Aria hanya ingin bilang, ia mencintai Yukari, sangat. Sangat cinta, bila dijumlah lebih dari asterik yang terjatuh; lebih dari diaspora yang menari; lebih dari suspensi kasat mata atas putih susu.

Aria mencinta dalam melodi, jemari lentik bersanding dengan notasi yang membuat ia― dan Yukari, yang dekat namun jauh, bertukar rasa nirwana dan manisnya kasih.

Aku mencintaimu, kau yang seperti ini, kau yang seperti itu. Aku mencintaimu, aku mencintai dirimu yang lebih cantik bulan dan malam. Aku mencintaimu, yang adalah Yuzuki Yukari.

Namun sebelum mencapai koda, dewi bulan di gelapnya jalan sudah mencium napas Aria.

(Dan Yukari: menangis.)


Dalam fantasinya yang tidak bisa divisualisasi, Yukari tak berani menyentuh korneanya yang rapuh. Jelita cinta masih bisa dikecup meski tak bisa dilihat.

Di ruang sebelah, kastil keramik yang sedikit runtuh menjadi tempatnya berjalan bersama Aria. Pedestrian yang jauh di bawah tak membuatnya takut diawang.

Meski tak terlihat, meski hanya samar di dengar, meski hanya fantasinya yang liar dan mimpi yang tidak pernah terealisasi, meski hanya spektrum cinta yang Yukari bahkan tak tahu rasanya: Yukari mencinta.

Seiring dengan koda yang tak sampai, notasi yang ditubruk oleh tubuh Aria yang tergeletak; surai ungu susu Yukari menjuntai kaku.

(Dan Aria: terjatuh.)