desclaimer: Semua karakter kuroko no basuke itu punya om Fujimaki Tadoshi kalau mereka punya saya mah udah dari dulu saya jadiin Nijimura no basuke hehe..

warning: Shounei ai, AU, OOC. Apalagi? Adegan berdarah, tembak-tembakkan, bakal ada karakter dengan codename. Kise!sadis, Oreshi. Akan ada sedikit adegan ranjang. Kalimat kasar membawa kebun binatang akan bertebaran disini.


Ini Jepang, tapi panasnya melebihi neraka. Tangannya mulai bergerak gusar berusaha meminimalisir panas ke arah leher, tapi sepertinya sangat percuma. Tidak menghasilkan angin sesuai keinginan. Sekarang sudah jam berapa? Sampai kapan dia menunggu di depan bandara? Kise Ryouta tidak tahu, tidak paham dan tidak mengerti sama sekali. Terutama pemikiran senpai-nya yang nyentrik itu. Apa mungkin ia terlalu sibuk karena tugas-tugasnya sapai menjeput Kise saja menjadi lama? Oh, ingatkan Kise untuk meledakkan kepala pria itu nanti.

Kise sudah hampir kehabisan kesabaran dan akan menghancurkan bandara jika saja mobil ferrari berwarna hitam mengkilap tidak parkir asal di depannya.

Jendela dibuka menampilkan sosok pria berambut klimis tersenyum tak berdosa pada Kise. "Sudah lama? Oh maaf, aku ada kepentingan."

Manik topaz itu hanya mengerling bosan mendengar alasan Moriyama Yoshitaka, "aku sudah hapal, senpai. Alasanmu tidak berlaku padaku, maaf saja," gumam Kise menarik koper ke arah bagasi mobil dan memasukkan barang bawaannya. Mengabaikan ucapan maaf dari Moriyama.

Mobil tersebut melaju pelan menyusuri jalanan Tokyo yang sepertinya tidak pernah sepi. Pemandangan gedung-gedung dan pejalan kaki terlihat lewat jendela mobil yang dijadikan Kise sebagai sadaran lengan. Sudah tiga tahun dia meninggalkan Tokyo, Jepang, tapi rasanya tetap masih sama. Tidak banyak berubah.

"Bagaimana di sana?" Pertanyaan Moriyama menjadi awal obrolan mereka, dari tadi lagu-lagu radio lah menjadi pengisi mobil mewah milik sang pria.

"Di mana? Selama tiga tahun aku diberi banyak misi. Tidak hanya pada negara yang terakhir kau ketahui, senpai."

Moriyama terkekeh, melupakan fakta sudah bertahun-tahun Kise berpergian. Jika itu bukan sebuah misi, bisa saja Kise sudah berkeliling dunia dalam waktu tiga tahun.

"Ceritakan saja apa yang kau ingin ceritakan, Kise. Daripada sepi. Aku merinding melihatmu jadi pendiam."

Tawa kering mengisi mobil, entah mengapa Kise baru sadar kalau menit-menit terakhir tadi dia diam saja. "Kau menyindirku, ya?"

"Kau merasa kusindir? Tidak masalah."

Dengusan keluar dari hidung pemuda pirang sebelum menlanjutkan kalimatnya tadi. "Hmm ... Mana dulu yang harus kuceritakan? Ah, Italia itu ternyata banyak mafianya, ya? Aku sempat mendapat kesulitan di sana. Di Monaco, walau negara kecil tapi akses penyelundupan dipermudah tidak ada bedanya dengan di Mexico."

"Kau bawa oleh-oleh tidak?"

"Hei, sempat-sempatnya bertanya soal oleh-oleh. Aku ini hampir mati tau di Russia. Tidak elit sekali." Gerutuan Kise ditanggapi tawa puas Moriyama dan langsung mendapat lirikan sinis dari sang korban. Sungguh baik sekali seniornya satu ini.

Obrolan berlanjut diselingi tawa atau ledekan Moriyama pada akhirnya perjalanan ditunda saat Kise mengeluh lapar.

"Traktir aku!"

Mendapat todongan seperti itu membuat Moriyama tidak terima. "Hei! Kenapa aku?!"

"Senpai sudah membiarkanku berdiri di bandara berjam-jam tau! Ganti rugi!"

"Terserah." Mereka melangkah bersama menuju sebuah restoran sushi pinggir jalan, namun ditengah jalan dia berhenti dan menepuk dahinya keras, Kise ikut berhenti melihat seniornya nampak aneh.

"Ah, jangan bilang—"

"Maaf saja, sayangnya memang iya." Kise mendengus ketika Moriyama berlari balik ke mobil untuk mengambil benda berisi lembaran uang. Tanpa itu, mana bisa mereka membayar. Selalu saja seniornya ceroboh. "Oh ya Kise, berdoa ya semoga aku bisa kembali. Bisa saja kan aku melarikan diri," ujar Moriyama sebelum menjauh.

"Ya, silahkan. Aku akan mendoakanmu tertabrak," celetuk Kise dan Moriyama seperti biasa hanya terkekeh geli.

Dari jarak sepuluh meter Kise masih bisa melihat Moriyama masuk ke mobilnya sibuk mencari dompet yang pasti asal diletakkan. Kemudian pria berambut klimis itu tersenyum lebar sembari melambaikan tangan menggenggam dompet, seolah berkata bahwa ia berhasil dan tidak usah khawatir soal bayaran. Ah dasar. Bercanda terus.

Kise sudah akan berlari menyusul dan memaksa Moriyama mempercepat langkah jika saja―

DHUAR!

―mobil ferrari hitam itu meledak. Cukup keras hingga serpihannya melayang kemana-mana. Kise menunduk untuk melindungi kepala, sedang manik topaznya membulat tak percaya apalagi ketika menatap mobil yang kini tengah terkobar api.

Seniornya tadi masih disana. Moriyama belum keluar dari mobil setelah dia melambai pada Kise.

Dan kesimpulannya sudah jelas. "Halo, ini Scapino. Ingin melapor jika Moriyama-senpai gugur."

Selamat datang untuk kehidupan baru Kise Ryouta yang jauh lebih mengerikan dari sebelumnya.


.

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujumaki

.

Commedia dell'Arte adalah sebuah drama jalanan berasal dari Italia yang tidak diketahui milik siapa dan Scapino, Brighella dll adalah nama-nama anggotanya. Saya hanya meminjamnya tanpa maksud mengambil keuntung apapun.

.

.

'Lungo Viaggio'

.


Pria bertopeng hitam yang duduk di belakang meja besar itu tengah menatap pemuda pirang di depannya. Lima menit lalu dia datang dan belum ada obrolan apapun. Si pirang sendiri, Kise Ryouta, tidak berminat membuka suara apapun. Kematian seniornya beberapa jam tadi cukup mengguncangkan jiwanya. Padahal dia baru menginjakkan kaki ke Jepang.

"Scapino." Kise mengangkat kepala menatap langsung melewati topeng sang ketua pada mata onyx tajamnya. "Sebelumnya, kuucapkan selamat datang di Jepang."

Anggukan sekali menjadi jawaban, "terima kasih, Il Capitano."

"Dan aku ucapakan untuk kedua kalinya, selamat datang di Commedia dell'Arte." Ada senyum manis dibalik topeng merah-oranye itu meski tertutupi. "Itu pasti adalah kalimat penyambutan dari Il Dottore, maaf dia tidak bisa menyambut kepulanganmu."

Kise mengangguk mengerti, paham betul kalau pemimpin kelompok mereka ini memang jarang menunjukkan diri dihadapan semua anggota Commedia dell'Arte kecuali Il Capitano.

"Ah ya, aku turut berduka atas kematian seniormu, Scapino. Kita pasti bisa menemukan pelakunya. Jadi," Il Capitano menggantung kalimatnya hanya untuk mengubah posisi bersandar ke kursi. "Sudah tahu 'kan alasan kenapa kau kuperintahkan pulang ke Jepang?"

"Maaf, Il Capitano, tapi aku benar-benar tidak tahu alasan yang sebenarnya."

Terdengar suara kekehan dari pria berambut hitam walau samar. "Singkatnya, Il Dottore ingin menyatukan kalian."

"'Kalian'?"

"Anggota Commedia yang lain, kau akan segera tahu nanti."

"Kenapa? Bukannya sudah biasa bertugas sendiri-sendiri?" sela Kise masih tidak paham. Dari awal dia di rekrut oleh Il Capitano selalu diberi misi tunggal ke seluruh dunia, tapi kenapa mendadak begini?

"Hahaha ... Aku belum menjelaskannya padamu, ya? Memang begitu, Scapino. Sebagai uji coba kau akan diberi tugas ke luar negeri dan kembali setelah aku rasa kau pantas berada di sini. Bersyukurlah kau lulus, kalau tidak mungkin kau kembali hanya tinggal nama," kata Il Capitano lancar seolah mereka tengah membicarakan berita belaka. Alih-alih yang dibicarakan adalah soal nyawa.

Alis di balik topeng oranye itu naik sebelah, tidak menyangka jika semua ini hanya ujian saja untuknya yang dulu hanya seorang pemuda biasa.

"Tapi Il Capitano, aku tidak biasa bekerja sama dengan lainnya."

"Aku akan memperkenalkanmu pada yang lain, jangan khawatir, kau pasti bisa membiasakan diri," kata pria berambut hitam legam itu beranjak dari kursinya, mengajak Kise mengikuti. Mereka melangkah sejajar menuju entah ke mana. Membuat Kise agak gugup sebenarnya, ini pertama kali dia melangkah bersama sang wakil.

Mereka berdiri di depan pintu ganda besar, dalam dua kali ketuk pintu terbuka lebar. Sebuah ruangan terlampau luas. Barang-barang antik dipajang rapi di dalam, ada meja bilyar, meja poker dan sebuah grand piano dipojok ruangan bercat coklat-hijau tua itu. Lantai dilapisi karpet merah gelap terbentang seluas ruangan. Di dalam ada beberapa orang sedang menunggu.

Kise tidak mengenal mereka tapi dia tahu jika para lelaki beraneka warna topeng di depannya ini juga memiliki pangkat sama, para petinggi Commedia dell'Arte.

"Ada apa, Il Capitano?" tanya seorang lelaki bertopeng merah dan berambut senada duduk di salah satu sofa tunggal. Berbeda dengan lainnya yang sudah berdiri tegap memberi hormat pada pemimpin mereka sedangkan ia sendiri hanya mengangguk.

"Seperti biasa ya, Sandroneah, hanya ingin memperkenalkan petinggi lain yang belum kalian kenal. Dia baru saja bergabung dengan kita, makanya kalian belum mengenalnya," ujar Il Capitano menatap satu per satu bawahannya.

Lelaki bertopeng biru tua tengah memegang stick bilyar bersiul memperhatikan si Anak baru.

"Tumben ..." Suara lebih malas terdengar dari lelaki bertopeng ungu tua, mulutnya masih penuh makanan tanpa susah-susah menelan dulu sebelum berbicara.

Il Capitano hanya melempar senyum singkat pada salah satu pemuda bertubuh paling tinggi. Scapino berani bertaruh tingginya lebih dua meter. "Silahkan berbagi cerita dengan Scapino." Pria penebar senyum itu akhirnya keluar dari ruangan, menyisakan enam pria di dalam.

Seperginya Il Capitano mereka melepaskan topeng keramik yang sama berat dengan milik Kise tanpa perlu khawatir akan identitas diri yang setahu Kise sangat dijaga meski sesama rekan.

"Hei, kenapa kalian melepaskan topengnya? Tidak takut―"

"Kise Ryouta, ya?" Kalimat pemotong dari pemuda perambut hijau―Brighella menyentak Kise. Bagaimana dia tahu namanya? "Jangan heran, kami sudah mengenal satu sama lain jadi tidak perlu ada yang namanya curiga soal identitas dan aku juga sudah tahu tentangmu. Jadi, silahkan lepas topengnya."

"Iya, lagipula topeng ini beratnya tidak main-main." Arlecchinolelaki berambut merah bergradasi hitam itu menimpali. Tangan mengenggam topeng berwarna hitam bergaris merah dan seolah akan membantingnya hingga pecah, memang itu keinginannya jika tidak ingat harga satu topeng.

"Heh? Tap-tapi―"

"Aku Akashi Seijuurou," lelaki yang tadi dipanggil Sandrone memperkenalkan diri, tersenyum memberi salam. "Aku harap, kau tidak mencoba menghalangi kami. Karena meski kita teman, tetap saja yang namanya rival di Commedia itu diwajibkan. Jangan heran kalau tiba-tiba ada serangan dadakan dari teman sendiri."

Kise mengerti sekarang, bekerja sendiri itu lebih baik daripada bersama-sama. Apalagi dengan para petinggi Commedia dell'Arte ini.

.

.

.

Berteman dengan Kise Ryouta itu semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi jika sudah tahu bagaimana sifatnya. Tapi bagaimanapun dirimu mengenal Kise, tidak mungkin akan paham dan mengerti dia sedalam-dalamnya. Siapa yang menyangka pria penebar senyum ratusan dollar ini adalah seorang pembunuh bayaran. Profesi model hanya kedok saja untuk mempermudah misi.

Berbeda dengan anggota Commedia sendiri yang rasanya ingin menembak Kise menggunakan M16 karena tingkah kekanakannya kalau sudah melepaskan topeng lantas topeng dirinya sendiri terpasang apik.

"Apakah di sini hanya ada tujuh orang, Scaramuccia?" tanya Kise ditengah acara meminum kopi mereka di ruang luas tempat mereka bersama.

Dua bulan berlalu dan semudah waktu berputar Kise satu per satu mulai mengenali rekannya yang beraneka ragam sifatnya ini.

Takao Kazunari―Scaramuccia mengangkat kepala menatap Kise, kemudian dia tertawa keras seperti biasa menanggapi obrolan orang. "Sebenarnya ada satu orang lagi, tapi kau tidak akan sadar kalau tidak diberi tahu."

Hidung Kise mengerut bingung dengan ucapan Takao. Apa maksudnya?

"Pantalone!" Takao berteriak entah pada siapa karena Kise sendiri tidak melihat siapapun diantara Midorima, Aomine atau lainnya melangkah mendekat. Dan siapa itu Pantalonne? Kise baru pertama kali mendengar namanya.

"Ya, Takao-kun."

Mendadak bulu kuduk Kise meremang ngeri mendengar suara datar tertangkap pendengarannya. Tepat di samping kanan, namun ketika dia menoleh Kise tidak menemukan siapapun. Lirikan horor tertuju pada Takao yang menahan tawa. "Yang benar saja! Di mana yang namanya Pantalone? Sangat tidak lucu, Takaocchi. Dan dimana kau Pantalone!"

Kagami Taiga yang biasanya memakai topeng hitam bergaris merah sebagai tanda dia Arlecchino itu menghentikan kegiatan mengunyah burger. Dia melirik ke arah Kise dan berujar setengah berteriak, "di samping kirimu, Kise!"

Sang Scapino berani bersumpah! Ketika ia menoleh ke kiri tidak ada siapapun berdiri disana! "Kagamicchi!"

"Sebelah kanan." Aomine Daiki ikut berseru dari sofa.

"Berhenti menggoda Kise-kun, kalian bertiga. Kise-kun, aku ada di depanmu. Sebelah kanan Takao-kun."

"Hah?!" Kepalanya mendongkak melihat ke arah kanan Takao, melihat ada sesosok pemuda lain berdiri disana membuat Scapino menjerit kaget bercampur horor, sukses terjungkal ke belakang.

Jatuhnya Kise berhasil membuat seisi ruangan tertawa terpingkal, kecuali Midorima dan Akashi yang hanya mendengus geli.

"Siapa kau?!"

"Ya 'kan?" tanya Takao pada temannya yang masih tertawa memegang perut. Kise sudah tidak bisa menahan malu dan langsung berdiri, mencengkram geram kemeja putih pemuda berambut biru itu hingga dia berjinjit.

"Apa maksudmu hah?!"

"Oi oi oi―Kise, tidak perlu seperti itu. Kuroko memang memiliki hawa keberadaan tipis. Jadi tidak heran kalau kau akan terkejut begitu melihatnya, seperti habis melihat hantu." Takao tertawa keras berhasil mengerjai rekan baru mereka. "Tapi tidak juga sambil menodongkan senjata, 'kan?"

Kise menatap lengannya sendiri yang sudah siap mengeluarkan glock miliknya dari balik kemeja kemudian beralih menatap Sang Pemuda berambut biru dengan mata senada menatap balik. Selalu saja dia kelepasan. Ia lantas mendecih dilepaskannya kasar cengkramannya pada kemeja Pantalone.

"Maaf," ujarnya tidak ikhlas masih menganggap jika semuanya adalah salah pemuda ini, padahal sudah jelas yang menodong pistol dia sendiri.

Pintu besar terbuka tiba-tiba secara tidak sabaran menyentakkan Scapino yang masih belum terbiasa di kelompok ini dan siap memasang kembali topengnya. Seorang gadis berambut merah muda masuk langsung mendapat bentakan sinis Burattino.

"Maaf, maaf, kebiasaan." Dia terkekeh mengabaikan si pemuda biru masih mengomel yang akan berlanjut kalau siku Arlecchino tidak menghantam perutnya.

"Ah Kicchan―ups, maksudku Scapino." Buru-buru menutup mulut ketika sadar sudah mendapat lirikan dari Sandrone. "Ada misi untukmu."

"Hah? Misi apa, ssu?" tanya Kise.

Gadis berambut merah muda―Tartaglia menyerahkan sebuah tablet ke Scapino, menunjukkan deret email dari wakil pemimpin mereka. Tertulis dengan bahasa inggris di sana jelas dari siapa target mereka, motif dan informasi lainnya. Sudah menjadi tugas satu-satunya gadis di kelompok berbahaya ini untuk menyampaikan misi-misi pada temannya dan mencari informasi, menge-hack sistem juga menjadi tugas tambahan. Tartaglia biasa berada di balik layar, membantu Commedia dell'Arte tanpa mengangkat senjata.

"Juga, misi ini dilaksanakan dengan Pantalone." Diucapkan Tartaglia dengan riang, kepala berhela merah muda bergerak liar mencari sosok pemuda berambut biru muda.

"Pantalone?" Entah ini takdir atau kesialan untuk Kise, baru saja dia hampir membunuh pemuda bernama asli Kuroko Tetsuya itu sekarang dia harus bekerja sama dengannya. Perasaannya sendiri tidak yakin pada Kuroko jika dilihat dari perawakan. Terlalu lemah. "Tidak salah pilih? Hei, Sandrone memang tidak apa-apa?"

Akashi Seijuurou beralih sekilas dari papan shogi. "Percayalah, Scapino. Pantalone bisa diajak kerja sama."

Demi Tuhan, Kise tidak percaya ini.

.

.


.

.

Mobil merah tersebut menyusuri jalan dengan kecepatan sedang, sedikit menikmati suasana kota Tokyo di malam hari yang sudah lama tidak dilihat Sang Pengemudi. Tanpa sedikit terusik bunyi berisik dari rekan di sampingnya. Sudah sepuluh menit semenjak mereka meninggalkan 'rumah', tidak ada satupun dari keduanya mau membuka suara. Kise Ryouta yang bingung mau bicara apa, dan Kuroko Tetsuya yang dasarnya adalah pemuda pendiam.

Bosan dengan suasana hening yang tak biasa bagi orang cerewet macam Kise, pemuda berambut pirang itu mengerang. Melirik rekan baru dalam misi ini sibuk menyiapkan senjata, dari memasukkan peluru ke pistol, memasukkan senjata-senjata tajam ke tas mini, dan membaca rincian misi di tablet. Menyibukkan diri di dunia sendiri.

"Pantalone―"

"Panggil dengan nama saja, Kise-kun. Jika kita sedang tidak memakai topeng," potong Kuroko segera, mengangkat topeng berwarna putih ke hadapan Kise.

Kise mendesah gerah. Tidak menyangka jika Kuroko akan sama kakunya dengan Akashi Seijuurou. Tidak heran juga sih mengingat dari perkataan Brighella jika mereka adalah saudara yang dulu pernah terpisah. Sungguh sangat mendrama sekali.

"Kuroko-kun, bagaimana rencanamu, ssu?"

Sejenak gerakan menarik slide pistolnya terhenti, tampak berpikir dan sepertinya tidak menemukan rencana apapun untuk kali ini. Jujur saja, Kuroko biasa mengikuti. Bukan memberi instruksi.

"Entahlah, kalau kau sendiri?"

"Aku hanya berencana membunuh langsung saja ssu. Hehe ..." Kise terkekeh garing menertawakan rencana sendiri. Bagaimana lagi? Kise dari dulu memang biasa langsung bunuh tanpa harus merencanakan hal sulit-sulit.

"Bagaimana dengan penyusupan kita ke rumah target?"

"Kalau itu sudah kuatur ssu. Kebetulan sekali anak mereka adalah fans beratku. Jadi, aku sudah membuat janji dengannya."

Kuroko mengernyit mendengar tentang 'fans' dari mulut Kise. Bertanya-tanya siapa sebenarnya Kise ini? Maklum saja lah Kuroko baru mengenalnya tadi.

"Aku belum cerita, ya? Aku juga bekerja sebagai model, ssu."

Hanya bunyi 'oh' singkat sebagai tanggapan. Keduanya kembali terdiam.

"Memang kalau kau sudah di sana, kau mau apa?"

Kise tertawa, "mendekati anaknya, lalu ayahnya, bunuh semua dan selesaikan," lanjutnya sambil menarik sudut bibir membentuk seringai. "Misi ini terlalu mudah, kalau aku sendirian pasti juga cepat selesai, ssu."

"Aku tahu kenapa Il Capitano memerintahkan dua orang menyelesaikan misi ini." ujar Kuroko memasukkan magazine spring ke pistol. "Butuh seseorang untuk membuat klimaks menakjubkan."

Sebenarnya Kise ingin menanyakan apa maksudnya, tapi akhirnya mobil tersebut masuk dekat dengan rumah besar bergaya eropa. Rumah milik target. Dengan mudahnya mereka menyusup hanya melempar senyum pada para penjaga di depan dan mengatakan; 'katakan pada Tuan putri kalian, pangerannya datang.' Dan pintu terbuka lebar untuk mereka.

Kise memakirkan mobilnya di tempat parkir yang terlampau luas di halaman. Menyiapkan segala perlengkapan dan menyelipkan earphone ke telinga yang akan tertutupi rambut. Sebuah glock terselip di balik kemeja.

"Aku akan mengambil data yang diminta Il Capitano di ruang kerja target, Kise-kun bunuh lah target. Semoga sukses."

"Tu―" lagi-lagi Kise tidak bisa bertanya. Kuroko terlanjur keluar membawa topeng putih miliknya, memasang jati diri sebagai Pantalone. Sedangkan Kise hanya bisa menghela nafas panjang. Pada akhirnya misi ini dilakukan secara individu.

Disambar topeng oranye di dashboard dan memasukan ke saku dibalik jas. Setelah yakin pada penampilan, pemuda itu keluar. Memasang senyum palsunya.

Tidak disangka ternyata ada sekitar lima gadis menyambutnya. Pesta kecil-kecilan, ya.

"Kise-kun! Tidak kusangka kau benar-benar datang, memang kau tidak sibuk?" Seorang gadis berambut coklat mendekatinya dengan senyum cerah bahagia. Diikuti keempat gadis lain.

"Untukmu, apapun ku lakukan, My princess." Kise meraih lengan gadis berambut coklat dan mengecup pelan punggung tangannya, sontak membuat si gadis merona malu disusul jerit iri temannya.

"Ma-masuklah." Terlalu mudah. Tanpa dipaksa pun gadis bodoh yang sebentar lagi akan Kise bunuh juga ini membawanya masuk ke ruang tengah yang sudah dihias sedemikian rupa.

Mereka menghabiskan waktu disana sambil menyesap wine mahal, padahal para gadis ini masih kelas SMA. 'Che, dasar.'

'Scapino, kau bisa mendengarku?' Terdengar suara datar khas Kuroko dari earphone, menghentikan sejenak obrolannya. Lantas Kise pamit beralasan mengambil segelas wine lagi, alih-alih akan menjawab suara Kuroko entah di mana dia.

"Ya?" sahut Kise berbicara lewat microphone di balik kerah kemeja sembari menuangkan botol berisi cairan kekuningan cerah ke gelas berkaki. "Bagaimana?"

'Aku tidak menemukan target di mana pun.' Sudah sejauh mana Kuroko sekarang? 'Kata Tartaglia seharusnya dia sudah pulang dari Prancis.'

"Oh, akan kutanyakan pada anaknya, ssu. Lanjutkan tugasmu." Kontak mereka terputus. Memutuskan kembali pada gerombolan gadis yang Kise nilai terlalu glamour untuk usia sewajarnya. Tidak heran juga sih, mengingat mereka kaya juga berkat orang tua yang berhasil mengeruk uang rakyat.

Langkahnya pelan mendekati gadis yang sudah ditebak adalah putri tunggal targetnya sesuai data, dan secara tiba-tiba menyelipkan lengan pinggangnya. "Bisa kita bicara?" bisik Kise seseduktif mungkin langsung membuat tubuh si Gadis menegang.

"Ki-kise-kun?"

Kepalanya berputar menghadap Kise di samping kepalanya yang masih setia memasang senyuman. Menghasilkan desah iri gadis lain.

"Di kamarmu?"

Lagi, Kise bisa merasakan gadis dalam dekapannya merinding merasakan hembusan nafas yang sengaja ditiupkan di telinga. "U-umm... Bisa. Maaf ya, teman-teman. Kutinggal sebentar." Tanpa menjelaskan apapun keduanya pergi menaiki anak tangga menuju lantai dua, mengabaikan jeritan di bawah. Tanpa satupun orang sadari, si Model telah menyeringai puas.

Kamarnya terlampau luas dengan berbagai perabot mahal berwarna-warni menghiasi tiap sudut. Di tengah ruangan terdapat kasur king size penuh boneka beraneka jenis.

Dalam hati Kise bersiul melihat keadaan di dalam yang sangat menakjubkan. Apapun ada disini, terpenuhi untuk Sang Putri.

"Sayu." Gadis berambut cokelat yang dipanggil Sayu itu berhenti melangkah untuk semakin dalam membawa Sang Model ke kamarnya. Jantungnya berdegup kencang memikirkan segala kemungkinan menyenangkan bersama model yang mendadak meminta secara pribadi bicara dengannya. Sungguh luar biasa untuknya.

"Rumahmu sepi sekali, kau sendirian, ssu?" Bulu kuduknya meremang merasakan pundaknya yang tak tertutup apa pun dikecup oleh Kise Ryouta, pelan menuju leher. Membisikkan tiap kata dengan hembusan menggelitik. "Di mana ayahmu?"

"A-ayah?" Hingga rasanya dia tidak bisa mempertahankan lagi kaki tetap berdiri. "A-ayah―"

"Cukup disitu, Tuan."

Gerakan Kise berhenti ketika belakang kepala merasakan tekanan benda metal. Tidak hanya dia yang terkejut, gadis bernama Sayu pun ikut kaget, hampir saja dia menjerit.

"Ternyata benar kata, Tuan Taisuke, kalau hari ini akan ada seekor tikus menyusup cari mati. Yang sayangnya berhasil masuk perangkap semudah ini. Heh ..." Suara seorang lelaki terdengar dari belakang, meremehkan Kise―Scapino―masih dalam posisi memeluk Sayu.

Keputusan mengambil pistol ditahan namun pelukannya mengerat. Kise tertawa keras, memindahkan sebelah lengan ke leher si gadis. Mencekiknya hingga keluar suara pekik tertahan.

"Seharusnya kau menyerang saat aku sendirian, kalau begini sama saja kau mengumpankan benda berharga kalian ssu. Bodoh." kelakarnya menambah intensitas cekikan.

Lelaki di belakang punggungnya itu tertawa, semakin menekan pistolnya. "Lepaskan Nona." desisnya, sama sekali tak berpengaruh. "Atau kuledakkan kepalamu."

"Ledakan saja, dan akan ku potong leher gadis ini." Kise mengeluarkan sebilah pisau kecil dibalik lengan dan mengarahkan ke leher Sayu.

"To-tolong―"

Tidak ada yang tahu, seringai buas sang Scapino telah melebar sempurna. Ini seperti 'sekali dayung dua-tiga (bahkan sepuluh mungkin) pulau terlampaui', berhasil menyandera putri target dan Kuroko tengah mencari ruangannya. Dan betapa bodoh orang ini, dikira siapa yang ia hadapi. Sebab jika Kise kelepasan siapa dia sebenarnya, akan mempersempit ruang gerak nanti.

'Scapino?' Suara datar dari seberang terdengar lagi, 'aku sudah mendapatkannya'

Perfect!

'Tapi ada sedikit masalah di sini, akan ada baku tembak jadi siapkan dirimu.'

"Hahahaha ..." Tawa Kise menggelegar, tawa puas yang terdengar mengerikan bagi gadis disamping. Sedangkan si Lelaki dibelakang tampak mengernyit dan menambah kewaspadaan. "Ini terlalu mudah, ssu."

Dengan cepat Kise memutar tubuh dan meraih moncong pistol yang langsung meletus akibat tembakan dadakan, beruntung bisa dihindari hanya memecahkan kaca jendela di belakang Kise. Bukan kepalanya.

Tanpa persiapan lelaki berbadan jauh lebih besar dari Kise itu menerima tendangan di perut, cukup keras hingga bisa mementalkan tubuhnya membentur tembok. Belum sempat bangkit untuk menerima serangan susulan, kepala dihantam oleh sebuah kursi kayu. Kise sudah akan menarik glock-nya jika saja tidak ada tembakan susulan yang berhasil mengenai lengan.

"Argh!" Menoleh ke belakang, ia menemukan orang lain memegang senjata yang mengeluarkan asap dari moncongnya. Kise mendecih saat sadar ada lawan baru datang. "Pengecut," ejeknya, tersenyum miring.

Segala konsentrasinya hilang, hanya tertuju pada lelaki lain yang masih mengacungkan pistol kearahnya. Tanpa disadari lelaki di belakang mengambil sebuah guji keramik dan langsung menghantamkan ke kepala si Pirang membuatnya jatuh tersungkur dan mengerang kesakitan. Darah keluar membasahi helai kuningnya.

Sial!

"Bereskan." Dia mendekati putri atasan yang kini tengah bersembunyi entah di mana. "Ayahmu dimana?" tanyanya, Sayu masih gemetaran takut setelah melihat penyerangan bertubi-tubi. Melihat ketakutan Sayu, ia berusaha menenangkan dengan menjamin keselamatannya. Pasti.

"Apakah kau ingin membunuh ayah?"

"Tidak, justru aku ditugaskan menjaga kalian."

Sediki ragu jelas tercetak di wajah manis si Gadis, ia menggigit bibir bawah sembari berpikir dan berusaha mempercayai. "Tadi ayah bilang, dia ada di perpustakaan bawah tanah. Pi-pintunya ada di ruang kerjanya."

"Terima kasih atas infonya."

Dor!

"Kyaaa!" Sayu berteriak keras saat tubuh besar lelaki yang tadi di tugaskan mengurus Kise jatuh dengan lubang mengucur darah tepat di keningnya. Sontak lelaki lain disitu bersiaga mengarahkan pistolnya ke Kise. Namun terlambat, belum sempat melepaskan pelatuk pistol sudah ditendang.

"Sialan kau!" desisnya merasakan ngilu di bagian pergelangan.

Senyuman kepuasan tersungging di bibir Kise, mengabaikan tatapan tajam dari lelaki di depannya, dia mengambil topengnya dan memasangnya dengan menggunakan sebelah tangan.

Bisa dilihat mata lelaki itu melebar ketika menyadari siapa yang ada dihadapan sekarang. "Scapino," desisnya.

"Ya, itu aku. Berhubung kau sudah tahu siapa aku, ssu." Pistol dikokang, dan dua peluru dilepaskan tepat di antara kedua mata sisa nyawa di sana. Kecuali dia sendiri tentunya. "Ups... Maaf Sandrone, sedikit meniru gaya menambakmu tak apa 'kan ssu?"

.

.

.

Setelah menerima informasi dari Kise, Pantalone―Kuroko Tetsuya segera menuju ruangan yang sudah dia ketahui merupakan kerja Taisuke, target mereka. Ada tiga pintu di dalam. Sudah Kuroko cek semua sebenarnya, toilet, ruang berisi berkas yang hanya menghasilkan kehampaan dan satunya adalah ruangan gelap tanpa saklar lampu. Sudah tertebak, bahwa ruangan yang sempat terabaikan inilah ruangannya.

"Scapino, di sana baik-baik saja?" Kuroko mengulangi pertanyaan sama, sudah tiga kali ini dia mencoba berkomunikasi dengan rekannya tapi tidak mendapat konfirmasi balik. Terakhir ketika Kise membisikkan lima kata padanya tanpa penjelasan; 'Cari target di ruang kerjanya' setelahnya tidak ada kontak lagi.

Pikiran Kuroko sudah tidak nyaman, khawatir jika terjadi sesuatu dan dia tidak tahu itu. Bagaimana jika ternyata itu adalah kalimat terakhir Kise sebelum tertembak? Ah, bodoh. Dia sudah diajari oleh Sang Kakak jika dalam misi, rasa kasihan harus ditepis demi keberhasilan. Meski itu pada komrad sendiri. Karena akan jadi penghalang saja.

Kuroko melangkah menyusuri ruang gelap tersebut, ada banyak rak buku berjejer di samping. Bau buku khas menguar jelas. Entah buku tua ataupun buku baru. Bagaimanapun Kuroko terlalu mencintai benda kotak itu.

Sebenarnya di mana si Target itu? Kenapa juga harus dicari dan dibunuh kalau tujuan misi ini saja sudah didapatkan?

Tiba-tiba saja suara letusan menggema dalam ruangan gelap nan pengap itu, sontak membuat Kuroko tambah waspada kalau-kalau itu adalah musuh yang menyadari kedatangannya.

"Aaarggh!" Suara teriakan keras menyusul dan debuman. Berbagai pertanyaan muncul di otaknya.

Perlahan pemuda berambut biru itu melangkah mendekati asal suara. Dan akhirnya dia menemukan siluet pirang di balik rak, tengah menodongkan pistol pada pria yang tengah mengerang memegang dada kanan.

"Di mana berkas itu?" kata siluet itu bernada dingin, Kuroko mengenal suaranya. Tapi tidak dengan nada mengintimidasinya.

"A-apa maksudmu?! Bukannya kalian sudah mengambilnya?"

Berkas? Berkas apa? Kuroko sudah mendapatkan semua yang diperintahkan oleh Il Capitano. Lalu apalagi?

"Heh, memang aku bodoh? Kau menyembunyikan berkas perjanjian dengan para mafia lain 'kan?"

"U-untuk apa?"

"Untuk menghancurkan mereka." Suara tembakan menggema lagi, mengenai pundak pria itu. "Ini perintah Il Dottore."

Hah?

"Katakan."

"Di-di―"

Kalimat pria yang sepertinya Taisuke itu tidak sempat berlanjut ketika tiba-tiba sebuah tembakan menembus jantungnya. Ia meregang nyawa ditempat.

Kaget targetnya mati sebelum informasi berkas didapatkan, kepala berambut pirang itu―Kuroko bisa melihatnya berkat cahaya luar yang masuk ke ruangan―menoleh ke asal tembakan. Ada di ambang pintu, mengarahkan senjata, kini pada pemuda itu.

Reflek tanpa kendali lengan Kuroko terangkat, menembak orang yang berdiri di ambang pintu itu yang sayangnya mengenai bingkai pintu. Tembakan susulan pun tidak berhasil, orang itu sudah kabur. Kuroko segera mengejar, tidak mengacuhkan manik topas yang memperhatikan tubuh mungilnya berlari ke luar.

Dan tidak menyadari senyuman tercetak di wajah tampan si Pemuda, bukan seringai dingin seperti tadi.

.

Kepala Kuroko bergerak liar mencari sosok tadi, namun tidak mendapatkan apapun. Seolah sosok itu lenyap entah kemana.

Beruntung hawa keberadaannya tipis membuat para penjaga tidak menyadari pergerakan sang Pantalone.

Mata sewarna langit membesar ketika melihat bayangan dari lantai seseorang berada di belakang, Kuroko berputar dan hampir melepaskan peluru jika saja tidak sempat melihat wujud yang sebenarnya.

"Hei hei―tunggu sebentar, Pantalone." Topeng berwarna oranye terpasang di wajah dan rambut pirang bercampur darah cukup mengagetkannya.

"Scapino!"

"Hehe ... Aku mengagetkanmu, ya? Maaf, ssu." Scapino―Kise Ryouta tersenyum lebar. Seperti tidak merasakan sakit paska benturan benda keramik tadi.

"Kau kenapa?"

"Aku baik-baik saja, ssu. Sebaiknya kita keluar. Dua menit lagi bom akan meledak."

"Hah? Bom? Dua menit? Ja―"

DHUAARR

"... sepertinya lebih cepat, ssu. Ayo." Kuroko belum sempat berkata apapun saat tubuhnya langsung digendong ala pengantin oleh Kise. Diberi kesempatan protes juga tidak ketika ledakan kedua terdengar dibelakang kedua, teriakan-teriakan pun membahana.

Kise mempercepat larinya menuju pintu keluar. Menyempatkan menggunakan sebelah tangan untuk membalas serangan berupa tembakan atau serangan fisik padanya. Membuat langkah kabur mereka sedikit terhambat.

Decihan keluar dari bibir Kise, sadar mereka tidak memiliki waktu lagi. Ledakan terakhir klimaks misi ini akan menyala. Tapi mereka masih ada di lantai dua.

"Sial!" Kise tampak biasa saja menghadapi musuh-musuh. Tidak menyadari gerakan di belakangnya sudah siap mengarahkan senapan padanya.

Dor!

Bukan darinya, atau si musuh. Tapi dari Kuroko.

"Shankyuu, Kuroko-kun―ah maksudku Pantalone."

Kuroko hanya mendengus. Sedikit-sedikit dia membantu menembakki arah mati Kise.

"Scapino, kita tidak sempat."

Kise tidak sempat berpikir, apalagi saat ledakan terdengar dari jauh dan apinya mulai mendekati mereka. Tidak ada waktu lagi untuk menikmati jeritan kesakitan para anak buah si Taisuke itu.

Satu tembakan terarah pada jendela di depan Kise, pecahannya menyebar dan sukses membuka jalan. Pelukan pada pinggang Kuroko mengencang, siap ancang-ancang terjun bebas dari lantai dua. Lantas lelaki berambut biru itu mengintip ke bawah, dalam hati bertanya-tanya. Masih amankah nyawa mereka jika lompat tanpa pelindung begini.

"Pegangan, Pantalone." Sontak kedua lengan Kuroko melingkar di leher Kise, menenggelamkan wajahnya di bahu sang pemuda bertopeng oranye. Sembari berdoa di detik-detik Kise mulai menghitung mundur. "... satu."

Tidak ada kesempatan lagi untuk mundur.

.

.

.

"Hahaha ... itu tadi sangat hebat sekali!"

Kuroko melirik rekan di sampingnya yang masih tertawa bahagia tanpa mengurangi konsentrasi pada jalan. Topeng keramik berwarna putihnya Kuroko lempar asal ke bangku belakang, sebodo lah pada keadaan topeng itu. Toh Il Capitano mana berani memotong bayarannya hanya karena topeng salah satu anggotanya rusak.

"Kise-kun, kau bahagia sekali. Itu hampir saja." Kuroko masih ingat jelas detik-detik menegangkan tadi. Padahal dia sudah terbiasa melakukan aksi-aksi gila seperti tadi dengan teman-temannya. Tapi bagaimanapun Kuroko masih belum percaya penuh pada Kise Ryouta―Scapino― jadi pasti ada rasa khawatir.

Tanpa ada standman, peran pengganti atau pelindung. Tanpa ada persiapan apalagi ancang-ancang atau jaminan keselamatan, Kise Ryouta membawa Kuroko Tetsuya terjun dari lantai dua, bebas. Benar-benar bebas. Tidak ada tali maupun parasut. Tapi hebatnya mereka masih bisa bernafas sampai sekarang. Ya, berkat manuver gila Kise. Untung saja mereka sukses menjatuhi rerumputan empuk di halaman belakang rumah, jika tidak mungkin tulang mereka ada yang remuk.

"Tapi itu sangat menyenangkan, Kuroko-kun! Hahahaha ... Selama ini aku hanya menembak saja, ssu. Tanpa ada aksi seperti tadi."

"Kau sniper, ya?"

"Tergantung, misi yang diberikan apa ssu. Aku bisa menyelesaikan dengan sempurna, tanpa ada rekan. Makanya tadi sangat berkesan bagiku."

Kuroko mendengus, ternyata pemuda ini sangat sombong.

"Oh ya, Kuroko-kun," pemuda yang dipanggil menoleh, melihat senyum terpatri di wajah Kise. "Apakah kau menikmati saat-saat aku memelukmu. Sampai dua menit kau tidak mau melepaskan pelukan, ssu."

Wajah putih pucat Kuroko langsung memerah sempurna dan tanpa kendali dia sudah mengangkat Glock-17 ke kening Kise.

"Jangan membahasnya, Kise-kun. Berjanjilah itu hanya rahasia kita."

Dengan tenang Kise terkekeh, "iya iya. Aku berjanji, Kurokocchi."

Kuroko sudah mulai tenang menurunkan pistol hadiah dari Akashi Seijuurou dan memasukan kembali ke saku samping baju. Namun detik berikutnya dia baru sadar akan sesuatu, "tunggu, tadi kau panggil apa?"

"Kurokocchi." Sahut Kise.

"Apaan itu?" tanya Kuroko bernada tak suka meski wajah sudah kembali datar seperti biasa.

"Itu sufiksuntuk orang yang kuakui sebagai temanku ssu."

"Berhentilah memanggilku dengan panggilan aneh seperti itu, Kise-kun. Aku bisa saja menembakmu sekarang juga."

"Ha'i ha'i, Kurokocchi."

Pada akhirnya Kuroko mengabaikan Kise setelahnya.

.

.


.

.

"Bagaimana, Pantalone?"

Kini Pantalone―Kuroko Tetsuya―tengah berada di dalam ruangan kerja sang Wakil pemimpin, memberi laporan hasil misi semalam.

"Sempurna, data yang Anda minta berhasil kami dapatkan dan target terbunuh. Meski bukan oleh saya." Pada akhir kalimat suara Kuroko memelan, tidak yakin.

"Maksudmu?"

Kemudian Kuroko menceritakan semuanya pada Il Capitano, detail dari hasil misi Kise yang memberitahukan tempat persembunyian target, mengambil data dan orang lain yang masuk dalam misi mereka. Entah siapa.

"Oh, begitu." Il Capitano terkekeh, mengambil amplop besar berisi lembaran-lembaran yang Kuroko curi dan sebuah flashdisk berisi copy-an. "Kalau soal itu, aku tahu."

Dahi di balik topeng berwarna putih itu mengernyit. "Yang mana, Il Capitano?"

"Orang yang menodong target adalah Scapino, tapi yang menembak bukan dia. Mungkin suruhan Taisuke yang berkhianat."

Tunggu―

"… apa? Scapino? Jadi..."

"Ya, aku memerintahkannya mengambil data yang kurang. Tidak penting sih, itu hanya permintaan Il Dottore."

Bukan, bukan karena kenyataan perintah Il Dottore yang Il Capitano abaikan ataupun orang lain yang membunuh target secara tiba-tiba. Tapi sosok itu, sosok mengerikan yang sanggup membuat jantung Kuroko berdetak antara ngeri dan kagum―

―adalah Kise Ryouta. Scapino.

Orang macam dia?

Bisa lebih mengerikan dari Sandrone?

.


Bersambung


.

a/n:

lungo viaggio itu sendiri artinya Long Journey alias perjalanan panjang. Ya karena perjalanan Commedia dell'Arte itu panjang hahaha XDD gak! ini cuman rekomendasian kak Al, dan aku langsung sreg awaw

Pertama, MAKASIH KAK AALLL . a.k.a allihyun yang udah kasih saran judul dan mbetain fict ini mumumu *peluk kecup kak Al

Fict ini sebenernya terinspirasi dari GodFather sama Commedia dell'Arte: Missione a Monte Carlo punya are . key . take . tour dari fandom Hetalia. Serius! Yang suka genre mafia kudu baca itu fict! Seru lho.. Tapi itu shounen-ai. Hahaha... #tebarconfettibarengRangga Saya juga terinspirasi sama fict itu. Tapi cuman tema CDAnya ajah.. plotnya mah mikir sendiri. Hehe... Yang udah tahu GF kaya apa.. Please jangan teriak pas tau siapa Brighella disini hahaha... Tenang ajah, saya udah bilang sama are-san. Cuman yang bersangkutan sampai sekarang lagi gak tau dimana. di PM gak jawab, siapapun yang kenal are . key . take . tour kasih tau saya ya.

Pair utama? KiKuro, lainnya silahkan temukan sendiri. Masih ada yang gak ngerti soal codename mereka? Sengaja.. Tapi udah saya kasih clue kan? Jadi udah agak tau kan? Yeah! Tapi kalau masih belum paham, tanyain ajah. Haha...

Review?