Forbiden Love
.
.
.
Shingeki no kyojin Hajime Isayama
.
Armin Alert
Erwin Smith3
Shounen-ai
hurt / comfort
drama
Rate T
warning typo, ooc
happy reading
Pemuda berseragam gakuran berjalan dengan cepat menyusuri area pertokoan di distrik Shiagashina, sesekali matanya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam menunjukan pukul lima sore, ia terlambat biasa'a ia pulang pukul empat sore hari ini ia terpaksa melaksanakan tugas piket sendirian karena kedua temannya Mikasa dan Eren harus mengikuti latihan klub. Armin berhenti di depan sebuah cafe bertuliskan "Sunflower" ia mendorong pelan pintu cafe mendentingkan lonceng kecil yang terpasang diatas pintu.
" Selamat datang " seorang pelayan wanita menyapanya dengan ramah. Armin tersenyum pada pelayan itu dan berlalu menuju meja favoritnya ia beruntung meja itu kosong meskipun cafe terlihat cukup ramai. Seorang pelayan dengan name tag Petra menghampirinya.
" Anda ingin memesan apa nona? " ia bertanya dengan ramah.
" Ano, aku ini laki laki " wajah Armin memerah karena malu, ini bukan pertama kalinya seseorang mengira ia adalah seorang gadis bahkan beberapa temannya di sekolah sering membullynya karna ia memiliki wajah cantik dan memiliki tubuh yang lemah sehingga dia tidak mengikuti satupun klub olah raga di sekolahnya.
" Ah, maafkan saya " petra terlihat canggung. Armin hanya tersenyum, ya Tuhan bagaimana bisa ada anak laki laki secaantik ini gguman Petra dalam hati.
" Jadi, kau ingin memesan apa Armin chan?. " Ucap Petra setelah ia membaca nama yang tersemat diblazer milik Armin. Wajah Armin kembali merona mendengar panggilan yang diucapkan Petra.
" Aku pesan strawberry cheese cake dan milk tea " ucap Armin malu malu membuat petra ingin menerjangnya dengan pelukan karena terlihat sangat imut.
" Ne Armin chan tunggu sebentar ya pesananmu akan segera datang " Petra meninggalkan Armin dan menyerahkan catatan pesanan Armin pada seseorang di dapur melalui jendela yang menghubungkan dapur dan cafe.
Armin mengalihkan pandangannya pada mini bar yang ada di sisi lain cafe, di sana berdiri seorang pria dengan perawakan tegap dengan rambut pirang yang tersisir dengan rapih tampak sibuk dengan coffee maker dan seorang wanita dengan kaca mata duduk di kursi bar tampak berbicara pada pria itu. Sesekali pria itu tersenyum lembut dan menanggapi si wanita. Armin terus memperhatikan mereka hingga si wanita menoleh dan menangkapnya sedang memperhatikan mereka. Armin segera mengalihkan pandangannya, jantungnya berdebar sangat kencang entah apa yang akan dipikirkan wanita itu tentangnnya. Seorang bocah SMA yang memata matai dua orang dewasa yang sedang mengobrol. Armin mencoba melirik kearah wanita itu lagi, dan sialnya mata birunya bertatapan langsung dengan wanita itu dan dia menyeringai ke arah Armin. Armin menundukkan wajahnya ia tidak tau jika wanita itu memperhatikannya sejak tadi. Armin merasa tidak nyaman ia yakin wanita itu masih terus memperhatikannya rasanya ia ingin segera pergi dari tempat itu. Armin meraih ranselnya yang ia letakan di kursi.
" Saa, Armin chan. Ini pesanan mu " Petra datang membawa pesanannya dan meletakannya di atas meja, " Ada apa Armin chan? " Petra melihat Armin meremas ransel yang ada di pangkuannya. Armin hanya menggelengkan kepalanya lalu ia mengeluarkan beberapa lembar uang dan meletakannya di atas meja dan bergegas berlari keluar meninggalkan Petra yang tampak kebingungan.
" Ha..ha...ha " seorang wanita berkacamata tertawa keras menarik perhatian pengunjung kafe termasuk Petra yang masih berdiri di dekat meja yang baru saja ditinggalkan Armin. Ia tertawa melihat Armin meninggalkan kafe dan melarikan diri darinya.
" Kau menakutinya Hanji " ucap pria berambut pirang kalem ia meletakan secangkir kopi di hadagan wanita yang ia panggil Hanji.
" Apa kau melihatnya Erwin? bocah cantik itu terlihat sangat menggemaskan" Hanji masih terkekeh mengingat tingkah Armin tadi. "Apa menurutmu dia akan datang lagi besok?" Erwin mengangkat bahunya menanggapi pertanyaan Hanji.
Armin masih berlari menjauhi kafe itu. Nafasnya tersenggal dan tubuhnya terasa lemas ia duduk di bangku dekat taman. Armin benar benar takut wanita itu sangat aneh, ia terlihat seperti seorang psikopat yang menemukan mengincar mangsanya. Sebenarnya apa hubungan wanita itu dengan pria pirang pembuat kopi itu, apakah mereka mereka berteman, mereka terlihat sangat akrab atau mungkin mereka sepasang kekasih. Memikirkan mereka adalah sepasang kekasih membuat jantung Armin berdenyut nyeri. Ya Armin menyukai pria itu, pria yang memiliki rambut dan mata sewarna dengan miliknya pria yang memiliki senyum lembut yang selalu terlihat tulus. Pria yang menjadi alasannya untuk selalu mengunjungi kafe itu, pria yg membuatnya merasakan sebuah perasaan terlarang yang disebut cinta. Armin menatap langit yang mulai memunculkan semburat merah sepertinya ia harus segera pulang.
Armin berjalan gontai menuju kelasnya, ia masih belum bisa menghilangkan bayangan wanita berkaca mata dan pria pujaan hatinya. Bahkan ia bimbang apakah hari ini ia harus mengunjungi kafe itu atau tidak, ia menghela nafas.
" Delapan " sebuah suara menyapa indra pendengarannya. Armin menoleh ke arah sumber suara ia melihat seorang gadis berwajah oriental dengan syal merah melilit lehernya menatap datar buku yang ia pegang, Armin menatapnya bingung.
" Delapan kali kau menghela nafas sejak kita berjalan bersama " Mikasa menutup buku yang sedang ia baca " Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan Armin? " Armin hanya menggelengkan kepalanya
" Apa ini ada hubungannya dengan si pirang itu? " tanya mikasa tepat sasaran Armin tidak menjawab " Apa yang sebenarnya terjadi kemarin? "
Armin tetap diam membuat kesabaran mikasa habis. Ya selama ini Mikasa tau jika Armin menyukai seorang pria, Mikasa tidak pernah menghakimi Armin atas penyimpangannya ataupun merasa jijik padanya. Mikasa menyeret Armin menuju perpustakaan.
" Ceritakan padaku apa yang terjadi kemarin! " Mikasa dan Armin berada di bagian paling ujung perpustakaan dan terhalanh rak buku. Mikasa tidak ingin ada orang yang mendengar pembicaraan mereka.
Armin meremas ujung blazernya dengan suara pelan ia menceritakan apa yang terjadi kemarin tentang pria yang ia sukai terlihat begitu akrab dengan wanita berkaca mata dan bagaimana ia tertangkap basah oleh si wanita berkaca mata sedang memperhatikan mereka. Serta cara wanita itu menatapnya seolah ia adalah mangsa buruan.
" Apa kau akan berhenti menemui pria itu? " Mikasa menatap Armin yang tampak putus asa.
" Aku tidak tau "
" Apa kau yakin mereka berdua berpacaran?. " Armin menggelengkan kepalanya " mungkin saja mereka hanya berteman kan, sebaiknya kau cari tahu hubungan mereka yang sebenarnya setlah itu baru kau putuskan apa yang akan kau lakukan. "
" Tapi aku takut untuk pergi kesana, bagaimana jika wanita itu ada disana? " tanya Armin dengan mata berkaca kaca.
Terkadang Mikasa berfikir sebenarnya Armin bukanlah laki laki tapi dia adalah gadis yang terjebak dalam tubuh seorang pemuda. Mereka tumbuh bersama tapi Armin tidak pernah sekalipun berkelahi dengan teman sebaya mereka ketika anak anak, saat Mikasa dan Eren memanjat pohon Armin akan menunggu di bawah sambil membaca buku. Bahkan sekarangpun ia masih sering menjadi korban bully dan Mikasa ataupun Eren yang selalu melindunginya tidak ada yang berubah sejak dulu.
" Aku akan menemani mu dan jika wanita itu ada di sana aku akan menghajarnya " Mikasa meraih bahu Armin dan memeluknya.
" Arigatou Mikasa " Armin membalas pelukan Mikasa, sejak dulu Mikasa selalu menjadi orang yang bisa ia dan Eren andalkan ketika ia dan Eren membuat masalah maka Mikasa yang akan menyelesaikannya.
" Hn, ayo kita ke kelas "
" Kalian dari mana saja? " tanya remaja berambut coklat yang tampak sibuk dengan manga yang ada di tangannya saat melihat dua remaja berbeda gender dan warna rambut memasuki ruang kelas
" Kami baru saja dari perpustakaan Eren " Armin menjawab pertanyaan Eren dan di balas dengan anggukan oleh Eren.
Armin seharusnya pergi ke kafe bersama Mikasa tapi tiba tiba saja Mr.Pixis memanggilnya terpaksa ia pergi sendiri ke kafe itu. Armin mulai merasa bimbang ketika matanya menangkap kafe tujuannya, apa ia harus kesana, bagaimana jika pelayan yang kemarin mengenalinya lalu menanyakan tingkahnya yang aneh dan bagaimana jika wanita itu ada di sana. Ya Tuhan apa yang harus ku lakukan teriak Armin dalam hati. Ia kembali melangkahkan kakinya menuju kafe Sunflower tiba tiba di sana di depan pintu kafe yg hanya berjarak kurang dari sepuluh meter darinya berdiri seorang wanita berambut merah di kuncir dan sebuah kaca mata bertengger manis di atas hidungnya menyeringai ke arahnya. Jantung Armin serasa melompat ketika melihat wanita itu otaknya langsung bekerja memberi perintah pada saraf motoriknya untuk menjauhi wanita itu. Armin berbalik dan hendak berlari tapi tiba tiba ia menabrak seseorang.
" Bruk!! " Armin terjatuh sementara orang yang ia tabrak masih berdiri dengan tegak
" Perhatikan langkahmu bocah, " ucap orang itu dingin. Seorang pria berwajah datar dengan potongan rambut undercut berdiri di hadapan Armin.
" Maafkan aku Tuan " Armin segera berdiri dan membungkuk
" Yo Levi " Armin mendengar wanita itu berteriak. Sepertinya ia menyapa pria yang ada di hadapannya karena pria itu mendengus saat melihat wanita berkaca mata.
Armin menoleh kebelakang saat mendengar langkah kaki mendekat, dan benar saja wanita itu sedang berjalan ke arahnya. Armin kembali membungkukan tubuhnya dan berlari menjaauhi kedua orang itu.
" Oi bocah kau menjatuhkan barang mu " pria bernama Levi itu berteriak memanggil Armin tapi ia mengabaikannya dan terus berlari. Levi membungkuk dan meraih benda yang tergeletak di trotoar, Armin menjatuhkan dompetnya.
" Kenapa dia selalu lari setiap kali melihatku? " keluh Hanji setelah ia sampai dihadapan Levi
" Hn, itu karena wajahmu menyeramkan " jawab Levi acuh
" Brengsek kau cebol! " maki hanji
" Sepertinya kau sudah bosan hidup eh mata empat " Levi mulai mengeluarkan aura membunuh
" Ha..ha..ha.., " bukannya takut Hanji justru tertawa seperti orang gila dan merebut dompet yang Levi pegang dan berjalan memasuki kafe.
Erwin yang melihat kedua temannya datang menghentikan pekerjaannya. Ia tampak heran melihat Hanji terus tertawa seperti orang bodoh sementara Levi menguarkan aura kelam.
" Erwin lihat apa yang ku dapatkan! " Hanji berteriak girang sambil menunjukan dompet berwarna hitam yang ia pegang pada Erwin
" Milik siapa dompet itu? "
" Kau akan sangat bahagia bila tau siapa pemilik dompet ini! " seru Hanji dengan girang. Erwin menaikan sebelah alisnya dan menatap Levi dia tau dia tidak akan mendapatkan jawaban dari wanita berkaca mata di hadapannya. Levi mendengus pelan.
" Si mata empat sialan ini baru saja menakuti seorang bocah SMA sampai ia terjatuh " ucap Levi acuh tak acuh
" Yup, aku baru saja bertemu dengan Armin chan di depan kafe mu " Hanji berkata dengan penuh semangat
" Armin chan? " Erwin bertanya bingung dan hanya di jawab dengan anggukan kepala oleh hanji. Hanji menyerahkan kartu pelajar yang ia keluarkan dari dompet kepada Erwin.
" Armin Alert " Erwin membaca nama yang tertera di kartu pelajar yang ada di tangannya. Erwin tersenyum misterius sementarat Hanji menyeringai melihat sahabatnya.
Tbc
aku tau cerita ini abal banget tapi mohon kritik dan sarannya senpai.
sasageyo
with love Ritsu
