Satu, Dua, Tiga
By Saber 'Arthuria' Pendragon
Disclaimer: Yana Toboso for Kuroshitsuji
Genre: Hurt/Comfort, Adventure, Family
Warnings: OOC Maybe, Typo(s), AU
NB: Fiksi pertama dalam bentuk multichapter. Kemungkinan akan lama di update.
1. Sacrifice
"Dasar kau anak tidak berguna!"
Suara cambukan terdengar.
"Da-danna-sama-"
Suara keras itu kembali terdengar.
"Untuk apa kau kuambil jika kau hanya memberatkanku saja?!"
Bocah berumur 4 tahun itu hanya menangis terisak. Bajunya telah compang-camping, memperlihatkan kulit putih susunya yang telah dihiasi luka-luka cambuk sang tuan.
Bocah kecil itu berlari-lari dan berhenti di depan seorang pria yang menatapnya keheranan.
"Hei, hei, apakah kau tahu? Hari ini adalah hari ulang tahunku!" Serunya. Rachel segera mengikuti Ciel yang terlihat begitu gembira.
Wanita itu segera meraih bahu sang bocah dan tersenyum kepada pria tersebut. "Maafkan anak saya-"
"Ibu bilang ia mau membacakan dongeng untukku, lalu aku bisa tidur bersama mereka malam ini, karena hari ini adalah hari spesialku!" serunya senang. Rachel masih berusaha menarik sang bocah agar tidak mengganggu lelaki tersebut, namun cukup terkejut ketika ia mendengar lelaki tersebut tertawa.
"Ah benarkah? Kalau begitu, anak muda," ia mengangkat tangannya ke kepala bocah itu lalu mengusap kepalanya pelan. "Kau harus menikmati harimu ini dengan sebaik-baiknya."
"Itu pasti!"
Cambuk itu dilempar sembarang, menyebabkan bunyi keras yang menakutkan bocah tersebut. Air mata masih meluncur deras dari kedua matanya. Ia bahkan tidak sanggup mengusap air matanya karena takut jika aksi tersebut akan membuat sang danna-sama marah.
"Kaasan?! Tousan?!"
Bocah berambut biru kelam itu berlari ke arah koridor. Padahal ia baru saja dari perpustakaan dan memilih buku favoritnya untuk dibacakan sang kaasan, lalu mendapati bau terbakar dari luar. Ia melihat sekeliling dan terus memanggil orangtuanya, namun tidak ada jawaban. Meskipun begitu, ia masih tetap mencari keberadaan orangtuanya. Satu persatu pintu ruangan ia buka. Terbatuk-batuk, ia segera membuka pintu terakhir yang ia pikir tempat kaasan dan tousan-nya berada.
"Tousan? To-"
Ia terbelalak.
Ia bisa melihat tousannya duduk diam di sofa, membiarkan api itu membakar tubuhnya.
"Becky, cepat bawa anak itu keluar dari kamarku," ujar si danna-sama kesal. Pria bernama Becky itu hanya menatapnya heran.
"Anak yang mana?"
"Dia," tunjuknya. "Ciel Phantomhive."
"Hah? Bukannya kau minta bahwa jangan ada yang menyentuh bocah bangsawan itu?" tanya Becky lagi. Pria yang satunya lagi hanya menghela nafasnya dan mengabaikannya.
"Dia tidak berguna. Hanya anak ingusan yang cengeng," tuturnya kesal. "Apakah tuan Rook sudah dapat tumbal yang diperlukannya?"
Becky diam selagi berpikir. "Oh. Belum. Tuan Rook belum dapat tumbal yang cocok, ia takut ritual itu akan gagal jika tumbalnya tidak cocok," jelas Becky panjang lebar.
Pria itu menatap Becky dan seketika kekesalannya hilang. "Wah, bagus kalau begitu! Ambil saja bocah itu dan jadikan dia tumbalnya!"
"Kau serius?!"
"Dia anak dari keluarga Phantomhive, anjing penjaga ratu. Mana mungkin Akuma tidak ingin anak dari kaki tangannya ratu?" ucapnya sembari tertawa. "Lebih baik ia dijadikan tumbal dan berguna, daripada diam seperti boneka rongsokan dan tidak berguna sama sekali!"
"Uh... Baiklah..."
Pria itu meninggalkan Becky termenung sendiri. Becky hanya berpikir banyak cara bagaimana agar bocah itu tidak menangis saat ia akan membawanya keluar.
Beberapa jam kemudian dari ruang rapat, Becky bergegas ke ruangan tuannya.
"... Ciel...?"
Ia bisa melihat bocah itu meringkuh seperti bola, menangis terisak menahan sakit di punggungnya. Tubuhnya terlihat kurus, ia bahkan tidak bisa dibilang sebagai anak 'mantan' bangsawan lagi. Kemeja mahal miliknya hanya tinggal kain robek yang membalut tubuhnya. Ciel mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Becky yang menatapnya kasihan- bocah itu masih sangat muda, telah menerima berbagai tindakan dan makian...
Ia tidak tega. Jika saja ia bisa...
"Becky... Itukah kau?" tanyanya pelan. Becky mengangguk. "Apa... Apa yang kau lakukan disini?"
"Untuk membersih- ah, memandikanmu."
Nyatanya, ia tidak dapat melakukan apa-apa untuk sang bocah termasuk dirinya. Ia juga terperangkap, dan hal yang membuatnya hidup hanyalah mengikuti peraturan yang ada. Bahkan, ia tidak tega untuk menggunakan kata-kata yang pantas untuk budak.
Ia segera memandu Ciel ke tempat yang dinamakan kamar mandi- menyuruhnya membuka pakaiannya (ia juga membantunya karena ia yakin luka itu masih sangat sakit baginya) lalu duduk di bangku kayu kecil. Ciel hanya meringis ketika Becky menyiramnya dengan air dingin.
"... Becky..." Ciel masih menunduk. "Kenapa kau memandikanku?"
Pertanyaan yang tak diduga.
Becky sedikit kaku. "Uh, kau tahu... Akan ada acara penting dan kau akan ikut, jadi, kau harus bersih," jawab Becky asal. Ciel hanya menatapnya heran, namun kembali menunduk. "Tidak usah takut begitu, kau tidak akan kena hukuman lagi, kok."
"... Ya..."
Becky tersenyum miris. 'Ciel, seandainya aku bisa memberitahumu yang sejujurnya...'
Ia memakaikan kemeja panjang putih yang menutupi hingga pahanya. Rambutnya disisir dengan rapi. Setelah semuanya telah selesai, Ciel hanya berdiri terpaku dan menatap lantai. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Becky mencium dahinya dengan lembut, dan memeluknya perlahan. Ia rengkuh tubuh kecil yang rapuh itu dan berbisik pelan.
"Maaf aku tidak bisa membebaskanmu," bisiknya pelan. "Aku harap, kau tidak membenciku, Ciel."
Ciel terkejut, namun ia segera membalas pelukan Becky. "Tidak! Becky sangat baik kepadaku, aku tidak mungkin membencimu, Becky," tuturnya. "Aku sayang padamu, Becky."
Becky hanya menangis. Ia tidak mungkin memberitahu anak itu bahwa ia akan mati di genggaman Akuma, bukan?
"Becky! Cepat bawa anak itu!"
Ciel segera melepas pelukan Becky dan tersenyum. "Biar aku saja," lalu ia pergi keluar dari ruangan dengan cepat. Becky segera mendengar suara tamparan keras dari luar sana.
"Kau ini manja sekali! Ayo cepat, ritualnya akan segera dimulai!"
Sampai di ruangan yang besar itu, Ciel sempat berpikir akan apa yang akan terjadi padanya.
'Apakah hal ini akan lebih buruk dari pengecapan tato yang panas itu?' ia menggigit bibirnya pelan. 'Aku harap tidak.'
"Takut?"
Ciel menoleh ke arah lelaki bertopeng yang berpostur gendut itu. Ia terlihat sama seperti waktu itu, namun terlihat lebih gendut dari biasanya. "Kau takut, bocah?"
Ciel terlihat curiga, namun ia mengangguk pelan. Lelaki itu kemudian tertawa keras. "Kau ini bocah yang jujur, ya. Aku jadi kasihan karena mengecapmu dengan tato emas itu," ucapnya. "Namun, percayalah, bocah. Setelah ini, rasa takutmu akan hilang setelah ritual ini berakhir."
Dengan kalimat itu, beberapa orang segera memegangi kaki dan tangannya, membuatnya terkejut. "Apa-"
"Banggalah karena kau terpilih menjadi tumbal seorang Akuma!"
'Apa?!'
"Apa maksudmu? Lepaskan aku!" Ciel segera meronta dan berusaha untuk melepaskan dirinya, namun usaha bocah 4 tahun itu gagal. Lelaki itu masih tertawa dengan kegirangan, melihat Ciel yang di baring paksa di atas meja batu. "Kumohon lepaskan aku!"
"Diam kau, anjing penjaga ratu!"
Lelaki itu menghampirinya dengan perlahan, membawa sebilah pisau bergagang emas di tangan kanannya. Keringat dingin mulai menyerang Ciel, mata biru safirnya menatap gerakan tangan lelaki gendut itu dan meneteskan air mata.
Ia tidak bisa menutup matanya ketika pisau itu menusuk perutnya dengan cepat.
Tanpa sadar, ia berteriak keras ketika ia mulai merasakan sakit di perutnya.
Sakit.
"Oh, wahai iblis yang agung, dengarkanlah seruan hambamu yang memujamu begitu sangat!"
Sakit, sakit.
"Telah kuberikan padamu tumbal seorang anak dari keluarga terkutuk, kaki tangan sang ratu!"
Sakit, sakit, sa-
"Dengan ini aku memanggilmu untuk mengabulkan permintaanku!"
Dan semuanya gelap. Seakan seseorang telah menghembuskan api di lilin dan angin malam datang.
Ciel menutup matanya erat-erat. Ia takut sekali. Apakah Akuma itu akan memakannya? Akan mencabik-cabik tubuhnya?
Lalu ia mendengar suara ketukan sepatu hak mendekatinya. Penasaran, ia membuka matanya perlahan. Ruangan itu telah kembali terang meskipun redup. Ia mengernyit ketika ia melihat sesuatu jatuh dari atas langit-langit.
Bulu-bulu hitam berjatuhan.
"... A-Akuma-sama!"
NB: Becky is a woman
RnR?
