We are The Resistance by Inoyamakiori
Author Note (PLEASE READ FOR INFORMATION) : Hei semuaaaa! Ini inoyamakiori loohh #alay. Gak nyangka ya sudah 5 tahun sejak kita bersama.. (sedot ingus) Eh ga sampe 5 tahun ya hehehe (ingusnya keluar semua) pertama-tama, atas nama seluruh negara tanah air dan tanah kering dan tanah gersang, kami dari pihak panti jompo tempat Ino-chan di tahan meminta maaf karena sudah lama tidak update dan udah gitu CERITANYA DI UBAH LAGIII. Nah untuk masalah cerita di ubah itu karena Ino-chan sudah berubah dari gadis kecil menjadi remaja yeeeeee #GaJe. Tenang saja sodara sodara, ceritanya tetap buagusss kok #di lempar saos sambel. Silahkan enjoy ceritanya yag sudah di edit mati-matian ini thanks and PLEASE REVIEW FOR ADVISE!
Disclaimer : Fairy Tail adalah milik Hiro Mashima yang sah deng deng deng.
Chapter 1 : The Resistance
Derap langkah kaki cepat terdengar menggema di koridor yang mewah namun sunyi itu. Sekali-kali pria itu menoleh ke belakang, keringat sangat jelas dilihat di wajahnya. Raut wajah pria itu terlihat berbagai macam ; takut, panik, marah dan sedih. Matanya merah akibat menangis dan ketakutan, bibirnya bergetar hebat seperti juga halnya dengan tubuhnya yang di penuhi luka itu. Ia berbelok beberapa tikungan, namun kecepatannya makin lama makin berkurang. Ia menoleh sekali lagi namun bukan seperti harapannya bahwa koridor itu tetap kosong, di belakangnya sekarang sekitar 10 meter terlihat bayangan gelap. Pria itu berteriak kaget, tangannya yang memegang sebuah pisau kecil terangkat ke udara sebagai refleks.
Bayangan itu maju perlahan, mengangkat tangannya yang di balut katun hitam dan mengarahkannya ke pria itu. Mata pria yang sekarang sudah duduk berlutut ketakutan membesar mengetahui benda apa yang dipegang bayangan di depannya.
Pisau.
Ia yang malang berusaha bangkit dan lari, namun usahanya sia-sia. Dalam hitungan detik, pisau itu telah melayang dari tangan bayangan tepat ke arah sang pria. Dan dalam hitungan detik juga sebuah tangan menghentikan pisau itu dan melemparkannya balik ke arah bayangan. Bayangan itu terlalu kaget untuk bergerak dan pisaunya sendiri menusuk ke arah jantungnya.
Ia jatuh.
Darah menyucur dari arah lukanya dengan deras.
Bayangan itu berusaha untuk bernafas.
Tarikan nafas pertama, tersengal sengal. Pembunhnya berjalan ke arahnya, membuka tudungnya. Rambut panjang indah melambai-lambai di udara.
Tarikan nafas kedua, sangat pelan. Ia berlutut di depan sang bayangan, mencium dahinya perlahan.
Tarikan nafas ketiga.
"Maaf telah mengotori pisaumu. Kalian terlalu lemah untuk bisa menentang kami.."
Tarikan nafas terakhir. Hilang.
"Kami, Para Pemberontak Yang Hilang.. "
Sesudah mengakhiri eksekusinya, ia menoleh ke arah sang pria yang makin ketakutan.
Ia menyeringai.
"Lorem Inferus.."
"Breaking News! Pejabat Negara Keitheryon ditemukan meninggal ditusuk oleh pria tidak dikenal! Anehnya, pria itu juga mati ditusuk oleh Keitheryon! Bisakah ini terjadi?! Pihak polisi menginformasi tidak ada orang lain saat kejadian, tidak ada sidik jari atau bukti lainnya! Lalu siapakah pria yang juga mati itu?! Kita akan segera mungkin mengabarkan kepada Anda! Terus saksikan Breaking News!"
Sesudah itu, layar TV hitam itu mati, menampakkan refleksi perempuan cantik dengan rambut merah yang bergelombang dan dibiarkan tergerai sempurna. Ia berbalik badan dan tersenyum.
"Kerja bagus, Lucy. Seperti biasa kau sangat pintar untuk menyembunyikan pembunuhan. Bahkan sidik jari saja polisi bodoh itu tidak bisa menemukan!" serunya girang kepada perempuan di depannya.
"Ah, kau bisa saja, Erz. Aku kan hanya membunuh biasa saja. Tidak seperti kau yang professional sekali. Lagipula Penghilang Sidik Jari kan buatannya Levy-chan." Lucy Heartfillia, yang identitasnya sebagai pembunuh di malam sebelumnya sudah terbongkar tersenyum rendah diri, walau ia bangga sekali. Lucy memiliki rambut pirang keemasan yang ia ikat ekor kuda. Ia juga memiliki mata coklat yang lembut namun menyimpan sejuta kekejaman. Sama halnya dengan mata gelap perempuan berambut merah. Namun di matanya tersimpan lebih banyak kekejaman dan kesadisan, dan.. nafsu untuk membunuh yang tinggi.
"Tidak, tidak. Aku sudah lama sekali tidak membunuh dan mungkin kau sudah bisa melangkahi aku." Erza Scarlet tersenyum lagi. Lucy Heartfillia cuma tertawa dan memeluk temannya itu.
"Hei, bagaimana jika kau kutraktir makan di Ghetto Bar?" tanya Erza dengan mata berbinar. Ia sangat suka strawberry cake disana.
"Mauu! Thanks Erza!"
Lucy P.O.V
Aku sekarang bersama Erza, berjalan santai di pinggiran kota Magnolia, mengunyah sebuah permen karet vanilla. Sudah lama sejak kami berdua bisa bersantai begini, berhubung makin banyak teror dari pemerintah untuk kami, jadi makin banyak orang juga yang harus kami musnahkan. Orang yang kemarin aku bunuh itu adalah seorang pejabat pemerintah yang terhubung dalam jaringan Neuson dan orang yang berusaha membunuhnya dulu adalah tidak lain orang yang terhubung dalam jaringan anti-Neuson, Cleosyn. Aku selalu bertanya sendiri kenapa kita yang membenci Neuson harus membunuh Cleosyn juga. Hanya baru-baru ini Erza menjelaskannya padaku.
Neuson : Organisasi gelap dalam pemerintah yang bekerja secara illegal dan tidak diketahui pemerintah sendiri. Mereka ingin menguasai sistem perekonomian negara dengan cara yang sadis dan manipulatif. Hebatnya, pemerintah tidak tahu bahwa Neuson berada 1 atap dengan mereka. Banyak orang sudah termakan ucapan Neuson dan mengikuti mereka untuk saling memanipulasi orang lainnya.
Cleosyn : Organisasi anti-Neuson yang ingin menghentikan Neuson namun dengan cara yang salah, yaitu membunuhi semua orang yang terhubung pada Neuson, termasuk warga sipil yang tidak tahu kejahatan Neuson sebenarnya. Cleosyn juga bersaing untuk menduduki peringkat Neuson sekarang.
Jadi, sebenarnya mereka itu sama-sama jahatnya!
Oh, itu kami sudah sampai di Ghetto Bar!
Lucy dan Erza segera menduduki kursi sofa yang tersedia di bar itu. Ghetto Bar, walau kecil terlihat sangat elegan. Dindingnya yang di cat coklat dengan semburan emas tampak kontras dengan dekornya yang berwarna merah delima. Sebuah lampu gantung terang tergantung di atas mereka. 1 tahun yang lalu, Erza pernah membunuh seorang Neuson di bar ini, tentu saja dengan penyamaran, dan sejak saat itu karena makanan dan suasananya enak, mereka jadi sering pergi ke bar ini.
Begitu saja Lucy dan Erza duduk, seorang pelayan menghampiri mereka dan tersenyum manis.
"Selamat Siang dan Selamat Datang di Ghetto Bar! Ada yang bisa saya bantu?" sapanya ramah.
"Saya pesan Stawberry Shortcake dan Cappucino hangat." Kata Erza cepat. Lucy tersenyum, mengetahui sifat temannya yang tidak sabaran saat memesan menu favoritnya, apalagi Erza sudah jarang memakan cake kesayangannya.
"Kalau saya Ice Cream Oreo dan Melon Juice."
"Baik. Silahkan tunggu sesaat! Terima Kasih!" seru si pelayan lalu meninggalkan meja mereka.
Sesaat kemudian pesan mereka datang dan mereka makan dengan diam yang menenangkan. Tiba-tiba tas Erza jatuh dari pangkuannya sehingga ia harus mengambilnya kembali. Erza kembali memakan kuenya.
"Lu. Arah jam 4-ku. Topi Ferarri. Cleosyn." Kata Erza tiba-tiba, masih santai memakan kuenya. Dengan professionalnya Lucy tidak langsung menoleh dan hanya tertawa seakan Erza bercanda sesuatu.
Beberapa saat kemudian Lucy sengaja menjatuhkan tasnya dan Erza tertawa, berkata sesuatu tentang "Rasanya tas kita bersekongkol untuk saling menjatuhkan diri." Lucy tertawa dan memungut tasnya, secepat kilat ujung matanya menoleh ke arah pria yang di maksud Erza. Kacamata yang ia pakai memotret pria itu. Itu adalah kacamata super yang dibuatkan Levy, perempuan tech yang biasa membuat teknologi cangggih.
"Salah satu Dreyar, kelompok Cleosyn yang berpangkat tinggi. Ferrari. Testarossa. Merah. Warna tua dari pink. Pink. Warna perempuan. Bikini. Celana Dalam. CD. Cleosyn Dreyar." Jelas Erza masih santai. "Hubungi Juvia segera."
Seorang gadis berambut biru seperti ombak di laut mengoles kukunya dengan hati-hati dengan cat kuku glossy pink. Ia berada di kamarnya yang luas dan bertema laut dan pantai dengan hiasan hati-hatian pink dan putih pasir. Semua benda di kamar itu wajar seperti halnya perempuan biasa.
Kecuali 4 hal.
1. Pintunya yang terbuat dari baja anti peluru juga seluruh dindingnya.
2. Ratusan jebakan laser dan slicer.
3. Kamera tersembunyi yang tersebar di seluruh kamar itu
4. 10 cincin laser pemotong di jari perempuan itu.
Gadis itu sudah berada di jari kaki terakhirnya untuk dipoles saat pintu kamarnya terbuka secara tiba-tiba dan membuat gadis itu kaget sehingga kuas yang ia pegang memulas kuku lainnya, membuatnya berantakan. Ia segera menoleh ke arah penghancur kukunya dan menemukan seorang gadis seumurnya dengan rambut salju dan mata langit tersenyum tanpa rasa bersalah.
"Hi Juvia!"
"MIRAAAAAA! Apa yang kau lakukan disini?!" teriak Juvia kesal.
"Masa aku tidak boleh menyapa temanku sendiri?" Mira berkata seakan ia telah dikhianati temannya sendiri. Mata birunya mulai berkaca-kaca.
Juvia mendesah. Ia tahu Mira hanya bercanda tentang raut mukanya yang sangat mirip lumba-lumba kesepian itu. Ia mengangkat tangannya, tanda ia menyerah dan tersenyum.
"Iya, iya. Memangnya ada apa?" tanyanya.
"Aku mendapat telpon dari Lucy. Rupanya ia dan Erza sedang makan di Ghetto dan menemukan seorang Dreyar disana. Ia meminta kau untuk memata-matai dia. Siapa tahu ia menyimpan banyak informasi tentang Cleosyn." Muka Juvia langsung menjadi kesal.
"Aku baru saja kembali dari misi dan sekarang akan berlibur sebentar! Bisakah kau saja?"
"Tapi mata-mata bukan keahlihanku. Kau sangat hebat dalam ini, jadi Erza memintamu tolong. Ayolah ya Juviiii?" Mira memasang raut lumba-lumba itu tadi, dan terpaksa Juvia mengiyakannya saja.
'well, Mr. Dreyar, mampukah kau mengetahui sosok sebenarnya dari aku?' Juvia menyeringai, 'kita lihat saja nanti.'
To Be Continued...
Profile Characters
Name : Lucy Heartfillia
Age : 18
Weapon : Barbed Whip
Name : Erza Scarlet
Age : 19
Weapon : Battle Axe
Name : Juvia Lockser
Age : 18
Weapon : Laser Cutter Rings
Name : Mirajane Staruss
Age : 19
Weapon : Poisoned Arrows
Thanks for reading! Please leave a review :)
