Disclaimer : karakter Naruto yang berada di cerita ini adalah milik Masashi Kishimoto loh.
Summary : Anakku pergi. Istriku seperti mayat hidup. Dan anak itu pun datang dikehidupanku sesaat setelah kepergian anakku.
Pair : Sasuke U, Hinata H.
Genre : Family & Hurt/Comfort,
Warning : AU, OOC, TYPO, PASARAN DLL.
.
.
.
Sasuke POV
Sasuke Uchiha, itulah namaku. Umurku 30 tahun. Aku merupakan anak kedua dari Fugaku Uchiha dan Mikoto Uchiha. Aku mempunyai kakak yang bernama Itachi Uchiha, dia sudah menikah dengan seorang wanita yang bernama Ino Yamanaka. Aku juga sudah menikah dengan seorang wanita cantik dan anggun, namanya Hinata Hyuuga.
Hinata adalah wanita cantik, anggun, baik dan perhatian pada semua orang, umurnya tiga tahun dibawahku yaitu 27 tahun. Pernikahan kami sudah berjalan selama lima tahun lamanya. Hidup bersamanya pun memang sangat menyenangkan dan mengasikkan. Tapi itu dulu. Ya, itu dulu sekali, sebelum kejadian naas itu menimpah keluarga kami. Walau sekarang kondisi keluarga kami sudah kembali normal.
'Memangnya kenapa?'
Boleh aku bercerita pada kalian sedikit saja?
Aku ingin berbagi bebanku pada kalian semua.
'Boleh, silahkan.'
Terima kasih karena kalian tidak keberatan dan mau menjadi pendengar dan pembaca yang baik.
Dulu sebelum bertemu dengan Hinata aku adalah seorang pria bebas yang tidak suka terikat dengan wanita mana pun dan teman-temanku sering menyebutku dengan julukan playboy. Hidupku terlalu bebas, nakal dan urakan dalam ukuran seorang keturunan dari keluarga terpandang. Dan karena kelakuanku yang terlalu bebas itulah membuat ayah dan ibuku memutuskan untuk membawaku dalam sebuah perjodohan yang nantinya berujung pada sebuah pernikahan. Mereka berpikir mungkin aku akan berubah menjadi lebih baik lagi setelah menikah. Awalnya aku menolak karena aku tidak suka dengan sebuah ikatan yang serius diusiaku yang baru berumur 25 tahun saat itu. Namun saat aku bertemu dengan sosok Hinata aku langsung terpukau oleh paras cantiknya, sehingga aku menyetujui perjodohan itu begitu pun dengan dia yang juga menyetujui perjodohan ini dengan senyum manisnya.
Dua bulan setelah perjodohan upacara pernikahan pun berlangsung, dan saat itu aku melihatnya yang sedang berjalan menuju kearahku dengan senyum manis yang tertuju untukku. Hah... saat itu aku seperti melihat bidadari yang jatuh dari langit dan sekarang sedang menghampiriku. Aku pasti tidak akan pernah menyesal menikah dengannya. Dan ya, aku memang tidak menyesal sama sekali.
Sebagai seorang istri dia selalu menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Setiap pagi dia selalu bangun lebih dulu dariku, membuatkanku sarapan, membangunkanku untuk bekerja dan memilihkan pakaian kerja yang cocok untukku -ya, karena semenjak menikah ayah mempercayakan salah satu perusahaannya padaku jadi kini aku tidak perlu takut jika aku tidak bisa menafkahi istriku, Hinata-. Tidak hanya menyiapkan segala keperluanku, dia juga bisa membereskan rumah tanpa perlu aku membayar pembantu -padahal dia juga sudah bekerja di luar rumah- dan saat aku menginginkannya diranjang dia pun selalu menyanggupi permintaanku walau pun aku tahu dia sedang lelah karena pekerjaan di luar rumah ditambah lagi pekerjaan rumah tangga kami ini.
Setahun setelah pernikahan kami Hinata memberitahu bahwa saat itu dia sedang hamil 2 bulan. Mendengar kabar gembira itu aku pun melonjat kegirangan sambil mencium pipinya dan memeluknya, saking senangnya aku sampai lupa jika Hinata yang dalam pelukanku aku ajak lompat-lompatan. Sungguh memalukan bila ada orang luar yang mengetahui tingkahku itu.
Tanpa menunggu lama aku langsung memberitahu berita kehamilan Hinata pada orang tuaku dan juga mertuaku. Dan kalian pasti tahu bagaimana reaksi orang tua kami? Ya mereka senang dan bahagia.
Tujuh bulan kemudian Hinata pun siap untuk proses melahirkan, saat itu Hinata juga memintaku untuk menemaninya dalam proses persalinan ini. Sungguh saat melihat Hinata yang sedang berjuang melahirkan buah hati kami aku hanya bisa menangis menatap wajah istriku yang menahan sakit. Oh Tuhan sesakit apakah yang Hinata kini alami? Itulah pemikiranku saat menemani Hinata dalam proses persalinan.
Selang beberapa jam akhirnya Hinata pun bisa melahirkan dengan selamat. Bayi yang dilahirkannya juga sehat dan selamat, bayiku seorang laki-laki berambut hitam dan dan mata hitam. Bayiku sangat mirip denganku. Dan tanpa bisa ku bendung rasa senang yang luar biasa ini aku pun mencium bayiku dan memeluk istriku dengan bahagia, aku pun tidak perduli bila banyak dokter dan keluarga kami yang melihat bahwa seorang Sasuke Uchiha sepertiku bisa menangis. Aku tidak perduli, yang penting aku bisa menyalurkan perasaan senangku ini walau sebenarnya perasaan senangku ini tidak bisa digambarkan lewat tingkah laku ku atau apa pun itu.
Kehadiran bayiku yang ku beri nama Ray membuat keluarga kecilku terasa lengkap. Ray Uchiha, jagoan kecilku yang imut dan manis. Aku tidak pernah bosan untuk mengajaknya bermain bersama, bahkan dihari liburku aku sering berebut Ray dengan Hinata hingga membuat kami berdebat kecil. Sungguh lucu rasanya saat itu, seorang suami dan istri seperti kami berebut anak sendiri hanya untuk bisa bermain dengan kami? Tapi apa salahnya toh Ray adalah anak kami berdua.
Namun kebahagian keluarga kami tidak bertahan seperti kebanyakan orang saat kejadiaan mengerikan itu menimpah diriku dan Hinata. Kejadian dimana kami sebagai orang tua Ray harus kehilangan Ray tepat di depan mata kami. Anak kesayangan kami pergi meninggalkan kami untuk selamanya. Ray ku pergi untuk selamanya diusianya yang belum genap 2 tahun karena tertabrak sebuah mobil yang melaju kencang dan membuat Ray ku terlindas mobil itu dan tanpa pertanggung jawaban mobil itu tetap melaju dengan kencang meninggalkan Ray ku yang tergeletak tidak berdaya.
Anakku pergi.
Melihat kejadian dimana Ray terlindas di depan mata kami (yang berjarak 10 meter) membuat kami berdua syok, tidak hanya kami para pengunjung taman pun menjerit histeris saat melihat kecelakaan itu bahkan ada pula yang pingsan dan anak kecil yang bermain ditaman itu menangis menjerit ketakutan. Begitu pula dengan Hinata yang langsung jatuh pingsan setelah itu. Ingin aku pingsan juga tapi aku harus kuat.
Seminggu setelah kepergian anak kami Hinata pun berubah. Tidak ada senyum keceriaan, tidak ada tatapan mata yang bersemangat, dan tidak ada lagi Hinata yang ku kenal. Hinata yang saat ini ku lihat hanyalah Hinata yang seperti mayat hidup. Kulit wajah yang dulu terlihat cerah kini hanya berwarna putih pucat, bibirnya yang dulu berwarna pink kini berwarna pucat, rambutnya pun berantakan tak beraturan. Sungguh melihatnya seperti ini hanya menambah kepedihan yang ku alami. Oh Tuhan apa yang bisa ku lakukan untuk mengobati hati Hinata ku?
Istriku seperti mayat hidup.
Dua bulan sudah kepergian Ray telah berlalu dan tepat dihari ini adalah hari kelahirannya. Hari ulang tahun Ray yang kedua, namun dihari ini aku harus memberikan Ray hadiah yang bernama air mata yang mengalir dikedua mataku saat aku melihat istriku tengah mendekorasi ruang tamu untuk persiapan ulang tahun Ray.
Hatiku pedih melihat Hinata belum juga merelakan kepergian Ray. Hinata sampai kapan kau mau mengikhlaskan kepergian anak kita? Ketidak ikhlasanmu hanya akan membuat anak kita sedih Hinata.
Dan saat sedang memperhatikannya yang sedang sibuk Hinata pun melihatku yang berdiri dibalik tembok ruang tamu (karena tadi aku sempat mengintipnya). Dia memanggilku dan mengajakku untuk membantunya menyiapkan dekorasi ulang tahun untuk Ray. Saat itu aku hanya bisa menangis dalam diamku.
"Sasuke ayo tiup balonnya. Kita siapkan acara ulang tahun yang meriah untuk Ray."
"..."
"Sasuke cepat tiup!"
"Sampai kapan kau mau seperti ini terus Hinata?" Ucapku saat itu.
"Apa maksudmu? Kau tidak mau menyiapkan ulang tahun anak kita Sasuke!" Ucap Hinata dengan sedikit menbentak. Selama ini Hinata yang ku tahu tidak pernah sekali pun membentakku seperti ini.
"Sampai kapan kau mau seperti ini Hinata!? Sampai kapan! Sadarlah Hinata, Ray sudah meninggal kita dua bulan lalu." Ucapku marah membuat Hinata membatu ditempat. Jujur berkata seperti itu padanya sebenarnya cukup menyakitkan hatiku karena bagaimana pun itu sama saja dengan aku mengingatkan kembali tentang kejadian mengerihkan itu padanya, tapi melihat dia yang seperti orang yang tidak waras sama saja membuatku sakit.
"BOHONG! KAU BOHONG SASUKE! ANAK KITA HANYA SEDANG BERSAMA TEMANNYA SAJA. DIA PASTI AKAN DIANTAR PULANG OLEH ORANG TUA DARI SALAH SATU TEMANNYA." Bentak Hinata padaku dengan murka karena aku sempat berkata seperti tadi, lalu tiba-tiba wajahnya berubah dengan raut wajah sedih tapi tetap tertawa sambil berkata "-ya, pasti Ray sedang main disalah satu rumah temannya. Aku harus menjemput Ray."
Mendengar ucapan Hinata dan gerakannya yang ingin keluar rumah aku pun segera menangkap pergelangan tangannya untuk mencegah kepergian Hinata.
"Jangan gila Hinata!"
"Lepaskan aku Sasuke! Aku mau menjemput Ray. Kalau kau sudah tidak sayang lagi dengan Ray tidak apa masih ada aku yang menyayanginya."
"Tidak akan aku lepaskan kau. Kau pikir aku tidak menyayangi Ray!? Aku sangat menyayanginya Hinata. SANGAT."
"BOHONG! LEPASKAN AKU."
"TIDAK." Teriakku pada Hinata lalu dengan seenaknya Hinata pun mengigit tanganku dan mendorongku hingga jatuh ke atas sofa dan dia langsung berlari menuju pintu depan.
Tanpa perduli dengan kesakitan akibat gigitan Hinata aku pun mengejar Hinata kembali, namun langkahku terhenti saat aku melihat Hinata yang berjongkok di depan pintu masuk sambil menangis. Ku langkahkan kaki ku menghampirinya dengan perlahan sambil memanggil namanya.
"Hinata?"
"Sudahku bilangkan Ray hanya bermain kerumah temannya." Ucap Hinata yang masih tetap diposisi jongkoknya saat itu membuatku mengangkat alis.
Detik berikutnya Hinata pun berdiri dengan gaya seperti seseorang yang sedang mengangkat beban berat. Saat Hinata berbalik kearahku mataku pun membulat sempurna. Aku terkejut dengan apa yang kini sedang berada digendongan Hinata. Rambut hitam jabrik, bola mata onyx. Siapa bocah kecil berusia sekitar tiga tahun itu?
"Lihat Ray sudah pulang kan?" Ucap Hinata sambil mencium pipi bocah kecil itu. Sedangkan bocah kecil yang berada digendongan Hinata hanya menatapku dengan mata bulatnya dan berucap
"Papa!"
Dan anak itu pun datang dikehidupanku sesaat setelah kepergian anakku. Entah aku harus bersyukur atau tidak dengan kehadiran anak itu tapi dengan kehadiran anak itu Hinata jadi bisa terlihat lebih hidup dari sebelumnya.
.
.
.
.
TBC...
