Run
….
..
Kelihatannya mudah, tapi, aku harus lari dengan kakiku sendiri.
.
Kurasa kau pasti bisa membayangkan bagaimana reaksi Baba dan ibu tiriku waktu mobil polisi berhenti di depan rumah kami dan keluarlah.. yah, aku. Dengan seragam compang-camping dan muka babak belur.
Penampilanku saat itu mirip aktris dalam film tentang dunia yang porak-poranda sehabis kiamat. Aku masih bisa menutup bagian atas tubuhku dengan almamater biru tua sekolahku, sementara, rokku nggak tertolong lagi, potongannya benar-benar pendek.
Astaga, Baba marah besar. Dan salah satunya karena baju-bajuku yang rusak.
Yang menarik, Zi Tao lebih marah lagi. Menarik karena, tentu saja, ia kan bukan orang tua kandungku.
Seharusnya kaulihat bagaimana ia memarahiku habis-habisan di ruang tamu. Karena tentu saja aku harus menjelaskan kepada mereka apa yang kulakukan di arena tempur para pelajar nakal ketika mereka sedang perang, padahal seharusnya saat itu aku berada di sekolah.
Aku tidak suka kalau harus pulang cepat. Malas melihat Zi Tao, istri ayahku dan anak mereka HuaiBai. Percaya tidak? Ternyata ayahku diam-diam berselingkuh. HuaiBai hanya berbeda dua tahun lebih muda dari usiaku. Mama yang malang. Tanpa didampingi baba ia meninggal saat mati-matian melawan kanker rahim yang dideritanya.
Itulah kenapa aku membenci mereka.
Saat berjalan-jalan tanpa tujuan sebelum pulang, aku terjebak dalam pertempuran menegangkan, namun, mengasyikan. Tidak menyangka kalau aku bakal diseret-seret dan dijadikan tawanan mereka, padahal, jelas-jelas seragamku menunjukan aku bukan siswi dari salah satu kubu. Hingga polisi datang, membubarkan mereka, sementara aku digiring ke mobil polisi, mereka mengerti kalau aku hanya korban tidak berdosa.
Dan alih-alih disambut hangat oleh keluargaku, aku malah dimarahi habis-habisan.
Aku nggak bercanda. Zi Tao marah banget. Katanya sebagai wanita aku harusnya langsung pulang, membantu pekerjaan rumah. Aku nggak boleh bergaul dengan lelaki brengsek semacam mereka. Padahal, rumah kami punya para pelayan yang membantu urusan rumah, untuk apa aku pulang cepat kan? Dan aku pun nggak bergaul dengan mereka.
Sejak Mama meninggal aku memang jadi rada bandel : a) aku suka nggak menuruti apa kata mereka b) aku memperlakukan HuaiBai seburuk yang kubisa c) aku makin sayang sama Canliu–anjing puddle yang diberikan Mama saat ulang tahunku yang ke lima belas d) aku sering kabur saat acara keluarga, aku, pada intinya, tidak diinginkan dirumah ini. Dan aku membenci mereka semua.
"Seharusnya kau menuruti apa yang kami katakan. Wu Baixian" Kata Baba, walau ia terlihat sama marahnya dengan Zi Tao, tapi aku masih bisa merasakan kecemasannya "Kau jadi gadis nakal"
Cukup sudah. Aku berdiri, menatap nyalang pada baba yang terkejut melihat sikapku. "Aku benci kalian" kataku, datar, dan penuh penekanan. Bunyi tamparan menggema keras dan mengagetkan kami, khususnya aku, yang jadi korban tamparan Baba. Panas, perih, dan hatiku terluka makin dalam.
Aku menatap baba dengan mataku yang basah. Baba tidak terlihat meyesal, ia hanya sedikit terkejut. Aku berlari keluar, mengabaikan panggilan-panggilan Zi Tao dan HuaiBai.
.
.
.
.
Aku nyaris meloncat kegirangan saat bibi Yixing mengatakan padaku ia akan mengurus kepergianku ke Korea.
Meminjam ponsel milik Xiumin aku menelpon bibi Yixing. Wanita cantik dengan mata sayu dan rambut hitam berkilau itu bibi angkatku dari keluarga Mama. Ia menikah dengan seorang pengusaha kaya dari Korea. Lama setelah itu, aku baru menghubunginya sekarang. Senang mendengar ia dan keluarganya baik-baik saja.
Xiumin menghampiriku, lalu duduk di kasurnya, tepat disebelahku "Untunglah kau menyimpan bajumu disini dan juga.. masih punya uang untuk pergi kerumahku" gadis itu mengupas pisang yang dibawanya "Omong-omong kau benar-benar mau ke Korea?"
Aku mengangguk, memasang pose berpikirku "Canliu kubawa tidak ya?" tanyaku, Xiumin menghabiskan pisangnya sebelum menjawab, "Kau mau balik ke rumahmu, begitu?"
Benar juga. Akhirnya aku hanya menidurkan tubuhku di kasur Xiumin. Merasa sangat lelah
.
.
.
Esoknya bibi Yixing langsung mengirim tiket pesawat ke rumah Xiumin. Gadis itu rela bolos sekolah hanya karena mau menemaniku ke bandara. Kami saling berpelukan, merasa sangat sedih karena akan berpisah beratus-ratus kilometer jauhnya. Aku akan sangat merindukan pipi bapaonya.
Yang membuatku lebih sedih adalah Baba sama sekali tidak mencariku. Seharusnya beliau tahu kemana tujuanku kalau aku pergi dari rumah. Namun, ia sama sekali tidak menghubungi Xiumin –ponselku disita baba seminggu yang lalu kalau kau mau tahu. Dan ini membuatku merasa, meninggalkan tanah kelahiranku, adalah keputusan terbaik.
"Kalau nanti kau punya pacar beritahu aku" Xiumin terkekeh, ia juga, sedikit terisak "Pasti. Aku akan menghubungimu kalau sudah punya nomer baru"
Lalu, kami berpelukan lagi sebelum aku benar-benar memasuki pintu keberangkatan.
.
.
.
Taksi yang kutumpangi dari bandara memasuki jalan masuk perumahan elit di daerah Cheondam-dong. Aku tidak menghubungi bibi Yixing saat sampai, aku tidak bisa menghubunginya, lagi, aku juga sungkan kalau ia harus menjemputku di bandara.
Bibi Yixing juga memberiku beberapa ratus won bersama tiket yang dikirimkannya. Mungkin, ia sudah mengira aku bakal naik taksi, kerena, ia juga memberikan alamat rumahnya. Penjaga pintu hanya melambai pada kami, mempersilahkan kami masuk. Aku turun di depan sebuah rumah yang kelihatan tidak besar, tapi, tampak sejuk dan nyaman.
Aku berdiri di depan rumah bibi Yixing. Dengan tas ransel sekolahku yang berisi sisa bajuku di rumah Xiumin, T-shirt hitam, celana jeans dan.. almamater sekolahku. Seseorang dari dalam rumah bibi Yixing menghampiriku, dilihat dari sergamnya pria itu mungkin penjaga rumah bibi Yixing.
Penjaga itu tersenyum kearahku ,"Wu Baixian?"
"Ya" kataku, sejurus kemudian "Silahkan masuk nona" penjaga itu membukakan pintu, mempersilahkan gadis dengan pakaian aneh sepertiku masuk.
.
.
.
"Baixian?" bibi Yixing menghampiriku, ia lalu memelukku erat. Aku bisa menghirup wangi tubuhnya yang tidak berubah. Wanita itu kemudian menggiringku duduk di kursi besar ruang keluarganya. Perkiraanku salah, saat tahu, rumah ini terasa lebih besar di dalam. Kesan china klasik dipadu dengan unsur budaya lokal korea terasa jelas. Bibi Yixing memang penyuka sesuatu yang berbau tradisional, ia sering banget pergi ketempat-tempat bersejarah.
Aku membungkukan tubuhku saat disana juga ada Kim Joonmyeon, suami bibi Yixing. Pria itu tampan namun tingginya hanya sedikit melebihi bibi Yixing. Paman Joonmyeon tersenyum padaku, ia mempersilahkanku duduk.
"Jadi Baixian bagaimana si bodoh Yifan mengusirmu sayang?" bibi Yixing kembali dari dapur dengan secangkir teh dan beberapa kue, ia memberikannya padaku. Aku meminum teh itu sebelum bercerita, kataku, "Ia menamparku bi."
Bibi Yixing tampak kaget, wajahnya jadi merah padam, itu biasa terjadi saat ia merasa benar-benar marah "Aku sudah bilang pada Luhan jangan menikahi pria itu, tetap saja, dasar," bibi Yixing mendekatiku, memeriksa pipiku. "Baixian yang malang tinggal lah disini. Kami akan mengurusmu"
Bibi Yixing kelihatannya sudah punya pikiran-pikiran buruk tentang bagaimana cara mengebiri baba. "Aku mau saja. Tapi bibi aku tidak bawa apapun"
"Soal mudah Baixian, kami bisa mebelikanmu sekarang juga, sebanyak yang kau mau, semua yang kubutuhkan, katakan saja."
"Terima kasih paman, bagaimana dengan sekolahku?"
Paman Joonmyeon dan bibi Yixing saling menatap, sepintas, tampak terpekur. "Baixian, Luhan sebenarnya tahu Yifan berselingkuh darinya, jauh sebelum kau mengetahuinya. Saat itu kau baru dua tahun"
Bibi Yixing lalu melanjutkan lagi, "Luhan diam-diam mengubah akta keluarga kalian, hanya ada kalian berdua. Ia menitipkannya padaku, juga berkas-berkasmu semua dititipkan padaku. Luhan takut kalau-kalau Yifan akan mengambilmu darinya"
Ini sesuatu yang baru ku ketahui, aku tahu Baba berselingkuh sebulan lalu saat Mama meninggal. Baba menghampiriku dan memberitahu kalau ia akan menikah lagi, bersama selingkuhannya. Tidak terpikirkan kalau Mama juga mengetahuinya, jauh sebelum aku "Apa… baba ta..hu?" tanyaku, lambat-lambat, sambil menghabiskan teh dalam genggamanku, sekedar membuat ku sedikit tenang.
"Tidak. Tahu apa ia? Sialan aku benar-benar ingin membunuhnya" Bibi Yixing menggertakan gigi-gigi rapihnya, ia terlihat benar-benar marah. Paman Joonmyeon bangkit menghampiri kami dan mengelus punggung bibi Yixing, aku jadi iri, aku tidak pernah melihat baba memperlakukan Mama seperti ini.
Katanya, "Namamu jadi Wu Baekhyun. Luhan tidak berani mengubah margamu, ia mencintai Yifan. Yifan terlalu bodoh untuk menyadarinya" Paman Joonmyeon lalu mengusak rambutku, hal yang selama ini tidak pernah ku dapatkan dari baba, akhirnya kudapatkan, dari orang lain. Kalau kau tanya aku bagaimana rasanya, sangat sedih.
.
.
.
.
Bukan main. Paman Joonmyeon memang benar-benar luar biasa. Ia membelikanku satu toko Loui's Vouiton. Barang-barang yang cocok untukku semuanya dibeli paman Joonmyeon. Tidak perlu repot-repot, LV sendiri yang datang pada kami, mereka membawakan barang-barang yang memang cocok untukku. Luar biasa senangnya.
Selain tentang baju serta perlengkapan lain yang bisa disediakan LV, paman Joonmeon juga mendatangkan kasur queen size, kasurnya empuk dan nyaman. Sekejap, ruangan kosong dan besar di sebrang kamar paman Joonmyeon dan Bibi Yixing –yang bakal jadi kamarku, sudah terisi. Aku juga nggak perlu menata ruangan ini lagi, pelayan rumah sudah melakukannya. Bibi Yixing tahu aku suka banget sama langit. Desainnya dibuat dengan seleraku.
Dan Dalam waktu yang benar-benar singkat. Kamar ini jadi lebih hebat daripada kamarku di China sana, hanya saja, tidak ada fotoku dan Mama.
"Baixian?" bibi Yixing masuk dengan sebuah pigura besar bersamanya, menginterupsiku dari kegiatan mengagumi kamar baruku.
Bibi Yixing lalu menggantungkan pigura itu di sepetak tembok sebelah meja riasku. Ia tersenyum menatapku yang hanya bisa mengigit bibir.
"Kau pasti merindukan saat itu.." katanya, menghampiri, dan memelukku erat.
Aku mengangguk dalam pelukannya , tidak terasa air mataku jatuh. Pigura yang digantungkan bibi Yixing berisi foto Baba, Mama, aku, lalu, Paman Joonmyeon, bibi Yixing, dan anak mereka. kalau tidak salah ingat namanya Shixun. Saat itu jadi saat paling bahagia dalam hidupku, walau masih satu tahun, aku bisa mengingat jelas bagaimana keadaan saat itu.
Kau ngerti, kan? Mengenang sesuatu kadang bikin nggak enak hati. Omong-omong, sekarang hampir tengah malam, dan aku belum melihat Shixun. "Aku belum lihat Shixun" pelukanku dan bibi Yixing terlepas, kami mengusap air mata masing-masing. Dan, Bibi Yixing terlihat kesal saat aku menyebut nama Shixun.
"Ia tidak disini. Anak itu bilang ingin hidup mandiri" ujarnya, sedikit jengkel "Ia membeli apartemen dan tinggal disana, karena itu, aku senang sekali saat kau bilang akan kesini"
Aku terkekeh, Shixun anak bibi Yixing satu-satunya, kupikir ia memang merindukan kehadiran seorang anak. Terlihat dari bagaimana cara bibi Yixing memperlakukanku.
"Istirahatlah Baixian, kalau mau besok kau sudah bisa sekolah, Joonmyeon sudah membereskan semua keperluanmu" Bibi Yixing lalu mengecup keningku, ia pergi keluar kamar. Meninggalkanku yang masih tercengang dengan segala yang kuterima hari ini.
Paman Joonmyeon dan bibi Yixing… luar biasa hebatnya.
.
.
.
.
Kurang dari satu jam sejak aku menginjakan kaki di Yonsei Academy aku sudah jadi murid populer. Masalahnya, murid baru mana yang datang dengan mobil BMW keluaran terbaru dan semua yang dipakainya barang LV? Kurasa, aku lah satu-satunya. Paman Joonmyeon melupakan seragamku, pria baik hati itu hanya memberiku buku-buku pelajaran, tidak dengan seragam.
"Wu Baekhyun." seruku, saat mengenalkan diriku didepan kelas. Aku nggak bermaksud sombong, serius. Tapi aku belum terlalu lancar berbahasa korea, berbicara di depan orang banyak begini membuatku agak minder. Jadi, kurasa tatapan kurang bersahabat yang dilemparkan teman-teman sekelasku, sama sekali nggak pantas aku dapatkan.
Tapi, mau bagaimana lagi? Mereka nggak mengerti. Dan kesan keren yang kutunjukan saat pertama kali datang –yang pastinya bikin sirik– menambah parah semuanya. Yang beruntung adalah, aku nggak keteteran untuk mengikuti cara belajar mereka, aku menyelesaikan semuanya dengan tepat. Kupikir, ini berkat baba yang mendidik keras diriku.
Jauh di dalam diriku, sebernarnya aku merindukan Baba.
Namun, kenyataan kalau Baba tidak merasakan perasaan sama dengan yang kurasakan, menampar telak diriku. Dan, menjadi salah satu alasan aku perlu membebaskan diriku dari segala perasaan menyesakkan yang membuatku kesulitan bernapas tentang pria yang paling berjasa dalam hidupku itu. Inilah tujuanku pergi ke Korea. Negara ini tidak ada hubungannya dengan Baba, aku berharap bisa mengurangi sedikit perasaan menyedihkan itu disini.
"Baekkie kau melamun?"
"Ah tidak… Kyungzhu"
"Kyungsoo Baekkie, soo bukan zhu"
Kyungzhu, maksudku Kyungsoo seorang gadis bermata bulat yang duduk di sebelahku. Tempat dudukku sendiri ada di pojok belakang dekat jendela, di depanku ada seorang murid lelaki berambut hitam berkilau yang sedikit aneh untuk ukuran rambut seorang lelaki, mengingatkanku dengan… siapa ya?
"Omong-omong China itu bagaimana sih?" ujar Kyungsoo, gadis itu duduk di atas mejaku, kelas kami hanya tersisa beberapa murid, yang lainnya sudah pergi ke kafetaria. Kelihatannya, ia nggak terlalu mempermasalahkan kesalahan pengucapanku, bahkan untuk namanya sendiri.
"Tidak jauh beda. Hanya sedikit lebih sesak" kataku. Kyungsoo mengangguk, lalu tangannya mencolek-colek punggung lelaki yang tadi kusebutkan. Ia berbalik, memandang Kyungsoo tidak suka.
"Apa soo? Kau nggak lihat aku lagi sibuk?" katanya, dilihat dari depan ternyata, ia ganteng juga.
Bukan berarti aku langsung suka begitu saja padanya, lho.
Kyungsoo mengedip. "Baekhyun cantik kan?"
Ia mengangkat alisnya, memandang Kyungsoo seolah gadis itu mengatakan kalau mawar sebenarnya berwarna biru. "Tentu saja, ia wanita" jawabnya, lalu berdiri dan melangkah keluar sambil membawa map hijau yang entah berisi apa bersamanya.
"Kim sinting Sehun" Kyungsoo mendesis, "Kau lihat kan? Ia nyebelin banget. Kim Sehun harus dihindari Baekhyun"
.
.
.
TBC
H E LL O ma first story about SeBaek. Aku udah lumayan lama jadi shipper mereka, dan seneng banget akhir-akhir ini banyak moment mereka hohoho
Last review please?
