"Kenapa kau tidak membunuhku saja, wahai tuan pengkhianat?"

Ying, dengan tangan terikat, kembali melontarkan pertanyaan ketus. Entah sudah berapa kali, Ying tidak peduli. Menatap tajam sarat kebencian pada pria yang tengah terduduk santai di dekat api unggun.

"Namaku bukan 'Tuan Pengkhianat', wahai Ratu Ying. Aku Stanley. Tidakkah kau ingat?"

Ying mendengus. Tentu saja, Ying ingat betul nama orang yang telah membunuh suaminya ini.

"Dan aku harap kau cukup pintar untuk menjawab pertanyaanku, tuan Stanley."

Stanley terdiam. Menghentikan gerakan tangannya yang berusaha mencari kehangatan di dekat api yang menyinari seluruh ruangan dengan cahayanya. Menyinari ruangan tempat sang raja biasa menghabiskan waktu dengan para selirnya saat ia masih hidup.

"...Aku tidak mau melakukan hal itu."

Tawa Ying pecah seketika. Tawa menyedihkan yang mengejek dan mengutuk Stanley. Menggelegar di dalam ruangan besar penuh buku bertinta emas.

"Lalu, kenapa kau tidak memenjarakanku bersama para selir raja?"

"Aku juga tidak mau melakukannya, Ying."

Ying masih terkekeh. Merasa sikap sang pengkhianat di depannya begitu lucu, dan juga cukup aneh.

"Lalu, kenapa kau melakukan semua ini?"

Stanley terdiam, menatap Ying penuh makna. Sendu, begitu penuh dengan kasih sayang. Yang sayangnya tak Ying lihat saat ini.

Ying terlalu buta untuk melihat itu semua. Buta karena kesedihan, kebencian, dan juga kemarahan yang amat sangat.

Ying telah dibutakan oleh cintanya terhadap sang raja yang telah tiada.

"Kenapa kau membunuh suamiku..?"

Detik demi detik berlalu, perlahan tawa menyedihkan yang sedari tadi mengisi keheningan malam berubah menjadi tangis. Tangisan penuh rasa pedih. Tangisan penuh luka yang tak bisa disembuhkan dan akan membekas sampai masa akhir dunia.

"Kenapa kau membunuh satu-satunya cintaku? Kenapa..?"

Stanley terdiam, membisu saat melihat sang ratu mulai berlinang air mata. Membisu saat menyaksikan pertahanan sang ratu mulai runtuh dengan perlahan.

"KENAPA KAU HARUS MELAKUKAN SEMUA INI, STANLEY?!"

"Ying!"

Stanley mendekap Ying, tak ingin sang pujaan hati runtuh seketika. Mengelus surai hitam Ying dengan lembut, membisikkan kata-kata penenang dengan halus. Melupakan sejenak fakta bahwa ialah pembunuh suami sang wanita yang tengah didekapnya dengan sayang.

"Apa kau ingin tahu alasan di balik pemberontakan ini?"

"Ya.."

Ying menjawab dengan lemah, dengan sesekali diiringi sesegukan bekas tangis penuh pilu yang baru saja terjadi. Ying begitu penasaran dengan alasan Stanley membunuh Fang. Alasan sang pengkhianat yang meruntuhkan kerajaannya, setelah semua pengorbanan yang Ying lakukan.

"Aku berkhianat agar kau selamat dari neraka berselimut emas itu, Ratu Ying."

Ying membatu. Terlalu terkejut untuk sekedar menjerit penuh rasa kaget. Terlalu terkejut untuk sekedar melepas dekapan Stanley.

Ying benar-benar tak pernah mengira bahwa alasan di balik runtuhnya kerajaan di bawah pemerintahan Raja Fang adalah Ying sendiri.

"Ying..?"

Stanley sendiri merasa begitu heran. Tak adanya respon dari Ying membuatnya sedikit khawatir dan juga bingung.

"...Kau melakukan semua ini karena kau menyukaiku? Benar begitu?"

"...Ya, kau benar. Jadi-,"

"Kau ternyata benar-benar menyedihkan."

. . . ~*oOo*~ . . .

FIN

. . . ~*oOo*~ . . .