mendengar namanya disebut dengan halus dari bibir tipis itu. Suara itu tidaklah merdu seperti penyanyi, hanya saja terdengar riang dan lembut di telinganya, seperti menggelitik gendang telinganya hingga terdengar menyenangkan. Yang bisa dia lakukan hanya diam, kali ini entah sadar atau tidak, dirinya lah yang menatap namja itu lama. "Tersenyumlah! Kau selalu memasang wajah datar sedari tadi."
"Ck. Ayolah Jonginnie, kau bukan anak TK yang baru diajarkan cara berfoto. Sudah lama sekali kau tidak merasakan musim semi di Korea kan?"
Jongin mendengus kasar, berusaha menenangkan diri saat telinganya seolah bisa mendengar detak jantungnya sendiri. "Berisik! Aku bukan model yang harus disuruh-suruh untuk tersenyum saat di depan kamera!"
Taemin hanya memutar matanya bosan. "Ya sudah, jangan pedulikan dia!"
Dan bukannya tersenyum ke arah lensa kamera, dia justru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Melihat kemana saja asalkan tidak ke depan. Dia hanya... tidak bisa melakukannya untuk saat ini entah karena apa.
Dia beberapa kali mendengar suara tombol shutter, bukan hanya beberapa kali sebenarnya, tapi berkali-kali. Jongin mengatur napasnya perlahan, berusaha mengatur mimik wajahnya saat namja itu belum berhenti mengambil gambar. Taemin justru terlihat senang dengan memasang berbagai pose.
Dan dia menghela napas lega saat pemotretan itu sepertinya sudah selesai. Tanpa mempedulikan Taemin yang tengah melihat hasil fotonya, dia mendekati sebuah bangku taman dan duduk disana. Menyenderkan punggungnya lelah, dia memejamkan matanya menikmati suasana.
Beberapa kelopak bunga mengenai wajahnya yang mendongak tidak dia permasalahkan sama sekali. Sekarang ini dia hanya... mengantuk.
.
.
.
Jongin terbangun dengan leher kaku dan pandangan yang gelap. Tidak, dia tidak buta. Hanya saja hari memang gelap dan pencahayaan yang minim. Melihat sekelilingnya yang sudah sepi dia sadar kalau sudah ditinggalkan sepupu bodohnya itu. Ck. Seenaknya saja!
Jongin melihat ke samping saat sadar ada orang disebelahnya, dan matanya langsung bertemu dengan permata hazel indah. Lagi, dia hanya terdiam bingung. Dia tahu banyak sekali orang yang memiliki mata seperti itu. Dia juga tahu banyak orang yang memiliki rambut cokelat seperti itu.
Tapi dia penasaran, apakah rambut cokelat itu selembut kelihatannya atau tidak. Baiklah, berhenti berpikir yang tidak-tidak Jongin!
"Oh, kau masih ada disini?" tanyanya setelah terdiam cukup lama, menyadarkan namja itu dari lamunannya.
"Taemin-ssi bilang kalau kau bangun, kau pulang saja lebih dulu karena dia ada urusan."
"Kau..." Jongin mengangkat alisnya dan menatap pemuda disebelahnya penasaran. "...menungguku sampai bangun?"
Kepala dengan surai cokelat lembut itu hanya mengangguk kecil dan tersenyum. Senyum yang bisa membuat mata itu melengkung indah seperti bulan sabit lucu. Kalau dia tidak ingat kalau yang ada dihadapannya ini adalah seorang namja, mungkin dia akan secara gamblang mengatakan 'cantik'.
"Kalau begitu terima kasih. Aku harus pergi... sekarang."
Tanpa menunggu jawaban lagi, Jongin langsung bangkit dan melangkah pergi, dia sudah tidak tahan lagi terus ditatap intens seperti itu. Tapi langkahnya yang keempat langsung terhenti saat merasakan sepasang lengan memeluknya dari belakang. Jongin menatap ngeri pada tangan yang terkait di perutnya dan sebuah kepala yang menempel di punggungnya.
"Jangan pergi!"
Bisikan lirih dari namja putih itu. Jongin semakin begidik saat pelukan di perutnya semakin mengerat dan kepala namja itu yang mengusak-usak di punggungnya.
"H-hey! Lepaskan aku─"
"Jonginnie..." suara cicit pelan itu entah kenapa terdengar menggemaskan di telinga Jongin, membuatnya sedikit rileks, belum lagi ditambah suasana yang tenang dengan hembus angin yang menerbangkan kelopak sakura, dan cahaya temaram dari bulan yang mengintip malu-malu dari awan malam itu.
"Jangan pergi lagi... Jonginnie~"
A-apa-apaan ini? Ada apa dengan namja ini memanggilnya seperti itu? Jongin menarik napas dalam saat namja itu melepaskan pelukannya dan kini sudah ada di hadapannya dan tersenyum.
Bukan jenis senyum cerah penuh kebahagiaan, tapi lebih terlihat seperti senyum lega setelah memikul beban yang berat, tapi entah kenapa tetap terlihat cantik. Jongin bahkan bisa melihat setetes air mata yang lolos membasahi pipi putih itu. Apa namja ini baru saja menangis?
"Kai..."
Hah? Berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya saat mendengar kata itu. Dia hanya merasa bingung saat ini. Sangat bingung malah. Namja milky skin ini tiba-tiba saja memeluknya erat, lalu tersenyum, dan sekarang malah menangis. Apa yang sebenarnya terjadi?
Dan sekali lagi Jongin hanya tertegun saat namja putih itu sedikit berjinjit maju kearahnya, kepalanya terasa kosong merasakan bibir mungil itu yang menempel lembut di atas bibirnya. Tubuhnya tidak bisa merespon apapun, keduanya hanya terdiam di tengah hembus angin malam yang menerbangkan kelopak merah muda sakura disekitar mereka.
.
.
To Be Continue
.
.
A/N: YEAAAH~ ff ini dibuat karena nggak sengaja dengerin lagu-lagu yg dulunya nemenin gue ngetik ff Spring Devil, antara kangen n males tapi pas dengerin Best Wishes to you-nya The One malah nggak bisa tahan pengen buat sequelnya.
Padahal janjinya buat sequel JONSOM ya? yaudeh terlanjur. XDD jadi ini gimana? Lanjut? Atau udah ending aja sampe disini jadi one shot?
