Title: No Kids Allowed

Characters: Oh Sehun, Luhan, Kris, Others.

Genre: Fluff-Angst-Crime?

Disclaimer: Semua character utama adalah milik Tuhan namun ada beberapa character tambahan fictional.

Entry untuk HunHan Indonesia (LINE OA).

Chapter 1 - Klise


Seoul tak pernah sunyi. Kota metropolitan memang tak tidur di malam hari. Mereka masih saja berlalu lalang dengan kesibukan masing-masing, walau waktu menunjukkan hampir tengah malam. Begitu juga dengan Sehun. Setelah ia memarkirkan mobilnya, ia berjalan dengan santai menuju gedung yang cukup besar namun tak mencolok.

Semakin larut, semakin ramai pula salah satu klub malam di area Hongdae itu. Di sana sini yang dapat ia lihat adalah orang-orang yang menggesekkan tubuh mereka satu sama lain. Sehun sudah familier dengan tempat ini. Ia lantas duduk di salah satu kursi dan menyapa bartender yang telah lama menjadi teman mengobrolnya.

"Kau tampak lelah," komentar Tao pelan sembari mengambilkan whisky pesanan Sehun.

Sehun hanya mengangkat bahu nya ringan. Akhir-akhir ini ia memang sibuk. Kasus hilangnya dokumen penting milik perdana menteri memang bukan lah kasus muda, terlebih peretas kali ini sangat handal sehingga sulit untuk dilacak. Namun Sehun juga bukanlan detektif polisi sembarangan. Usia nya yang masih muda tak menjadi penghalang karir nya. Dua puluh tujuh tahun dan sudah menjadi salah satu detektif polisi terbaik di Korea, Sehun bangga dengan apa yang ia capai.

Meskipun usia Sehun terbilang muda dalam karir nya, hal itu tak berlaku pula pada kehidupan cintanya. Oh Sehun bahkan belum mempunyai kekasih. Ia lebih suka hubungan tanpa komitmen. Sehun rupanya juga terkenal sebagai seorang playboy di kalangan teman-temannya.

Banyak wanita yang berdatangan satu per satu. Dari sekedar menyapanya hingga mencuri beberapa ciuman singkat dengan Sehun. Sayangnya, entah kenapa malam ini Sehun tak terlalu berminat untuk meniduri salah satu dari mereka. Badan dan pikirannya terlalu lelah. Dia membutuhkan sesuatu yang… fresh.


Luhan tertawa senang selepas meneguk beer nya. Tentu saja, ia menganggap hari ini adalah hari terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya. Tak hanya tim sepak bola nya berhasil memenangkan pertandingan hari ini, ia juga diangkat sebagai ketua tim yang baru. Luhan benar benar tak mau hari ini berakhir.

"Minumlah lagi, Lu," kata Baekhyun sambil menuangkan beer lagi ke dalam gelas kosong milik Luhan.

Luhan tak keberatan. Ia langsung saja menghabiskan beer nya dalam sekali teguk. Jujur saja, Luhan memang bukan peminum yang baik. Ia memang jarang pergi ke bar. Mala mini begitu spesial, maka ia memutuskan untuk mengikuti teman-temannya yang ingin merayakan kemenangan mereka di salah satu klub ternama ini.

"Aku ingin berdansa," bisik Luhan pada Baekhyun dan Baekhyun hanya mengangguk sebagai balasan.

Luhan bangkit dari duduk nya dan berjalan pelan menuju lantai dansa. Ia membalas senyum beberapa wanita yang memberinya tatapan nakal. Sepasang lengan bergelayut manja di lehernya. Wanita cantik itu tersenyum manis sambil menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama musik. Luhan benar-benar merasa seperti seorang dewasa saat ini.

Setelah beberapa saat berdansa dan bertukar cium dengan wanita tadi, Luhan memutuskan untuk memesan minuman lagi di bar. Ia mendaratkan pantat nya di salah satu kursi kosong di sebelah seorang pemuda dengan setelan mahalnya.

Entah mendapat dorongan dari mana, Luhan menyapanya. "Orang seperti kau seharus nya tidak duduk sendirian seperti ini."

Pemuda berahang tegas yang ia ajak bicara menoleh kepadanya lalu menaikkan sebelah alisnya. "Apa maksudmu orang sepertiku?"

Luhan tersenyum sambil mengangkat gelas miliknya, meneguknya singkat lalu meletakkanya kembali. "Seorang tampan seperti dirimu seharusnya sudah dikerubungi wanita layaknya semut-semut mengerubungi gula."

Sehun terkekeh. Ia memperhtikan wajah pemuda di depannya. Ia tampak memiliki fitur tubuh yang feminim untuk seorang lelaki namun itu lah yang membuatnya tertarik.

"Aku sedang tidak tertarik. Lagi pula, bukankah kau tadi sedang berdansa dengan seorang wanita cantik? Mengapa malah memilih untuk duduk sendiri di bar?" tanya Sehun kemudian.

"Ternyata kau memperhatikanku hm? Aku tak sendiri. Kau yang akan menemaniku," jawab Luhan dengan santai.

Luhan memamerkan senyuman manis sebelum berkata, "Aku Luhan, dan kau?"

"Oh Sehun," jawab Sehun singkat.

"Baiklah Sehun. Aku akan menemani minum. Kita lihat siapa yang paling kuat."


Luhan memang bodoh. Tak seharusnya ia menantang orang yang baru saja dikenalnya. Apalagi dengan fakta bahwa dirinya tak dapat menahan banyak alkohol. Dilihat dari keadaannya sekarang, sebenarnya Sehun pun telah setengah mabuk sedangkan Luhan mulai bicara tak karuan. Kedua lengannya bersanggar di leher milik Sehun. Luhan menatapnya polos namun tersirat nafsu di tatapan itu.

"Oh Sehun, bagaimana jika kita bermain sebentar?" kata Luhan dengan berani.

Awalnya Sehun mencoba untuk mendorong Luhan untuk sedikit menjauh. Namun Luhan tampaknya cukup agresif. Luhan meletakkan telapak tangan kanannya di atas batang kemaluan milik Sehun. Menggeseknya perlahan dan member remasan kecil. Hal ini benar-benar membuat Sehun tegang.

Sehun lekas menariknya keluar dari keramain klub malam itu dan membawa Luhan pergi ke salah satu hotel terdekat dengan mobilnya.

Sesampainya disana, Sehun mendorong Luhan ke kasur dan langsung menindihnya. Ia mencium bibir merah muda Luhan dengan ganas sembari mencoba untuk melucuti pakaian pemuda di bawahnya. Sehun benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya ketika Luhan mulai mendesahkan namanya.

"Kau benar-benar indah," guman Sehun pelan, terpana akan sosok Luhan yang putih bersih tak terbalut sehelai benang pun.

Luhan merona sedikit sebelum menarik ceruk leher Sehun untuk mendekat dan membawanya kembali pada ciuman dalam mereka. Tangan Luhan turun ke bawah, menuju celana panjang Sehun. Setelah berhasil membuat mereka sama-sama telanjang, Luhan menggenggam penis Sehun yang sudah mulai bereaksi.

"Kau panjang dan besar. Aku bertanya-tanya apakah ini akan muat," bisik Luhan sebelum ia mengocok penis Sehun yang ia genggam dengan kedua tangan.

Sehun mendesah tertahan. Tangan Luhan memang tak sehalus perempuan, namun kehangatan yang diberikan melebihi perempuan manapun yang pernah ia tiduri. Sehun menggigit bibir bawahnya ketika ia merasa tempo gerakan Luhan makin lama makin cepat. Ia lantas menarik paksa tangan Luhan dari batang kemaluannya.

"Aku ingin mengeluarkannya di dalammu."

Luhan tersenyum membuka kedua paha nya lebar, mengangkatnya sedikit untuk meperlihatkan lubang nya yang berkedut. Sehun tanpa sadar menjilat bibir bawahnya. Ia menyodorkan dua jarinya ke hadapan Luhan.

"Hisap."

Luhan pun hanya menurut layaknya anak anjing. Ia menghisap kedua jari panjang milik Oh Sehun dengan giat, sesekali melemparkan pandangan sensual padanya. Setelah dirasa cukup, Sehun menarik kembali jari-jarinya dan langsung saja melesapkan salah satunya kedalam lubang Luhan. Luhan meringis pelan.

Tak lama kemudian, ketiga jari Sehun sudah berada di dalam Luhan, mencoba mencari titik nikmat pemuda cantik itu. Luhan mendasah keras. Sehun menyeringai. Ia baru saja menyentuhnya.

Sehun menarik keluar jarinya, memberikan sedikit pelumas pada batang kemaluannya sebelum menggesekkannya pada perpotongan bokong Luhan.

"S-Sehun, cepat masukkan!" perintah Luhan tak sabaran. Ia bahkan mecoba untuk memasukkannya sendiri jika Sehun tak kunjung melakukannya.

Sehun terkekeh ringan melihat Luhan yang begitu ingin dimasuki. Tanpa basa basi, Sehun mendorong masuk penis besarnya, membuat Luhan menjerit pelan.

"Sial! Itu sakit!" Luhan mengerang sambil meremas sprei erat.

Sehun berhenti sejenak, membiarkan Luhan menyesuaikan dengan ukurannya. Luhan membuka matanya perlahan dan mulai menggerakkan pinggulnya, memberikan sinyal kepada Sehun untuk melanjutkan aksinya. Sehun yang tanggap langsung ikut menggerakkan pinggulnya dengan cepat.

Ranjang sedikit berdecit karena Sehun bergerak layaknya mesin bertenaga kuda. Ia menumbuk prostat Luhan dengan ganas, membuat sang empunya menggelinjang nikmat.

"J-Jangan berhenti! Lebih keras!"

Sehun dan Luhan benar-benar tenggelam oleh hasrat dan nafsu malam itu.


Sehun terbangun dari tidurnya. Ia melihat sekilas jam dinding yang tergantung. Masih jam tujuh pagi.

Sehun bangkit dari tidurnya. Ia menoleh ke samping kirinya, mendapati seorang pemuda cantik yang tertidur pulas. Mereka berdua tanpa busana. Sehun tidak begitu terkejut. Hal ini adalah hal biasa baginya. Bangun di pagi hari dan mendapati orang asing berada di ranjang yang sama dengannya. Namun kali ini, laki-laki.

Sehun lekas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, memakai pakaiannya kembali. Ia meraih ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Sekilas ia memandang ke arah laki-laki yang tertidur pula itu. Wajah nya benar-benar feminim dan dia terlihat… masih sangat muda?

Sehun menggeleng kepalanya pelan tak peduli. Ia berjalan meninggalkan ruangan itu dengan cepat.

Beberapa jam kemudian, Luhan terjaga dari tidurnya. Ia melihat sekelilingnya. Kamar ini bukanlah kamar asramanya yang sempit dan berantakan. Ia menengok ke balik selimut dan sekelebat ingatannya kembali pada kejadian semalam. Luhan menghela nafas panjang. Ia cepat-cepat membersihkan diri di kamar mandi sebelum mengenakan pakaiannya asal dan me

Luhan berjalan keluar dari hotel yang cukup mewah itu, melambaikan tangannya untuk memanggil taksi. Setelah mendudukkan dirinya di dalam, ia mengeluarkan ponselnya dalam saku celananya. Luhan memandangnya sebentar dan dahinya berkerut bingung. Sepertinya ponsel yang ia pegang sekarang bukanlah miliknya. Memang ponsel itu bermerk sama dengan tipe model yang sama pula. Namun ketika Luhan memasukkan password yang sudah ia gunakan selama bertahun-tahun, ponsel itu tak kunjung terbuka. Lagipula, ia tak ingat memasang foto model Victoria Secret sebagai lockscreen nya.

Luhan menghela nafas gusar. Ponsel ini pasti milik Sehun. Ia memikirkan bagaimana cara untuk menghubungi Sehun sedangkan ponsel miliknya juga ia beri password. Pemuda itu pasti juga kebingungan-

Ponsel itu bergetar. Luhan membulatkan matanya ketika menyadari itu panggilan dari nomornya sendiri. Itu pasti Sehun!

"Halo? Bagaimana kau bisa menelpon sedangkan aku memasang password untuk ponselku?" tanya Luhan langsung setelah menjawab telepon masuk itu.

"Jangan basa basi. Temui aku dua jam dari sekarang di Coffee Libre, Yeonnam-dong. Jangan terlambat," dengan itu, Sehun memutuskan panggilan teleponnya.

Luhan mendengus tak suka. Sehun benar-benar pria tidak tahu sopan santun. Namun ia juga ingin ponselnya segera kembali sehingan mau tak mau, Luhan menurut saja.

"Awas saja jika dia melihat-lihat isi ponselku!"


Sehun merutuki dirinya berkali-kali. Bagaimana bisa dia begitu ceroboh? Ponsel yang tertukar? Klise sekali. Ini bukanlah drama. Sehun berfikir bahwa seharusnya one night stand hanya berakhir untuk satu malam saja. Ia tidak menyangka harus berurusan dengan laki-laki feminim itu.

"Berhentilah mengumpat. Kau mengotori telingaku," kata Kris yang mulai jengah dengan pria yang duduk di sebelahnya.

Sehun memutar bola matanya malas pada rekan kerja nya. "Aku bodoh sekali."

Kris mengangkat pandangannya dari koran yang ia baca dan mengalihkannya kepada Sehun. Kris memberinya tatapan aneh sekaligus bingung. "Wow. Apa kau baru saja tersambar petir atau semacamnya?"

Sehun mengangkat bahunya. "Kira-kira seperti itu. Memangnya kenapa?"

Kris meletakkan koran tadi di meja dengan asal. Ia mengangkat cangkir kopi nya lalu meneguknya cepat. "Tidak biasanya kau berkata seperti itu. Tak sadarkah bahwa kau selalu mengatakan hal-hal yang berbau narsis?"

Sehun menatapnya tajam, sedikit tersinggung oleh pernyataan Kris tadi. "Aku tidak narsis. Semua yang kukatakan benar adanya. Aku memang yang paling handal."

Kris menghela nafas kesal. "Terserah kau saja, Tuan Narsis."

"Jangan kekanakan, Kris," balasnya datar lalu berdiri meninggalkan meja itu.

Sehun bergegas memasuki mobil. Ia mempercepat laju mesinnya, benar-benar tak sabar untuk mendapatkan ponselnya kembali. Bukan karena ia tak mampu membeli baru, namun Sehun beberapa data yang ia kumpulkan kemarin dalam ponselnya belum sempat ia pindahkan ke laptop miliknya. Ia hanya berharap ponsel itu masih aman berada di tangan pemuda kemarin.

Sesampainya di sana, Sehun mendapati sosok lelaki mungil yang sedang menikmati segelas milkshake sambil mengayunkan kaki nya. Seperti anak kecil saja.

"Kau sudah datang rupanya," kata Luhan ketika melihat Sehun menarik kursi di depannya dan mendudukinya.

"Kembalikan ponselku," balas Sehun cepat.

Luhan mendengus untuk kesekian kalinya karena pemuda di depannya ini. "Sopanlah sedikit. Lagi pula, aku tak akan mengembalikannya padamu sebelum kau memberi tahuku bagaimana caramu untuk membuka ponselku tadi!"

Sehun menatapnya tak tertarik namun ia akhirnya menjawab, "Password-mu sangat mudah untuk ditebak. Tidak perlu peretas handal untuk memecahkan kode 1111. Dasar payah."

Luhan mendelik setelah mendengar komentar pedas dari Sehun. "Kau sungguh menyebalkan!" teriaknya dalam volume yang sedikit keras namun tidak cukup keras untuk menarik perhatian. "Untung saja kau tampan…" gumannya pelan.

Tentu saja Sehun mendengarnya. Ia menyeringai puas. "Aku tahu itu. Sekarang kembalikan ponselku."

Wajah Luhan bersemu merah ketika mengetahui bahwa Sehun mendengar perkataanya barusan. Ia memang benar-benar bodoh.

Muncul ide jahil untuk mengerjai sedikit pemuda tampan ini. Ia menggeleng sambil memasang wajah imut. "Aku tidak mau."

"Apa kau bilang?!"

Luhan menjulurkan lidahnya seperti anak kecil. Ia ingin sekali membuat Oh Sehun kesal. "Aku tahu kau adalah pemuda yang kaya. Kau tentu bisa membeli yang baru."

Sehun memberinya tatapan tidak percaya. Jika orang ini tak mau mengembalikan ponselnya, lalu untuk apa ia datang kemari?

"Jadi, kau juga tak ingin ponsel mu kembali?"

Luhan tersenyum manis. "Kita dapat bertukar ponsel. Bukankah itu romantis?"

Sehun berdecih. "Berhenti bermain-main dan kembalikan saja ponselku."

Luhan memasang ekspresi pura-pura takut untuk mengejek Sehun. Ia lalu tertawa sambil berkata, "Tampaknya ponsel ini begitu penting untuk mu? Memangnya kenapa?"

Sehun mulai geram dengan laki-laki ini. "Berhenti bersikap kekanakan. Aku seorang polisi. Perbuatan mu itu termasuk mencuri."

Luhan mengerjapkan matanya sebentar, tampak kebingungan dengan informasi yang baru saja ia terima. Sehun yang memerhatikan itu menyeringai. Ia tahu bahwa ia mena-

"Bukankah kau duluan yang mengambil ponselku? Lalu jika kau tidak mengembalikan ponselku, kau juga mencuri barang milik orang lain."

Sehun tak habis pikir bahwa Luhan yang tampaknya bodoh ini ternyata memiliki otak yang lumayan juga. Sehun menghela nafas berat lalu mengeluarkan ponsel Luhan dari saku kemejanya lalu meletakkannya di atas meja. "Ini ponselmu. Sekarang kembalikan."

Luhan terkikik sendiri sebelum mengambil ponselnya. Ia langsung menyetel ulang passwordnya dengan tanggal ulang tahunnya sendiri. Setelah itu Luhan melakukan hal yang sama. Ia mengeluarkan ponsel milik Sehun dan melambaikannya di depan wajah tegas sang polisi.

"Beri tahu dimana kau bekerja," kata Luhan tiba-tiba.

Sehun semakin bingung dengan tingkah Luhan yang menjadi-jadi. Mengapa sekarang ia menanyakan tempat kerjanya? Sehun tak habis pikir, Luhan benar-benar merepotkan.

Namun karena telah lelah dengan perdebatan ini, Sehun akhirnya menjawab, "Di Gangnam. Puas kau?"

Luhan memberikan senyum lebarnya. Ia meletakkan ponsel Sehun dengan pelan sebelum bangkit berdiri. "Baiklah. Jika tidak sibuk, aku akan datang berkunjung."

Sehun tersenyum meremehkan. "Kalau begitu aku harap kau selalu sibuk."

Luhan tertawa renyah mendengarnya. Ia membungkuk sedikit untuk memposisikan mulutnya di samping telinga Sehun. "Ingin tahu sebuah fakta?"

Sehun hanya memandang Luhan sejenak melalui ekor matanya, tak terlalu berminat pada apa yang akan Luhan katakan. Sedangkan Luhan semakin saja mendekatkan bibirnya ke daun telinga Sehun sambil berkata, "Kau telah tidur dengan anak di bawah umur, Mr. Officer."

Luhan mengecup daun telinga Sehun ringan sebelum pergi meninggalkan meja itu.

Sehun merasa dunia berhenti bergerak seketika. Jadi selama ini dugaannya benar. Luhan… bocah yang mempermainkannya masih di bawah umur. Sial, sial, sial!


Luhan tahu ia kelewatan mengerjai pria itu. Luhan juga bingung akan dirinya sendiri. Tidak biasanya ia bersikap seperti itu. Luhan berpikir mungkin karena ia menyukai hal-hal baru yang berbau menantang. Dia memang terkenal nekat, melakukan segala sesuatu yang diinginkan tanpa ragu-ragu. Tidur dengan sorang polisi? Fakta ini memicu adrenalinya. Ia baru saja mencapai salah satu fantasi bercinta!

Lamunan Luhan buyar ketika ia menyadari ada seseorang yang menarik perhatiannya. Ia mengenakan jaket cokelat yang agak lusuh dan celana jeans sobek-sobek berjalan mengendap-endap sambil membawa kamera mahal. Aneh. Orang itu tampak mencurigakan. Namun ia tak mau ikut campur dalam urusan yang tidak bersangkutan dengannya.

Ia memutuskan untuk kembali ke asramanya.


"Luhan! Kau dari mana saja?!" tanya Baekhyun lantang dan dramatis.

Luhan merebahkan dirinya di kasur dan menatap langit-langit kamarnya. "Kau mungkin tak percaya ini," kata Luhan setelah sekian menit mengabaikan teman sekamarnya.

Baekhyun menaikkan sebelah alisnya tampak penasaran. "Memangnya ada apa?"

Luhan mengambil posisi duduk dan menyandarkan punggungnya di dinding. Ia tersenyum malu-malu dan berbisik, "Aku tidur dengan seorang polisi.

Mata Baekhyun membola seketika. "Yang benar saja? Bagaimana itu bisa terjadi? Kau pasti merayunya habis-habisan. Astaga Luhan, pria tua saja kau tiduri!"

Luhan mendelik sebal ke arah Baekhyun. Luhan tak menyangka ini reaksi yang Baekhyun berikan. "Enak saja! Dia tidak tua dan aku tidak merayunya. Semalam kami… ya itu semua karena pengaruh alkohol. Dan hei! Dia tampan!"

Baekhyun berdecak tak percaya pada teman sekamarnya. "Pembual."

Luhan melempar bantal yang tadi dipeluknya ke wajah Baekhyun. "Terserah apa katamu."

Baekhyun membuang bantal milik Luhan ke lantai lalu menginjaknya. Ia tahu Luhan sangat menjaga kebersihan. Ia berpikir hal ini akan impas.

Dan benar saja, Luhan langsung terjun ke bawah untuk merebut bantalnya kembali. "Kau ini benar-benar!" Luhan berseru marah. Ia lalu menarik sarung bantalnya dan melemparnya ke keranjang laundry.

"Jadi, kenapa kau pulang se siang ini?" tanya Baekhyun lagi.

"Aku bertemu lagi dengannya di café."

Baekhyun tampak bingung. "Bukankah itu hanya one night stand?"

Luhan merebahkan dirinya kembali ke kasur. Ia menggigit bibir bawahnya. Perasaanya campur aduk. Ia sedikit merasa bersalah pada Sehun namun ia juga tidak ingin melepas Sehun begitu saja.

"Ponsel kami tertukar dan ia meminta bertemu untuk mengambilnya kembali."

Baekhyun tertawa meremehkan pada pengakuan Luhan itu. Ia menggeleng kepalanya dan membalas, "Aku rasa kau terlalu banyak menonton drama. Berhentilah mengarang cerita, Lu. Kita bukan anak-anak sekolah dasar."

Luhan memejamkan matanya dan tersenyum samar. "Baiklah, terserah jika kau tak percaya."

"Aku ingin ke kamar Chanyeol dulu," pamit Baekhyun sebelum ia melangkah keluar dari kamar mereka.

Luhan masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia mulai membayangkan hal-hal dewasa yang akan ia lakukan dengan Sehun. Berbagai posisi, di berbagai tempat. Salah satunya di meja kerja Oh Sehun saat tengah malam. Bukankah lebih bergairah jika kau melakukannya secara diam-diam layaknya anak kecil yang takut ketahuan karena mencuri permen?

Luhan merogoh saku celananya dan memasukkan nomor Sehun untuk mencari akun LINE pemuda itu. Setelah mendapatkannya, Luhan langsung mengiriminya pesan.

Hi! :D

Tak lama kemudian, ia langsung mendapat balasan.

Mau apa kau.

Luhan tersenyum senang karena ternyata pemuda itu mau membalas pesannya.

Temani aku menonton film baru di bioskop. Besok jam 5 sore.

Luhan sungguh telah membuang harga dirinya jauh-jauh. Hanya untuk seorang Oh Sehun.

Aku sibuk. Dan aku bukan pengasuh bayi.

"Pedas sekali, Tuan Oh," cibir Luhan namun ia kembali mengetikkan balasan untuk pesannya.

Kau mengasuhku dengan baik tadi malam, Mr. Officer.

Terdapat selang beberapa menit. Jawaban tak kunjung ia dapatkan. Luhan bertanya-tanya apa ia mulai kelewatan lagi. Bukankah ia sedang mengancam sekarang?

Berhentilah membahasnya.

Luhan terkekeh membacanya. Menurutnya, Sehun sebenarnya mempunyai sifat kekanakan yang sangat jarang ia tampakkan.

Baiklah. Kalau begitu aku akan berkunjung ke kantor mu saja. Di Itaewon kan?

Jawaban selanjutnya langsung ia terima dalam hitungan detik.

Sial. Dari mana kau tahu?

Luhan memeluk guling nya, menggigit ujungnya.

Aku tak sengaja menuju ke arah yang sama tadi. : p

Tentu saja itu bohong. Luhan memang sengaja mengikuti nya.

Kau pintar juga rupanya. Jangan terlambat. Namun setelah ini, aku tidak ingin berhubungan lagi dengan bocah sepertimu.

Luhan tersenyum menang. Ia membalas pesan itu dengan singkat sebelum meletakkan ponselnya di nakas. Sudah lama Luhan tak merasakan ini. Ia merasa ada gemuruh-gemuruh kecil di dadanya. Kadang menyesakkan namun menyenangkan.

Masalah utamanya saat ini adalah Sehun menganggapnya sebagai bocah ingusan. Tentu saja. Ia masih saja merasa bersalah. Seharusnya ia yang masih belum menuntaskan kuliahnya ini tidak bermain-main dengan seorang mapan seperti Sehun. Luhan ingin egois. Ia tidak berharap mereka berdua memiliki hubungan lebih. Namun bermain-main sebentar tak apa, bukan?


Halo. Ini adalah fanfic pertama saya dalam Bahasa Indonesia (setelah bertahun-tahun). Mohon maaf bila ada kesalahan. Mohon review nya. :D