Hari itu, tidak seperti biasanya, suasana di kediaman keluarga Matsuno sangat sunyi.
Tidak ada sang ibu yang biasanya menyiapkan makan malam. Tidak ada sang ayah yang meminum kopinya sambil menonton televisi. Tidak ada si kembar enam yang membuat keributan.
"Karamatsu."
Oh, ada si dua anak sulung Matsuno, ternyata. Keduanya tidak berbicara apapun hingga akhirnya si kakak tertua memanggil nama adiknya.
Si adik menoleh, namun Osomatsu tidak dapat melihat kedua matanya yang terhalang kacamata hitam.
Dengan cengiran khasnya terpatri, dia berkata, "Nyanyikan aku lagu?"
"Lagu apa?" Osomatsu menaruh kepalanya di pangkuan Karamatsu, dan tangan si adik otomatis membelai rambutnya pelan.
"Apa saja. Yang biasa kau nyanyikan ketika kita mimpi buruk juga boleh." Ia menutup matanya. Rasanya pelan-pelan ia semakin terbuai ke alam mimpi dengan elusan Karamatsu.
Pelan terdengar suara adiknya, mengisi keheningan dengan melodi yang familier, dan tanpa sadar dia tersenyum kecil.
Rasanya nyaman sekali, walau sedikit terasa janggal karena tidak ada suara selain nyanyian pelan Karamatsu.
Rasanya dia bisa tidur dengan tenang jika dalam suasana seperti ini, hening, sunyi—walau mungkin ada sedikit rasa sesak dalam dadanya.
Rasanya ... rasanya dia akan merindukan semua ini, nanti. Dia akan rindu bisa berada di rumah ini, berada dalam kamar mereka, berada dalam pangkuan Karamatsu dan mendengarkan suaranya.
Dia membuka matanya ketika suara Karamatsu semakin kecil hingga tidak lagi terdengar.
Aah, setelah melihat wajah adiknya, dia sedikit menyesal. Harusnya dia pura-pura tidak tahu saja dan tetap menutup matanya.
Ketika Karamatsu terisak, sesak dalam dadanya semakin terasa, dan dia tetap mencoba untuk menahan senyumannya.
"Hei, ayolah, kau pria yang tangguh, bukan?" Osomatsu harap dia bisa setidaknya mengusap kepala adiknya. "Aku tidak ingin memori terakhirku tentangmu adalah wajah jelekmu yang menangis."
Dengan ucapan itu, si adik langsung mengusap wajahnya dengan lengan jaketnya, lalu memaksakan senyuman.
Dia benar-benar akan rindu, rindu dengan senyuman adik-adiknya.
"Lanjutkan nyanyianmu."
Karamatsu mengangguk, lalu sedikit berdeham agar suaranya tidak terdengar serak.
"you are my sunshine,
my only sunshine,"
"you make me happy, when skies are grey,"
"you'll never know, dear, how much I love you,"
"please don't take my sunshine away,"
Osomatsu sedikit terkekeh. Rasanya cocok sekali mendengar kata-kata seperti itu diucapkan oleh Karamatsu.
Dia menarik tangan Karamatsu yang mengelus pelan rambutnya, menggenggamnya pelan dengan kedua tangan. "Sekarang kau jadi niisan, kuharap kau bisa jadi kakak yang keren."
Dia tidak sempat mendengar jawaban Karamatsu—atau mungkin adiknya itu memang tidak menjawabnya.
Yang dia dengar hanyalah suara Karamatsu, semakin lama semakin menuntunnya ke dalam kegelapan, semakin jauh dari rumah, semakin jauh dari segalanya.
"please don't take my sunshine away."
.
.
.
sing me to sleep
Osomatsu-san (c) Akatsuka Fujio
Dibuat untuk kesenangan semata, tidak ada keuntungan lainnya yang didapatkan.
please don't take karamatsu's sunshine away ;;;;;
