Hy ^^
Warning! Warning! Warning!
Fic ini adalah Movie Naruto : The Last versi saya. Dan pastinya dengan pair berbeda ^^a
Pair akan jelas di akhir fic ini, yang gak mau ambil resiko pair, silahkan tekan tombol 'Back' juga. Saya pengen bikin kejutan aja ^^ #digeplak.
Seperti biasa, fic saya ini Gaje dan Pasaran ^^.
Hope you like it! ^^
.
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto sensei.
Warning : OOC, Gaje, Typo bertaburan, SemiCanon
DON'T LIKE DON'T READ!
I Don't Own Naruto!
.
.
Hari itu cuaca sangat cerah. Langit biru dengan matahari yang bersinar terik. Hari yang cocok untuk berlatih dan menghabiskan waktu untuk memperkuat tubuhnya.
Tak seperti harapannya, Sosok Uchiha terakhir yang masih berumur 9 tahun itu malah terperangkap di dalam ruangan kelas dengan suara berisik para calon ninja di sekelilingnya. Sepasang alis hitam itu berkerut dan mencoba bersikap dewasa dengan tidak mengerang kesal atau berteriak agar semua orang di sekelilingnya diam. Ia hanya menggerutu di dalam hati dan mencoba mengabaikan mereka semua.
Apa yang ia lakukan disini? seharusnya ia kembali berlatih di luar! Ia harus bertambah kuat. Lebih kuat, sangat kuat agar ia bisa membunuh pengkhianat itu.
Oniks itu tetap menatap ke depan, mencoba mendengarkan apa yang di katakan oleh Sensei dengan luka melintang di atas hidungnya. Sang Umino itu tengah menuliskan sebuah pertanyaan di papan tulis.
Jika esok dunia akan kiamat, dengan siapa kau akan menghabiskan hari terakhirmu?
Ia hanya terdiam saat membaca pertanyaan itu. Kembali menupang dagu dan mendengus pelan.
Huh, dunia tidak akan kiamat. Tidak hingga ia bisa membunuh Itachi.
Lagipula, kalau memang benar dunia akan berakhir. Ia tak akan peduli.
Tak ada siapapun lagi.
Baginya.
Tak ada apapun lagi.
Sebuah origami pesawat melayang didepannya, membuat sepasang oniks itu bergerak. Menatap lipatan kertas putih yang kini menghilang di balik jendela.
"Berhenti bermain-main, Naruto! Kau seharusnya menuliskan siapa yang kau pilih untuk bersamamu!" bentak sang Sensei sambil menjitak sosok pirang di seberangnya.
"Tapi Iruka-Sensei, dunia tak mungkin kiamat! Dan bulan tak mungkin jatuh ke bumi!" rengek sosok pirang itu.
Oniks itu memandang sang Pirang selama beberapa saat, lalu menunduk menatap kertas putih kosong di atas mejanya lama. Ia melirik kesamping, menatap sosok berpakaian oren yang mengerikan itu lagi. Hingga sebuah senyum tipis terukir di bibirnya yang tertutup kepalan tangan.
Jika besok dunia benar berakhir,
Setidaknya...
Tak hanya Ia yang sendirian.
.
.
.
## My Last is You ##
By : Ayushina
.
.
Chapter 1
.
.
Langit sudah mulai gelap saat Sasuke memasuki kawasan hutan itu. Hanya hutan biasa, dengan pohon-pohon berakar besar dan cabang dan daun yang kini diselimuti salju. Sosok terakhir Uchiha itu melangkah mantap tanpa rasa gentar. Suara langkah kakinya hampir tak terdengar, begitu pula jalan bersalju yang ia lewati. Tak ada jejak sepatu yang ia tinggalkan.
Sesaat ia berhenti, dan mendongak ke atas. Menatap rembulan yang bersinar di ujung langit. Berbentuk bulan sabit dan memendarkan warna perak samar diantara awan.
Sepasang mata beda warna itu menyipit menyadari sesuatu terlihat janggal dengan sang Dewi Malam. Hanya pandangannya, atau memang bulan terlihat lebih dekat dari biasanya?
Angin dingin berhembus pelan meniup jubah kecoklatan yang ia pakai. Begitu pula ujung-ujung rambutnya yang kini terlihat rapi dengan balutan kain hitam di dahinya.
Sang Uchiha terakhir itu menyimpan asumsinya untuk lain waktu dan kembali berjalan.
Langkahnya kembali terhenti saat menyadari sesuatu yang janggal. Suatu aura yang aneh. Seseorang tengah membuntutinya.
Di antara surai hitam itu, Sasuke melirik sekeliling sebelum kembali melanjutkan perjalanannya.
Tak lebih dari sedetik kemudian, ia sudah meraih chokuto di belakang punggungnya untuk menangkis sebuah bola chakra berwarna kuning oren. Sharingan di sebelah matanya berputar pelan sebelum ia melompat mundur, menghindar dari ledakan chakra. Sekejap ia sudah berada di belakang penyerangnya yang memakai jubah hitam dan perban di seluruh wajah. Sekali tebas, tubuh itu sudah terbagi dua. Menampakkan potongan tubuh yang bukan manusia.
Boneka.
Masih dengan wajah tanpa ekspresi ia berputar dan berlari. Memancing seluruh boneka yang membuntutinya. Setidaknya ada dua puluhan sosok boneka yang secara bersamaan menciptakan bola chakra, satu demi satu di lemparkan pada Sasuke yang dengan mudah menghindar, membuat ledakan beruntun di sekelilingnya. Di antara asap ledakan itu, Ia berputar dan menumpu pada satu batang pohon dan bertolak balik menuju kumpulan penyerang. Sharingan di matanya berubah dan dalam sekali serangan, seluruh boneka itu terbelah dan berhamburan jatuh ke tanah.
Sebuah Sharingan dan Rinnegan di mata itu bersinar dari balik sosok dewa Susanoo yang berdiri tegak dengan sayap mengepak. Dilangit di balik punggungnya bulan sabit besar terlihat bersinar terang.
"Seperti yang kudengar, klan Uchiha memang spesial,"
Wajah Sasuke masih tanpa ekspresi saat melihat sosok berambut putih itu tiba-tiba muncul di hadapannya. Melayang dengan sebuah panggung bulat kecil di bawah kakinya.
"Siapa kau?" tanya Sasuke dingin. Masih dalam lingkupan Susanoo miliknya di atas langit.
"Namaku Toneri, aku datang untukmu," kata sosok itu sambil mengulurkan sebelah tangannya.
Sasuke memandang sosok yang terus memejamkan mata itu dengan alis berkerut.
"Apa maumu?" tanya Sasuke lagi.
"Aku ingin kau ikut denganku," jawab Toneri.
Sekejap, Sasuke menghilang dan muncul di balik Toneri dengan Sunshin miliknya. Tanpa mengatakan apapun ia menebas sosok itu dengan Susanoo.
Ia tak terkejut saat potongan tubuh yang jatuh itu juga berupa boneka.
"Kecepatan yang mengagumkan, kau benar-benar spesial. Dan aku benar-benar menginginkanmu." Suara itu kembali terdengar.
Sasuke berbalik. Mendapati sosok Toneri masih berdiri dengan panggung kecilnya. Bersamaan itu sosok boneka-boneka lain muncul dengan menaiki seekor burung raksasa. Rentetan bola chakra kuning kembali mengarah ke arah Sasuke.
Sang Uchiha terakhir itu dengan mudah menangkisnya dengan Susanoo. Ia terbang berputar dilangit diantara penyerangnya. Memburu dan diburu dengan rentetan bola chakra dan sabetan Susanoo. Tak membutuhkan waktu lama bagi Sasuke untuk menghabisi para boneka itu.
"Mata itu akan jadi milikku," bisik suara di belakangnya. Sasuke melirik ke belakang dimana Toneri kembali mengulurkan tangannya. Ia segera berbalik dan melihat chakra menyelimuti lengan sang Musuh dan perlahan berubah menjadi bola chakra berwarna putih hijau. Toneri perlahan melepaskannya dan dengan kecepatan tinggi bola chakra itu menuju ke arah Sasuke.
Sasuke segera menangkis bola chakra itu dengan Susanoo, namun bola chakra itu terhenti dan perlahan menyelimuti Susanoonya, menyerap chakra pada jutsu itu. Alis Sasuke berkerut dalam.
Ia segera melepaskan Susanoo dan mencoba menangkis bola chakra itu dengan pedang miliknya. Chokuto itu dengan mudah menebasnya, namun bola chakra itu tak menghilang dan dengan cepat menembus tubuh Sasuke. Menghisap seluruh chakra ditubuhnya hingga membentuk bola chakra besar berwarna biru di belakangnya.
Sharingan itu melebar sebelum berubah kelam, dan Rinnegan di sisi satunya menutup saat tubuh berjubah coklat itu jatuh dari ketinggian langit dengan bola chakra besar di bawahnya.
Ledakan besar berwarna biru putih tercipta. Membumbung tinggi ke langit, menghancurkan hutan di bawahnya dan menelan sang Uchiha terakhir.
###
Sepasang safir itu terkejap bangun dari tidurnya. Ia segera bangun dan menatap langit mendung di balik jendelanya yang terbuka.
Naruto mengusap wajahnya yang berkeringat. Ia berdiri dan segera menyalakan lampu. Menyadari ia ketiduran setelah semalam melawan ninja aneh yang berusaha menculik Hinata. Ia berjalan menuju kamar mandi, melewati setumpuk hadiah yang di berikan oleh banyak penggemarnya seharian kemarin. Tumpukan hadiah itu menggunung di sudut ruangan dan tak tersentuh sama sekali.
Setelah merasa segar, ia segera mengenakan baju hitamnya dan mengikat Hitai ate di rambut pirangnya yang kini pendek. Hawa dingin yang masuk lewat jendela membuatnya mengigil dan ia mengambil sebuah syal hijau bergaris putih dari lemari, ia menatapnya sambil tersenyum kemudian melingkarkannya di leher. Rasa hangat langsung menyelimutinya dan Naruto kembali tersenyum saat mengingat bahwa syal itu adalah milik sang Ibu.
Suara perutnya yang keroncongan membuatnya bergegas keluar dari apartemen dan memutuskan untuk pergi menuju Ichiraku. Sebelum ia sempat keluar, suara ketukan terdengar dari pintunya.
"Sakura-chan... ada apa pagi-pagi mencariku?" tanya Naruto saat melihat sosok teman satu timnya itu berdiri di depan pintu.
"Kakashi-sensei memanggil. Kita harus bergegas ke kantor Hokage." Kata Sakura dengan wajah serius.
"Apa yang terjadi?" tanya Naruto sembari melompat di atap dengan kecepatan tinggi.
"Aku tak tahu. Tapi itu pasti ada hubungannya dengan ninja penyusup semalam," kata Sakura.
Tak memakan waktu lama hingga mereka berdua sampai di kantor Hokage dan mendapati Shikamaru, Sai, dan Hinata sudah ada disana. Di balik meja Hokage, Hatake Kakashi duduk dengan tangan bertumpu di dagu. Sepasang mata abu-abu menatap kedepan serius.
Ruangan kantor Hokage itu tak berubah banyak meski sudah lebih dari setahun Kakashi menjabat. Yang berbeda mungkin hanya foto Tsunade Senju yang kini ikut dipasang berderet dengan foto para Hokage Terdahulu.
"Misi kalian adalah menyelamatkan Hanabi yang telah diculik." Kata Kakashi sambil duduk di mejanya, "Kalian berempat satu tim dengan Shikamaru sebagai ketuanya. Aku juga menyetujui permintaan Hinata untuk membantu dalam misi ini," lanjut sang Hokage ke-Enam.
Mereka berlima mengangguk.
"Shikamaru, kemari dan ulurkan tanganmu," perintah Kakashi sambil membentuk segel, sedetik kemudian bayangan chakra terbentuk di telapak tangan sang Nara.
"Apa ini?" tanya Shikamaru.
"Itu jam khusus yang hanya di miliki oleh kelima Kage," kata Kakashi.
"Jam apa itu? " tanya Naruto.
"Jam itu menghitung mundur sampai Bumi ini hancur," kata Kakashi yang di balas pekikan kaget ninja yang berada di ruangan itu.
"Aku tak mengerti, kenapa ini diperlukan untuk menyelamatkan Hanabi?" tanya Shikamaru sambil mengerutkan alis.
"Toneri, yang semalam gagal menculik Hinata dan berubah menculik Hanabi, kemungkinan juga yang telah memanipulasi bulan," terang Hokage bermasker itu.
"Apa dasarnya?" tanya Shikamaru.
Ruangan itu hening. Para Shinobi itu menatap sang Hokage serius. Menunggu jawaban. Angin di luar jendela berhembus kencang. Membawa butiran saju yang kembali turun dari langit yang mendung. Seakan menambah ketegangan dalam ruangan . Sepasang mata abu-abu Kakashi menatap serius.
"Hanya instingku," Jawab Kakashi pendek.
Seluruh ninja di ruangan itu memutar bola matanya.
###
Kelima ninja itu kini terbang dengan menunggangi burung tinta ciptaan Sai. Menembus butir-butir salju yang turun yang membuat hutan dibawahnya berwarna putih. Masing-masing menunggangi satu burung kecuali Naruto yang bersama Hinata. Empat burung itu menyebar ke empat penjuru untuk mencari petunjuk keberadaan musuh. Mereka menemukan kunai milik Hanabi, dan akhirnya menuju satu arah dimana mentari mulai mendaki ke puncak langit.
Seharian mereka terbang dengan Hinata yang menatap sekeliling dengan byakugan aktif.
"Kau menemukan sesuatu, Hinata?" tanya Shikamaru.
Sang Hyuuga itu terdiam dan berkonsentrasi selama beberapa saat hingga iris pucatnya melebar.
"Ada apa?" tanya Naruto sambil menoleh kebelakang.
"Bukan Hanabi... Aku merasakan chakra Sasuke-kun," kata Hinata sambil menatap kedepan.
"Sasuke? Dimana dia?" tanya Naruto cepat.
Dua tahun telah berlalu sejak sang Uchiha itu memilih berkelana untuk menebus dosanya. Dan ia belum mendengar lagi kabarnya selama berbulan-bulan dari Kakashi-sensei.
Hinata menunjuk kedepan. Ke arah bukit hutan di sebelah kanan. Mereka meluncur ke arah itu dan memutari bukit yang tak terlalu tinggi. Pandangan mereka melebar saat melihat asap yang membumbung di langit. Sebuah lubang besar menganga di tengah hutan dengan pohon-pohon di sekelilingnya yang porak poranda, serpihan kayu itu mengeluarkan asap hitam akibat ledakan.
"Apa yang terjadi disini?" tanya Naruto tak percaya.
Safir itu menajam dan dengan cepat ia terbang mendekat dan mendarat di tepian lubang. Tanah di sekitarnya mengering dengan aura chakra yang masih menguar di udara. Butiran salju yang turun segera menguap saat menyentuh permukaan tanah yang masih diselimuti chakra ledakan.
Naruto segera mengaktifkan Sage-Mode. Mencoba mencari dimana sang Uchiha terakhir berada. Dan membeku saat merasakan aura chakra Sasuke menyelimuti seluruh tempat itu.
Apa yang terjadi hingga Sasuke harus mengerahkan chakra sebanyak ini? Apa terjadi sesuatu?
Naruto menajamkan indranya dan merasakan chakra lain juga menyelimuti tempat itu. Chakra yang sama yang ia rasakan saat ia melawan ninja penyusup semalam. Rasa dingin tiba-tiba merasuk disekujur tubuhnya. Rasa dingin yang jauh berbeda dengan salju yang jatuh di sekelilingnya.
Ia melompat dan meluncur turun ke dasar kawah ledakan yang masih terasa hangat. Ia tak menemukan apapun di dasar kawah yang menghitam.
"Sasuke!" teriak Naruto sambil menatap sekeliling. Mencoba memanggil dan berharap sang Uchiha itu berada tak jauh di sekitarnya .
"OII! SASUKE! JAWAB AKU, BRENGSEK!" teriaknya sambil kembali melompat ke atas, mencoba melihat lebih jelas. Ia mengabaikan pepohonan yang kini mengering di sekelilingnya. Meski dengan Sage-mode ia tak bisa merasakan Sasuke diantara aura chakranya yang menyelimuti tempat itu.
"Naruto-kun!"
Naruto menoleh dan segera melesat ke arah suara itu berasal dan mendapati Hinata tengah berlutut. Menatap sebuah chokuto yang terlihat hangus dan masih mengeluarkan asap. Simbol kipas merah putih di ujung gagangnya terlihat samar oleh bercak hitam.
Naruto segera mengambilnya, tak peduli dengan rasa panas di telapak tangannya yang perlahan terbakar.
Sakura ikut tersentak menatap senjata itu sebelum berpaling ke arah lubang ledakan yang menganga lebar di depannya. Tangannya refleks menutup mulutnya yang terbuka, tak percaya dengan apa yang ia pikirkan.
"Tidak mungkin... Sasuke-kun?"
###
Danau bawah tanah itu berkilau putih biru diantara gelapnya bongkahan batu batu yang melayang di udara. Di sekitarnya, gumpalan buih besar berwarna kuning juga melayang seakan tak terpengaruh grafitasi. Menciptakan pendar cahaya kuning yang menyinari ruangan bawah tanah itu.
Sosok berambut putih dengan simbol bulan sabit dan purnama di belakang bajunya itu berdiri di tepi danau. Mata bonekanya menatap ke tengah titik air yang terlihat sangat tenang.
Dengan kecepatan tinggi Ia membuat rangkaian segel dengan dua tangan dan menghempaskannya ke tanah. Sebuah simbol besar muncul dan segera terhubung dengan boneka lain yang berdiri mengelilingi danau. Membentuk segel besar yang terlihat berkilau biru sebelum mengecil dan perlahan terhisap ke tengah permukaan danau.
Untuk sesaat tak terjadi apapun, hingga sebuah ledakan tercipta. Membuat air danau itu membumbung tinggi sebelum kembali tenang dan menyisakan simbol-simbol segel chakra rumit yang bertautan hingga menembus ke dalam danau. Tautan segel chakra itu terus bergerak melingkar walau dari permukaan danau hanya terlihat separuh lingkaran segel.
Sosok berambut putih di sisi danau itu tersenyum. Menatap danau berair tenang di dalam lingkaran segel.
"Ini membutuhkan waktu, tapi aku akan sabar menunggu..."
"Kau akan menjadi penentu dalam usahaku menciptakan dunia baru,".
###
"Apa kau menemukan sesuatu, Hinata?" tanya Naruto.
"Tenanglah, Naruto. Kau membuat Hinata tak bisa berkonsentrasi," Kata Shikamaru mencoba menenangkan.
"Bagaimana aku bisa tenang? Sasuke diserang dan aku sama sekali tak bisa merasakan keberadaannya!" bentak Naruto. Mata kuning khas Sage-mode miliknya menatap tajam dengan alis berkerut. Dalam hati mencoba meyakinkan dirinya bahwa si Brengsek itu tak mungkin mati semudah ini.
Sakura ikut mengerutkan alis dengan tangan terkepal.
"A-aku melihat ada mata air y-yang berpijar di dalam goa," kata Hinata saat mereka melewati sebuah air terjun bertebing tinggi.
"Ayo kesana," kata Naruto. Burung yang dinaikinya melesat cepat ke arah yang di tunjuk Hinata.
"Oi, Naruto." Panggil Shikamaru sambil mengikuti si Pirang. Ia mulai merasa ini akan jadi hal yang sangat merepotkan.
Mereka segera turun, dan memasuki goa dengan masih menaiki burung tinta milik Sai. Mereka mendarat di tanah saat melihat sebuah danau yang tak terlalu lebar di dalam goa. Tak seperti danau normal, danau itu berkilau hijau hingga ruangan dalam goa itu berpendar terang.
"Hinata, apa kau bisa melihat dasar dari danau ini?" tanya Shikamaru.
"Aku tak bisa melihatnya, penglihatanku terganggu," jawab Hinata.
"Byakuganmu terganggu?" tanya Shikamaru lagi. Hinata mengangguk.
"Tak masalah. Kita hanya harus turun dan melihatnya," kata Naruto. Ia menggenggam chokuto milik Sasuke erat dan tanpa aba-aba ia segera terjun ke dalam danau.
"Oi! Naruto!" panggil Shikamaru.
"Si Bodoh itu!" geram Sakura sebelum ikut terjun.
"Naruto-kun!" panggil Hinata sebelum ikut terjun juga.
"OI!" panggil Shikamaru kesal. Tiga sudut siku-siku menghasi dahinya. Bagaimana kalau ini jebakan musuh? Kenapa ia bisa satu tim dengan orang-orang idiot ini?
"Lebih baik kita ikuti mereka," kata Sai. Ia menyentuh permukaan air dan menunjukkan pada Shikamaru air itu sama sekali tak membasahi tangannya, cairan bening itu segera menghilang saat tangan itu mencangkup beberapa tetes air. Hal itu justru membuat Shikamaru tambah kesal. Kemungkinan ini jebakan musuh semakin besar.
"Ini benar-benar merepotkan," gerutunya sebelum ikut terjun bersamaan dengan Sai, ia bisa melihat tiga orang idiot itu berenang tak jauh di depannya.
Mereka berenang selama beberapa saat hingga mereka menembus permukaan air dan sampai pada ruang kosong di bawah danau. Bola-bola berwarna oren bertebaran di sekitarnya.
Naruto menatap sekeliling sesaat sebelum seluruh pandangannya dipenuhi cahaya kuning.
.
.
"Jika esok dunia akan kiamat, dengan siapa kau akan menghabiskan hari terakhirmu?" suara Iruka-sensei terdengar dari depan kelas.
Sosok Naruto yang masih berumur sembilan tahun itu menyilangkan lengan di belakang tangan dan menjawab dengan santai.
"Memang itu bisa terjadi?" tanyanya tak percaya.
"Anggap saja bulan akan jatuh." Kata Iruka-sensei sedikit memberi gambaran.
"Jika dunia memang berakhir seperti itu, aku ingin daging yang jatuh, bukannya bulan," kata Chouji yang langsung di ikuti oleh suara tertawa seluruh kelas.
Naruto mengabaikannya, hingga tiba-tiba sekelilingnya menggelap dengan bunyi getaran yang memenuhi udara.
"Lihat, Bulannya!" teriak salah satu temannya.
"Huh?"
Dalam sekejap, bulan benar-benar jatuh dan menghancurkan bangunan akademi itu.
Naruto terbatuk diantara asap ledakan yang dengan cepat menghilang.
Rompi yang semula ia kenakan berganti menjadi jumsuit oren dan ikat kepala ninja berwarna biru yang menghiasi dahinya. Ia masih menyilangkan lengan dibelakang kepala sebelum perlahan menoleh saat mendengar tawa kecil di sampingnya.
"Apa kau memiliki orang yang berharga bagimu?" tanya sosok berambut hitam panjang di depannya.
"Eh? Haku?" tanya Naruto balik tak mengerti.
Sosok berkimono pendek itu tersenyum lembut. Surai hitam belah tengah miliknya berayun saat ia mendongak dan menatap Naruto.
"Manusia itu... pada saat dia ingin melindungi sesuatu yang berharga baginya, dia akan jadi benar-benar kuat," kata sosok itu menjelaskan. Naruto memandangnya beberapa lama.
"Ya! kalau itu, aku benar-benar mengerti," jawab Naruto tanpa sadar sambil tersenyum.
"Kalau begitu kau pasti mengerti dengan ini," balas suara yang sama dengan dingin.
Naruto mendongak menatap sosok ninja bertopeng yang kini melemparkan jarum senbon ke arahnya.
.
.
Sosok Naruto itu tersentak dengan mata yang masih menutup. Syal berwarna hijau putih di lehernya berayun pelan seakan berada dalam air. Begitu pula ujung rambut dan baju yang ia kenakan.
'Hentikan, Haku!'
Naruto kembali tersentak tanpa bisa bangun dari mimpinya.
Dalam gelembung berwarna oren transparan itu, Naruto, Hinata, Sai, dan yang lainnya terlihat berbaring dengan mata tertutup. Masing masing terjebak kenangan di masa lalu.
Tanpa sadar, Naruto mempererat chokuto milik Sasuke yang ia genggam. Chakra berwarna biru bersinar pudar dari benda itu.
.
.
"Sudah kubilang, jangan menghalangi jalanku,"
Iris biru itu melebar saat menatap punggung berlambang kipas hitam putih di depannya. Tubuh berbalut baju biru itu di penuhi senbon yang menancap di sekujur tubuhnya.
"Usuratonkachi," kata Sasuke lagi sambil sedikit menoleh kebelakang. Dari posisinya, Naruto bisa melihat ujung senbon yang menancap di leher sang Uchiha.
"Apa yang kau lakukan, Brengsek? Aku tak butuh bantuanmu!" bibir Naruto berkata tanpa biasa ia tahan.
"SASUKE!"
Ia berusaha meraih sosok itu sebelum tiba-tiba ombak besar menyapu seluruh tubuhnya. Membuatnya terdorong dan membentur tanah tebing di belakangnya.
Naruto mengerjapkan mata, memandang sosok raven yang berdiri tak jauh darinya. Sosok yang sama itu tanpa luka. Berdiri di atas aliran sungai dengan dua tomoe di mata Sharingan miliknya.
"Bukan tanpa artinya bagiku," kata sang Uchiha sambil menatapnya.
"Kau sudah menjadi teman terdekatku,"
Tubuh Naruto kembali bergerak tanpa bisa ia tahan dan dengan cepat mengunci Sasuke di dinding tebing. Ia mencoba mengatakan sesuatu, tapi sepasang sharingan itu membuatnya membeku.
"Berisik..." bisik Sasuke di depannya.
"KAU YANG TAK PUNYA SAUDARA DAN ORANG TUA TAHU APA TENTANGKU? KAU YANG SEJAK AWAL SELALU SENDIRIAN TAHU APA TENTANG AKU? HAH!" teriak Sasuke di depan wajahnya. Membuat iris biru itu kembali melebar.
Sebelum ia sadar, suara ribuan burung sudah terdengar. Dan tangan berselaput petir itu menembus tubuhnya.
Ia tak merasakan apapun saat cahaya itu membutakan matanya. Sekejap kemudian ia sudah berada di tempat yang sepenuhnya berwarna putih, menatap sosok berambut kelam di depannya. Kali ini mengenakan baju kerah tinggi berwarna putih yang penuh noda darah.
"Aku akan membunuh kalian semua," sosok di depannya itu berkata dengan dingin. Dengan mata kelam yang berkabut dan penuh darah.
"Pilihanmu cuma dua. Jadi pahlawan dengan membunuhku untuk melindungi desa, atau jadi pecundang yang kubunuh."
Naruto melangkah mundur kemudian memandang sekeliling.
Apa-apaan ini? Ia tak ingin ini terjadi lagi. Ia tak ingin merasakan sakit itu lagi.
Sosok Sasuke di depannya melangkah maju. Perlahan semakin mendekat hingga hanya berjarak sejengkal di depannya.
"Matilah!"
Naruto memandang sosok itu lagi. Kini diselimuti chakra berwarna keunguan yang membentuk dewa Susanoo. Segalanya kembali berubah, ia kembali berada di Lembah Akhir. Dan kembali menatap sosok sang Uchiha yang menyarangkan jurus Chidori yang diselimuti api hitam.
Tubuhnya ikut bergerak tanpa bisa ia kendalikan. Rasengan ditangannya kembali berbenturan dengan jurus petir itu. Dan sekelilingnya berubah putih.
.
Naruto mendapati dirinya kembali ke dalam ruangan kelas saat di akademi. Hanya saja kali ini ia mengenakan baju hitam dan rambut cepak seperti sebelum ia berangkat menjalankan misi. Ia berdiri di belakang kelas, mengawasi mereka. Ia kemudian mendengar pertanyaan yang sama terlontar dari mulut Iruka-sensei. Juga jawaban konyol Chouji yang membuat seluruh isi kelas tertawa.
Merasa hal itu tak penting, Naruto berjalan menuruni tangga di antara deret bangku yang disusun bertingkat. Langkahnya terhenti saat melihat sebuah pesawat kertas terbang melewatinya. Meluncur dan menghilang di balik jendela.
Ia menoleh ke depan saat mendengar bentakan Iruka yang memarahinya. Tanpa sengaja iris birunya menatap sosok berambut kelam yang duduk menopang dagu di sisinya. Kertas di atas mejanya masih kosong, meski begitu ia melihat senyum tipis yang tersungging di balik tangannya... Sosok pirang itu terdiam. Menyadari ia sama sekali tak pernah melihat senyuman di wajah stoic yang masih berumur sembilan tahun itu. Yang ia ingat hanya tatapan merendahkan saat sosok bermata kelam itu mengalahkannya saat latihan.
Apa ia benar-benar melewatkan hal sekecil ini dulu?
"Sudah kubilang jangan menghalangi jalanku, Usuratonkachi,"
Naruto menoleh dan sekelilingnya berubah, ia menatap dua sosok genin yang penuh dengan tusukan senbon itu dalam diam. Mendengar sosok kecilnya berteriak,
"Apa yang kau lakukan, Brengsek? Aku tak butuh bantuanmu!"
"Mana kutahu, tubuhku bergerak sendiri," jawab Sasuke sebelum ambruk di depannya.
Naruto segera berlari meraihnya, namun sekelilingnya kembali berubah...
Kali ini ia berdiri menatap sosok kecil dirinya yang terbaring di tanah dengan tubuh penuh luka, sosok Sasuke berdiri menunduk di atasnya.
Awan mendung bergulung memenuhi langit. Menutup matahari yang semula menyinari dua sosok kecil itu.
Sasuke masih tak bergeming, meski ikat kepala konoha yang ia pakai terlepas dan jatuh di sisi tubuh Naruto kecil. Sebuah guratan menghiasi bagian metal bersimbol Konoha.
"Naruto... Aku..."
Sasuke tak menyelesaikan kata-katanya dan mendongak menatap bulir air yang semakin deras turun dari langit. Sang Uchiha itu mengerang pelan sebelum terduduk, wajah hanya berjarak satu senti menatap wajah Naruto kecil yang tak sadarkan diri.
Naruto memandang mereka berdua sesaat sebelum melangkah maju dan sekelilingnya kembali berubah.
"Sasuke, apa kau bisa membaca isi hatiku?"
Langkah Naruto terdiam menatap sosok dirinya di masalalu itu berkata lantang. Jauh di depannya Sosok Sasuke berdiri dengan mata kelam yang terfokus menatap sosok itu.
"Kau bisa melihatnya kan? Kalau kita bertarung... kita berdua akan mati,"
Naruto masih terdiam melihat kenangan itu kembali terputar di depannya.
"Aku akan menanggung kebencianmu. Dan kita akan mati bersama,"
Iris safir itu terpejam saat sosok bermata kelam itu menghilang.
"Aku mengaku kalah,"
Suara itu kembali terdengar dan Naruto kembali membuka mata, seperti yang ia duga, sekelilingnya kembali berubah. Ia menunduk dan menatap dua sosok ninja yang terbaring dengan masing-masing kehilangan sebelah tangan...
"Jika aku mati sekarang, takdir yang membelenggu kita juga akan terputus," sosok Sang Raven yang penuh darah itu berkata sambil tersenyum.
Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?
"Meski aku mengakuimu. Aku takkan bisa menerima orang lain,"
Kalau begitu kau cukup hanya berada disisiku kan, Sasuke?
.
.
"Naruto! Bangun!"
Suara bentakan serta aliran chakra di dadanya membuat Naruto segera membuka mata. Mendapati ia tengah berbaring dengan Sakura, Hinata, Shikamaru dan Sai berada di sekelilingnya. Perlahan ia bangun dan menyadari ia masih berada di bawah tanah penuh gelembung kuning setelah melompati danau.
"Apa yang terjadi?" tanya Naruto sambil memegang dahinya yang berkeringat.
"Kita terkena jebakan musuh," kata Sai dengan wajah tanpa ekspresi.
"Ini semacam jebakan yang mengirim korbannya kedalam dunia kenangan, semacam penjara mimpi. Untung saja Sakura berhasil lolos dan bisa membangunkan kita," jelas Shikamaru sambil menatap sekeliling dengan alis berkerut. Gelembung kuning di sekelilingnya mencerminkan beberapa kenangan yang sempat tertangkap genjutsu.
"Kita harus bisa menghindari gelembung ini," lanjut Shikamaru sementara Naruto berdiri. Rambut pirangnya berayun saat Naruto menggelengkan kepala cepat, mencoba mengendalikan pikirannya.
"Jelas sekali ini adalah daerah musuh, jadi kita harus lebih berhati-hati," kata Shikamaru serius. Keempat ninja yang lain mengangguk dan mereka kembali melompat turun di antara bebatuan dan gelembung jebakan.
Mereka terus meluncur jatuh sembari menghindari tiap gelembung yang menghalangi jalan.
Di ujung bawah tanah itu, mereka melihat danau lain. begitu pula sosok berambut putih yang kini terlihat memunggungi mereka. Mendongak menatap segel yang berkilau ungu dan berputar di depannya.
"TONERI!" Teriak Naruto sambil menyarangkan tinjunya pada sosok itu. Bayangan area ledakan yang dipenuhi chakra Sasuke kembali teringat. Iris biru itu menajam dan kambali menyarangkan pukulan.
"APA YANG KAU LAKUKAN PADA SASUKE! HAH?"
Sosok berambut putih itu dengan mudah berkilat dan menghindari setiap serangan Naruto.
"SHANNAROOO!"
Dari atas Sakura melompat dan ikut menyarangkan tinjunya. Mata abu-abu milik Toneri meliriknya sesaat sebelum menghindar. Membuat tanah tempat ia berpijak sebelumnya hancur karena tinjunya.
"Kau lagi," kata Toneri sambil menatap tajam Naruto dan ninja Konoha yang lain. Bersamaan itu boneka-boneka yang sebelumnya mengelilingi danau bergerak dan menyerang kelima ninja itu. Sementara Toneri kembali menatap segel yang perlahan berhenti berputar. Dan menghilang. Ia terfokus pada sesuatu di bawah permukaan air.
Berdiri di tepi danau, Toneri mengulurkan tangannya,
"Kemarilah, wahai Pengantinku,"
Sesosok bayangan perlahan muncul ke permukaan danau. Tangan pucat itu terulur ke permukaan mencoba keluar, diikuti surai hitam panjang yang sebagian terurai kedepan. Tubuh pucat berdiri di atas permukaan danau dengan tubuh penuh serpihan kain berwarna hitam, serpihan kain itu tak bisa banyak menutupi anggota tubuh yang terlihat jelas seorang wanita. Sosok yang basah kuyup itu perlahan melayang ke arah Toneri.
Sebelum tangan pucat itu berhasil meraihnya. Sebuah tinju menghantam wajah Toneri. Serpihan kayu dan retakan terlihat di wajah pucat itu sebelum terlempar hingga membentur dinding gua.
Naruto menatap sosok itu sambil merasakan kepalan di tangannya yang tertutup perban. Di sekelilingnya, Sakura dan yang lain berhasil menghancurkan semua boneka. Suara benda jatuh ke air tak membuatnya menoleh dari sosok musuh yang kini kembali bangun dan perlahan berjalan terseok ke arahnya.
"Kau juga boneka?" tanya Naruto dengan geram.
"Ini bukan tubuhku," sosok berambut putih di depannya itu menjawab sambil terus berjalan.
"Lain kali, tubuhku yang asli akan datang untuk mengambilnya, takkan kubiarkan kau menghancurkan rencanaku," lanjut sosok itu sambil mendongak. Sebelah wajahnya hancur dengan bola mata abu-abu diantara serpihan kayu.
"Dimana Sasuke?" Bentak Naruto sambil kembali menyarangkan pukulan. Namun tubuh itu sudah ambruk di tanah dalam potongan boneka. Senyuman masih terhias di wajah boneka itu diikuti suara tawa.
"Tinjumu tak akan pernah mengenaiku, dan dia akan jadi milikku," suara itu bergema. Dan tubuh boneka itu terdiam.
Naruto menatap bongkahan boneka itu dengan wajah penuh amarah.
"NARUTO!"
Panggilan Sakura itu membuatnya menoleh. Mendapati teman satu timnya itu tengah berjongkok di atas permukaan danau dengan sosok berambut hitam panjang dalam pelukannya. Hinata menatap sosok tak di kenal itu dengan wajah gelisah.
"Ada apa, Sakura?" tanya Naruto sambil berlari mendekat.
Sakura balas menatapnya dengan alis berkerut. Perlahan ia menyibak poni sosok dalam pelukannya dan wajah pucat itu terlihat.
Wajah yang tak lain adalah milik Uchiha Sasuke.
.
.
.
"Bagaimana keadaanya, Sakura?" Tanya Naruto Khawatir.
Sosok berambut merah muda itu mengerutkan alis sambil berkonsentrasi dengan tangan bersaput chakra hijau. Sosok wanita berwajah mirip Sasuke yang mereka temukan berbaring di tanah. Dengan jaket hitam milik Naruto menyelimuti tubuhnya.
"Ini tidak bagus, Aku tak bisa merasakan sedikitpun chakra dalam tubuhnya," jawab Sakura sambil meningkatkan jumlah chakra di tangannya.
"Apa maksudnya ini?" tanya Shikamaru lirih. Menatap sosok yang terbaring di depannya sambil berpikir keras. Ia tak melewatkan kemiripan sosok itu dengan Sasuke, juga lengan kirinya yang berwarna kemerahan seakan habis terbakar. Warna merah itu menyebar rata dari ujung jari hingga pangkal siku dan terlihat kontras dengan warna pucat di kulit lengan atasnya. Dan kenyataan bahwa Toneri menginginkan sosok yang masih tak sadarkan diri di hadapannya itu. Jebakan musuh? atau...
Hinata sepertinya juga menyadari hal itu, ia segera mengeluarkan perban dari tasnya dan membalut permukaan kulit yang terlihat sangat tipis di tangan sosok asing itu. Pada beberapa tempat terlihat darah menetes pada bagian kulit yang bergesekan pada batu di bawahnya. Seakan kulit itu setipis kulit bayi.
"Shikamaru, Kenapa dia mirip sekali dengan Sasuke?" tanya Naruto dengan alis berkerut.
"Coba kau kenali chakranya dengan mode Sennin-mu, Naruto," pinta Shikamaru.
Naruto mengangguk dan berdiri kaku. Tak berapa lama, bayangan berwarna oren muncul di atas matanya.
"Kau mengenalinya?" tanya Shikamaru.
Naruto masih memejamkan mata, sebelum kemudian menggeleng.
"Aku tak bisa merasakan chakra apapun. Tubuh itu tak memiliki chakra sedikitpun," kata Naruto sambil menatap sosok yang masih berbaring itu dengan mata kuning khas Sage-mode.
"Bagaimana mungkin dia masih hidup?" gumam Shikamaru. Bahkan seorang manusia non ninja memiliki aura chakra walau sangat kecil.
Naruto menatap bagaimana chakra milik Sakura memasuki tubuh yang terdiam itu sebelum menghilang seolah sang Kunoichi tak mengerahkan tenaganya agar tubuh itu menerima chakranya. Meski begitu, ia bisa mendengar detak teratur pada jantung sosok tak dikenal itu.
"Aku tak tau apa yang terjadi, tapi kita membutuhkan bantuan," kata Sakura sambil mendongak. Menatap teman satu timnya. Kekhawatiran tercetak jelas di mata hijaunya.
"Biar aku saja yang menggendongnya," kata Naruto sambil membawa sosok berambut hitam panjang itu ke kedua lengannya.
"Baiklah, kita kembali," kata Shikamaru sambil menatap semua orang. Gerakan mereka terhenti saat menatap jalan keluar tempat mereka datang kini tertumpuk reruntuhan dinding akibat pertarungan kecil mereka dengan para boneka.
Pertarungan kecil mereka dengan para boneka membuat beberapa sisi gua itu runtuh dan menciptakan celah lain di sisi berlawanan dari mereka datang. Namun cahaya terlihat di ujung celah yang lumayan lebar itu. Mau tak mau mereka harus keluar lewat jalan itu.
Tak menunggu waktu lagi. Kelima ninja itu segera melompati bebatuan dan meluncur turun. Satu persatu dari mereka keluar dari lubang gua sebelum membeku saat melihat sekeliling.
Mereka kini berada di tepian tebing yang menghadap lautan. Di bawah dimana seharusnya tanah berada justru ada langit. Langit biru yang dihiasi awan itu terpantul bentuk pulau seakan ada daratan yang melayang di atas langit.
"Tempat apa ini?" Bisik Shikamaru tak percaya.
"Pulau itu melayang," kata Sai sambil mendongak.
"Bukan," jawab Shikamaru sambil melihat sekeliling.
"Permukaan lautnya melengkung." Lanjut Shikamaru.
"Dari bawah tanah juga ada sinar matahari," kata Sakura ikut mendongak dimana seharusnya tanah berada.
"Sepertinya itu palsu,"
"Ya,"
.
.
.
"Hinata, Kau melihat ada pemukiman di dekat sini?" tanya Naruto sambil menoleh menatap Hinata yang terbang bersama Sakura. Saat ini mereka kembali menaiki burung tinta ciptaan Sai dan mencoba mengelilingi tempat aneh itu. Matahari yang sebelumnya bersinar buram seakan berada dibalik kaca itu kini memerah sewarna senja.
"Maaf, Naruto-kun. Aku tak menemukan apapun," jawab Hinata membuat Naruto mengeratkan genggaman pada sosok dalam pelukannya. Sosok yang masih tak sadarkan diri itu kini sedingin es.
"Apa ada tanda-tanda dari musuh?" Tanya Shikamaru.
"Tidak ada," Jawab Hinata lagi.
"Aku yakin musuh sudah menyadari keberadaan kita, tapi kenapa mereka tidak menyerang?" kata Sai dengan wajah tanpa ekspresi.
"Ya, itu membuatku khawatir. Ini terlalu tenang," jawab Shikamaru.
"Shikamaru, kita harus melakukan sesuatu, Aku bisa merasakan detak jantungnya melambat," kata Naruto sambil menoleh ke arah Sang Nara sebelum menunduk menatap gadis dalam pelukannya.
"Kita bisa kembali dan mencoba membuka jalan. Tapi itu akan beresiko tinggi jika kita kembali saat malam. Sakura, coba kau periksa apa ia bisa bertahan hingga besok." Pinta Shikamaru.
"Ya, kita harus segera mencari tempat istirahat," kata Sakura sambil ikut menatap sosok tak dikenal itu penuh khawatir.
Mereka terbang selama beberapa saat hingga akhirnya turun dan membuat sebuah kemah kecil di dalam hutan. Sakura segera memeriksa kondisi sosok asing itu di dalam tenda sementara Naruto dan yang lain berjaga di luar.
Butuh waktu beberapa lama hingga Sakura berhasil menstabilkan kondisinya, dan itu membuat sang Ninja Medis kelelahan. Di sampingnya Hinata segera menyodorkan kantong air yang di balas senyuman oleh sang Haruno.
"Sa-sakura-chan... M-menurutmu, siapa dia?" tanya Hinata pelan.
"Aku tak yakin, tapi..." sosok berambut pink itu tak melanjutkan kalimatnya. Ia memalingkan muka dan menunduk.
Diluar, Naruto berjaga di atas pohon sambil sesekali menatap ke arah tenda. Ia menyandarkan punggungnya ke batang pohon sebelum menunduk menatap sebuah pedang dalam genggamannya. Jemarinya perlahan mengusap simbol kipas hitam putih yang kini pudar penuh noda hitam. Di belakang punggungnya, langit palsu menampakkan matahari berwarna merah.
.
.
.
Di dalam sebuah ruangan dengan atap yang menjulang tinggi dan dinding yang di penuhi lukisan yang juga menjulang hingga langit-langit, sosok Toneri tengah duduk di sebuah singgasana dengan perban yang menutupi kedua matanya. Sebuah perapian menyala penuh api, membuat ruangan itu berpendar jingga.
"Biarkan mereka," perintah Toneri dalam ruangan kosong itu.
"Jangan lakukan apapun hingga aku mendapatkannya,".
Jendela besar berbentuk kerucut terbalik di sisi lain ruangan itu berpendar putih akibat cahaya palsu rembulan. Menerangi ruangan di dekatnya yang terlihat penuh ornamen dan ukiran.
"Oh, aku bisa merasakan kekuatan mata ini," sosok berambut putih itu tersenyum. Di ruangan yang lain, sosok kecil Hanabi terlihat berbaring dalam kegelapan dengan kedua mata yang juga tertutup perban.
"Akhirnya aku mendapatkan kembali, mata ini... kemudian, tak lama lagi. Aku akan membangun kembali kejayaan klan Otsutsuki,"
.
.
.
Malam telah larut saat Naruto berbalik dari posisinya berjaga di atas pohon. Hutan disekelilingnya berpendar perak redup akibat cahaya bulan palsu. Di bawahnya, anggota timnya yang lain terlihat tidur diluar mengelilingi tenda.
Naruto kembali memeriksa adanya musuh sebelum menyilangkan tangan dan membentuk segel. Beberapa klon tercipta dalam asap putih mengelilingi Naruto. Mereka mengangguk bersamaan sebelum salah satu dari sosok serupa itu melompat turun dan memasuki tenda, dimana sesosok gadis tengah berbaring dengan keringat yang membasahi wajah pucatnya. Naruto perlahan mendekat, dan bisa mendengar detak jantung sang gadis yang berpacu terlalu cepat.
"Apa ia demam lagi?" gumam Naruto. Ia mengulurkan tangan kanannya yang ditutup perban ke dahi sang gadis. Tiba-tiba saja gadis itu tersentak dan membuka kedua matanya.
Suara kecil itu membuat anggota tim yang lain terbangun dan bergegas memasuki tenda. Mereka tak bisa menahan pekikan kaget saat mendapati sosok gadis itu menatap mereka balik dengan sebuah mata kelam dan Rinnegan di mata satunya.
"Sasuke?" bisik Naruto tak percaya.
Gadis itu memandang mereka satu persatu sebelum terfokus pada iris biru di depannya. Bibir pucat itu bergerak.
"Kau siapa?"
.
.
.
TBC...
.
.
Maaf, seperti biasa saya bikin fic gaje ^^a
Udah bisa nebak ini bakal pair apa kan? ^^ maaf jika ada yang kecewa *bungkuk2* , mohon pendapat dan sarannya, saya masih baru dalam pair ini ^^a.
Yang nunggu The Sun... sabar ya ^^a
.
REVIEW?
