AN: Hmm... dapet ide baru buat fic baru jadilah fic ini. Fic ini bisa disebut drabble, soalnya setiap chapternya pendek. So just enjoy :D
Disclaimer: Naruto punya Masashi Kishimoto
Warn: AU, OOC, Pendek
Chapter 1 : Airmatanya
Pernahkan kalian jatuh cinta pada seseorang? Ah, pertanyaan bodoh, tentu kalian pernah. Tapi, apa kalian pernah jatuh cinta karena melihat orang itu menangis? Ya, menangis, orang itu mengeluarkan air mata!
Aku pernah. Entah mengapa saat itu aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari dirinya. Saat mata biru safirnya mengeluarkan cairan bening yang tertempa sinar mentari sore. Di perpustakaan sekolah yang sepi, hanya aku yang memperhatikan dia. Dan dia yang tak menyadari kehadiranku.
Aku tahu, lelaki jarang sekali menangis, kecuali mereka terluka sangat dalam. Aku juga tahu, lelaki itu ingin selalu terlihat tegar. Tapi, dia yang begitu rapuh dan pasrah, di mataku terlihat sangat indah.
Hari ini aku kembali ke perputakaan. Kalian pasti mengira aku ingin bertemu dengan lelaki itu lagi. Ya, kalian tak sepenuhnya salah. Tapi alasan yang paling tepat adalah… aku salah satu anggota pengurus perpustakaan.
Tapi, aku ragu akan bertemu dengan lelaki itu lagi. Sebab, selama aku menjadi anggota pengurus perpustakaan, aku jarang melihat dia mampir ke sini. Terkecuali dia mendapat hukuman dari guru. Dia sedikit terkenal karena kenakalannya itu.
Kugeser pintu perpustakaan dan masuk ke dalam tempat yang terisi dengan rak-rak buku setinggi dua meter. Istirahat kali ini cukup ramai. Aku segera menuju tempat biasa aku berjaga dan mencatat siswa-siswa yang meminjam buku.
"Hai, Hinata," sapa seorang siswi berambut panjang berwarna kuning pucat yang diikat satu tinggi.
"Ya, ada apa, Ino?" responku. Aku mengalihkan perhatianku sejenak dari buku daftar peminjam yang tadi aku lihat.
"Aku mau tanya, apa kau lihat Sakura? Biasanya dia selalu ke sini," tanya Ino sambil mengedarkan pandangan. Tanpa sadar akupun ikut melakukannya.
"Hmmm… sepertinya tidak ada," jawabku. "Lagipula aku baru saja datang ke sini."
"Um… ya sudah. Makasih, Hinata," kata Ino setelahnya ia pergi keluar perpustakaan.
Sedikit aku beritahu saja, Sakura, orang yang tadi Ino cari memang senang berada di perpustakaan. Dia gadis yang pintar dan manis. Dia juga teman satu kelasku.
Kualihkan pandanganku menuju jendela yang berada di hadapanku. Aku sedikit terkejut dengan kehadiaran lelaki berambut pirang yang sedang bersandar di bingkai jendela. Namanya Uzumaki Naruto, dia kakak kelasku. Dan aku baru tahu belakangan ini dari Sakura. Dialah orang yang menarik perhatianku.
Aku lihat dia sedang memegang sebuah buku, tapi pandangannya tidak tertuju pada buku itu, melainkan pada hal lain dibalik jendela.
Aaahhh… Dia terlihat seperti orang dalam lukisan saat berpose seperti itu. Tanpa sadar aku memperhatikannya selama beberapa waktu. Hah! Dia berbalik ke arahku dan memergokiku. Aduh gawat, aku malu sekali. Aku tundukan kepalaku dalam-dalam.
Tap tap
Aku mendengar suara langkah kaki yang berjalan munuju meja pendataan. Aku tidak berani untuk mengangkat kepalaku.
Kurasakan dia sudah berdiri di depan meja. Tapi aku masih menundukan kepala. Mukaku pasti merah menahan malu sekarang.
"Hei…" panggilnya.
Perlahan aku angkat kepalaku dan menatapnya. Pandangan kami bertemu. Aku baru menyadari bahwa matanya terlihat sangat indah kalau dilihat dari dekat.
"Y-ya? Ada yang bisa aku bantu?" tanyaku dengan gugup.
Dia tersenyum lebar dan menggaruk belakang kepalanya. Uh… manis.
"Ano… apa ruang komputer sudah dibuka? Aku ingin mencari sesuatu di internet," jawab Naruto-senpai.
"Oh… sebentar, aku lihat dulu," ucapku, kemudian beranjak menuju ruang komputer. Naruto-senpai mengikutiku.
Aku pegang handle pintu ruang komputer, tidak terkunci. Aku balikan badan… duk.
"Ah, maaf Hyuuga…" ujar Naruto-senpai.
Aku memegang hidungku yang tadi menabrak dada Naruto-senpai. Rasanya sedikit sakit.
"Iya, tidak apa-apa, Uzumaki-senpai," balasku tetap tidak melihat matanya. "Kalau begitu aku kembali ke sana lagi," pamitku sambil berlalu.
Grep
Kurasakan ada yang menahan tanganku. Aku berbalik dan mendapati Naruto-senpai sedang menahan lenganku.
"A-ada apa lagi, senpai?" tanyaku.
"Panggil saja aku Naruto," jawabnya.
"Kalau begitu panggil aku Hinata saja, senpai," ujarku, lalu Naruto-senpai melepaskan lenganku dan aku kembali berjalan menuju tempat semula. Dia pasti tahu namaku dari Sakura. Syukurlah... aku sedikit senang dia mengenalku.
Huft… jantungku berdetak cepat sekali tadi. Rasanya sekujur tubuhku mengalirkan suara detak jantungku. Semoga Naruto-senpai tidak mendengarnya.
Pulang sekolah aku kembali ke perpustakaan untuk beres-beres. Walaupun lelah, itu sudah kewajiban. Tapi karena aku senang sekali berada di perpustakaan dan aku menyukai buku, aku mengerjakannya dengan senang hati.
Kulihat beberapa buah buku berserakan di meja tempat membaca. Selalu saja ada yang malas mengembalikan buku ke tempat semula.
Aku mendesah, kemudian berjalan menuju meja tersebut dan mengambil buku-buku itu. Kemudian aku simpan buku-buku itu ke tempatnya semula, rak-rak yang berjejer rapi di perpustakaan.
Sudah tidak ada buku yang berserakan di atas meja. Aku memeriksa jendela, semuanya sudah terkunci. Tinggal satu tempat lagi, yaitu ruang komputer.
Ku keluarkan kunci ruang komputer dari saku rokku dan berjalan menuju ruang komputer. Pintu ruang komputer tertutup, tapi pasti belum terkunci. Aku memegang handle pintu dan membukanya, siapa tahu masih ada seseorang di dalam.
Saat kubuka pintu itu, betapa terkejutnya aku mendapati Naruto-senpai sedang duduk di dekat pintu. Tapi, hal yang membuatku lebih terkejut adalah… Naruto-senpai sedang menangis, ya dia menangis.
Aku terdiam sebentar, dipun ikut diam sambil memandangku. Dengan gugup aku berbalik.
"Ma-maafkan aku senpai!" ujarku sambil pergi dari perpustakaan. Untung saja tidak ada siapa-siapa di perpustakaan, kalau ada orang, aku pasti malu karena sudah berteriak.
Aku bersandar di dekat pintu masuk perpustakaan. Mengatur napasku, yang entah mengapa sedikit memburu. Jantungku juga berdebar tidak karuan.
Lagi-lagi aku melihatnya menangis. Aku ingin tahu apa yang membuatnya menangis. Rasanya ingin sekali aku kembali dan meminta maaf atas kelakuanku tadi, sekaligus menanyakan alas an dia menangis. Tapi rasanya aku tidak bisa.
Hhh… aku tunggu sampai dia keluar dulu baru aku kunci ruang komputer.
Hm… Kenapa aku bisa suka padanya? Apa karena saat dia menangis dia terlihat begitu indah? Hump… aku sendiri tidak tahu.
To Be Continue
Yeah... beres juga, pendek? Memang pendek. Author ini kadang males ngetik fic... hehe
Pendapat? Saran? Silahkan tuangkan dalam review... :)
