Cius? Si Tsundere is Gumiho?
Summary! Tahu Shim Changmin? Ituloh pemuda jaim yang tinggal di gubuk pinggiran hutan. Gimana kalo dia gumiho yang digosipkan suka memakan hati manusia? Terus gimana nasib si ganteng Jung Yunho dong? Satu-satunya manusia ngeyel yang tetep suka deket-deket Shim Changmin. Yaoi, Joseon Au dengan pair Homin :D dan spesial buat kalian yang penggemar mooseok! dan penasaran gimana sih alur cintanya, ga ada salahnya pantengin cerita ini karena akan ada kejutan yang menunggu kalian :3
Chapter 1 Check it!
Mata bambi yang menyorot dalam kilatan aneh terus melihat ke depan, keramaian pasar dengan suara tawa anak-anak yang bermain kejar-kejaran membuatnya tersenyum kecut. Manusia memang begitu, terlihat selalu bahagia dan ia benci melihatnya. Kapan ia juga bisa merasakannya?
Mata bambi itu terus menatap sekeliling, banyak wanita berhanbok sutera dan berdandan cantik melihat-melihat aksesoris dan mencuri-curi lirik ke arahnya, ada tatapan mengejek dari mata mereka yang membuatnya mendengus. Sedangkan sisanya, para penjual dan pembeli kalangan bawah yang sering melihatnya mencoba menjaga jarak dengan tatapan takut dan penuh antisipasi.
"Tampan tampan ternyata gelandangan." Kembali bibir tipis itu menghela nafas, apa yang salah? Dia memang tidak memakai baju bagus, tapi tidak harus menghinanyakan?lagipula dia—Shim Changmin tidak meminta pendapat para gisaeng itu!
Changmin kembali melajukan langkah membelah keramaian pasar. Matanya sedikit memperhatikan penampilannya, bajunya tidak lusuh dan kotor namun memang jauh dari kata bagus. Dengan perasaan tidak menentu akhirnya Changmin sampai di gang lenggang. Dengan langkah santai ditelusurinya jalan kecil itu hingga mata bambinya terpaku di gapura yang dipenuhi para pelajar yang tengah belajar. Mata bambinya menyorot iri dan sedih.
"Kapan aku bisa merasakannya?" pikirnya dan segera mengalihkan pandangan tanpa tahu mata musang salah satu sekumpulan orang itu yang terus menatapnya.
Changmin terus menelusuri gang hingga ia bertemu pamanggul kayu yang segera lari terbirit-birit melihatnya, membuat ia menundukan kepala. Dengan tangan yang terkepal kuat, dipacunya langkah hingga berlari meninggalkan desa yang selalu membuatnya muak. Kenapa mereka selalu menatapnya benci? Apa yang ia lakukan hingga ia mendapatkan perlakuan seperti ini?
MyMy
Shim Changmin, nama yang tidak asing dikalangan bawah desa kecil didaerah pinggiran pyeongyang (Korut). Banyak isu yang beredar tentang pemuda tampan berbadan tinggi itu, hingga ia terasingkan dipinggiran hutan karena tak diterima di lingkungaan masyarakat. Banyak yang menyebutnya pembawa sial, pembunuh, hingga yang sangat keterlaluan adalah menuduhnya pemakan hati manusia. Hidup lelaki itu tidaklah mudah dengan berbagai isu yang memberatkan status sosialnya. Tak jarang cemoohan diterima, namun Changmin hanya menganggapnya angin lalu.
Mungkin memang Changmin terlihat tidak peduli tapi siapa yang tahu perasaannya? Hidup di gubuk kecil bekas tempat pengasingan penghianat istana, dan makan dengan berburu ataupun mencari buah-buahan di kedalaman hutan. siapa yang ingin merasakannya?
Nasib baik memanglah tidak memihak padanya, tapi bukan berarti itu menjadi sebuah batasan. Changmin tidak akan menyiakan hidupnya dengan diam menunggu ajal di gubuk kecilnya. Baginya, sesulit apapun hidup yang dijalani, maka akan ada balasan untuk kesanggupannya.
Diakhir musim gugur dengan angin dingin yang berhembus kencang, Changmin melangkah menelusuri jalan setapak hutan dengan baju tipisnya. Angin dingin yang membuat tubuh gemetar tak menyurutkan tekadnya. Langkah panjangnya membawa lelaki penuh tekad itu ke tepi danau.
Changmin melepaskan Jipsin—sandal jerami dan Jaegorinya hingga menyisakan celana pendek selutut, dia mulai memasuki air bersuhu dingin itu dengan membawa bambu runcing. Dan mulailah petualangannya mencari ikan di cuaca yang dapat membekukan itu. Walau dingin menyengat kulitnya yang telanjang, bagi Changmin itu bukan masalah besar. Karena menurut Changmin, tidak makan itu lebih mengerikan daripada kedinginan.
Changmin terus berburu dengan bambunya, setelah dirasa mendapatkan tangkapan yang memuaskan ia mulai melangkah ke tepi. Wajahnya memucat dan bibirnya membiru karena kedinginan. Namun senyum lebar terbentuk di sudut-sudut bibirnya. Dengan riang ia mulai memakai kembali bajunya, tanpa menyadari sosok lelaki terus menatap kegiatannya.
"Apa kau tidak kedinginan?" suara itu mengalihkan perhatian Changmin hingga ia menatap penuh tanya lelaki bermata musang yang tersenyum padanya. Dari gat dengan aksesori gatkkeunnya, Changmin bisa memastikan lelaki didepannya itu bukan lelaki biasa. Baju lelaki itu bahkan telihat berkilau dan terbuat dari sutera.
"Kau sangat menarik. Ayo kita berkenalan" dan Changmin tidak mengerti. Jika lelaki didepannya ini akan benar-benar mengubah hidup monotonnya.
Perkenalan yang terlihat sangat tak berarti bagi sebagian orang tak berlaku dengan presepsi Changmin. Changmin tak tahu apa yang terjadi padanya, lelaki yang baru dikenalnya itu benar-benar mengubah hidupnya. Membawanya pada pengenalan dunia baru yang memberi warna tersendiri. Lelaki yang mengaku bernama Yunho itu terus berada disisinya. Melengkapinya bagai menambal kepingan puzzle hidup Changmin yang hilang. Hidup tanpa pernah berinteraksi berlebih dengan orang lain membuat Changmin benar-benar menganggap Yunho dikirimkan Tuhan untuknya. Yunho, Yunho, dan Yunho. Mengenal lelaki itu membuat Changmin berpikir hidup tak selamanya tak berpihak padanya.
"Changmin-ah aku membawakan mantel binatang. Kau suka? Kau tidak perlu merasa kedinginan lagi." Changmin mendengus mendengar perkataan Yunho, Lelaki ini sangat berlebihan.
"Lelaki asing, aku tidak akan mati hanya karena kedinginan. Bawa pulang saja." Yunho menampilkan wajah konyol mendengar ucapan ketus Changmin yang memang selalu didapatnya sejak hari itu. Changmin yang melihat tingkah Yunho mencoba tetap mempertahankan wajah tak pedulinya,
"Yak kenapa masih memanggilku lelaki asing? Sudah ku bilang namaku Yun-Ho! Dan sepertinya aku lebih tua darimu tahu!" perkataan Yunho tak dihiraukan Changmin. Lelaki bermata bambi itu kembali melanjutkan kegiatannya membakar ikan walau senyum mulai tanpa sadar terbentuk didua sudut bibir tipisnya. Changmin hanya suka mengerjai Yunho, kesukaan yang timbul seiring perkenalan mereka yang menurut banyak orang mungkin sesuatu yang lumrah dan gampang terlupakan.
"Aish kau sangat menyebalkan!" Changmin merasa tubuhnya tertarik sangat kencang hingga ia menghadap Yunho dan pandangannya dipenuhi gumpalan lembut berwarna abu-abu yang sangat indah. Dengan penasaran disentuhnya gumpalan dan direntangkannya, yang ternyata sebuat mantel itu.
"Mantel bulu?"
"Yup, mantel bulu serigala hutan. Aku memburunya sendiri. Cantikkan?" Changmin mengangguk, mantel itu sangat lembut dibawah kulit telapak tangannya. Usapan tangannya pada mantel bulu tersebut terhenti saat Changmin merasakan tangannya digenggam lembut oleh tangan lain.
Wajahnya yang sedari tadi menunduk sibuk mengagumi si mantel, perlahan mendongak hingga didapatinya mata musang yang menatapnya. Ada senyum lembut yang dihadiahkan si mata musang untuknya, yang membuatnya tertegun. Tangan hangat yang perlahan mengelus pipinya, membuat Changmin memejamkan mata. Inikah namanya kehangatan?
Keterpejaman Changmin membuat Yunho sadar atas tingkah tidak sopannya, dengan salah tingkah dijauhkan tangannya dan menoleh ke arah lain. Changmin yang menyadari kehangatan itu hilang segera membuka mata dan ikut mengalihkan tatapan. Tatapan mata bambi itupun jatuh pada pepohonan bambu yang tidak jauh dari tempat mereka. Berderit terdorong angin musim gugur dengan dedaunan yang mulai habis, tetap mempesona dimatanya.
"Andai aku bisa mengabadikan mereka dilukisan." Lirihan Changmin membuat Yunho menoleh dan ikut menatap ke objek yang menjadi perhatian si bambi.
"Kau ingin membuat lukisan bambu? Hm aku bisa mengajarimu! Lukisan bambuku tekenal paling bagus di seluruh Joseon!" mendengar ujaran penuh percaya diri Yunho membuat Changmin mendengus mengejek.
"Berhenti membual lelaki asing yang tua." Ucapan penuh ejekan itu membuat Yunho menatap tak percaya Changmin. Apalagi panggilan khusus Changmin yang terdengar sangat menyebalkan.
"Awas ya, aku berjanji akan membuatmu terpukau dengan lukisan bambuku. dan pada akhirnya kau akan memanggilku Yun-ho!" Changmin hanya dapat menahan tawanya mendengar ancaman kekanakan Yunho yang telah beranjak pergi dari kediamannya. Tatapan mata bambi itu kembali jatuh pada mantel di genggamannya, sorot yang sulit dijelaskan terus tertuju ke mantel itu. Sebelum diakhiri dengan senyum kecil dan tatapan mata yang menyorot tak fokus. Seolah pikiran Changmin sedang berkelana ke masa-masa yang telah terlewati. Masa-masa hidupnya yang panjang, yang sebenarnya tak pernah ingin diingat dan dijalaninya.
MyMy
Yunho terus menggeret tangan Changmin menelusuri pasar yang sangat ramai. Berpasang-pasang mata mengawasi pergerakan mereka membuat Changmin berkernyit tidak nyaman. Gunjingan-gunjingan sarat akan kata-kata kotor membuat Changmin menunduk. Poninya yang rata tengah menutupi tiap jengkal ekspresi muak diwajahnya. Changmin benci pada situasi seperti ini, ia seolah seorang terdakwa yang harus dihakimi. Kenapa Yunho harus membawanya dalam situasi seperti ini?
"Bukankah itu tuan muda? Kenapa dekat-dekat dengan pembunuh?"
"Hey itu Yunhokan? Kenapa dia bersama gelandangan?"
"Orang kalangan bawah tidak tahu diri, dia pasti meminta belas kasihan Yunho!"
Hinaan yang terus tertuju padanya membuat telinga Changmin memerah, pada situasi seperti inilah ia sangat membenci pendengaran sensitifnya.
Yunho yang tak menyadari sekitarnya, terus membawa Changmin hingga memasuki salah satu toko peralatan tulis. Yunho menghentikan langkahnya dan segera berbalik.
"Aku berjanji akan menunjukan kepiawaianku dalam melukis bambukan? Jadi ayo kita beli perkamennya dulu. Sekalian aku juga akan mengajarimu." Changmin mendongak tak percaya, sejenak seluruh rasa muaknya terlupakan begitu saja. ia tak percaya, jadi Yunho benar-benar menganggap serius perkataannya yang sebenarnya hanya gumaman tak penting itu? Dengan perasaan yang tidak menentu, ditatapnya Yunho yang tersenyum kearahnya. Ada dengusan menahan tawa terharu yang lolos dari mulutnya.
"Kau bisa membuatnya? Jangan-jangan bukan bambu yang nanti kau buat, tapi cakar ayam."
"Yak! Dari kemarin kau mengejekku. Ayo kita beli perkamennya! Dan ku buktikan jika perkataanku bukan omong kosong!" Changmin kembali mendengus dan segera melangkah mendahului Yunho memasuki toko. Mata bambinya memancarkan rasa bahagia yang tak tertutupi.
Riak kubangan tinta hitam itu bergerak pelan sesuai gerakan tangan Yunho yang meratakan teksturnya menggunakan benda bulat yang bergerak melingkar pada kubangan kecil itu. Gerakan itu terus dilakukan hingga beberapa saat, membuat Changmin meratap sebal.
"Kapan melukisnya?" rengekan Changmin membuat Yunho tertawa kecil.
"Untuk sebuah karya indah dibutuhkan yang namanya proses dan kesabaran. Sabarlah sebentar lagi, tekstur tintanya sudah mulai terbentuk."
Changmin hanya bisa menghela nafas dan mencoba sabar. Hingga akhirnya beberapa menitpun terlewati, Yunho menghentikan aktivitasnya meratakan tinta. Disiapkannya perkamen kertas kosong yang memang sudah dibelinya. Lalu dengan kuas yang dicelubkan ke kubangan tinta yang telah diraciknya,lukisan bambupun akan dibuat.
Liukan yang secara pasti terbentuk dan penuh kemahiran pun ditorehkannya. Membentuk gilasan tinta penuh seni pada perkamen yang semula hanya berwarna putih itu. Mata Changmin terus memperhatikan liukan tangan Yunho yang memegang kuas dan terus memperlihatkan ketrampilannya. Hingga jadilah lukisah bambu yang sangat berkualitas, membuat Changmin sibuk mengaguminya.
Melihat ekspresi Changmin membuat Yunho tersenyum. Segera disiapkan perkamen yang baru untuk lukisan bambu.
"Cobalah, aku akan mengajarimu." Changmin mengangguk, diambilnya kuas dari tangan Yunho dan mulai melukis. Sedikt tuntunan dari Yunho, cukup mengeluarkan bakat Changmin dalam hal melukis yang membuat Yunho kagum.
"Kau Berbakat, kau yakin baru pertama kalinya membuat?" Changmin hanya tersenyum sombong, ia memang berbakat. Hanya kesempatan yang tak pernah membiarkannya menunjukannya.
MyMy
Hari menjelang malam saat Yunho pulang dari gubuk Changmin. Perjalanan menuju kediamannya tidaklah dekat. Tapi baginya itu bukan suatu halangan untuk bertemu sosok menarik seperti Changmin. Rumah-rumah penduduk desapun mulai dilewatinya hingga ia melewati Rumah Cyeongwoon yang merupakan rumah bordir cukup terkemuka di tempat itu.
"Yunho-ah!" pekikan seseorang membuatnya menghentikan langkah dan berbalik ke belakang. Dilihatnya salah satu temannya di gapura seni.
"Hyun-ah ada apa?" tanyanya.
"Ayo ikut! Sudo dan Yeol mengadakan pesta disini. Pasti mengasyikan!"sebenarnya Yunho akan menolak, tapi temannya yang sangat excited itu dengan seenaknya menariknya kencang memasuki Cyeongwoon yang cukup terkenal itu. Membawanya ke sebuah ruangan dimana teman-temannya yang lain tampak asik minum dan dihibur oleh para gisaeng.
"Yak Yunho-yah akhirnya kau datang! Kau sangat sibuk dengan bocah pengasingan itu hingga melupakan kami," Yunho hanya meringis mendengar ujaran temannya itu. Dengan sopan ia mendudukan diri diantara temannya yang asik merangkul para yeoja.
"Dia bukan bocah pengasingan Yeol-ah."
"Ah Yunho, kau selalu membela bocah itu sejak mengenalnya. Aku jadi ingat waktu kau pertama kali menceritakan bocah itu hahaha. Tapi ngomong-ngomong Kau tahu? Banyak gosip yang beredar kalau bocah itu tidak beres, sebaiknya kau hati-hati."
"Kau sekarang suka bergosip ternyata Sudo-ah."
"Yak bukan begitu. Aku tidak sengaja mendengarnya saja. lagipula memang ada yang aneh dengan bocah pengasingan itu."
"Nari maaf tidak sopan, sebenarnya siapa yang anda bicarakan?" seorang gisaengpun akhirnya menyeruakan rasa penasarannya.
"Hey kau mendengarkan? Haha tidak penting sebenarnya. Hanya bocah tinggi yang tinggal ditempat pengasingan dan cukup dekat dengan temanku itu,"
"Ah anak itu ternyata. Sebaiknya teman nari harus berhati-hati kalau begitu. Ibu saya pernah mengatakan jika anak lelaki yang tinggal dipinggiran hutan itu terkutuk. Tidak pernah tua dan sering membunuh."
"Noona sebaiknya anda tidak asal bicara, Changmin bukan pembunuh." Gisaeng itu segera menatap dalam Yunho. Senyum memperingati terpatri dibibir merah berlipstiknya.
"Nari mungkin tidak tahu, tapi rakyat kalangan bawah sangat mempercayai hal ini. Anak itu memang pernah membunuh. Ibu saya bilang dulu ada saksi yang melihat anak itu memakan hati manusia. Yang seminggu kemudian setelah ia menyebarkan beritanya, ia mati dengan hati yang hilang." Ucapan itu membuat Yunho tertegun. Tapi setelah beberapa menit ia segera beranjak berdiri. Wajah ramahnya hilang digantikan wajah kaku.
"Sebaiknya aku pulang, moodku hilang oleh mulut berbisa gisaeng yang tidak bisa menjaga sopan santunnya dan berbicara omong kosong tentang temanku." Kepergian Yunho membuat gisaeng itu menunduk pada para lelaki bangsawann lain diruangan itu.
"Maaf Nari,"
"Hah sudahlah. Yunho memang sangat keras kepala. Lain kali jangan lakukan lagi." Perkataan dari salah satu bangsawan itu segera diangguki sang penghibur,
MyMy
Yunho terus terbawa dalam arus pikirannya, perkataan gisaeng itu cukup membuatnya gundah. Rasa tidak percaya jelaslah mendominasi. Bagaimana bisa sosok Changmin yang walau sangat ketus adalah seorang pembunuh? Ia sangat yakin lelaki bermata bambi itu memiliki hati yang baik, bahkan selama Yunho mengejar-ngejarnya untuk dapat saling berkenalanpun tak ada hal aneh yang terjadi. Ia masih hidup, dan hatinya masih utuh!
Yunho menghela nafas, ia tak boleh terus begini. Yunho tak ingin berpikiran buruk lagi tentang Changmin. Dengan perasaan yang lebih baik Yunho menoleh, ditatapnya Changmin yang terlihat sangat asik menggoreskan kuas diperkamen yang dibeli dengan uangnya, membuat Yunho tanpa sadar tersenyum.
"Kau tidak bosan Changmin?" Changmin menjawabnya hanya dengan gelengan dan kembali terlarut ke kegiatan barunya. Membuat Yunho semakin melebarkan senyum. Dengan pelan Yunho mendekati Changmin, hingga tanpa disadari lelaki itu Yunho telah berada disampingnya dan ikut memperhatikan liukan kuas oleh tangannya.
"Kau benar-benar berbakat, kau bisa menjadi guru seni di sanggar dengan kemampuanmu ini Changmin-ah." Pernyataan yunho membuat Changmin menghentikan kegiatannya. Ditatapnya Yunho dengan mata bambi yang menyorot tidak suka.
"Kalau begitu, aku tidak mau melukis lagi." Kuas yang diletakan kasar hingga tintanya terciprat dan merusak lukisannya membuat Yunho mengernyit bingung. Changmin terlihat marah dan memasuki rumah kecilnya dengan langkah panjang yang penuh hentakan kasar. Dengan kebingungan yang belum sirna, Yunho beranjak dan mengikuti Changmin. Memasuki ruangan sempit itu hingga matanya menatap gumpalan berwarna abu-abu dari mantel binatang yang menyembunyikan sesuatu yang terlihat menggunduk besar.
Yunho tersenyum, walau awalnya Changmin menolak mantel binatang pemberiannya tapi pada akhirnya lelaki itu benar-benar menggunakan mantel itu sebaik-sebaiknya. Tidak menyimpannya hingga berdebu di lemari atau membuangnya seperti di pikiran Yunho. Yunho sangat besyukur, ia merasa sangat berguna untuk si bambi. Setidaknya Changmin tidak kedinginan lagi, karena selimutnya yang menurut Yunho benar-benar tak layak pakai dipastikan akan menghuni lemari selamanya.
"Changmin?" Yunho beranjak mendekat, hingga ia duduk disamping gundukan itu. Dielusnya ujung gundukan yang menurutnya kepala Changmin lembut.
"Pulanglah." Suara serak lelaki yang sangat menarik dimatanya itu membuat dahi Yunho semakin mengernyit dalam. Dengan tidak sabar, ditariknya mantel berbulu itu hingga wajah Changmin yang bagian matanya tertutupi lengan tangan berada dalam pandangannya.
"Kau baik-baik saja?"
"Pergi." Suara yang hampir tak terdengar itu membuat Yunho menyingkirkan lengan changmin yang menutupi sebagian wajah si bambi. Hingga terlihatlah wajah memerah Changmin dengan mata yang sedikit berair. Yunho tertegun, mata Changmin menyiratkan luka yang tak tertutupi.
"Kenapa?" Changmin mengabaikan pertanyaan itu, di singkirkannya tangan Yunho yang menggenggam pergelangan tangannya. Dan akan kembali menenggelamkan diri ke mantel sebelum Yunho menubruknya dengan pelukan yang membuatnya merasa akan mati karena tubuh kurusnya tertindih tubuh berbobot Yunho yang jauh dari kata kurus.
"Maaf, aku tak mengerti apa yang salah dengan ucapanku tadi. Tapi tolong jangan begini, aku lebih baik tidak berpendapat daripada melihatmu seperti ini Changmin." Perkataan tulus Yunho membuat Changmin terpaku, tubuhnya membeku dalam pelukan Yunho. Dan mata bambi itu mulai menyorot ke awang-awang, terlupakannya dadanya yang sangat sesak karena sulit bernafas.
Yunho yang menyadari tubuh Changmin sama sekali tak bergerak mulai merasa khawatir. Dijauhkannya tubuhnya dari Changmin sebelum sepasang tangan memeluk punggungnya erat dan sejumput rambut menyentuh tengkuknya hingga kedua tubuh itu kembali menempel.
Rasa basah dilehernya membuat mata Yunho menyorot sayu. Ada apa dengan Changmin?
"Rasanya menyakitkan, bisakah kau terus berada disisiku?" ucapan Changmin membuat Yunho semakin tidak mengerti. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Changmin terdengar sangat terluka?
Airmata yang kian membasahi lehernya membuat mata Yunho kian menyendu, ia tidak suka keadaan seperti ini. Changmin sangat kuat yang membuatnya terlihat sangat menarik dimata Yunho, tapi kenapa sekarang lelaki itu terlihat sangat rapuh? Kehidupan seperti apa sebenarnya yang telah dihadapi Changmin? Dengan sedikit ragu, yunho membalas pelukan Changmin, dan dibaliknya keadaan hingga Changmin berada diatasnya karena merasa nafas lelaki dipelukannya semakin tersenggal-senggal.
"Aku tidak tahu, tapi aku akan berusaha tetap disisimu. Berhentilah seperti ini, kau membuatku merasa takut." baik isakan ataupun tubuh yang bergetar tak didapati Yunho pada Changmin. Tapi lehernya yang semakin basah dan lembab menjawab semuanya. Changmin masih terus mengeluarkan airmatanya, dan itu membuatnya semakin tidak nyaman.
"Mereka pasti akan semakin membenci dan mencomoohku." Gumaman Changmin yang hampir tak terdengar membuat Yunho mulai mengerti. Ucapan gisaeng itu kembali melintas dibenaknya. Changmin merasa selalu dibenci, dan itu pastilah sangat berat. Sebelum mereka saling mengenal, pastilah Changmin sangat kesepian dan selalu terluka. Jalan menuju tempat pengasingan ini bahkan tidak pernah dilalui orang karena memang bukan jalan utama menuju desa dari desa sebrang. Tempat tinggal Changmin adalah pembatas antara desanya dengan hutan yang sebenarnya cukup berbahaya karena sering dilintasi babi hutan dan hewan buas lainnya.
Dengan semua presepsi dibenaknya, Yunho menyadari jawaban apa yang harusnya ia berikan pada Changmin. Pada seseorang yang sangat membutuhkan eksitensi yang membuatnya tak merasa kesepian.
"Aku berjanji akan terus berada disisimu hingga aku mati." Perkataan itu tanpa tertahan keluar dari bibir hatinya, Yunho tak memikirkan seberapa besar dampak dan makna dari perkataannya itu. Yang ia pikirkan hanya Changmin yang akan merasa terbebas dari kesepian karena Yunho bersedia menemaninya yang dalam benaknya adalah sebagai teman.
Tangan yang mendorong bahunya dengan hati-hati membuat Changmin menjauhkan kepalanya, dan saling bertatapan dengan Yunho. Ke dua pipinya penuh dengan bekas jejak airmata yang masih basah. Bibir tipisnya tersenyum tulus, dengan mata rusa yang penuh kilau bening.
Yunho merasa waktu seperti berhenti. Mata bambi itu benar-benar sangat indah. Tanpa bisa ditahannya, kecupan sarat arti diberikannya ke pipi basah Changmin yang membuat mata bambi itu terpejam. dan senyum tulus dibibir tipis itu semakin melebar.
"Jangan berhenti melukis, walau hanya lukisan bambu tapi ditanganmu hal itu terlihat sangat hidup. Tak akan ada yang menghina bakatmu karena aku akan menjadi tameng untuk semua itu. Nikmati hidupmu Changmin-ah, kalau memang bakatmu hanya untuk dinikmati dirimu sendiri, aku tetap mendukungmu." Changmin mengangguk, dipeluknya kembali Yunho hingga wajahnya tenggelam diceruk leher lelaki itu.
"Terima kasih Yunho emmmmm hyung?." Gumaman Changmin ditelinganya membuat Yunho kembali tertegun. Apa baru saja Changmin memanggil namanya? Bukan lelaki asing lagi? Apa tadi dia juga dipanggil Hyung? Bukan tua lagi? Rasa senang yang berlebihan membuat Yunho tanpa ragu membalas pelukan itu. Membuat kesalahpahaman dalam benak Changmin semakin berkembang dan mulai tak terkontrol.
To Be Continued
Halo! Ketemu lagi sama wiye xD semoga ga bosen ya, karena wiye akan sering muncul untuk update cerita ini dan steppin destiny hingga tamat di ultah changmin dalam rangka perayaan homin days, hadiah buat kalian hominoids! hehe. Jangan tanya alur dulu, karena itu kejutan buat kalian yang terus mentengin cerita ini. Jujur ga pede buat joseon au gni, secara wiye asing bnget sama budaya korea :v kaku banget ya bahasanya? Wiye buat pake bahasa baku, dan ga ada humor di cerita ini :v sumarry mah lain cerita :v alur cerita ini harusnya lambat, tapi wiye dikejar deadline jd wiye buat pendek tapi ga terlalu kaya dikejar setan juga :v sejujurnya wiye mabok bahasa baku indonesia krn cerita ini, ga mungkin nyelipin bahasa non baku karena genrenya formal. Apa changmin terlihat bukan changmin? Wiye udah berpikir keras buat karakter changmin tetep ada, dan ga terlalu terbawa emosional, mungkin juga sedikit terselip karakter Changmin di MiMi. Kelihatan kagak? Wakakakak tpi yang jelas, sekali lagi wiye mau ngucapin.
Happy Birthday Yunhoooooooooo! Kyaaaa~ euforia bagi wiye sendiri bisa meriahin ultah si cakep dgn fic2ku :3
Oh iya last~ jangan lupa review, udah bacakan?*pasang wajah garang
Wiye
