Obsesi
Gintama milik Sorachi Hideaki
Shimura Shinpachi – Laundri.
"Gin-san, aku benar-benar akan membakar celanamu kalau besok pagi masih menemukannya berserakan di meja tamu kita!"
Bunyi kuapan dan ingus yang disedot.
"Aaah... maksudmu... jadi, aku tak perlu susah-susah melepas celana nantinya? Kau mengharapkanku tak memakai apapun di balik yukata? Shinpachi... tak kusangka kau begitu kinky."
Ember berisi pewangi pakaian mendarat mulus di atas kepala Gintoki sementara si pelempar mengumpat dan membanting pintu geser mereka.
Walau kepalanya basah kuyup dan benjol, Gintoki masih bisa bergumam kalem, "Huh... cherry-boy."
Tsukuyo – Dom Perignon.
"HOEYYY...! AKU BUKAN TANAKA! LIHAT BAIK-BAIK INI GIN-SAAAN..."
Tsukuyo mengeratkan pegangannya di botol yang kelima, meneguknya sekali sebelum mendengus pada sesosok pria berambut perak di bawah kakinya. Perlu beberapa kernyitan dan sentuhan dari hidung-ke-hidung hingga dia bisa mengenali sosok di bawahnya itu.
"Baguslah kau bukan Tanaka hik. Aku lebih ingin menghajarmu ketimbang si brengsek itu hik."
Gintoki gemetar di bawah kaki Tsukuyo, "I-ini bukan soal itu 'kan?!"
"HIK! Apa maksudmu?! Tentu saja masalah ITU hik... tak kusangka...kau punya banyak... lelaki."
"T-Tsukuyo, kalau mabuk kira-kira dong! Sejak kapan aku punya harem dengan genre mengerikan begitu? Jadi sebenarnya ini masalah apaaaa?!"
"HIK! Masih belum nyadar juga?! Mau kubotaki kepalamu HAAHH?!"
Samar-samar dia bisa mendengar Seita bergumam, "Gin-san, dia cemburu tuh. Kau lebih memilih main di hostess-bar bareng shinsengumi dan menolak undangan makan malamnya Tsukuyo."
"Aahh..."
Gintoki teringat kejadian tiga hari lalu yang melibatkan Shogun dan gerombolan idiot pemabuk yang keliru memilih harem karena semua perempuan disana ekual dengan monster.
Bagi orang awam, mereka pasti tampak seperti rombongan gay yang memaksakan diri untuk kelihatan normal di hostess-bar.
"L-lalu siapa Tanaka?"
Seita hanya mengangkat bahu sementara teriakan Gintoki bisa terdengar hingga empat blok.
Hasegawa Taizou – Apartemen
"Hmmnhh, jadi, Hasegawa-san... ayo tidur bareng."
Hasegawa nyaris, nyaris, terjengkang dari sofa tua yang menjadi satu-satunya perabot miliknya itu. Dia baru bisa menguasai diri setelah melihat wajah Gintoki yang memerah serta beberapa botol keramik di lantai.
Oh, tentu saja... sake.
Toshi – Figurine
"Sakata-shii... aku menemukan figurine ini di kamarku, dan kuduga ini punyamu karena ada label namamu di situ."
Sayangnya tangan Gintoki tidak lebih cepat dari Okita...
"Hee...'Untuk Oogushi-kun, dari Gin-san'?! Ah, tak kusangka Hijikata gemar bermain dengan dildo pemberian Danna~"
"OKITA! DENGAR... INI SEMUA BERAWAL DARI LELUCON! SALAHKAN WAKIL KOMANDAN ANEHMU ITU YANG MEMILIH UNTUK MENYIMPANNYA!"
Okita hanya bersenandung riang sembari melambaikan tangannya tanpa ekspresi dan Toshi menghilang setelah digusur paksa oleh Hijikata yang shock berat.
Shimura Otae – Adik Lelaki
Otae terisak di atas tubuh terkapar bersimbah darah di dekat kakinya, dia meletakkan tangan di atas mulut saat berusaha bicara melalui isakannya yang tak terkendali.
"Ini semua salahmu, Gin-san! Shinpachi jadi seperti ini karena ulahmu!"
Gintoki tak mengatakan apapun; satu, karena dia tak bisa membuka mulutnya yang bengkak parah, dua, karena dia ingin mendengar alasan apa yang membuat monster Shimura ini menghajarnya hingga nyaris mati.
"Se-semalam aku mendengar Shinpachi melakukan masturbasi dengan menyebut namamu..."
Gintoki langsung bersumpah untuk berhenti mengejek Shinpachi dengan sebutan cherry-boy...
...dan dia akan menjaga jarak dengannya untuk beberapa minggu ini. Ya.
Hijikata Toushirou – Figurine (bagian 2)
Hijikata melempar benda terkutuk itu tepat ke wajah Gintoki.
"Berhenti mengirimiku barang bekas!"
"Hmm... kalau barang baru mau? Bagaimana kalau barang asli?"
"ASLI?! SAMA SAJA BEKAS PAKAI TAHUU! DAN AKU TAK PERCAYA KITA MEMBICARAKAN INI! AKU TAK PERNAH BERMAKSUD MEMBICARAKAN HAL INI DENGANMU!"
Gintoki hanya mengorek hidungnya saat Hijikata berlalu pergi dengan wajah merah padam.
Kagura – Sukonbu
"Gin-chan, aku akan membelikanmu dua liter susu stroberi kalau mau membunuh seseorang untukku."
Mungkin Gintoki akan menyahut asal-asalan dengan , "Terlalu murah!" atau, "Mau kukenalkan seorang Yato yang jauh lebih jago membunuh orang?" kalau saja dia tidak melihat tampang Kagura...
"Siapa?"
"Si sadis."
"Kenapa?"
"Dia membakar habis seluruh persediaan sukonbu di Edo."
"Untuk apa?"
"Karena aku lebih memilih sukonbu daripada dirinya."
"...kalian berdua idiot."
Katsura Kotarou - Memori
Katsura sudah lupa sejak kapan mereka memanggilnya dengan Zura.
Dia hanya bisa mengingat orang yang pertama memulainya.
Dia juga ingat satu saat dimana dia tidak merasa keberatan dipanggil dengan sebutan itu.
"Heh, Zura... masih hidup?"
...karena waktu itu hanya ada tiga orang saja yang memanggilnya seperti itu; Sakamoto, Takasugi, dan...
"Senang melihatmu, Gintoki."
"Zura... kalau kita sedang tidak dikelilingi monster dan di ambang kematian, aku akan dengan senang hati menampar wajah nyengirmu itu."
"Namaku Katsura, bukan Zura."
Sakamoto Tatsuma – 7 senti
Tak banyak hal yang bisa membuat Sakata Gintoki shock berat; dari hal-hal supernatural hingga hak cipta, dari Katsura yang lebih memilih janda hingga sado-masochist level berat… dia cukup berpikiran terbuka untuk semua kisah aneh yang ada di sekitarnya. Jadi saat lelaki yang dijuluki Shiroyasha itu duduk tepekur di pinggir sungai dan menerawang ke langit, hampir seluruh anggota Jouishishi terheran-heran.
"Kenapa dia?" Sakamoto Tatsuma berseru ke arah Katsura, menunjuk Gintoki terang-terangan dengan ujung sarung pedang, "Bikin mood jelek saja."
Katsura membalas sambil lalu, "Ah. Dia baru saja sadar kalau beda tujuh senti dengan Takasugi."
"Hm. Memangnya dia mau Takasugi sependek apa? Beda tujuh senti itu cukup jauh lho."
"Siapa bilang aku ngomongin tinggi? Dan bukan Takasugi yang kalah tujuh senti."
Sakamoto mengernyit sesaat. Tawa yang menyusul kemudian membuat beberapa orang terlonjak kaget.
"Tujuh senti? Itu Takasugi abnormal atau memang punyanya Kintoki di bawah rata-rata?!"
Tiga suara langsung menyahut hampir bersamaan,
"Abnormal? Siapa yang kau bilang abnormal?"
"Zura. Pegangi dia. Kubunuh."
"Katsura, bukan Zura."
Takasugi Shinsuke – Perban
"Grup lima tinggal separuh."
Suara Katsura hanya berupa gaung yang menjauh. Seluruh badannya sakit, jari-jarinya, kepalanya sakit, kakinya sakit…. Darah menetes dari luka lebar dari bahunya ke atas tanah. Takasugi menghiraukan anjuran Katsura untuk menahan aliran darahnya. Dia tak peduli kalau nanti mati kehabisan darah. Dia sudah sangat lelah setelah kehilangan banyak pasukan.
"Takasugi, dengar," Gintoki menarik bahu bermasalah tersebut, tapi Takasugi tidak memasang kuda-kuda. Sekarang bukan waktunya meladeni Shiroyasha. Namun ternyata Gintoki hanya bermaksud membebat lukanya menggunakan kain. Takasugi diam saja selama Gintoki melakukan hal itu, tapi dia sadar Katsura tersenyum di bawah naungan pohon di depan mereka. Gintoki tak mengatakan apapun lagi, dia menepuk pelan bahu Takasugi lalu meninggalkan pemuda itu berdiri terhenyak untuk bergabung dengan Katsura yang menunggui mereka.
Baru setelah tiga langkah kemudian, Takasugi mulai menghunuskan pedang dan berteriak penuh amarah,
"SIALAN KAAAUU!"
Katsura mengerling keheranan pada Takasugi yang berlari ke arah mereka dengan aura pembunuh, lalu kepada Gintoki yang menyeringai puas dan bersiap kabur.
"Ah. Dia tahu kalau itu kain bekas fundoshi."
