Seventeen

Choi Seungcheol - Yoon Jeonghan

Kwon Soonyoung - Lee Jihoon

Kim Mingyu - Jeon Wonwoo

Lee Sokmin

Once Again

.

.

.

.

.

Chapter 1

.

.

.

.

.

Saat Seungcheol menyatakan cintanya pada Jeonghan tepat pada hari ulang tahunnya, Jeonghan merasa dia menggenggam dunia. Semua keinginan Jeonghan terpenuhi hari itu.

Nama Jeonghan melonjak karena baju hasil design-nya yang diberi pujian sempurna oleh para kritikus fashion, bisnis ayahnya mendapat untung yang bukan main, restoran ibunya mendapat bintang ke limanya, dan cinta Jeonghan yang terbalas.

Satu permintaan yang Jeonghan ucap saat itu, mulai Jeonghan sesali sekarang.

'Biarkan semua ini seterusnya seperti ini.'

Permintaan serakah itu muncul dalam hati Jeonghan, permintaan yang hanya memikirkan diri Jeonghan sendiri itu memang dikabulkan untuk waktu yang cukup lama. Sampai saat di mana restoran ibu Jeonghan ditutup karena disebut ingin meracuni rekan bisnis ayahnya yang sedang makan di restoran itu untuk meraup untung. Tidak hanya itu, proyek yang sudah dijalani ayahnya selama 4 tahun hancur dalam sekejap karena ayah Jeonghan ketahuan menggelapkan dana untuk menutupi kerugian yang cukup besar karena keluarga Jeonghan harus ganti rugi atas kejadian yang terjadi di restoran, dan puncak masalahnya adalah pada Jeonghan sendiri.

.

.

.

.

.

"Hyung kekasihmu datang," Seungcheol mengalihkan pandangannya dari laptopnya ke arah Seokmin yang barusan masuk ke ruangannya.

"Selesaikan masalahmu, hyung. Aku lelah pekerjaanku terus diganggu kekasihmu karena sesi wawancaranya," Seokmin meninggalkan ruangan Seungcheol setelah menaruh berkas yang perlu ditanda tangani Seungcheol di meja.

Seungcheol mematikan laptopnya kemudian menyandarkan tubuh lelahnya di kursi kerjanya yang (entah kenapa) terasa begitu keras sekarang.

"Kau bilang padaku kalau kau sedang bekerja," ujar Jeonghan saat memasuki ruangan Seungcheol, Jeonghan juga melakukan penekanan pada kata bekerja.

Mengembalikan ponsel Seungcheol yang sudah dia cek ke atas meja, Jeonghan melangkah ke arah sofa yang ada di ruangan itu.

"Fashion show besok, semuanya adalah designku. Artinya besok itu penting. Aku tidak mau tahu, kau harus datang," Jeonghan berujar dengan nada yang tidak terbantahkan.

"Sudah malam. Ayo kita pulang," mendengar perkataan Jeonghan, Seungcheol langsung bergegas merapikan barang-barangnya, tidak mau kalau Jeonghan marah-marah karena terlalu lama menunggu.

Seungcheol dan Jeonghan bertemu dengan Seokmin di parkiran. Memeberi senyum sebagai formalitas pada Seokmin, Jeonghan menarik Seungcheol cepat ke mobil Seungcheol yang tidak jauh dari posisi mereka. Jeonghan yang berjalan terlalu cepat tidak menyadari kalau kekasihnya sedang memberikan kode-kode pada Seokmin untuk menemaninya setelah ini.

.

.

.

.

.

.

.

Saat orang bertanya kenapa Soonyoung mau dengan Jihoon, pasti akan dijawab Soonyoung dengan jawaban yang akan membuat mereka menatap Soonyoung tidak percaya.

Cinta,

adalah jawaban Soonyoung.

Semua orang tahu kalau Soonyoung bukanlah orang yang bisa diajak serius karena Soonyoung dikenal sebagai orang yang suka main. Jihoon tahu itu, dan Jihoon juga tahu kalau semua orang bilang Jihoon hanyalah mainan Soonyoung

Saat Soonyoung bertanya kenapa Jihoon bertahan dengannya,

Jihoon akan bilang dia percaya pada Soonyoung, karena Jihoon tahu Soonyoung itu bagaimana. Jihoon tahu kapan Soonyoung jujur ataupun berbohong.

Tapi Soonyoung tahu kalau Jihoon berbohong kalau dia bilang seperti itu.

.

.

.

.

.

.

"Sayang, apa kau tidak lelah?"

"Hey, kekasihmu di sini bukan di dalam computer,"

"Leezi, lihat aku,"

"Leezi, aku bosan,"

"Leezi…"

"Leezi…"

"Leezi…"

"APA!?" suara rengekan Soonyoung terhenti saat orang yang dari tadi mencuekinya akhirnya menganggap keberadaannya.

"Aku lapar," mendengar jawaban Soonyoung, Jihoon hanya menghela nafas.

"Kalau lapar, kau kan bisa pergi makan, Soonyoung," Jihoon kembali menghela nafas lelah saat Soonyoung menggelengkan kepalanya dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Aku mau Leezi juga ikut denganku," Soonyoung menggenggam tangan Jihoon dan menyambung kalimatnya sebelum Jihoon kembali bersuara.

"Aku tahu Leezi sibuk, aku tahu lagu Leezi belum selesai, aku tahu Leezi tidak bisa tenang kalau lagu Leezi belum selesai. Tapi aku tidak mau kalau Leezi tidak makan. Aku membiarkan Leezi tidak makan tadi siang, tapi tidak untuk malam karena aku yakin Leezi akan begadang. Jadi ayo kita makan," mendengar penjelasan panjang Soonyoung, Jihoon memberikan senyum manis pada kekasihnya itu.

"Benar, ayo kita makan," jawaban singkat Jihoon dijawab semangat dengan Soonyoung yang langsung melompat dari sofa yang tadi didudukinya saat menunggu Jihoon di studio.

"Leezi mau makan apa? Ayo kita makan semua yang Leezi mau!" dengan cepat Soonyoung langsung menarik Jihoon untuk keluar dari studio setelah Jihoon sudah menyimpan lagu yang ia edit tadi.

.

.

.

.

.

'Soonyoung di mana?'

'Soonyoung sudah makan?'

'Ku tunggu di apartment.'

"Ponselmu ribut sekali," Jihoon berujar pelan saat nada tanda terima ponsel Soonyoung tidak berhenti berbunyi sejak mereka sampai di restoran ini.

"Haha…biasalah Seokmin pengangguran setelah kerja. Lanjutkan makanmu," Soonyoung segera mematikan ponselnya saat pesan terakhir sudah dia baca.

'Soonyoung sedang dengan Jihoon ya?'

.

.

.

.

.

.

.

Satu hal yang sangat Mingyu inginkan adalah hubungannya dengan Wonwoo bisa kembali seperti dulu. Sebelum Wonwoo jadi orang gila kerja dan masih peduli pada Mingyu yang bersikap seperti bocah.

Tapi itu kapan? 4 atau 5 tahun lalu, sudah sangat lama.

Mingyu tahu kalau perhatiannya pada Wonwoo juga mulai terbagi karena Mingyu sudah harus bekerja. Waktu yang bisa Mingyu berikan hanya sepulang kerja dan akhir minggu. Tapi di waktu itu, Wonwoo pastilah sudah lelah atau sibuk mengurus fashion shownya.

Mingyu memang bukan lagi remaja labil yang akan galau seharian karena hubungan mereka merenggang, tapi Mingyu tidak berbohong saat dia bilang pada Wonwoo kalau dia sakit dan butuh perhatian Wonwoo setelah 3 minggu tidak ketemu.

Wonwoo harusnya bersyukur karena Mingyu tidak marah saat Wonwoo tidak mengunjungi Mingyu di rumah sakit sama sekali. Mingyu memang sepeti itu makanya Wonwoo sangatlah beruntung.

Mingyu memang seseorang yang sangat lemah di hadapan Wonwoo.

.

.

.

.

.

"Bagaimana hari ini?" tanya Mingyu saat Wonwoo memasuki mobilnya.

"Biasa saja," mendengar jawaban bernada datar Wonwoo bahkan tanpa melihat wajahnya, Mingyu hanya menghela nafas.

'Gagal lagi deh,'

"Hyung mau langsung pulang?" melihat Wonwoo yang mengangguk kecil, Mingyu meraih ponselnya lalu mengetikan pesan pada seseorang.

'Aku ke apartment ya? Aku lelah,'

"Kau mengirim pesan pada siapa?" melihat kekasihnya yang sibuk dengan ponselnya, Wonwoo bertanya.

"Ibuku," dengan cepat Mingyu langsung menyimpan ponselnya kemudian menyalakan mesin mobil.

"Kau belakangan ini aneh," Wonwoo membuka pembicaraan saat mereka sudah setengah jalan menuju rumah Wonwoo.

"Aneh bagaimana?" Wonwoo menoleh pada Mingyu yang tetap fokus pada jalan.

"Seperti sekarang,"

"Sekarang?"

"Kau tidak menoleh padaku sama sekali," Wonwoo tetap menatap Mingyu.

"Aku kan sedang menyetir,"

"Benar juga. Aku pasti terlihat seperti orang bodoh barusan," Wonwoo terkekeh kecil.

"Sudah sampai, hyung," Wonwoo menoleh ke sekitar.

"Benar, sudah sampai. Cepat sekali," Mingyu bukan orang yang tidak peka sampai dia tidak menyadari ada nada kekecewaan dalam ucapan Wonwoo barusan.

"Langsung istirahat ya, hyung. Kau terlihat lelah sekali," Wonwoo tahu Mingyu sudah menolak tawarannya bahkan sebelum dia bertanya apa pemuda itu mau mampir sebentar atau tidak.

Menjawab Mingyu dengan dengan gumaman lirih, Wonwoo segera keluar dari mobil Mingyu.

Setelah melihat Wonwoo masuk ke apartmentnya Mingyu hanya bisa menghela nafas pelan. Dengan cepat Mingyu langsung melajukan mobilnya setelah membaca pesan.

'Ke studio saja,'

.

.

.

.

Seventeen

Once Again

Chapter 1

.

.

.

.

to be continue