Wife
.
.
.
Kim Namjoon / Kim Seokjin
Married Life / Romance
"Sayang, kau sudah selesai dengan sup jagungnya?" Namjoon berteriak dari arah kamar, berharap mendapat sahutan dari istri tercintanya yang sedang berkutat di dapur. "Tinggal menunggu matang. Ada apa?" Seokjin, istrinya yang cantik, memberi tanggapan dengan berteriak pula dari wilayah kekuasaannya. "Bisa kemari sebentar? Aku butuh sedikit bantuan di sini." Seokjin kemudian mencicipi kembali sup jagung buatannya, setelah dirasa cukup, pria cantik ini mengecilkan nyala api pada kompornya, dan bergegas menuju kamarnya bersama sang suami. Sebenarnya Seokjin sudah tahu bantuan macam apa yang dibutuhkan suaminya di pagi hari begini. Seokjin mendorong pelan pintu kamar dan mendapati Namjoon sedang berdiri di depan cermin besar pada lemari dengan 2 dasi di masing-masing tanggannya.
"Bingung memilih dasi lagi atau lupa cara mengaitkan dasi lagi?" Seokjin bertanya usil sambil terkekeh melihat Namjoon memajukan bibirnya tidak terima dengan pertanyaannya. Oh, ingatkan Seokjin jika suaminya ini adalah CEO perusahaan yang terkenal menyeramkan.
"Bagaimana dengan keduanya?" Namjoon masih cemberut, dan Seokjin semakin tak dapat menahan tawanya untuk berderai mendengar pengakuan suaminya. Seokjin sudah berdiri dihadapan Namjoon, mangambil alih dasi yang ada di tangan Namjoon kemudian meletakkan bergantian di depan leher teman hidupnya untuk melihat sekiranya mana dasi yang pas dengan kemeja yang dikenakan Namjoon hari ini. Setelah menentukan pilihannya, dengan telaten Seokjin memasangkan disekitar krah baju Namjoon, sambil bergumam "Kapan kau bisa memasang dasi sendiri, Namjoon? Bagaimana jika aku tidak ada?" tangannya masih cekatan dengan ikatan dasinya.
"Karena kau tidak akan pernah tidak ada dalam hidupku. Membayangkan saja rasanya hidupku akan mustahil. Oh Tuhan." Namjoon bergidik, enggan membayangkan hidupnya tanpa istri cantiknya ini. "Selesai!" Seokjin berteriak bangga pada hasil kerjanya dan menepuk-nepuk pelan dada Namjoon. Baru saja Namjoon ingin meminta ciuman selamat paginya, Seokjin sudah berucap "Astaga sup jagungku!" dan berlari meninggalkan suaminya terbengong di kamar.
Tidak, tidak bisa. Harinya tidak akan menyenangkan tanpa ciuman selamat pagi dari Seokjin. Maka dengan semangat menggebu, Namjoon menghampiri Seokjin yang kembali berkutan dengan dapur. Supnya sudah matang saat pria cantik itu sampai di dapur tadi, saat ini sedang menyusun mangkuk dan semua sarapan di meja. Tangannya mencoba meraih cangkir di lemari dapur yang cukup tinggi demu secangkir kopi kebiasaan teman hidupnya setiap pagi, saat tiba-tiba sebuah lengan ikut terjulur untuk membantunya dengan sebelah lengan yang bebas melingkar di pinggang Seokjin. Namjoon di sana, menyerahkan cangkir tersebut dengan sebelah lengan yang masih enggan beranjak dari pinggang istrinya.
"Lepaskan, Bae. Aku harus segera menyiapkan kopimu atau kau akan terlambat." Seokjin memperingati, masih membelakangi suaminya yang keras kepala, dan malah merasakan bukan hanya sebelah lengan tetapi sepasang lengan. Menghadapi Namjoon yang super manja di pagi hari kadang menguras energinya. Maka Seokjin memutuskan berbalik, membiarkan Namjoon semakin mengeratkan rengkuhan pada pinggangnya.
"Ada apa lagi? Dasimu sudah rapi," tangannya yang tidak memegang cangkir terjulur untuk merapikan dasinya lagi, "sarapannya juga sudah siap," melirik ke arah meja makan yang sudah penuh sarapan dan beberapa side dish, "tapi tidak dengan kopimu kalau kau masih keras kepala." Seokjin berujar lembut seraya mengelus rahang teman hidupnya yang sedikit kasar karena belum bercukur. Ingatkan Seokjin untung mengurus rahang Namjoon sebelum tidur nanti malam.
Namjoon menyentuh bibirnya sendiri dengan telunjuk "Aku belum mendapatkan morning kiss ku." Seokjin tersenyum manis sekali, membuat Namjoon tak pernah berhenti bersyukur karena bersanding dengan makhluk Tuhan paling cantik di hadapannya ini. Dengan tangan yang masih mengusap rahang Namjoon, Seokjin mendekatkan wajahnya untuk memberikan kecupan berturut tiga kali tepat di bibir pasangannya, kemudian memberikan bonus kecupan di kening dan di kedua pipi Namjoon. Ah rasanya Namjoon ingin sekali mengunci Seokjin di kamar seharian jika tidak ingat ada rapat penting dengan klien dari Inggris hari ini.
Namjoon menggerang pelan menyadari keberadaan cangkir yang menurutnya sangat mengganggu kegiatan pagi harinya. Ia meraih cangkir tersebut dan meletakkannya asal di meja, kemudian segera meraih kembali wajah istrinya untuk meminta ciuman lebih. Sudah diberi kecupan tiga kali dibibir masih saja minta lebih. Namjoon melumat pelan bibir atas dan bawah istrinya bergantian. Seokjin bahkan sampai terbawa suasana karena lengannya sudah menggantung mesra di leher sang suami. Gigitan kecil Namjoon pada bibir bawahnya menyadarkannya bahwa Namjoon harus ke kantor lebih pagi hari ini dan dia malas harus mengurus ulang pakaian Namjoon jika dia membuatnya berantakan. Maka Seokjin mendorong pelan bahu Namjoon dan menghasilkan rengekan tidak terima dari sang dominan karena merasa belum puas. Astaga, ampuni Namjoon dan hormonnya yang tak tau waktu.
"Kau ada rapat penting pagi ini, Namjoon. Jangan sampai aku mengahancurkan penampilanmu." Lihat, bahkan bagian depan kemejanya agak kusut. Untung saja jas akan menutupi kusutnya. Seokjin melanjutkan "Kau bisa memintanya lagi nanti malam" Seokjin mengerling jahil tetapi malu-malu juga saat mengatakannya. Namjoon tahu apa yang dimaksud istrinya. Biasanya, jika Seokjin sudah memberi tawaran semacam itu, Namjoon akan tersenyum lebar seharian, tapi tidak pagi ini. Bibirnya semakin tertekuk ke bawah. "Aku akan lembur malam ini. Ah aku benci. Kenapa jadwalku padat sekali hari ini?" Namjoon menggerang frustasi, menghentakan kakinya seperti anak kecil, setelah dengan berat hati melepaskan rengkuhannya dan berjalan menuju meja makan. Terlanjur sebal karena hari ini jadwalnya padat sekali dan harus kehilangan kesempatan emas yang jarang ditawarkan oleh istri cantiknya. Tidak menyadari Seokjin yang mulai membuat kopi sedang tersenyum geli karena tingkahnya.
"Kau bisa memintanya kapanpun saat kau tidak sibuk, Namjoon. Aku istrimu, astaga. Jangan bertingkah seolah hal semacam itu mustahil terjadi." Seokjin meletakan kopi buatanya di hadapan Namjoon yang langsung disesap pelan setelah memberikan cengiran lebar karena penuturan Seokjin barusan. Benar juga, Namjoon berhak memintanya kapanpun karena hati, jiwa dan raga Seokjin telah berhasil dimilikinya sejak dua tahun yang lalu, sejak janji suci itu diucapkan bersama. Namjoon jadi mendapatkan semangatnya kembali untuk menghadapi rapat penting hari ini.
Namjoon dan Seokjin selesai dengan sarapannya tiga puluh menit tepat sebelum rapat penting Namjoon dimulai. Seokjin juga sudah selesai dengan urusan mencuci piringnya. Siap mengantar Namjoon sampai gerbang depan rumah seperti yang setiap pagi ia lakukan. Menggandeng lengan Namjoon dan berjalan beriringan.
"Tidak ada yang tertinggal?" Seokjin mengingatkan.
"Sepertinya tidak."
"Sudah siap semua bahan untuk rapatnya?" Seokjin bertanya meyakinkan karena suaminya ini termasuk orang yang ceroboh sekalipun ia ada di jabatan tertinggi perusahaan.
Namjoon tersenyum menoleh pada Seokjin, menggenggam tangan kiri Seokjin yang menggantung di lengan kanannya. "Sudah, Sayang. Aku sudah menyiapkan semuanya tadi malam, dan ya, sepertinya semua sudah siap. Pak Lee juga sudah mempersiapkan segala sesuatu di kantor tadi." Seokjin hanya mengangguk. Menyerahkan tas kerja Namjoon saat sudah tiba dekat mobil. Menghadap suaminya dan kembali merapikan dasi serta jas yang dikenakannya.
Namjoon tersenyum diperlakukan demikian oleh Seokjin. Setiap pagi Seokjin melakukannya, setiap pagi pula Namjoon bersyukur. Tidak. Namjoon selalu bersyukur untuk hal itu, untuk Seokjin yang bersedia bersanding dengannya, untuk Seokjin yang dengan kepercayaan penuh menyerahkan hatinya, dan untuk Tuhan yang teramat baik hati mau memberikan Seokjin sebagai teman hidup sekaligus pelengkap masa depannya.
"Hati-hati di jalan. Jangan ngebut ! Dan sukses untuk rapatnya. Aku akan menunggumu." mata Seokjin memincing. Karena Namjoon, mobil, dan jalanan adalah kombinasi yang buruk di masa lalu. Seokjin tidak mau mengalami hal buruk itu lagi. Jadi Seokjin tak akan pernah bosan untuk mengingatkan masalah sepenting itu pada suaminya, kapanpun, kemanapun, dan seberapa jauh pun suaminya akan mengendarai mobil.
Namjoon tersenyum maklum, "Iya, Sayang. Hubungi aku jika terjadi sesuatu. Dan tidur dulu saja kalau aku terlalu lama." Seokjin mengangguk. Menerima kecupan di kedua pipi, berkali-kali di bibir dan terakhir Namjoon memberikan kecupan dalam di dahinya. Ingin menunjukkan betapa Namjoon amat mencintai belahan jiwanya ini.
Namjoon melepas ciumannya, memeluk Seokjin ringkas dan berucap "Aku mencintaimu."
"Kau yang paling tahu hatiku. Aku juga mencintaimu." kemudian membiarkan Namjoon masuk mobil. Melambai ringan saat mobil Namjoon mulai menjauh dari hadapannya.
Namjoon selalu bersyukur atas hidupnya setelah kehadiran Seokjin, pun Seokjin yang tak pernah berhenti bersyukur atas garis jodohnya yang berhenti pada Namjoon.
END
Halooooo!!
Perkenalkan saya author baru di ffn. Sebut saja bubble :v
Memberanikan diri posting ff di ffn karena dorongan kakak" author kaporit saya. Bukan ff pertama yang saya tulis, tapi ff pertama yang berani di post hihihi maafkan segala typo dan kata yg tidak sesuai eyd :D mohon krisan dan dukungannya, sunbaenim. *bow
Akhir kata, ditunggu review nya
bubblegirl420
