Rukia,

Aku sudah memastikan kamar lamamu dibersihkan untuk menyambut kedatanganmu. Kau bebas datang kapanpun kau mau, kupastikan pintu rumah ini selalu terbuka. Aku ingin kau betah untuk tinggal disini, bagaimanapun juga ini adalah rumahmu, rumah kita.

Aku masih dalam perjalanan bisnis di Rusia. Disini sudah memasuki musim dingin, salju menyelimuti segalanya, kesukaanmu. Aku berencana untuk mengunjungi beberapa teman di Korea sebelum kebali ke Seireitei untuk merayakan tahun baru bersamamu.

Aku berharap kau mau datang dan mengunjungi Jii-sama, ia merindukanmu, dan jangan membawa pacarmu kemari, atau aku akan mencincangnya. Jadi, beritahu aku kalau kau memerlukan sesuatu, atau apapun. Jaga kesehatan. Aku sangat merindukanmu.

Byakuya

.

(Owwie Owl)

.

Bleach © Tite Kubo

.

Warning: OOC, AU, Typo(s), aneh, gaje, abal, narasi yang kepanjangan, dll

.

Chapter 1: Ego

.

.

Gadis bersurai hitam sebahu itu menghela napasnya dengan berat, ia menegakkan tubuhnya, mencoba meluruskan posisi duduknya yang sedikit tidak nyaman, menyamankan tubuhnya yang pegal sehabis berlari mengelilingi kompleks perumahan. Handuk mungil berwarna merah masih mengalung di leher putihnya, rambutnya yang sedikit lepek berayun-ayun jahil dipermainkan angin yang masuk dari jendela besar tak jauh dari tempatnya duduk. Beberapa tetes peluh mulai membasahi kaos putihnya. Ia mendengus membaca kembali surat yang baru saja diterimanya dari sang Oji-san –Kouga Kuchiki, sebelum Oji-sannya tersebut kembali meninggalkan rumah untuk melanjutkan kegemarannya menginap di kantor, ya Oji-sannya sering menggunakan istilah 'menginap di kantor' untuk mengganti kata 'lembur' yang menurutnya terlalu kaku. Pria eksentrik itu tak suka dengan hal-hal yang kaku, ia hanya berusaha membuat segalanya terasa ringan agar mudah untuk dilakukan, dan sang Oji-san senang dengan itu, tipikal orang yang santai dan penikmat hidup, tidak terlalu memiliki banyak masalah dimata Rukia.

"Hai chibi, apa yang sedang kau lakukan? Hmm…" tak berselang lama, ia merasakan sepasang tangan kekar memeluk pinggangnya dari belakang, pelukannya semakin erat kala gadis mungil itu berusaha melepaskan diri dari rengkuhan pria berambut oranye dibelakangnya.

"Lepaskan aku Ichigo, tubuhku masih lengket, dan bau!" kembali sang pemilik tubuh mungil meronta dalam dekapan sang kekasih.

"Oh ayolah, kau tidak bau Rukia, aku merindukanmu," kata Ichigo sambil menyingkirkan handuk yang menutupi pandangannya ke leher sang kekasih, kemudian dengan santainya ia mengecup dan sesekali lidahnya ikut beraksi di sana.

"Hentikan itu jeruk!" Rukia menaruh surat dari sang Nii-sama tersebut di atas meja yang ada di depannya dengan malas, kemudian berbalik berusaha mendorong pria yang sudah hampir dua tahun menjadi kekasihnya tersebut. Tapi usahanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil, sekuat apapun ia berusaha mendorong tubuh kekar di hadapannya ini, ia tak akan mendapatkan hasil sesuai dengan keinginannya. Yah, dilihat dari ukuran tubuhnya saja kita sudah tahu bagaimana hasilnya bukan?

"Oh sudahlah, aku menyerah," kedua tangan mungil yang semula berusaha menjauhkan tubuhnya dengan tubuh pasangannya sekarang ia biarkan berada di dada sang kekasih, tepat berada di atas jantungnya, merasakan debaran jantung yang semakin lama semakin berpacu. Ia menundukkan kepala membiarkan sang kekasih menciumi puncak kepalanya dengan penuh sayang. Setelah puas menciumi kepala sang kekasih, Kurosaki Ichigo mengangkat dagu gadis mungilnya untuk mendapatkan perhatian penuh dari belahan jiwanya tersebut, ia menatap langsung kearah lautan lemon amethyst yang sangat menawan itu. Seakan mendapatkan hipnotis yang tak dapat dielak dengan sangat perlahan wajahnya dan wajah gadis itu mendekat dengan akhir bibir mereka bertemu.

Awalnya hanya kecupan ringan, yang berlanjut menjadi pagutan yang cukup panas. Sepasang tangan mungil yang semula menjadi pemisah antara tubuh kedua insan yang sedang dimabuk asmara tersebut berpindah tempat ke belakang leher sang kekasih, menariknya mendekat untuk semakin memperdalam ciuman mereka, handuk merah yang semula masih menggantung di bahu kanan sang gadis sekarang jatuh tak berdaya di lantai yang berlapis karpet bulu asli bermotif zebra di ruang tengah tersebut. Semakin lama, pagutan itu semakin memanas, dan semakin dalam, merasa tak cukup dekat dengan tubuh sang kekasih, Kurosaki sulung itu kemudian sedikit menindih tubuh kekasihnya, memiringkan tubuh mereka di sofa panjang, hingga sang kekasih mungil terlentang dengan sempurna di sofa magenta tersebut, sementara tubuhnya semakin menekan tubuh mungil itu hingga benar-benar membuat sofa mewah itu sedikit berdecit.

"Wah, ada mobilnya Kurosaki, apa kau mau menemui Ru-eh! Aku mengganggu kalian ya? Silahkan dilanjutkan, aku hanya mau mengambil dokumen yang ketinggalan kok! Lanjutkan saja, lanjutkan!" seru Kouga dengan wajah dan senyum yang konyol sambil berlari menaiki tangga yang tak jauh dari ruangan itu. Ichigo bangkit sambil membantu Rukia untuk duduk disebelahnya. Ichigo tersenyum dengan Oji-san dari kekasihnya tersebut, hampir mirip dengan ayahnya. Heran saja seorang Kuchiki yang terkenal dingin bisa mempunyai kepribadian yang seperti itu. Ia bersyukur setidaknya ia tak perlu kaku seperti ketika berhadapan dengan Nii-sama Rukia, berhadapan dengan Oji-san maupun OJii-samanya akan terasa lebih mudah.

"Kau sudah gila ya senyum-senyum sendiri seperti itu?" cetus Rukia yang risih melihat senyum menjijikkan dari sang kekasih, ia kemudian mengambil handuk yang sempat terjatuh tadi dan mulai bangkit untuk meninggalkan ruangan itu.

"Mau kemana?" Tanya Ichigo sedikit panic dengan aksi Rukia yang langsung saja beranjak pergi meninggalkannya.

"Mau mandi, kenapa, mau ikut?" kata Rukia bosan.

"Boleh!" dan setelahnya Ichigo mempraktekkan gaya kanguru yang sedang melompat-lompat, bedanya ia hanya menggunakan satu kaki, dan ia tak begitu saja mempraktekan gerakan tersebut, karena si Kuchiki manislah yang membuatnya melakukan itu dengan menendang tulang keringnya.

"Dasar mesum!" gumam Rukia sambil meninggalkan kekasihnya yang sudah kembali duduk, walau suaranya tak begitu keras, tapi Ichigo dapat dengan jelas mendengarnya. Ia tersenyum walau kakinya masih lumayan sakit, gila? Ya mungkin ia sudah tidak waras sejak menjadi kekasih gadis mungil tadi.

Sambil menunggu kekasihnya, ia duduk dengan santai ditemani secangkir teh hijau dan berbagai keeki yang baru saja disajikan untuknya, dan saat ingin mengambil teh tersebut, Ichigo baru sadar bahwa ada selembar kertas yang tadi dibaca Rukia tergeletak begitu saja didepannya.

"Apa sih ini?" kemudian dengan teliti ia membacanya, oh sungguh tak sopan!

.

.

.

"Tidak! Tidak boleh! Pokoknya tidak boleh!"

"Oh, ayolah Ichi, hanya seminggu!" rengek Rukia pada sang kekasih. Ini adalah jam makan siang, dan seharusnya pasangan itu menggunakan kesempatan yang sangat terbatas tersebut dengan menikmati bekal mereka, saling menyuapi juga tak terlalu buruk bukan? Seharusnya sih seperti itu, karena memang itulah rutinitas mereka, tapi itu tak dapat terlaksana dengan baik karena si pria berkepala jeruk memunculkan topic yang sangan sensitive bagi mereka, sangat sensitive bagi pasangan ini –pasangan lain tidak termasuk, ok?

"Tapi seminggu itu lama sekali Rukia! Aku tak mungkin hanya diam disini sambil menunggu kepulanganmu! Aku bisa gila!" raung Ichigo yang sedikit berlebihan menurut Rukia. Huft… untung saja halaman belakang itu cukup sepi, hanya ada beberapa anak yang baru saja selesai membereskan peralatan setelah pelajaran olah raga. Tempatnya memang agak jauh dari pohon besar yang menjadi tempat favorit pasangan ini, tapi toh mereka tetap dapat mendengarkan omelan kekanak-kanakan Kurosaki Ichigo, lihat saja mereka yang sekarang tengah mencuri-curi pandang pada perdebatan pasangan yang memiliki tinggi badan yang sangat mencolok tersebut.

"Sudah hampir setengah tahun lebih aku tak pulang Ichigo, setidaknya aku ingin mengunjungi Jii-sama selama tahun baru, dan setelah itu aku janji kita akan merayakan ulang tahunku bersama," kata Rukia berusaha menenangkan sang kekasih yang mulai bertingkah kekanak-kanakan. Semilir angin musim dingin berhembus melewati mereka, membuat beberapa daun yang masih bertahanpun akhirnya tumbang juga mengikuti tarian angin musim dingin yang mulai berhembus, Rukia mengeratkan sedikit seragam musim dinginnya untuk menghalau rasa dingin yang sedikit menusuk kulitnya dari celah seragam yang terbuka itu. Ia masih memasang tatapan memohon pada sang kekasih untuk mengiyakan permintaannya tersebut, Ichigo menghela napas berat, ia akan selalu kalah dengan tatapan memohon andalan gadis mungil itu, ia mendekatkan tubuhnya pada tubuh gadis mungil di sebelahnya, menyandarkan tubuh gadis yang sedikit gemetar menahan dingin, ia memeluknya berusaha membagi kehangatan pada Rukianya. Ia menenggelamkan wajahnya pada syal lembut hadiah dari adiknya Yuzu untuk Nee-chan masa depannya ini, ia tersenyum bagaimana Yuzu dengan malu-malu menyebut Rukianya seperti itu ketika memberikan syal ini.

"Setidaknya izinkan aku ikut," bisik Ichigo lirih, masih menenggelamkan wajahnya, dan makin menenggelamkannya.

.

.

.

"Ini sebuah bencana benar'kan?" Kouga Kuchiki sedang menikmati secangkir teh hijau yang masih mengepulkan uap panas dalam cangkir tradisionalkhas acara minum teh, dengan menggunakan baju tradisional acara minum teh, ditemani sang keponakan, lelaki yang memasuki usia kepala lima ini dengan santainya membuka percakapan yang membuat Rukia tersedak, ini memang sangat dilarang untuk melakukan hal memalukan saat acara minum teh, untungnya Rukia hanya melewati acara rutin ini dengan sang Oji-san, coba kalau dengan Nii-samanya, mendiang Tou-samanya, atau bahkan Jii-samanya, pastilah ia sudah mati kutu menanggung malu, ditambah bonus menghabiskan waktu akhir pekan dengan guru kepribadian keluarga Kuchiki.

"Apakah akan sefatal itu ji-san?" Rukia mencoba memperbaiki posisi duduknya, memang setelah pindah ke Karakura dan tinggal bersama sang Oji-san, Rukia mengalami perubahan, mendapatkan sedikit keringanan dengan aturan dan kebiasaan-kebiasaan keluarga Kuchiki, contohnya sekarang ini, acara minum teh yang biasanya memerlukan ketahanan kaki yang kuat agar dapat duduk bersimpuh selama berjam-jam, sejak tinggal bersama Oji-sannya ia diperbolehkan duduk di pinggiran teras sambil memandangi kolam ikan koi kesukaan keluarganya itu, kakinya bebas ia luruskan kalau memang ia sudah tak tahan duduk bersimpuh.

"Yah… melihat dari pertemuan Byakuya dengan Kurosaki tahun kemarin sih bisa dibilang itu bencana paling mengerikan yang pernah terjadi di rumah induk keluarga Kuchiki, aku belum pernah melihat Sojun bahkan Tou-sama menatap orang seperti itu, kelihatannya Nii-samamu itu tidak mau imoutonya diambil orang lain," Kouga sedikit terkekeh mengenang keponakannnya yang satu itu menatap antara benci dan jijik pada kekasih dari adiknya sendiri, ckck… dasar anak muda.

"Ji-san benar, tapi Ichigo ngotot ingin ikut," Rukia kembali menghela napas, ia benar-benar pasrah apabila kembali terjadi perang dingin di rumah induk keluarga Kuchiki.

"Mau bagaimana lagi, kekasihmu itu mirip sekali dengan Byakuya-bo sih," Kouga kembali menyeruput teh yang tinggal setengah itu.

"Eh…?"

"Mereka sama-sama egois dan keras kepala kalau sudah menyangkut dirimu Rukia," Kouga menatap keponakannya itu sambil tersenyum hangat, tapi Rukia dapat melihat kalau ji-sannya itu sedang menahan tawa. Bungsu Kuchiki itu mengalihkan pandangannya kearah kolam ikan koi disamping rumah tradisional khusus untuk melangsungkan upacara tradisional keluarga tersebut, bangunannya memang sengaja dipisahkan agak jauh dari bangunan rumah utama, agar kesan tradisionalnya benar-benar terjaga, sayang ini adalah awal musim dingin, kalau tidak mungkin saat ini Rukia dapat melihat kelopak-kelopak bunga sakura yang bermekaran dengan indah. Setidaknya itu dapat mengurangi kegalauan hatinya.

.

.

.

Ini oneshot lho :3 #plak

Ampun… ampun kin-san =o=y

Klo mw lanjut sih kulanjut koq, tpi nggk nyambung ohohohoho #plak

(emg kapan sya pernah nyambung XD)

oh ya. ada yg punya ide mau dikasih judul apa ini fic gaje? sya mentok soal judul =o=y