Disclaimer: seventeen's belongs to their family, God & Pledis, but the storyline's belong to me. warning! homosexual theme.

© 2016 Oxydien Storyline


Seungkwan cenderung berpikir kalau sesuatu yang berhubungan dengan ramalan atau apapun itu adalah sebuah omong kosong. Dirinya sendiri berpendapat bahwa kehidupan nyata itu pahit, dan sebuah takdir maupun keajaiban tidak akan segampang itu ditebak oleh ramalan. Jadi ketika pemuda ber-marga Boo itu dipaksa masuk—oleh Jeonghan—ke stand ramalan di festival yang Ia kunjungi, Seungkwan hanya memberikan pandangan datar kepada sosok laki-laki di depannya dengan pakaian serba hitam yang terlihat lebih tua beberapa tahun darinya itu.

"Biar kutebak, namamu Boo Seungkwan 'kan?" yang lebih muda nampak mengangguk malas. Siapapun juga akan tahu namanya karena teman si laki-laki 'peramal' itu mencatatnya sebelum Seungkwan masuk tadi.

Laki-laki itu tersenyum tipis. Sebuah ide jahil terlintas di benaknya, "Kurasa kau tidak mau meminta apapun dariku," dia mengubah senyum tipisnya menjadi sebuah seringaian, "tapi karena kau sudah membayar kami, jadi aku akan memberimu sesuatu tanpa kau minta."

Seorang Boo Seungkwan tidak bisa untuk tidak menahan perasaan jengkelnya ketika laki-laki itu mengembangkan seringaiannya. Matanya lalu mengarah pada name tag orang itu. Choi Seungcheol. Oke, namanya terdengar bagus untuk seukuran laki-laki dengan tampang minta ditonjok seperti dirinya.

Seungcheol berdiri dari tempat duduknya, membuat atensi Seungkwan teralihkan padanya. Dia sengaja.

"Setiap kau bersin, akan ada satu kesialan yang menimpamu nanti."

Kedua mata Seungkwan membelalak kaget. "Apa?!"

Dengan santainya laki-laki bersurai cokelat tua itu mengendikkan bahunya. Berusaha terlihat masa bodoh tapi kenyataannya ekspresinya itu malah terlihat seperti orang yang sedang menahan pup; dia mengendikkan bahu sambil menahan tawanya. Bermain-main sedikit dengan pelanggannya yang tidak tahu sopan santun sepertinya asyik juga, begitu pikirnya.

"Aku tidak membayarmu untuk memberiku kesialan! Kau gila ya?!" seru Seungkwan tidak terima. Hampir saja terjadi adu jotos di dalam stand itu, namun beberapa teman-teman Seungcheol langsung mengamankan Seungkwan dari tempat kejadian.

Sementara di luar stand, Jeonghan nampak menghela nafas berat ketika menemukan sosok Seungkwan dengan kondisi yang ditarik paksa oleh beberapa siswa penjaga menjadi pusat perhatian hampir semua pengunjung di festival tahunan kampusnya.

Sepertinya niat baiknya tidak berakhir menyenangkan.


재채기 (Sneeze)

Hansol Vernon Chwe x Boo Seungkwan / VerKwan

Boys-love;Shonen-ai!, AU!, friendship, college-life, romance, fluff, OOC!

WARNING! Cerita panjang dan bertele-tele seperti drama /cries a river/


Vernon tergelak. Susunya sampai muncrat di wajah Seokmin, dan pemuda dengan rahang tegas itu langsung mengarahkan wajahnya ke jas mahasiswa Seungcheol. Dia tidak perduli jika Seungcheol memarahinya karena faktanya Vernon memuncratkan susunya ke wajahnya akibat dari cerita konyol Seungcheol.

"Kau menjijikkan, Seok." Ini suara Soonyoung yang tadinya sedang asik dengan game pikachu-go di ponselnya tapi terganggu karena suara tawa Vernon yang berisik.

Seokmin tidak mengacuhkan omongan Soonyoung, dan lebih memilih untuk merespon cerita Seungcheol, "Apa itu tidak terlalu berlebihan, hyung? Kudengar dia mahasiswa baru di kampus kita."

Sambil membersihkan jasnya dengan tissue—yang entah darimana dia dapat—Seungcheol menjawab, "Dia sendiri yang cari masalah. Kalau tidak mau masuk ke stand-ku ya tidak usah masuk. Lagipula dia terlihat enak untuk dijahili."

Soonyoung yang sedaritadi hanya fokus bermain game mulai tertarik dengan pembicaraan teman-temannya. Dia menopang dagunya, "Kalau dia sampai mati, bagaimana?" Ia tidak tahu kenapa pertanyaan itu yang meluncur dari mulutnya. Salahkan saja otaknya yang sering dijejali dengan film horror/thriller milik Jooheon.

Tiba-tiba pemuda blasteran dengan panggilan Vernon itu menggebrak meja kantin tempat mereka berkumpul, menyebabkan triple S—Seungcheol, Soonyoung, Seokmin—tersentak kaget. Sang pelaku penggebrakan meja lalu lari menjauh dengan terburu-buru, membuahkan tanda tanya di benak ketiga manusia yang saat itu sedang tidak ada kelas.

"Dia tidak pergi gara-gara mendengar pertanyaanmu 'kan, Kwon?"

Yang ditanya hanya mengendikkan bahu.


"Ah-choo!"

Pemuda berpipi tembam itu mengusap-usap hidungnya secara perlahan. Dia kesal pasalnya entah kenapa sejak dia 'dikutuk' oleh laki-laki sialan bernama Choi Seungcheol itu, dia jadi sering bersin. Seungkwan menggerutu di tengah perjalanannya menuju kelasnya siang itu. Kalau bukan karena dia mahasiswa baru yang harus mematuhi peraturan kampus, dia tidak akan mau datang ke festival tahunan itu kemarin.

Baru saja kakinya hendak melangkah memasuki kelasnya, Seungkwan dikagetkan oleh seseorang yang tiba-tiba saja menabraknya dari arah belakang. Mereka pun jatuh saling menimpa—lebih tepatnya Seungkwan tertimpa badan orang itu. Bagian terparahnya adalah wajah Seungkwan yang telah mendarat dengan mulus di ubin koridor kampusnya. Oh bagus sekali. Pasti 'kutukan' sial itu sudah bekerja.

Orang itu tidak bergerak sama sekali, entah sengaja atau tidak, tapi Seungkwan benar-benar akan menonjoknya jika dia sengaja.

"Siapapun kau, yang jelas kau harus berdiri dalam hitungan 3…2.."

Seungkwan dapat merasakan orang itu sudah berdiri, jadi dia berusaha untuk bangkit dari posisi tidak elitnya. Dia benci mengatakan ini, tapi ubin koridornya itu luar biasa kerasnya, dan Ia rasa bibir dan hidungnya sudah bengkak saat ini.

Jadi setelah bertatap muka dengan si penabrak, Seungkwan mau tak mau harus menahan emosinya karena ternyata orang itu adalah seniornya. Oke, kembali lagi ke predikatnya sebagai mahasiswa baru. Seungkwan harus sabar.

"Maaf, aku buru-buru ke toilet." Orang itu meminta maaf dengan ekspresi serius.

"Tidak masalah, sunbae-nim," Balas Seungkwan masih dengan senyuman paksanya. "saya permisi dulu."

Sebelum kaki Seungkwan mencapai pintu masuk kelasnya, telinga Seungkwan yang memang pada dasarnya sensitive, mendengar sang senior lewat di belakangnya sambil mengucapkan sesuatu.

"Pantatnya empuk sekali."

Detik itu juga Seungkwan bersumpah, pada saat dia sudah lepas dari masa penderitaannya sebagai mahasiswa baru, orang yang pertama kali akan Seungkwan tonjok adalah sang senior laki-laki berwajah bule itu.


Seungkwan bersiul senang dalam langkah besar-besarnya menuju koridor utama kampus. Kelasnya hari ini semuanya sudah selesai. Jadi dia bisa beristirahat dengan tenang di rumahnya nanti. Tapi ada satu hal yang membuat Seungkwan sedikit kesal. Kelas terakhirnya baru selesai pukul 3 siang, itu artinya baik ibu, ayah, atau kakak-kakaknya belum ada di rumah; masih bekerja. Seungkwan paling benci diam sendirian di rumah.

Sudut matanya bergerak liar kesana kemari. Pandangannya terjatuh pada mading baru yang dipasang di dinding koridor utama kampusnya. Membaca mading tidak buruk juga. Lagipula kemungkinan anggota keluarganya baru akan pulang 1 atau 2 jam lagi.

Fokus dengan sebuah artikel yang membahas tentang stand-stand di festival tahunan kampusnya, Seungkwan sampai tidak sadar dengan sayup-sayup keributan yang muncul dari arah koridor dalam yang berhubungan dengan kantin.

"Ah-choo!" pemuda bersurai cokelat madu itu menggerutu sambil mengusap-usap hidungnya. Dia lupa membawa tissue rupanya.

Di sisi lain, pembuat keributan itu semakin mendekat ke arah Seungkwan. Terdeteksi dua manusia berjenis kelamin laki-laki sedang berlari – kejar-kejaran – di koridor utama. Yang mengejar tampak menunjukkan wajah kesal sambil membawa sebuah botol minum, sementara yang dikejar terlihat tertawa lepas namun guratan kelelahan sudah muncul di wajahnya.

Seungkwan menguap di ujung sana.


Tindakan yang Vernon ambil saat itu merupakan kesalahan besar. Sebab niatnya untuk melempar botol minum ke arah Soonyoung jadi berimbas ke kepala seseorang dengan rambut cokelat madu yang sedang berdiri di dekat mading kampusnya, dan orang itu langsung jatuh pingsan. Vernon menyalahkan Soonyoung karena laki-laki bermata sipit itu menghindar dari lemparan botolnya, akan tetapi Soonyoung membela diri dan justru menyalahkan kelakuan bringas Vernon.

Dengan bridal style, Vernon membawa seseorang yang ternyata adalah laki-laki yang pernah dia tabrak ke ruang kesehatan kampusnya. Sialnya, tidak ada satu manusia pun yang berjaga di ruangan itu. Artinya, seorang Hansol Vernon Chwe harus bertanggung jawab dengan menunggu sampai laki-laki itu siuman.

"Aku melemparnya terlalu keras, ya?" gumam Vernon sendiri. Sedikit merasa bersalah karena bahkan dalam tidurnya pun wajah manis laki-laki itu tetap mengkerut seolah sedang kesakitan.

Bosan, Vernon mulai memainkan rambut halus berwarna cokelat madu milik laki-laki yang sedang terbaring di kasur ruang kesehatan itu. Di dalam hatinya, dia kagum akan segala kemanisan yang dimiliki laki-laki itu. Mulai dari rambut halusnya, bulu mata, bibir tipis, sampai pipi chubby-nya, semuanya terlihat menggemaskan di mata Vernon. Baik Seungcheol, Soonyoung maupun Seokmin rasanya tidak pernah terlihat semanis itu.

Diam-diam Vernon mengambil gambar laki-laki manis itu dengan ponsel pintarnya. Lalu Ia senyum-senyum sendiri melihat hasil jepretannya hingga tak sadar kalau Seungkwan sudah bangun dari tidur cukup panjangnya.

Hal pertama yang dirasakan oleh Seungkwan adalah rasa sakit seperti habis dipanah di bagian kepala belakangnya. Matanya Ia kerjapkan, sedang menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Setelah sadar, Seungkwan rasanya ingin segera tidak sadar lagi saat wajah tanpa dosa milik Vernon muncul di sampingnya.

"Are you okay?"

Kening Seungkwan mengernyit, namun tetap menjawab, "Yes, okay. Thank you."

Vernon ingin menertawakan cara bicara Seungkwan, tapi dia memilih menahan tawanya sambil membantu Seungkwan duduk di atas kasurnya. Vernon tidak mau membuat masalah lagi.

"Maaf tadi aku tidak sengaja," Seungkwan mengangguk, walau rasanya kedua tangannya sudah gatal ingin menghabisi sang senior, "Apa kau butuh sesuatu?" tanya Vernon dengan nada lembut.

"No, No, No, thanks."

Ekspresi Vernon berubah menjadi aneh; seperti wajah orang yang sedang menahan pipis. Seungkwan sadar kalau senior kurang ajarnya itu sedang menahan tawa, dan dia yakin sekali seniornya itu ingin menertawakan bahasa inggrisnya yang high quality. Coret.

"Apa ada yang lucu, sunbae-nim?"

"No, No, No, thanks." Vernon meniru ucapan Seungkwan sebelumnya, lalu Ia terkekeh kecil. Kentara sekali kalau Vernon sedang mengejeknya.

Simpang empat terpajang di pelipis Seungkwan. Dia sungguh tidak suka kalau ada orang asing yang terang-terangan mengejeknya seperti itu. Memangnya dia badut apa.

Selayaknya efek dalam komik, kini sudah muncul aura membunuh yang menyelimuti tubuh laki-laki berpipi tembam itu.

Seungkwan menepuk pundak Vernon, membuat sang empunya pundak menatapnya bingung, "Aku berubah pikiran. Kurasa aku membutuhkan satu hal."

Wajah Vernon berubah sumringah, namun detik selanjutnya pemuda bertubuh atletis itu harus lari terbiri-birit keluar dari ruang kesehatan. Tentu saja itu karena teriakan Seungkwan;

"PERGI DARI HADAPANKU, SEKARANG JUGA!"


"Ah-choo!"

5 menit setelahnya, Seungkwan mendapatkan sport jantung gratis karena Vernon tiba-tiba keluar dari gudang bekas yang terletak di samping perpustakaan kampus. Kakinya terkilir. Terkejut dan terjerembab di selokan batas antar koridor dengan taman bagian dalam kampus tentu bukan hal yang menyenangkan. Dan lagi-lagi tersangkanya adalah senior bule kesayangannya—coret; Vernon.

(usut punya usut, ternyata Vernon sedang bersembunyi dari kejaran Seokmin yang menagih hutangnya)


"Ah-choo!"

Boo Seungkwan menjatuhkan ponselnya dan tidak sengaja menginjaknya sampai patah setelah Ia buru-buru menyembunyikan dirinya di balik bilik toilet saat sosok Vernon berjalan mendekat ke arahnya. Lagi-dan lagi, penyebab kesialannya adalah Vernon.

(Padahal waktu itu Seungkwan sedang ada di toilet, dan Vernon memang mau ke toilet)


Di hari-hari selanjutnya, Jeonghan dapat merasakan perubahaan sikap dari sahabatnya yang berasal dari Pulau Jeju tersebut. Dari yang biasanya membicarakan tentang beberapa anggota grup wanita yang sedang naik daun, berubah menjadi membicarakan tentang betapa menyebalkannya seorang senior yang katanya berwajah bule di kampusnya itu. Jeonghan awalnya tidak tertarik dan angguk-angguk saja, namun akhirnya dia sebal juga mendengar bibir tipis milik Seungkwan mengoceh terus tentang seseorang yang bahkan tidak dia kenal itu.

"Aku bisa menarik kesimpulan dari semua ceritamu tentang si senior mesum itu," kata Jeonghan memotong ocehan Seungkwan yang lagi-lagi membicarakan tentang si 'senior bule'. Guratan serius di wajah kelewat santai Jeonghan membuat Seungkwan mendadak antusias, "jadi setiap kau bersin, kau akan bertemu dengan senior itu. Dan itu artinya, sebuah kesialan yang dikatakan oleh peramal itu adalah dia!"

Seungkwan menjatuhkan rahangnya, "Sudah kuduga!" serunya bersemangat seolah telah mendapatkan jawaban dari kasus paling berat sedunia.

"Sebaiknya kau bertemu dengan peramal itu sebelum aku ikut-ikutan stress mendengar ocehanmu itu, Boo." Ucap Jeonghan sembari mengikat rambut panjangnya.

Helaan nafas meluncur dari bibir Seungkwan, "Apa kau kenal Choi Seungcheol?"

"Tentu saja aku—HAH? Peramal itu Choi Seungcheol?" Jeonghan berteriak nyaring, menyebabkan beberapa orang melempar tatapan sangsi padanya. Sementara Seungkwan menganggukkan kepala, kini giliran Jeonghan yang menghela nafas panjang.

"Memang kenapa?"

"Dia salah satu senior yang mengerjaiku saat masa penerimaan mahasiswa baru," ujar Jeonghan malas. Kemudian dia mulai menyabuti beberapa daun rusak pada tanaman di sebelahnya, "menyebalkan." Tambahnya dengan nada kesal. Seungkwan membenarkan hal itu dalam hati.

"Kalau begitu aku tidak jadi bertemu dengan Seungcheol."

"Tidak bisa begitu! Kau harus menemuinya, Kwan!"

"Kau bilang dia menyebalkan! Kenapa aku harus menemuinya?"

"Karena kau harus."

"Alasan apa-apaan itu!"

"Aku tidak menerima penolakan."

"Ini namanya pemaksaan!"

"Ditinggal 15 menit saja sudah teriak-teriak begini." Sesosok laki-laki berambut blonde menengahi pertengkaran kecil diantara Seungkwan dan Jeonghan. Laki-laki itu lalu menempatkan dirinya untuk duduk diantara mereka berdua. Ia mengeluarkan snack keripik ketangnya dan memakannya dengan santai; padahal kedua mahluk di antara dirinya masih bertatapan dengan sengit.

"Ini permasalahanku dan Jeonghan yang sangat penting, Ji!" Seungkwan menginterupsi.

Jeonghan mengernyit, "Ini tidak penting sama sekali dan ini hanya masalahmu saja!"

"Oke,oke," Laki-laki berambut blonde itu-Jihoon—mulai berbicara sebelum peperangan dimulai lagi. "jadi apa masalahnya? Tolong ceritakan padaku dengan singkat, padat, dan jelas."

"Aku dipaksa masuk ke stand ramalan waktu festival tahunan diadakan, dan peramal itu mengutukku. Dia bilang setiap aku bersin aku akan mendapatkan sebuah kesialan!" jelas Seungkwan ber-api api. Nada bicaranya hampir terdengar seperti sedang nge-rapp.

Untuk sesaat Jihoon sweatdrop. Ditatapnya Seungkwan dengan tatapan tajamnya, jelas itu membuat Seungkwan merasa bingung sekaligus takut.

"Dia peramal bukan penyihir, Boo Seungkwan."

Jeonghan tidak bisa untuk tidak tertawa; padahal dirinya sendiri juga tidak berpikir seperti Jihoon sebelumnya. Wajah Seungkwan langsung memerah seperti kepiting rebus.

Pemuda tembam itu bersungut-sungut, "Tapi aku benar-benar mendapatkan kesialan setelah bersin, Ji." Belanya sendiri.

"Itu hanya perasaanmu saja," tandas Jihoon tenang, surai blonde-nya yang lembut Ia sisir ke belakang, "lagipula apa sih hal sial yang kau dapatkan? Kau kelihatan baik-baik saja." Tambahnya sambil memperhatikan Seungkwan dari atas ke bawah.

"Boo Seungkwan! Tunjukkan semua bukti kesialanmu!"

"Baik kapten!" lalu Seungkwan pun mengeluarkan ponselnya yang patah, menggulung celana panjangnya, dan juga memperlihatkan benjolan di belakang kepalanya. Dan pertunjukkan itu diakhiri dengan tarian persembahan tak jelas dari Jeonghan.

Disitu Jihoon harus memijit pelipisnya karena kedua temannya sekarang bertingkah seolah mereka berdua adalah power rangers. Setelah beberapa saat melihat luka-luka—yang disebut kesialan oleh Seungkwan—itu, Jihoon mengangguk-angukkan kepalanya sendiri. Berusaha memikirkan sebua hipotesa yang cukup logis tentang apa yang terjadi dengan temannya itu.

"Itu karena kau ceroboh dan tidak perduli dengan sekitarmu." –jleb. Tepat sasaran, dan sungguh menohok.

Tawa Jeonghan berderai untuk kesekian kalinya, menyebabkan telinga beberapa orang asing di sekitar mereka panas; karena tawanya terdengar menyebalkan. Jihoon menatap lurus ke arah temannya yang berpipi tembam. Agaknya sedikit kasihan juga melihat si cerewet itu ber-ekspresi suram sekarang.

Jadi karena merasa simpati sekaligus kasihan dengan Seungkwan, Jihoon akhirnya mendapatkan sebuah petunjuk untuk menyelesaikan masalah pemuda Jeju itu. Tapi dia tidak akan memberi tahunya sekarang. Harus ada sesuatu yang Ia pastikan setelah ini.


Hal pertama yang akan Vernon lakukan setiap masuk ke kelas pagi yaitu; mencari tempat duduk dekat jendela di pojok belakang, dan menjadikan ransel milik Seungcheol yang dipinjamnya sebagai bantal tidur daruratnya—ransel Seungcheol empuk sekali. Beberapa kali Seokmin mengusili Vernon dengan memasukkan jari telunjuknya ke hidung Vernon, alhasil laki-laki dengan senyum 1000 volt itu mendapatkan tatapan membunuh dari Vernon.

"Aku bosan, Hansol-ah."

Vernon menegakkan badannya sambil mengucek kedua matanya, "Kalau begitu dengarkan aku cerita." Ucapnya memerintah. Seokmin meliriknya malas. "Itu lebih membos—" mulutnya seketika terhenti ketika tangan Vernon menjulur keluar jendela dengan sebuah gantungan kunci berbentuk huruf DK yang ada di genggamannya.

Seokmin langsung membentuk gesture tangan seperti sedang menutup resleting pada mulutnya.

"Apa kau masih ingat cerita Seungcheol hyung tentang mahasiswa yang dia kerjai?"

Kening Seokmin mengernyit, "Yang mana? Dia mengerjai banyak mahasiswa baru."

"Di stand ramalan."

"Oh," bibirnya membentuk huruf 'O' disertai anggukan dan tampang sok paham, "lalu?"

Surai cokelat keemasan itu diacaknya, menunjukkan wajah frustasi. "Dia membuatku terganggu dengan tingkah anehnya." Vernon mendesah berat. Bukan masalah besar tapi entah kenapa otaknya tidak dapat berhenti untuk memikirkan masalah itu. Ah, lagipula itu juga tidak bisa dikatakan sebagai masalah. Kembali sebuah helaan nafas meluncur dari bibir tipis Vernon.

"Aku bahkan jarang melihatnya di kampus, bagaimana kau bisa diganggu olehnya?"

"Itu sih kau-nya saja yang memang jarang masuk kelas."

Seokmin tertawa hambar. Membenarkan ucapan laki-laki di sampingnya.

"Memangnya dia melakukan apa?" tanya Seokmin seraya menopang dagunya.

"Dia pingsan karena lemparan botol, terkilir karena terkejut, dan juga dia mengintipku di toilet!"

Sebuah jitakkan telak Vernon dapatkan di kepalanya. Ia meringis, sedangkan Seokmin terlihat memutar bola matanya jengah. Di dalam hatinya Seokmin ingin sekali mengatai bocah tengil di depannya, tapi dia tahan karena dirinya cukup puas dengan hasil jitakannya di kepala Vernon.

"Kalian itu sama-sama laki-laki, jadi wajar saja kalau kalian ada di satu toilet," kata Seokmin tegas, "lagian hal aneh yang dia lakukan itu juga pasti karena ulahmu."

Vernon cemberut. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Seokmin pun dengan sigap merebut gantungan kunci dengan huruf 'DK' miliknya yang tadi pagi dirampas oleh Vernon karena dia kalah taruhan; Vernon bekerjasama dengan Seungcheol untuk membuat Seokmin kalah taruhan. Dia tersenyum penuh kemenangan setelah berhasil mendapatkan gantungan kunci kesayangannya.

Setelah mendapatkan KKDP –kekerasan dalam pertemanan— Vernon hanya menatap keluar jendela di sebelahnya sepanjang pelajaran. Sementara Seokmin harus menghela nafas beberapa kali melihat kondisi temannya itu.

Vernon sungguh-sungguh tidak ingin tinggal kelas 'kan?


"Sebentar."

Air muka Jihoon berubah aneh, kedua mata sipitnya menatap lurus ke arah Seungkwan yang kini tampak sedang menahan bersinnya. Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang, tepatnya sedang menunggu halte bus yang akan pergi menuju rumah mereka. Ngomong-ngomong tempat tinggal Jihoon dan Seungkwan berdekatan, jadi mau tidak mau Jihoon pun harus merelakan kupingnya terbakar akibat mendengar ocehan Seungkwan di sepanjang perjalanan pulang mereka. Setiap hari. Tandai.

"Kenapa ditahan?" Jihoon bertanya heran.

Seungkwan langsung memposisikan tangannya menyilang di depan dada, memberikan tatapan kesal pada Jihoon, "Aku tidak ingin bersin lagi. Sudah cukup di kampus saja aku mendapatkan semua kesialan itu."

"Tapi menahan bersin itu tidak baik, Seungkwan-ah."

Dia menyipitkan matanya, kemudian mengendikkan bahu malas. "Yang penting aku tidak bertemu—" kalimatnya terpotong saat sebuah gelombang menggelikan menyerangnya secara tidak terduga, menyebabkan Seungkwan akhirnya, "Ah-choo!" bersin.

Senyuman Jihoon terkembang. Merasa cukup senang karena omongannya didengarkan; padahal itu tidak sengaja. Lain dengan Seungkwan yang mulai mengutuki dirinya sendiri, namun pada menit selanjutnya pemuda Jeju itu sudah pasrah dengan nasibnya. Toh, semuanya sudah terjadi.

10 menit telah mereka lalui dengan keheningan. Seungkwan menunggu datangnya Vernon, sedangkan Jihoon… dia memang sedang malas untuk membuka obrolan. Jadi saat bus mereka datang, Seungkwan pun tidak bisa untuk tidak heran dengan keadaannya sendiri.

Seperti ada yang ganjal namun Seungkwan tidak tahu harus menafsirkan seperti apa keganjalan itu.

Jadi apa ini pertanda bagus atau justru pertanda buruk?

Dia tidak tahu.

.

TBC/END?


Lagi seret ide tapi imajinasi VerKwan berkeliaran di otak. Apalagi habis liat rooftop mv versionnya. Gemes banget liat VerKwan, JunHao, Meanie, SoonHoon. Huhu kenapasih JiCheol makin merajalela. Kesel tapi lucu juga liatnya. Soonyoung kerjaannya nempel sama Seokmin mulu sih makanya Jihoon jadi ikut-ikutan nempel ke yang lain #apaanwoy #curhat

Anyway, saya mohon banget untuk reviewnya TT apa ff ini bikin kalian tertarik atau ngga? Apa ff ini tata bahasanya masih kurang atau typonya banyak atau gimana? Aku butuh masukkan dan saran dari kalian.

Ngomong-ngomong, semoga terhibur ya!

Dan Happy Birthday buat Jeon Woonwo si peri kebun! Semoga cepat sembuh ya Wonu!

Last, RnR?