-Happy Reading-

Happy Ending : Boyfriend

Naruto © Masashi Kishimoto

Happy Ending © Rin Mizuki

Genre : Romance & Sci-Fi

Rate T

Cast :

Sakura x sGaara

.

.

.

.

.

Sakura baru saja pulang dari rumah sakit tempatnya bekerja saat matahari mulai terbit di ufuk timur. Maklum, dia bekerja sebagai salah satu residen di bagian Unit Gawat Darurat jadi bisa sewaktu-waktu ia di panggil untuk bertugas seperti hari ini. Sebuah kecelakaan beruntun terjadi dini hari tadi dan Sakura harus ikut datang membantu para korban yang tiba di rumah sakit.

Sakura menguap dan mulai memeriksa jam di tangannya.

Jam 9.15

Sakura menghela napasnya dan kembali melangkahkan kakinya saat sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju ke arahnya, untung dia bisa menghindari mobil itu.

Sakura mulai mengumpat ke arah mobil yang baru saja hampir menabraknya. "HEI! KAU SUDAH GILA? KAU PIKIR INI AREA BALAP?"

Mata Sakura terbelalak saat melihat mobil yang baru saja hampir menabraknya itu terus melaju ke arah jurang. Mobil itu terus melaju dan akhirnya terjun bebas ke dalam jurang. Sakura langsung berlari menghampiri mobil yang terjatuh tadi dan berusaha menuruni jurang dengan hati-hati meski pada akhirnya ia terperosok berkali-kali. Sakura akhirnya sampai di tempat mobil itu terjatuh dan matanya tidak sengaja melihat genangan bensin yang bocor dari tangki bensin.

'Astaga! Aku harus segera menyelamatkannya. Kalau tidak-' Sakura bahkan tidak sanggup untuk membanyangkan apa yang akan terjadi dan Sakura kemudian berjongkok untuk mengintip si pengemudi mobil dari kaca karena mobil itu dalam keadaan terbalik.

'Satu orang. Syukurlah.' Sakura kemudian bergegas pergi ke arah depan mobil dan mencoba untuk memecahkan kaca mobil dengan hati-hati agar tidak mengenai si pengemudi yang tidak sadarkan diri itu. Dengan susah payah akhirnya Sakura berhasil mengeluarkan pengemudi itu saat percikan api mulai muncul. Sakura langsung menjauhkan dirinya dan juga si pengemudi dari tempat kejadian itu. Sakura membaringkan tubuh si pengemudi dan mulai melakukan pertolongan pertama untuknya.

'Apa aku harus melaporkannya ke polisi ya?' Sakura baru saja akan merogoh ponselnya saat tiba-tiba pengemudi mobil itu meraih tangannya.

Sakura kemudian mendekatkan telinganya agar bisa mendengar apa yang diucapkan oleh si pengemudi itu. "Jangan, mereka akan menemukanku jika mendengar berita itu."

"Baiklah." Sakura kembali meraih ponselnya dan mendial beberapa angka. Pria iu tampak ingin mengatakan sesuatu lagi.

"Tenang saja, aku hanya ingin menghubungi rumah sakit. Aku tidak bisa membawamu dengan tanganku sendiri." Pengemudi itu nampaknya lega.

Tak lama bantuan pun datang, dan Sakura serta si pengemudi itu akhirnya di bawa ke rumah sakit dan langsung mendapatkan pertolongan dari tenaga medis. Sakura sendiri juga dirawat karena ia tidak sengaja melukai beberapa anggota geraknya saat turun untuk menolong si pengemudi tadi.

Seorang dokter tengah memberikan kuliah sembari mengobati lengan Sakura. "Apa kau bodoh? Seharusnya kau menghubungi rumah sakit dulu sebelum turun membantunya. Apa kau sudah menghubungi kepolisian?" Sakura menggelengkan kepalanya.

"Apa kau bodoh?" Sakura menarik lengannya yang tengah diobati. "Berhenti mengataiku bodoh Bi! Orang itu sendiri yang melarangku untuk menghubungi polisi."

"Sekarang kau berani membentak Bibimu?" Tsunade kembali menarik lengan Sakura dan mengobatinya.

"Lalu bagaimana keadaannya?" tanya Sakura.

Tsunade kemudian menarik sebelah alisnya dan menatap Sakura penuh curiga. "Kau yakin tidak mengenalnya? Tapi kenapa kau sangat peduli pada orang itu?"

Sakura berusaha menyanggah komentar Bibinya itu. "Tentu saja, itu karena tugasku sebagai seorang dokter, untuk memastikan kondisi setiap pasiennya."

Tsunade sepertinya tidak mempercayai perkataan keponakannya itu. "Aku tidak yakin. Oh, bukankah Ibumu akan datang berkunjung hari ini?"

"Astaga aku lupa! Ya sudah kalau begitu aku permisi dulu." Sakura langsung menyambar tasnya dan sesaat sebelum ia melewati pintu ruang kerja Tsunade, Sakura berbalik. "Hm, Bibi. Bisakah mengabariku jika ada perkembangan dengan pasien itu."

"Ya." Sakura tersenyum puas mendengar jawaban Tsunade dan langsung menghilang di balik pintu.

.

.

.

Sakura baru saja membuka pintu apartemennya saat ia melihat sepasang sepatu wanita tertata rapi di depan pintu. Dengan langkah gontai Sakura masuk dan langsung menemui seorang wanita paruh baya sedang duduk di ruang tamunya. Melihat tangan dan kaki Sakura yang di plester, wanita paruh baya itu langsung menghampiri Sakura dan mendudukkannya di sampingnya.

.

Sakura POV

Baru saja aku terlepas dari Bibi dan sekarang. Ah menyebalkan.

"Bukankah kau mengatakan pada Ibu bahwa kau sudah berhenti menjadi tim medis untuk militer?"

Lagi-lagi Ibu mengungkit-ungkit itu lagi. "Tentu saja, bukankah Ibu sudah melihat tempat kerjaku yang baru. Lagi pula ada Bibi yang bekerja disana."

"Kau dan bibimu itu sama saja. Lalu kalau kau benar sudah berhenti kenapa kau masih terluka disana-sini?"

"Ah, tadi ada korban kecelakaan."

"Begitu. Lalu, kapan kau akan mengenalkan pada Ibu?"

"Mengenalkan siapa?"

"Calon suamimu. Atau kau sudah lupa? Jangan-jangan kau berbohong agar tidak Ibu jodohkan?" Eh, aku pikir Ibu sudah lupa tentang itu. Bagaimana caraku mengatakannya ya?

"Ah, itu. Hm, bagaimana ya mengatakannya."

"Kau sebenarnya punya pacar atau tidak Sakura?" Tentu saja aku tidak punya.

"Tentu saja aku punya." Apa yang salah dengan mulutku ini.

"Lalu?"

Hm, aku harus mengarang sesuatu. "Hm, tadi aku sudah bilangkan kalau ada kecelakaan? Ah, yang kecelakaan itu pacarku bu. Jadi aku harus membawanya ke rumah sakit." Pacar? Aku bahkan tidak tahu namanya.

"Kalau begitu kenapa kau malah disini? Tidak menjaganya?"

"Karena aku tahu Ibu akan berkunjung, makanya aku pulang sebentar untuk menemui Ibu."

Ibu kemudian bangkit. "Kalau begitu antarkan Ibu menemuinya, Ibu ingin menjenguknya."

Tidak boleh. Ini tidak boleh terjadi. "Hm. Dia masih ada di Ruang Gawat Darurat bu, jadi belum bisa menerima kunjungan."

"Baiklah, Ibu rasa Ibu harus pergi, Jaga dirimu baik-baik. Ayah dan Ibu akan mengunjungimu minggu depan, sekalian menjenguk kekasihmu."

Ya ampun, tamat sudah riwayatku.

Sakura POV End

.

Sakura mengantarkan kepergian Ibunya saat ponselnya berdering. "Sebentar bu. Halo Bibi? Ada apa?"

"Kau lupa? Kau tadi memintaku untuk mengabari jika ada perkembangan dengan pasien yang kau bawa tadi?"

"Lalu bagaimana keadaannya Bi?"

"Dia sudah sudah dipindahkan ke ICU. Kalau kau ingin melihatnya datang saja."

"Baiklah, sebentar lagi aku akan kesana." Sakura kemudian menutup teleponnya. "Ibu aku harus pergi."

.

.

.

Sakura membuka kamar rawat dan melihat seseorang tengah terbaring disana. Sakura lagi-lagi menghela napasnya dan kemudian mendudukan dirinya di samping pasien tersebut. Sakura menatap wajah pria itu.

'Dia cukup tampan.' Sakura menggeleng cepat. "Astaga Sakura! Apa yang kau pikirkan!"

Pria itu memiliki rambut berwarna merah dan ada sesuatu di dahi pria itu. Tangan Sakura secara otomatis bergerak untuk memastikan apa itu saat seseorang menahan tangannya. Sakura terkejut saat mendapati tangan yang menahannya itu adalah milik pasien yang ada dihadapannya itu. Pria itu mulai membuka matanya dan menoleh ke arah Sakura dengan pandangan yang tidak menyenangkan.

"Apa yang ingin kau lakukan?" Pria itu tidak juga melepaskan genggamannya.

Sakura mulai salah tingkah. "K-kau sudah bangun? Ah, maaf. Aku cuma ingin melihat tanda yang ada di dahimu itu. Maaf."

"Kau yang membawaku kemari?"

"Eh? Kau ingat padaku?" Pria itu akhirnya melepaskan genggamannya dan kembali memejamkan matanya.

"Kau baik-baik saja?" pria itu tidak menjawab.

Sakura mulai menguap. Maklum, dia seharian ini belum tidur. Sakura kemudian beranjak dan mencari tempat untuknya berbaring dan menemukan sebuah sofa yang terletak di sudut ruangan itu. Tak butuh waktu lama untuk Sakura terlelap.

.

Sakura merasakan ada yang mencolek pipinya berkali-kali. Meski malas, Sakura kemudian membuka matanya dan menemukan sosok berambut merah itu tengah berdiri di depannya sedang mencolek-colek pipinya. Dengan cepat Sakura bangkit dari tidurnya dan mengusap matanya.

"Kau masih disini?"

"Ah, itu-" Pria itu tampaknya tidak berniat mendengar jawaban Sakura dan memilih pergi dengan membawa kantung infus yang masih terpasang. "Kau mau kemana? Perlu bantuan?"

"Toilet."

"Kalau begitu aku bantu." Pria itu berbalik dan menatapnya tajam. "Apa kau ini orang mesum?"

Sakura terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. Sungguh baru kali ini dia mendengar ada seseorang yang mengatainya mesum.

"Aku ini dokter. Lagi pula bagaimana bisa kau mengatai gadis secantik diriku ini orang mesum?" pria itu hanya mengabaikannya dan memilih masuk ke dalam kamar mandi.

Sakura ikut berdiri di depan kamar mandi dan menunggu sampai pria itu keluar dari sana. "Masih disini?"

"Kau mengusirku?" tanya Sakura. "Kau tidak ingat siapa yang membawamu kemari?"

"Kau tidak ikhlas? Jadi berapa aku harus membayarmu?"

"Sudahlah." Sakura meraih tangan pria itu dan membantunya kembali ke tempat tidur dan memasang kembali infusnya.

"Siapa namamu?" tanya Sakura.

"Untuk apa?"

"Kau tahu? Aku kesulitan saat menulis data dirimu saat aku membawaku kemari dan perlu kau tahu, aku yang bertanggung jawab atas dirimu." Pria itu hanya diam dan membaringkan badannya, sedangkan Sakura kembali mendudukan dirinya di samping pria itu setelah memperbaiki selimut yang dikenakan pria itu.

"Jangan salah paham, ini tugasku karena aku seorang dokter."

Sakura kembali membuka suara meski tidak mendapatkan tanggapan apa-apa dari pria itu. "Aku tidak menyangka kau akan pulih secepat ini." Sakura kembali menguap.

"Pulanglah."

"Tidak bisa, satu jam lagi aku harus bertugas dan aku masih mengantuk." Sakura kemudian membaringkan kepalanya di atas kasur.

"Hei. Apa yang kau lakukan?"

"Bisakah kau membangunkanku satu jam lagi? Tolong." Dan Sakura sudah kembali terlelap.

"Gadis ini."

Satu jam telah berlalu dan Sakura tidak menunjukkan tanda-tanda untuk bangun. Pria itu kemudian mencolek pipi Sakura. Tapi Sakura tidak kunjung bangun, pria itu kemudian kembali mencolek pipi Sakura terus menerus seperti yang ia lakukan sebelumnya untuk membangunkan gadis itu. Tak lama Sakura mulai terbangun dan mengusap matanya. Yang pertama kali Sakura lakukan adalah memeriksa jam tangannya.

"Terima kasih sudah membangunkanku. Biasanya aku susah untuk bangun. Sekali lagi terima kasih." Sakura kemudian beranjak dari tempat duduknya dan hendak meninggalkan ruangan itu saat ia mendengar pria itu mengankat suaranya.

"Gaara."

"Hm?"

"Kau bisa memanggilku dengan nama itu."

"Baiklah." Sakura kembali melangkahkan kakinya saat pria itu kembali mengangkat suaranya.

"Hei!"

"Apa lagi?"

"Bersihkan air liurmu dari kasurku."

"Maaf?"

Sakura kemudian kembali. "Minggir."

"Kau menyuruh seorang pasien untuk minggir?"

"Kau yang menyuruhku untuk membersihkannya kan?"

Sakura kemudian membantu pria itu bangkit dan membantunya untuk duduk di sofa sedangkan dia menarik sprei dan juga selimut itu dan membawanya keluar. Sebelum keluar Sakura berbalik. "Perawat akan membawakan sprei dan selimut yang baru untukmu. Aku pergi."

'Cih. Menyebalkan. Bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu pada seorang gadis. Tidak sopan! Dan bagaimana bisa aku melakukannya saat tidur. Benar-benar memalukan!'

.

Hari ini tidak terlalu banyak pasien yang berdatangan di UGD jadi Sakura hanya perlu memeriksa kondisi pasien sebelumnya yang memang menjadi tanggung jawabnya. Pasien terakhir yang harus ia periksa adalah kamar Gaara. Sakura sudah sampai didepan kamar dimana Gaara dirawat, tapi nampaknya dia cukup enggan untuk masuk kesana mengingat kejadian siang tadi. Tiba-tiba pintu kamar terbuka.

Terlihat Gaara sedang membawa kantung infusnya. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Kau sendiri?" Sakura malah berbalik bertanya.

"…"

"Kau mau kemana?"

"Jalan-jalan."

"Ini sudah malam."

"Aku tahu."

"Aku harus memeriksa kondisimu."

"Aku baik-baik saja."

'Astaga pria ini keras kepala sekali!'

Meski begitu Sakura tetap mengikuti kemana Gaara pergi. Mereka kemudian berkeliling area rumah sakit.

"Duduk sebentar, biarkan aku memeriksamu." Pria itu tetap mengabaikannya. Merasa kesal Sakura akhirnya menarik lengan pria itu dan menariknya untuk duduk di sebuah bangku yang terletak disisi koridor rumah sakit.

"Aneh. Kau sudah tidak apa-apa."

"…"

"Tapi ingat, lukamu belum sembuh. Sekarang aku akan mengantarmu kembali ke kamarmu." Sakura kembali menarik lengan Gaara.

"Apa ini diperbolehkan?" Sakura hanya memandangnya bingung. "Menarik-narik seorang pasien."

"Kau ini sudah bisa dikatakan sembuh. Jadi itu tidak masalah."

Akhirnya mereka sampai di kamar Gaara dan Sakura membantu pria itu menata selimutnya.

"Aku bisa sendiri."

"Sudahah, ini tugasku. Tidurlah. Besok aku akan menemuimu lagi."

Sakura kemudian pergi, tapi sebelumnya ia berbalik, "Selamat malam."

.

.

.

Pagi ini Sakura dibangunka oleh dering di ponselnya. Dengan malas Sakura membuka ponselnya, ada beberapa panggilan tak terjawab di ponselnya dan ada sebuah pesan singkat disana.

Ibu dengar dari bibimu. Kalau kekasihmu sudah sembuh dan sudah bisa dijenguk. Jadi pagi ini Ayah dan Ibu akan datang kesana untuk menjenguknya.

#note

Sekarang Ayah dan Ibu sudah ada di rumah sakit.

-Ibu

Sakura menelan ludahnya. 'Astaga! Apa-apan ini? Apa yang harus aku lakukan? Jam berapa sekarang? Aku harus bergegas ke rumah sakit sekarang!'

.

.

.

Setibanya di rumah sakit, Sakura langsung bergegas ke ruang kerja Tsunade, tapi ternyata ruangan itu kosong. Tak sengaja seorang perawat lewat dan Sakura langsung menanyakan keberadaan Bibinya itu.

"Tadi aku melihat Dokter Tsunade sedang bersama dengan tamunya menuju keruangan Anyelir."

'Anyelir? Astaga itu kan kamar Gaara.'

Sakura langsung melesat ke arah kamar Gaara. Saat Sakura membuka pintu kamar rawat Gaara, Bibi, dan juga kedua orang tuanya sudah berkumpul disana.

"Sakura? Kau terlambat lagi?" tanya Ibunya. "Apa dia sering terlambat Tsunade?"

"Begitulah."

"Ck. Berhentilah menyusahkan Bibimu Sakura."

"K-kalian. Apa yang kalian lakukan disini?"

"Aku sudah curiga sebelumnya." Mendengar apa yang baru saja Tsunade katakan jantung Sakura serasa mau lepas.

'Apa aku sudah ketahuan?'

"Pantas saja dia begitu mengkhawatirkannya, ternyata dia itu pacarnya." Sakura kemudian bernapas lega.

Sakura langsung menghampiri Gaara yang masih duduk di tempat tidurnya. Pria itu terlihat bingung saat melihat begitu banyak orang yang kini tengah berkumpul di kamarnya. Sakura kebingungan memilih kata yang tepat untuk menjelaskan situasi ini pada pria berambut merah itu.

Sakura kemudian membisikkan sesuatu. "Bisakah kau menolongku kali ini saja. Jangan katakan apapun dan ikuti saja apa yang aku katakan. Aku mohon." Gaara hanya menatapnya tidak berminat dan Sakura kemudian menunjukkan tatapan memelasnya.

Ayah Sakura kemudian angkat suara. "Kami sudah banyak bicara dengannya."

"APA!"

"Sakura kecilkan suaramu."

Sakura kemudian menatap ke arah Gaara dengan pandangan tidak percaya. 'Apa yang sudah pria ini katakan?'

.

.

.

.

.

-to be continued-

.

.

.

#Author's Corner

Rin lagi suka sama Gaara. Jadi kali ini Rin pengen buat fic ttg Gaara. Sikapnya yang selalu tenang itu lho… hmm… Rin sepertinya mulai menggila lagi..

Rin juga lagi iseng bikin cerita dengan genre Sci-Fi… maaf jika aneh…

Terimakasih sudah mau menyempatkan untuk membaca fic ini. TT_TT Maaf untuk alurnya yang nggak jelas :)

Arigatou