Naruto © Masashi Kishimoto
AmiiNina prodly presents:
.
THE EXECUTIONERS
.
26-02-2012
This is for your entertainment only, no money making here!
Pair: Dei x Ino maybe? Bingung juga sih. Soalnya ga seluruhnya nyeritain pair Dei x Ino sih. Ini lebih ke nyeritain Dei dan konfliknya sebagai intel sekaligus seorang cowo biasa usia 24 taunan.
Rate : T semi M for violence, battle scene.
Genre : Tragedy, Romance, Hurt/Comfort
Gaje, Typo, tema umum, alur lambat, OOC, AU.
Kebiasaan Deidara ngomong 'Un' dihilangkan.
.
************************** The End? Or The Beginning? *************************
.
I'm given…UUUUUUUUUUP!
I'm sick of feeling!
Is there nothing you can say?
.
Kupacu terus laju BMW hitamku di jalan tol melebihi batas kecepatan normal. 170 km/jam? Ah, kurasa tak berlebihan, tuh… Apalagi dengan diiringi nyanyian cadas sang vokalis Linkin Park di lagu 'Given Up' ini. Jelas lagu itu memacu adrenalinku lebih deras lagi. Tak peduli berapa ratus mobil yang mengejarku di belakang.
.
Take this AAAAAAALLLL away.
I'm suffocating.
Tell me what the heck is wrong
with me?
.
Iya, iya, Bang Chester, aku mengerti! Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Whats wrong with me?
Ah, andai saja mereka mengerti apa yang sedang kujalani ini. Seberat itukah hal yang kujalani ini? Ya, amat berat. Waktu kecil dulu, aku tak pernah membayangkan diriku masuk menjadi anggota teroris. Tak pernah terbesit sedikitpun dalam otakku kalau aku harus menyusup ke dalam kelompok teroris paling mematikan di dunia ini. Tak pernah terbayang sedikitpun olehku kalau sang ketua akan mengangkatku menjadi orang kepercayaannya. Dan ak pernah sedikitpun terbayang olehku kalau aku yang hebat ini akan melemah oleh emosi manusia yang paling absurd ini.
Emosiku, sebagai manusia, yang menyebabkan diriku dikejar-kejar oleh kelompokku sendiri.
"Oh, crap!" teriakku, sambil memutar stir ke kanan.
DOR! DOR! DHZIIING!
Dentuman pistol mulai memuntahkan pelurunya ke arahku. Kumemutar stir ke kiri, lalu kanan, kiri lagi, kanan lagi. Menghindari mobil sipil yang tak bisa dibilang sedikit jumlahnya. Aku memiringkan badanku ke kiri sambil tak melepas peganganku dari stir. Tangan kiriku yang bebas meraih pistol dari ikat pinggangku dan mereloadnya. Tak apa, aku sudah ahli dalam mengisi dan memasang senjata apapun, bahkan dengan mata tertutup sekalipun!
Tepat setelah selesai dengan pistolku, tembakan demi tembakan terus menghantam bada mobilku, menghasilkan bunyi dentangan besi yang cukup membuat miris para pecinta mobil pada umumnya. Kuraih kembali kontrol mobilku. Dan tepat setelah itu,
PRAAAANG!
Kaca belakang mobilku pecah terkena peluru. Mobilku oleng sebentar, namun aku berhasil mengontrolnya. Lalu dua mobil mengapit mobilku dari sisi kiri dan kanan. Keduanya menabrakkan mobilnya ke mobilku. Salah satu partner di mobil itu melancarkan tembakan padaku.
DOR! DOR!
Tapi aku berhasil menghindarnya dengan memiringkan badanku ke kiri. Kubanting stirku ke kanan. Mobil di sebelah kananku oleng sedikit. Sedang asyik kubermain dengan mobil yang kanan, tiba-tiba mobil yang kiri memelankan kecepatannya dan menabrak belakang mobilku. Tembakan demi tembakan terus berdesingan di telingaku. Dan tak terhindarkan lagi, salah satu peluru berhasil menyerempet bahu kiriku.
Perih luar biasa seketika mendominasi syaraf di bahuku. perlahan cairan merah kental mulai merembes di kemeja putihku. Pandanganku mulai kabur, dan tangan kiriku mulai mati rasa seakan dicubit dan dikoyak sebilah garpu dengan keras tanpa ampun. Mulai kukumpulkan tenaga yang tersisa untuk mengangkat tangan kananku yang memegangi pistol, dan mulai menembak ke arah supir di mobil sebelah kananku.
DOR! DOR! DOR!
Hanya tiga peluru yang kubutuhkan untuk menumbangkan supir itu. Mobil itu oleng ke kanan dan terjatuh dengan suksesnya dari fly over yang sedang kupijaki ini. Sekarang urusanku dengan mobil di kiriku, yang tak henti-hentinya menabrakan mobilnya ke mobilku.
JDAAAR!
Hentakan demi hentakan terus bergema seiring dengan luka tembak di bahu kiriku yang makin parah sakitnya dan sekarang luka itu mungkin sudah mengeluarkan cairan hitam. Dan tembakan peluru kaliber 9 milimeter berhasil menghantam bawah ketiak kiriku.
"GOD!" teriakku, seiring dengan Chester Bennington yang meneriakkan lirik yang sama. Putus asa karena persediaan peluruku sudah habis, aku melemparkan pistolku ke arah supir di mobil kiriku. Mengabaikan rasa nyeri yang mendera setiap aku menggerakan tubuhku secara brutal. Kuhantamkan badan mobilku ke kiri. Setelah melihat ada truk container besar ada di depan pandanganku, seketika aku menginjak rem dalam-dalam dan menarik tuas rem tangan mobilku sambil memutar stir ke kanan. Ban mobil pun meninggalkan jejaknya di aspal akibat drift yang kulakukan. Mobilku berputar 360 drajat lalu kembali ke posisi menghadap belakang. Menghadap para pengejarku, mantan teman-teman sejawatku.
Kumasukkan porsneling belakang dan kutancap gas. Kulirik spion atas sambil terus mengemudi.
PRANG!
Kali ini kaca depanku yang pecah, memberikan akses lebih leluasa terhadap peluru-peluru yang siap mengahantam tubuhku. Kugerak-gerakan stirku kiri dan kanan menghindari mobil sipil dan pembatas jalan. Dan salah satu dari desingan peluru berhasil menyerempet daun telinga kananku.
.
Put me out of my misery!
.
Aku kembali men -drift mobilku untuk bisa kembali menghadap depan. Kumembelok ke arah fly over yang langsung menyebrangi sungai besar. Aku melawan arus jalan kali ini. Kecepatan mobilku bertahap naik, dari 100, 120, sampai akhirnya 150 km/jam.
.
Put me out of my misery!
.
Aku meraba dada kananku yang terluka parah, meremasnya dengan kuat agar pendarahannya berhenti. Namun darah tetap mengucur seakan menertawakan usahaku yang sia-sia. Mobil pengejarku terus berdatangan dari arah depan dan belakang. Kobaran api dari tabrakan beruntun di belakangku menyilaukan mataku. Seketika salah satu peluru memecahkan spion atas dan dasboardku, menciptakan serpihan-serpihan besi, termasuk diantaranya adalah sebuah foto yang sengaja aku tempelkan di spion atas mobil. Foto itu terbang ke arah pahaku. Secara reflek aku menggapai foto itu, dan tak sudi kalau foto itu lepas dari genggamanku.
Kumenggenggam foto itu. Kenanganku.
Bersamanya.
.
Put me out of my…..
.
Aku tahu ini sudah batasku. Rasa sakit yang menusuk-nusuk di dada kanan dan bahu kiriku telah memerintahkan aku untuk menyerah. Akal sehat yang tersisa kulancarkan untuk menggambar sosok di dalam foto itu dalam benakku.
Dia.
Dia seorang wanita yang tak bisa dibilang lembut. Yah, kekasarannya, suaranya yang melengking menyebalkan, sikapnya yang easy going, ketegarannya, keberaniannya, namun dipadu dengan kelembutan dan keanggunan yang bahakn melebihi perkiraanku sendiri. Bagiku, mahakarya Tuhan ini semua tergambar jelas dalam otakku. Rasanya aneh. Belum pernah aku merasa seabsurd ini.
Namun setiap bibirnya mendendangkan namaku…
"Deeeiiiii!"
"Deeeiidara idiot! Sudah kubilang jangan makan di situ! Dan turunkan kakimu dari sofa!"
"Kamu itu terlalu baik, Deidara! Sombonglah sedikit!"
"Kalau kau ingin kuat, tetaplah berada di sampingku, Deidara bodoh! Lihat caraku mengarungi hidup!"
Maafkan aku, wahai gadisku. Sepertinya aku tak bisa memenuhi permintaanmu yang terakhir. Hahaha, lucu sekali membayangkan kau berbicara seperti itu padaku. Andai kau tahu apa yang kulakukan saat ini, mungkin membuatmu tercengang. Atau malah marah-marah, memukul-mukul dadaku, atau menjewer telingaku seperti biasa?
Ah, justru itulah yang membuatku selalu rindu padamu.
Sungguh memalukannya diriku yang sampai saat terakhir pun, masih tak berdaya seperti ini. Aku mulai berpikir, sepertinya kaulah satu-satunya kelemahanku. Sampai-sampai, aku butuh KAU untuk selalu menjadi kuat. Adanya auramu di sekelilingku, seakan membakar emosi dan kekuatan terpendam yang ada dalam diriku, untuk selalu melakukan apapun yang kumau, untuk selalu melindungimu.
.
Put me out of my…..
.
Sekilas dari spion kiriku, aku melihat pengejarku mengeluarkan bazooka. Aku tak memelankan kecepatanku. Malah aku memejamkan mata. Mencium sosok di foto itu dengan bibirku. Kutarik nafas dalam-dalam. Kufokuskan otakku sejenak untuk melihat bazooka di belakangku, yang sekarang sedang meluncur ke arahku. Buru-buru kubanting stirku ke kanan. Aku tahu tak sempat tapi, sebagai perlawanan terakhirku, biar langit hitam dan fly over ini yang menjadi saksinya.
Bahwa aku tak bersalah.
Bahwa aku berani.
Bahwa aku seorang agen intelejen polisi yang mati dengan terhormat dan masih membawa bocoran informasi. Jadi, jika ingin informasi dariku, silakan bedah otakku.
Dan…
bahwa aku akan mati dengan bahagia karena melindungi Ino Yamanaka.
.
F*ck*n MISERY!
.
"Farewell….Yamanaka Ino." kataku sambil tersenyum, untuk terakhir kalinya.
.
DHUUUUUAAAAAAAAAAAARRRRR!
.
Peluru bazooka menghantam bagian kiri jalan dan menghempaskan mobilku. Bagian kiri mobilku terbakar hancur dan terjungkal ke samping kanan jalan. Mobilku melayang dengan gerakan berputar ke samping 360 drajat lalu atap mobil membentur pagar pembatas fly over. Saking kerasnya benturanitu, sampai-sampai pagar pembatas itu putus dan mobilku terjungkal ke bawah fly over. Kali ini telak, mobilku yang sudah penyok dan setengah terbakar itu jatuh dari ketinggian 500 meter ke sungai dengan mulusnya.
.
BYUUUUUURRRR!
.
Lama-lama, BMW hitam yang setia menemaniku selama ini tenggelam. Bersama dengan aku dan kenanganku di dalamnya.
Aaahh, inikah akhir yang tragis dari seorang Deidara Onoki?
Rasanya terlalu berlebihan. Toh, aku belum melakukan apapun untuk Ino.
.
.
.
to be continued
.
Oh, kali ini kucoba buat yang serius dah… Kemaren2 udah bikin yang humor, sih.
Semi2 songfic, tapi cuma di chap ini aja kok.
Oh,ya, kalo pada belum tau apa itu Linkin Park, itu adalah band asal Amrik sana dengan Chester Bennington sebagai vokalisnya. Lirik yang kupakai ini diambil dari salah satu lagunya yaitu 'Given Up' dari album 'Meteora'. Musiknya cadas banget lho!
Lirik lagu ini kucoba disambungin ke cerita. Ini menggambarkan seorang Deidara yang bimbang antara tugasnya sebagai agen intelijen polisi atau prasaannya terhadap Yamanaka Ino. Namun pada akhirnya, dirinya memilih Ino dan membangkang dari kelompok terorisnya. Padahal Deidara sendiri ga tau dan ga sadar kenapa dia sampe milih Ino dan mampu berbuat apapun demi melindunginya.
I'm suffocating.
Tell me what the heck is wrong, with me.
Gitu deh…ahahahahahahha! *ketawa gaje*
Anyway, belum sempet dijelasin kan kenapa si Dei dikejar2?
Maka karena itu, REVIEW dari reader-tachi akan menentukan ini bakal multichap ato selesai sebagai oneshot aja.
Hmmm…..langsung aja deh kalo gitu, aku minta REVIEW-nya yaa….para pembaca yang budiman!
Sincerely,
*** AmiiNina ***
