Rated: T

Genre: Drama, Romance

SasuSaku

Disclaimer: Masashi Kishimoto

"Haruno Sakura! Jangan berlari di koridor!" teriak seorang guru. Tapi sepertinya gadis yang ia maksud tidak mempedulikan ucapannya. Jangankan berhenti, menoleh saja tidak.

"Haruno!"

.

.

.

Devil? Yes, you are.

.

.

Kakiku terasa pegal. Sangat pegal. Berkali-kali ku hentakkan kakiku ke lantai untuk menghilangkan rasa pegal ini. Setiap orang yang lewat mulai berbisik. Aku juga tak mmempedulikan tatapan mengejek mereka. Apa peduliku?!

Sudah hampir satu jam aku berdiri di koridor depan ruang guru. Ini semua karena kebiasaan yang sering ku lakukan. Ya. Berlari di koridor. Apa salahnya sih berlari di koridor? Guru-guru disini terlalu berlebihan.

"Haruno."

Paggilan itu segera membuyarkan lamunanku. Aku segera menoleh. Aku hanya bisa memberikan cengiran khas ku pada orang yang kini telah berdiri tepat di sampingku.

"Sudah berapa kali ibu bilang bahwa siswa tidak di perbolehkan untuk berlari di koridor?"

"Berkali-kali bu," jawab Sakura dengan santai nya. Sementara itu sensei hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Sepertinya ia sudah biasa menghadapi sikap santai dan acuh ku ini.

"Ya udah sana kamu balik ke kelas. Ibu kasih kamu poin 10 karena tidak pernah mendengarkan nasihat saya."

"Hah? 10? Yaahh ngga bisa gitu dong bu. Masa saya cuma lari di koridor dapet poin 10?"

"Mmm tapi disini kamu udah ngelakuin.. coba saya hitung. Ad ..."

"Yaahh sensei. Di korting deh jadi 5 poin aja. Ya ya ya,"

"Mmm gimana ya? Kayaknya ngga bisa deh. 10 itu udah harga mutlak. Udah sana kamu balik ke kelas. Atau kamu mau saya tambahin poin kamu jadi 20?" kata Sensei sambil tersenyum manis. Tapi entah kenapa, aku malah merinding melihatnya. Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke kelas. Daripada poin kenakalanku yang jadi taruhannya.

.

.

.

Kupandangai seorang cowok yang sedang berdiri di hadapanku. Ia terlihat gugup dan malu-malu. Berulang kali kulihat ia membetulkan posisi poninya yang tertiup angin.

Kalau tidak salah namanya Lee. Ia sering dipangggil alis tebal, karena ia mampunyai alis yang benar-benar tebal. Selain itu ia juga memiliki mata bulat yang besar dan pastinya poni.

Siang ini ia mengajakku bertemu di atap sekolah. Katanya ada yang ia bicarakan denganku. Namun nyatanya, daritadi ia tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya berdiri di depanku dengan wajah menunduk. Jujur saja, aku mulai bosan.

"Lee, apa yang ingin kau bicarakan denganku?"

"Eh mmm anu.. aku cuma mau bilang kalau aku ssssu-"

"Su- apa?"

"Sss suka sama k-kamu. K-kamu mau ngga j-jadi p-pacar aku?"

Ia menunduk. Aku hanya membalas pernyataan cintanya dengan senyuman.

"Lee, maaf ya aku ngga bisa terima perasaan cinta kamu."

"K-kenapa? A-apa karena aku c-cupu?"

"Bukan itu. Hanya saja, untuk saat ini aku masih ingin sendiri. Maaf ya.."

Lee hanya menunduk.

"Aku yakin kok. Suatu saat nanti, kamu akan segera bertemu dengan perempuan yang benar-benar tulus mencintai kamu. Dan satu hal yang ku tahu, orang itu bukan aku. Maaf ya...," ucapku pelan.

Lalu ku tepuk pundaknya pelan dan segera beranjak dari tempat itu. Aku segera berlari menuju kelas. Terserah jika pulang sekolah nanti aku akan di hukum karena berlari di koridor lagi. Asalkan aku tak ketinggalan pelajaran yang sangat ku sukai.

Grek

Aku menggeser pintu kelas. Aku menyapu pandangan ke setiap sudut kelas. Tak ada guru di sini! Lalu kulihat Ino mulai menggerak-gerakan tangannya. Ia menyuruhku untuk segera duduk sebelum guru nya datang. Aku tersentak saat tiba-tiba ada suara berat yang tiba-tiba memanggil nama ku.

"Haruno Sakura. Kau datang terlambat."

Aku menoleh. Kudapati seorang pria yang berperawakan agak jangkung dan berambut raven itu bersandar di pintu kelas. Kedua tangannya ia lipat di depan dadanya.

Aku tak mengenalnya.

"Saya-"

"Kamu akan saya hukum karena sudah berani datang terlambat di pelajaran saya. Sekarang kamu kerjakan semua soal di papan tulis. Tidak ada penolakan," ucapnya tegas.

"Tap-"

"Tidak ada tapi-tapian. Ah atau kamu mau saya berikan poin 10 karena sudah datang terlambat dan berlari di koridor?"

Bingo

Kini semua anak di kelas ini menertawakanku. Kenapa orang-orang disini cinta sekali dengan angka 10?!

.

.

.

"Untung otakmu encer. Jadi bisa dengan mudah mengerjakan semua soalnya," oceh Ino.

"Itu guru baru ya? Kakashi sensei kemana?"

"Entahlah~ mungkin dia tersesat dalam jalan kehidupan hahahaha."

"Ish.. serius. Kenapa semua guru pengganti disini ngga ada yang enak?"

"Ooh.. maksudnya Sasuke sensei? Tapi dia ganteng kan?," goda Ino.

"Ganteng? Apa gunanya ganteng kalo nyebelin? Tau ah! Jadi males belajar.."

"Sekalipun itu matematika?"

"Ya. Sekalipun itu matematika."

.

.

.

Ku lihat jam weker berbentuk kucing di atas mejaku. Sudah pukul 11 malam. Aku pun meguap berkali-kali dan mencoba untuk bertarung dengan rasa kantuk ini. Sudah menjadi kebiasaan ku untuk belajar hingga larut malam. Akhirnya aku menyerah. Segera ku rapikan alat tulis dan ku tutup buku tebal bersampul biru langit itu. Kumpulan Soal Matematika.

.

.

.

"Kalo mau nyari mean dari data berkelompok, kamu harus nyari titik tengahnya dulu. Habis itu frekuensinya dikali sama titik tengahnya. Nah, baru deh di masukkin ke rumus."

"Oohh.. gitu ya," kata Naruto. Bukannya memperhatikan materi yang ku ajarkan, ia malah memperhatikan wajahku terus menerus.

"Hei! Kamu merhatiin aku ngomong ngga sih? Perhatiin materinya! Bukannya malah merhatiin muka aku!"

"Habis.. kamu cantik banget sih," goda Naruto.

Aku hanya bisa memutar kedua bola mataku dengan bosan. Entah sudah berapa kali kalimat itu di lontarkannya. Lalu ku pukul pelan kepalanya dengan buku yang sedang ku pegang. Ia hanya bisa meringis kesakitan.

Greekk

Pintu kelas terbuka. Kulihat Sasuke sensei masuk. Dia melemparkan senyum terbaiknya pada ku. Sedangkan aku hanya memberikan tatapan tak peduli padanya.

.

.

.

"Haruno Sakura perkenalkan, nama ku Deidara dari kelas XII-IPA 3. Aku mau bilang kalo aku udah suka kamu dari lama. Mau kah kamu jadi pacarku? "

"Terima kasih. Tapi maaf ya, aku ngga bisa terima perasaan kamu."

"Kenapa? Apa ada orang yang kau sukai?"

Kenapa cowok ini begitu kepo dengan urusan orang lain sih?! Aku hanya mengangguk pelan.

"Siapa?"

Sekarang habis lah aku. Aku tak menjawab pertanyaannya. Sejujurnya, aku tak punya cowok yang ku sukai. Itu hanya lah sebuah alasan agar aku bisa cepat pergi dari sini. Oke, aku benci cowok ini!

Aku masih terdiam. Sementara itu cowok yang bernama Sasori ini masih menunggu jawaban ku.

"Ada apa ini?" kata seseorang dari belakang. Kami pun refleks menoleh. Dan satu nama yang tergumam di bibir ku. Sasuke.

"Mmmm.. ngga ada apa-apa kok sensei," kata Deidara.

"Kenapa kalian belum pulang?" tanyanya lagi.

"Eh.. sebentar lagi kok. Ya udah deh, Sakura. Aku duluan ya. Hati-hati di jalan, kata Sasori sambil melambaikan tangannya. Aku tersenyum dan membalas lambaian tangannya.

"Dia pacarmu?"

"Bukan."

"Terus?"

"Terus apa?"

"Kalian tadi ngapain disini?"

"Bukan urusan sensei," kataku datar.

"Jadi.. kamu belum punya pacar?"

"Entahlah."

Sasuke sensei hanya manggut-manggut. Tiba-tiba aku merasakan nyeri hebat di kepala ku. Seketika itu juga pandanganku mulai kabur.

.

.

.

"Mmm," gumamku pelan. Kepala ku masih terasa nyeri. Kubuka mataku perlahan. Yang ku lihat hanya langit-langit kamar. Tapi ini bukan kamarku. Lalu kamar siapa ini?

Betapa kagetnya aku saat melihat sesosok laki-laki yang sedang bersandar di pintu. Sontak ia menoleh ke arahku karena merasa di perhatikan. Sasuke sensei?! Tapi apa ini? Kenapa tatapannya berbeda? Entah kenapa tatapan itu berhasil membuat bulu kuduk ku berdiri.

Kulihat ada seringaian kecil di bibirnya. Kini matanya tak bertatapan dengan ku lagi. Tatapannya turun ke... bawah? Refleks, langsung kulihat pakaian yang ku kenakan. Kini seragam sekolahku telah tergantikan oleh piyama berenda yang berbentuk terusan selutut.

"Kyyyyyyyaaaaaaaaaaa!"

Tiba-tiba kulihat Sasuke sensei berjalan mendekat. Aku mundur secara teratur. Hanya tembok lah yang menghentikan pergerakan ku. Aku terpojok.

"Sensei?"

Ia tak mempedulikan panggilanku. Sekarang jarak kami benar-benar sudah sangat dekat. Aku bahkan dapat mendengar suara nafasnya yang naik – turun. Aku juga dapat mencium wangi parfum maskulinnya. Jujur saja, aku hampir terlena karena mencium wangi parfumnya itu.

Ku pejamkan mataku. Aku terlalu pasrah. Semoga saja sensei tidak melakukan-

"Apa yang kau pikirkan hah? Kenapa kau menutup matamu? Dasar bodoh."

Ap-?!

"Kau pikir aku akan melakukan macam-macam padamu? Maaf saja ya, aku tidak bermain dengan anak kecil."

"Dasar sensei bodoh!"

Bruk.

Tanpa sadar aku mendorong nya sampai terjatuh. Perlahan aku mengintip dari atas kasur. Ia terjatuh dengan posisi terlentang. Dan ia pingsan.

.

.

.

"Sensei bangun! Sensei!"

Tapi orang ini masih saja terlelap dan tak mengindahkan teriakan ku di pagi ini.

"Sensei!" teriak ku lebih keras lagi. "Sensei bangun! Hari ini kan sekolah! Bangun cepetan!"

"Mmm sebentar lagi," kata Sasuke. Bukannya bangun, ia malah menarik selimutnya.

Kesabaran ku sudah habis. Segera kutarik selimutnya dengan kasar. Namun saat aku lengah, ia malah menarik ku ke dalam pelukannya.

"Heeee?! Lepasin!" kataku sambil meronta. Tapi ia semakin mempererat pelukannya.

Tak ada jawaban. Ia bahkan tak bergeming sedikit pun.

"Lepasin guru mesum!"

"Sebentar lagi."

"Eh?"

"Biarkan aku memeluk mu sebentar lagi."

Aku terdiam.

Deg Deg

Kenapa aku malah jadi gugup begini? Kurasakan seluruh wajah ku yang kini mulai terasa panas. Akhirnya dengan satu hentakan, aku dapat lepas dar pelukannya. Aku langsung menyambar tas sekolah ku dan berlari keluar. Situasi ini benar – benar membuat ku gila. Entah kenapa aku merasa tak yakin masuk sekolah hari ini.

.

.

.

"Pagi Sakura."

"Pagi Ino."

"Udah ngerjain pr mtk belom?"

"Mtk?"

"Iya, mtk. Kan ada pelajarannya di jam pertama. Aku mau nyon-"

"Huaaaaa aku belom!" kata ku panik. Aku segera mengambil buku paket matematika.

"Kamu serius belom ngerjain? Ya ampun.. seorang Sakura ngga ngerjain pr?"

"Yeee, aku kan juga manusia. Manusia itu kan bisa lupa," kataku acuh tak acuh. Aku tak mempedulikan ocehan Ino lagi. Sekarang aku sedang fokus mengerjakan pr, sebelum guru mesum itu da-

"Selamat siang, anak-anak."

tang. Habislah aku.

"Kyaaa~ sensei ganteng banget deh rambutnya acak-acakan gitu," celoteh Karin.

"Ahahaha iya nih. Soalnya tadi jam wekernya bangunin kurang keras. Terus belum sisiran deh," katanya sambil melirik ke arah ku.

"Gitu ya? Mau dong nyisirin sensei. Eh," kata Tenten menimpali. Anak-anak yang lain tertawa. Sementara aku hanya menunjukan ekspresi masam.

Dasar munafik. Di depan ku, wajahnya tidak jaim seperti itu. Tapi kenapa saat mengajar di kelas wajahnya berubah? Aku melirik arloji ku. 1 jam 30 menit lagi. Aku mendesah pelan. Masih lama sekali.

"Ah iya. Ada pr ngga?" kata Sasuke tanpa menghilangkan senyumannya.

"Ngga ada sensei!" kata anak-anak serentak.

Sasuke hanya tertawa mendengarnya. "Masa? Tapi di catatan saya ada pr tuh. Disini tertulis: pr buku paket halaman 24."

Beberapa anak mulai menunjukkan wajah masam mereka. Aku bahkan bisa mendengar kata-kata cacian yang keluar dari mulut Kiba. Sementara sisanya, wajah mereka tenang. Jelas saja, mereka sudah mengerjakan!

Sedangkan aku? Aku termasuk orang-orang yang berwajah masam.

"Yak. Sekarang kumpulin buku pr kalian."

Aku tak bergerak. Hanya menatap datar pada pulpen yang ada di hadapan ku.

"Haruno?"

"Ng ya?"

"Mana buku pr mu?"

"Ng.. saya.. saya lupa."

"Lupa? Malas mungkin."

"Ngga kok. Saya bener-bener lupa."

Sasuke hanya menggeleng. "Kalo gitu, pulang sekolah kamu temui saya di kantor."

"Masa' cuma saya sendiri? Kan yang lain juga ada yg belum ngerjain," kataku membela diri. Apa-apaan sih orang ini?!

"Kalo gitu, yang belum mengerjakan pr, pulang sekolah temui saya di kantor guru. Ah iya, di kelas aja. Saya akan memberikan jam tambahan."

"Yaahhh sensei. Saya ngga bisa. Ada acara," kata Karin.

"Acara? Maksud kamu kencan kali?"

Seisi kelas tertawa mendengarnya. Wajah Karin memerah karena malu. Lalu ia melirik ku tajam. Tapi aku tak peduli. Persetan dengan Karin. Yang ku pikirkan sekarang hanyalah, bagaimana caranya agar aku tak berurusan lagi dengan guru matematika rese' ini.

.

.

.

Brak.

Karin membanting meja ku dengan kedua telapak tangannya. Aku menghentikan kegiatan menulis ku. Lalu ku tatap ia dengan ekspresi datar.

"Maksud lo apa sih?" tanyanya kasar.

"Hah?"

"Iya gue nanya. Maksud lo tadi apa? Lo mau permaluin gue di kelas gue?"

"Kamu ngomong apa sih?" kataku tak peduli. Aku kembali menulis. Tiba-tiba dia merebut pulpen milikku dan melemparnya ke sembarang tempat.

"Denger ya, gue ngga akan tinggal diam atas apa yang udah lo lakuin tadi. Kalo bukan karena mulut besar lo ini, mungkin sekarang gue udah nge date sama Deidara senpai!"

Deidara? Bukannya baru kemarin ia menyatakan perasaannya pada ku? Dan hari ini ia akan kencan dengan Karin? Dasar cowok playboy.

Baru Karin akan membuka mulutnya lagi, Sasuke masuk ke kelas. Diikuti beberapa anak yang lain.

"Ada apa ini?" tanyanya.

"Ng-ngga ada apa-apa kok sensei," kata Karin gugup. "Yuk mulai pelajarannya."

Aku memutar kedua bola mataku bosan. Kenapa di dunia ini banyak sekali orang munafik?

.

.

.

Aku segera membereskan alat-alat tulis ku. Kini tinggal aku dan guru ngeselin ini.

"Sakura," panggilnya.

Tapi aku tak mempedulikan panggilannya.

"Sakura," kali ini ucapannya lebih lembut.

Tapi aku masih tak mempedulikannya. Tiba-tiba dia menghampiri ku dan memeluk ku dari belakang. Sontak hal ini membuat ku kaget setengah mati.

"Sakura," panggilnya tepat di telinga ku.

"Apa?!" jawab ku ketus.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memeluk mu saja."

Orang ini benar-benar gila. Setelah semua alat tulis telah ku masukkan dalam tas, aku segera menyambar tas ku, dan melenggang pergi begitu saja. Aku bahkan tak menoleh padanya.

.

.

.

.

Sudah seminggu aku tak bicara pada sensei. Tapi aku senang, karena aku tak perlu berurusan dengan guru ngeselin ini lagi. Hari ini sekolah ku mengadakan study tour. Kami akan pergi ke Hokkaido. Walaupun Hokkaido hanyalah sebuah desa kecil, tapi itulah yang menarik. Kami bisa terlepas dari keramaian kota walau cuma sesaat.

Entah kenapa saat pembagian guru pembimbing, perasaanku tak enak. Benar saja. Kelasku di pasangkan dengan Sasuke sensei. Aku hanya bisa menghela napas. Seperti nya 3 hari akan menjadi hari yang panjang.

.

.

.

Aku berjalan menyusuri sungai dengan hati-hati. Jalanannya berbatu dan sangat licin. Aku tak ingin terjatuh karenanya. Beberapa kali aku berjongkok untuk sekedar memperhatikan ikan-ikan kecil yang sedang berenang disana. Bentuk mereka sangat kecil. Mungkin tidak lebih dari jari kelingking anak berusia 5 tahun.

Berjalan menyusuri sungai adalah kebiasaanku. Dulu aku juga sering melakukan ini bersama seorang temanku saat masih di Hokkaido. Ya, inilah desa tempat ku di lahirkan. Aku tersenyum saat mengingat anak itu. Anak yang sering ku ajak membolos hanya untuk mencari ikan-ikan kecil ini dan menyimpannya di rumah.

Walau kami terpaut 5 tahun, tapi anehnya kami bisa sangat akrab. Ah, anak itu apa kabarnya ya? Mungkinkah sekarang ia telah menjadi pria dewasa yang telah sukses? Entahlah.

Aku kembali melanjutkan perjalananku. Saking sibuknya memperhatikan pemandangan sekitar, aku tak melihat bahwa ada batu besar di hadapanku. Aku pun terpeleset. Kulihat kaki ku mulai mengeluarkan darah segar. Aku mencoba untuk berdiri, tapi kaki ku terkilir. Lalu ku raba saku jeans ku. Bagus. Aku meninggalkan hp di kamar hotel. Sekarang aku hanya berharap ada seseorang yang datang menolong ku.

.

.

.

Sudah hampir 1 jam aku menunggu di sini. Tapi tak ada seorang pun yang datang menolong. Lalu ku lirik arloji ku. Pukul 05.30 p.m. aku mulai putus asa. Tiba-tiba aku mendengar sesuatu dari semak-semak. Ku ambil batu untuk berjaga-jaga jika muncul sesuatu yang mengerikan dari sana.

Srek Srek

Hampir saja ku lempari sosok itu dengan batu jika aku tak melihat wajahnya dengan jelas.

"Sensei?!" pekik ku tertahan. Wajahnya sangat lelah. Sepertinya ia telah mencariku kemana-mana.

"Kamu ngga apa-apa?" tanyanya dengan wajah khawatir. "Kaki kamu kenapa? Sakit ngga?"

Aku menggeleng pelan. Lalu mulai terisak pelan.

"Aku takut."

Kemudian Sasuke langsung meraih kepalaku dalam pelukannya. Agak kaget memang. Tapi aku membiarkannya.

"Hei.. jangan takut. Aku akan selalu melindungi kamu. Ya?" katanya lembut.

Aku mengangguk. Setelah aku berhenti menangis, ia mengelus kepala ku pelan.

"Pulang yuk," ajaknya.

Sasuke membantu ku berdiri. Tapi kaki ku tak mau berkompromi rupanya. Kaki ku terlihat bengkak. Mungkin ini efek terkilir tadi.

Aku menggigit bibir bawah ku. Bagaimana ini? Apa dia akan marah?

Tiba-tiba dia berjongkok. "Naik."

Aku hanya melongo.

"Hah?"

"Ayo cepet naik. Kaki kamu perlu di obati sebelum terjadi infeksi. Bagaimana bisa kamu berjalan dengan kaki seperti itu?"

Aku menurut. Aku memeluk lehernya dengan erat. Perasaan apa ini? Kenapa terasa sangat hangat? Rasanya aku mulai mengantuk.

"Sensei," panggilku pelan.

"Hm?"

"Kenapa sensei sangat baik pada ku?" kataku pelan. Mataku sudah terpejam.

"Karena kau adalah orang yang sangat berharga untukku."

"Berharga? Tapi aku tidak ada harganya," kataku mulai meracau tak jelas.

Sasuke hanya tersenyum. "Begitu ya? Kalau begitu, aku akan memberikan harga yang tinggi untuk mu."

.

.

.

.

.

TBC

Fiuuhhh~ akhirnya jadi juga xD walaupun masih chapter 1 -..- okeeeyyy ditunggu ya kelanjutannya. Jangan lupa review. Yap! happy reading :D