Racun itu yang membuat mereka lepas kendali
Atau mungkin cinta lah sosok sebenarnya racun itu dan membuat mereka buta dengan orang yang mereka cintai?
.
.
.
Title : Racun
Disclaimer : Katekyou Hitman Reborn by Amano Akira
Pairing : FonMammon
Warning : AU, BL, sexual mature scene, OOC, typo(s), dan hal nista lain. Based on PV Cantarella - Vocaloid
Hope you like it~
.
.
.
Untuk ke sekian kali, manik karamel Fon memandangi potret itu, potret dirinya dengan seorang pemuda yang juga berstatus sebagai pewaris tahta kerajaan seberang yang diam-diam sejak dulu didambanya. Foto itu diambil kala mereka masih bocah ingusan berumur tujuh tahun yang artinya sudah sebelas tahun lamanya. Fon tahu dia tengah sinting karena mencintai orang yang juga berjenis kelamin sama, tapi cinta itu buta kan? Semua mengakui itu, tapi kenapa ia tak dapat pembelaan dengan alasan tersebut?
Hari ini pemuda itu dikabarkan akan berkunjung kemari selama seminggu penuh untuk mengurusi beberapa hal tentang hubungan kerajaan dan Fon amat sangat berharap jika seandainya pemuda itu betah tinggal di sini bersamanya lalu meminta izin untuk menetap lebih lama sekitar sebulan.
Sungguh, jika itu dijamin jadi nyata Fon siap bertekuk lutut meski statusnya secara resmi adalah pewaris tahta.
"Kak—maksudku, Putra Mahkota. Anda dipanggil ke ruang perjamuan oleh Yang Mulia." Alaude membungkukkan badannya sedikit pada sosok pemuda berusia delapan belas tahun yang tengah dibalut pakaian pangeran abad pertengahan berwarna senada langit malam.
Fon menghela napas, membiarkan kenangan yang tadi menariknya ke masa lalu angkat kaki dari kepalanya.
"Katakan aku akan datang sebentar lagi, Alaude."
.
.
.
Sebelas tahun yang lalu di depan singgasana raja
"Salam sejahtera semuanya. Saya Viper, salah satu dari calon pewaris tahta Kerajaan Varia datang sebagai salah satu utusan." Orang itu menundukkan kepala dalam dengan sebelah tangan diletakkan di depan dada, membuat wajahnya tertutup helaian rambut violet sebahunya yang langka. Fon mengamati gerak-geriknya dari sebelah sang ayah, membiarkan fokus matanya terpaku hanya pada satu arah. Ketika sang utusan mengangkat kepala, pemuda berambut hitam itu melebarkan indra penglihatannya, mendapati bahwa sang utusan yang jelas-jelas memakai pakaian pangeran yang juga berstatus sama dengannya memiliki wajah yang begitu memukau setiap pandangan mata.
"Dengan wajah secantik itu, aku tak yakin kau benar-benar laki-laki," kata Yang Mulia Raja sembari mengangkat sudut bibirnya.
"Banyak yang mengatakan demikian, tapi saya tak pernah membayangkan jika saya benar-benar seorang perempuan," jawab pemilik keping violet tadi sembari kembali menundukkan kepala. "Dan saya sebenarnya lebih senang dipanggil Mammon. Itu lebih memperlihatkan jati diri saya."
"Kurasa itu tak penting sekarang," kata Raja sembari merubah seringainya menjadi senyuman. "Kuucapkan selamat datang padamu di kerajaan ini, utusan Kerajaan Varia. Selama tinggal, jangan ragu untuk meminta sesuatu jika merasa kurang."
"Saya ucapkan terima kasih, Yang Mulia," balas Mammon sambil menundukkan kepala lagi. Ketika ia mengangkat kepala, pandangannya bertubrukan dengan manik karamel Fon yang masih terus memandanginya. Bibirnya segera membentuk senyuman, membuat jantung sang pewaris tahta kerajaan semakin tak karuan.
"Senang bisa melihat Anda berada di sini juga, Putra Mahkota Fon," kata pemuda cantik itu formal.
Butuh beberapa sekon sebelum akhirnya Fon mampu meresponnya. "A- ah. Selamat datang," balasnya seraya mengalihkan fokus pandangan matanya.
Entah ada yang sadar atau tidak saat itu hati sang pemuda berkepang telah dicuri sepenuhnya.
.
.
.
Pintu ruang makan terbuka lebar, memperlihatkan sosok Fon yang tengah berdiri tegak di depannya.
"Kau terlambat, Fon," desis Yang Mulia sembari memainkan gelas berisi anggurnya.
"Maafkan atas keterlambatan saya, Yang Mulia, juga utusan dari Kerajaan Varia," kata pangeran berkepang itu sembari menundukkan kepala dan membawa satu tangannya ke depan dada.
"Tak perlu bersikap terlalu formal, Putra Mahkota," sebuah suara lain menanggapi. Ah, suara ini sudah cukup berbeda dari yang dulu pernah ia dengar, namun bodoh jika dia akan melupakan suara itu hanya karena masalah tak lagi sama—sebelas tahun itu bukan hal yang bisa dikatakan cepat bagi manusia.
Fon mengangkat kepalanya, menemukan satu makhluk yang paling ditunggunya. Seperti yang ia duga, pemuda itu berubah. Pakaian ala bangsawannya masih tetap sama, namun sebuah tudung kepala senada pakaiannya yang berwarna hitam dan menyembunyikan permata violet yang Fon suka semenjak pertama kali melihatnya. Jujur saja Fon cukup kecewa kabar yang beredar itu benar, namun ia tak mungkin menunjukkannya. Putra Mahkota itu melangkah mendekati kursi di dekat Yang Mulia Raja, kemudian duduk di sebelah kanannya setelah seorang pelayan menarik dan mendekatkan kursinya ke meja.
"Selamat malam, Putra Makhkota Fon. Saya harap Anda masih mengingat saya meski itu sudah bertahun-tahun lamanya saya berkunjung kemari," kata sosok bertudung itu formal dengan sebuah seringai tipis terukir di bibirnya.
Fon menatap sosok itu dalam dari sebuah gelas tinggi perak yang digenggamnya. Merasakan nada sinis bercampur sopan di dalamnya, merasakan perubahan yang amat dalam dari pemuda yang sejak dulu ia damba.
"Tentu saja aku masih ingat, Mammon."
.
.
.
"Tak biasanya Anda kemari, Pangeran," sambut Luche dengan posisi memunggungi pintu ruangannya. Fon berdiri di sana, lengkap dengan pintu yang telah tertutup sempurna.
"Aku hendak bertanya, Luche," kata pemuda berdarah raja itu tenang.
"Aku sudah tahu," jawab perempuan itu sama tenangnya seolah sedari tadi ia juga sudah menunggunya.
"Oh?"
"Ini soal orang itu, kan?" Luche membalikkan badan, memberikan senyumannya yang hangat namun juga mematikan.
"Kau ternyata masih ingat, bahkan meski aku sudah bertahun-tahun tak mengungkitnya," dengus Fon seraya mengingat bahwa yang mengetahui perasaannya pada sang utusan Kerajaan Varia hanya ia dan peramal kerajaan yang sekarang berada di hadapannya.
"Jadi, Putra Mahkota," Luche mengambil beberapa langkah mendekati pemuda yang lebih muda darinya masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. "Apa yang hendak kau tanyakan? Perasaan utusan itu padamu? Ataukah cara untuk mendapatkan hatinya?" tanya perempuan itu tenang.
Fon menatapnya datar, namun tak menurunkan kewaspadaannya bahwa memang wanita ini menyimpan seribu rahasia yang disembunyikan dalam senyum manisnya.
"Beritahu aku bagaimana cara membuatnya menjadi milikku tanpa seorang pun bisa memilikinya, Luche."
.
.
.
"Aku tak tahu kau juga datang, Bel," desis Mammon sembari menatap tak suka seorang pemuda lain yang memakai pakaian mewah sepertinya.
"Memang kenapa? Urusan Pangeran di kerajaan utara sudah selesai dan Pangeran mau berbaik hati mengunjungimu di sini yang pasti cukup bosan tanpa susu stroberi," goda pemuda berambut pirang dengan sebuah tiara terpakai di kepalanya.
"Muu, memang kau bawa benda itu?"
"Tentu saja. Pangeran baik hati bukan?" tanya pemuda itu sembari mengacak tudung kepala yang dipakai saudaranya tirinya.
"Muu, diam saja kau, Pangeran gagal."
"Pangeran tidak gagal!"
Fon memperhatikan itu diam-diam dari jendela kamarnya, manik karamel miliknya menatap datar. Buta jika orang tak bisa mendapati sarat cemburu di sana, bodoh kalau ada orang yang berpendapat bahwa tatapan itu hanya tatapan biasa. Tangan pemuda berambut hitam itu merogoh sakunya, kemudian mengeluarkan sebotol kecil berisi cairan berwarna merah yang didapatnya beberapa hari yang lalu dari Luche.
"Jika kau memang menginginkannya, kau bisa memakainya."
Putra Mahkota itu menyeringai kala mengingatnya, membayangkan bagaimana jika pemuda yang ia cinta benar-benar menjadi miliknya tanpa mempunyai keinginan untuk lepas dari genggaman tangannya. Cemburu itu membutakan, membuat cinta dan nafsu tak lagi dapat dibedakan.
Pangeran sulung berkepang itu membalikkan badan, bersiap keluar kamar dengan sebuah rencana yang telah tersusun di otaknya.
"Tapi, Yang Mulia, akan kuperingatkan sesuatu—"
Ah, bagaimana jika mengundangnya acara minum? Anggur merah yang dicampur cairan ini pasti tak akan terlihat. Dia juga akan berada di sana, menggunakan gelas dan isi yang sama, namun jangan harap sang Putra Mahkota akan meminumnya, dia hanya akan berpura-pura, lalu melihat pemuda yang dicintainya itu masuk ke dalam perangkapnya yang disulam penuh cinta yang dipendam sejak lama. Ya, siapa juga peduli dengan dosa asal bisa bersama orang yang didamba?
"—ketika kau memakai ini, maka itu bukan lagi cinta. Cinta itu lenyap dilahap api cemburu dan nafsu."
Siapa juga yang peduli, huh?
.
.
.
"Tidak disangka Anda akan mengundangku dalam acara minum, Putra Mahkota," kata Mammon sembari menutup pintu ruangan. Fon sudah duduk di satu kursi yang ada, membiarkan hanya ada satu kursi kosong yang ditaruh di depannya.
"Aku cukup bosan dengan urusan kerajaan dan kau yang tengah berkunjung kemari tengah senggang. Apa salah mengajakmu? Atau mungkin kau tak suka dengan undanganku?" tanya Fon tenang.
"Sungguh kurang ajar jika sampai tak menyukai undangan darimu, Putra Mahkota," kata Mammon sembari mendekat ke arah meja dan duduk di kursinya. "Lagi pula, jarang sekali bukan Anda mengundang orang secara pribadi?"
Fon menggulum senyum di bibirnya. "Tepat sekali."
Sang Putra Mahkota mengangkat gelas tingginya, menatap lurus pemuda violet yang duduk di hadapannya. "Bersulang."
"Bersulang."
Suara gelas perak beradu terdengar di tengah ruangan. Keduanya membawa bibir gelas itu ke mulut mereka. Namun Fon sama sekali tak meminumnya, ia hanya membiarkan bibir gelas itu menempel di bibirnya. Mata karamelnya melirik sang utusan Kerajaan Varia yang masih meminum anggur merah yang telah dicampuri dengan cairan merah yang diberikan Luche padanya dengan khidmat.
"Anggurnya lezat. Terima kasih telah mengundangku, Putra Mahkota," kata Mammon begitu ia telah selesai meminum minuman yang disediakan pemuda di depannya.
"Sebuah kehormatan mendengarnya," kata Fon sembari memamerkan senyum lembutnya.
Senyum penuh tipu daya.
"Ng…," pemuda violet itu memegangi kepalanya sejenak, "maafkan aku Putra Mahkota. Kurasa ada yang tidak beres denganku, mungkin aku terserang flu."
"Benarkah? Bukankah sebaiknya kau pergi ke dokter istana?"
"Saya akan ke sana. Terima kasih untuk undangannya, Pu—"
—Brukk!
Tubuh itu melayang jatuh di udara, namun sebelum raga sang utusan Kerajaan Varia menyentuh lantai Fon dengan senang hati menangkapnya dalam dekapannya. Gelas perak yang membasahi lantai tak digubrisnya, manik karamelnya terfokus pada sosok yang tengah berada dalam pelukannya.
"Permainan dimulai, Mammon."
.
.
.
Fon kembali memandangi tubuh pemuda yang dicintainya, menatap lurus kelopak matanya yang menyembunyikan dua keping violet indah yang sudah mencuri hatinya. Mammon ditidurkan di atas tempat tidur empuk dengan seprai putih, ruangan ini salah satu dari banyak ruangan di istana yang tak terpakai dan Fon sudah memastikan tak mungkin akan ada yang dapat melacak mereka. Pakaian ala bangsawan abad pertengahan masih membalut tubuh mereka, namun begitu saja sudah cukup untuk membuat pangeran berdarah Asia itu tergoda dan meneguk saliva. Tudung kepala yang sejak pertama tak dilepaskan si utusan sudah menyatu dengan lantai, membiarkan Fon memandangi sosok itu tanpa sensor atau pun celah.
Harusnya ini selesai, dengan ini Putra Mahkota itu bisa melakukannya dan menjadikan pemuda itu miliknya, selamanya.
Tapi kenapa ia tak bergerak barang sejenak saja dari atas tubuh orang yang dipujanya?
Kenapa ia ragu? Pertanyaan itu memenuhi benak pangeran berkepang. Teringat lagi olehnya masa-masa di mana mereka bersama, masa di mana mereka hanya berdua. Kenangan itu kembali memangsanya, memori tersebut menariknya pada realita. Kala mereka masih berupa bocah ingusan yang belum menjamah kotornya semesta. Mata Fon melebar, membuat jantungnya bekerja lebih keras dari yang biasanya.
Terkenang lagi olehnya saat Mammon menatapnya dingin sekaligus hangat, mengumpat berbagai celaan sinis yang memikat. Namun ada hal yang baru teringat oleh sang pewaris tahta kerajaan yang memiliki darah benua Asia, kenangan di mana bibir pemuda di bawahnya ini terangkat dan membentuk senyum Anggun nan menawan yang sontak mencuri hatinya saat dulu dan…
…menyadarkan Fon apa yang hendak ia lakukan bukan keinginan keduanya.
Fon memegangi kepalanya, memaki dirinya. Apa yang dilakukannya ini benar? Apa hal gila ini juga diharapkan pemuda yang berada di bawahnya? Apa ini… murni dari hal gila tak terdefinisi bernama cinta?
Pangeran bermanik karamel itu tak sadar ada satu makhluk yang menyeringai tipis kala melihatnya bimbang. Ia mengerti jelas sekarang tentang apa yang terjadi hingga paham mengapa kantuk menyergapnya begitu cepat hanya karena meneguk anggur.
Fon terjungkal karena satu hentakan tiba-tiba, kini punggungnya berbenturan dengan kasur putih yang semula dipijakinya, matanya mengerjap beberapa saat, mencerna apa yang tengah terjadi sekarang.
"Tertangkap kau, Putra Mahkota sialan." Sebuah suara memecah hening yang terjadi di sana. Fon mendongakkan kepala, mendapati satu orang yang ia cintai sejak lama tengah menyeringai dengan kedua tangan menjepit kepalanya dan duduk santai di atas perutnya.
Mammon.
"Kenapa mendadak ragu, huh?" tanya Mammon dengan nada mengejek. Putra Mahkota itu bungkam, tak mengerti apa maksud pemuda yang tengah berada di atasnya.
"Jangan khawatir, aku tak akan protes atau minta bayaran—" kali ini manik violet-nya menatap lurus tanpa penghalang, bibirnya masih mempertahankan seringai yang kini telah berubah menjadi seringai menggoda penuh gairah. Jemarinya menyentuh dada bidang Fon tanpa ragu, kemudian membawanya turun tanpa meminta izin si pemuda.
"—Selama yang melakukan itu adalah kau, Fon."
Perlu beberapa sekon untuk menyadarkan si pangeran berkepang apa maksudnya, seringai buas terpampang di bibirnya, paham benar apa yang dimaksud Mammon padanya.
"Kau yang memancingku, Mammon."
Putra Mahkota itu menyentak, membuat Mammon berada di bawahnya dengan cepat. Bibir mereka bertemu dalam satu ciuman lengket nan basah. Lidah Fon melesak masuk tanpa aba-aba, namun Mammon sama sekali tak memprotesnya. Organ merah jambu itu beradu dalam satu tarian erotis yang penuh gairah, menciptakan sensasi listrik yang menyengat namun tak membuat puas.
Paru-paru mereka merengek meminta oksigen, ciuman itu pun terlepas dan membentuk seuntai benang saliva panjang yang menyambung bibir keduanya. Pemuda berambut hitam itu melanjutkan kegiatannya, kini lidahnya turun menuju leher putih jenjang yang sudah lama menggodanya, ia mulai menciumnya, menggigitinya—melakukan apa yang instingnya katakan dan menikmati erangan tertahan Mammon yang begitu merdu memasuki telinganya.
Mereka melanjutkan kegiatan itu terus menerus tanpa peduli apa-apa. Otak mereka telah diproses hanya memikirkan pasangan yang tengah bersamanya, yang tengah dicumbunya. Ciuman, gigitan—semua hal itu tak pernah terlewat pada kegiatan yang mereka lakukan. Lenguhan, erangan, desahan—semua hal itu adalah musik yang menjadi irama permainan keduanya.
Rasanya racun itu hanya diminum oleh Mammon, begitu yang Fon tahu. Tapi bagaimana bisa racun itu serasa juga ikut memangsanya? Keduanya begitu hanyut dalam permainan itu, tak peduli pada bulan yang mengintip mereka atau langit yang tengah mengutuk keduanya. Apa mungkin racun itu juga terminum oleh sang Putra Mahkota? Atau Luche memang membohonginya? Atau cinta itulah perwujudan racun yang sebenarnya? Atau cinta itu hanya bohong belaka dan yang mereka lakukan hanya didasarkan nafsu yang meletup-letup bagai lava?
Tidak ada yang tahu. Tidak ada yang tahu.
Yang pasti malam itu mereka larut dalam permainan terlarang yang berdosa, membiarkan iblis tertawa dan melahap jiwa mereka, kemudian menuntun keduanya dalam jurang tak berdasar tanpa cahaya.
Jeritan datang meramaikan permainan mereka, membuat tarian sensual keduanya semakin panas dan dipenuhi keringat. Raga mereka dalam tahap bersatu dan selama itu Mammon terus meracau dengan makian yang terdengar amat merdu.
Ah, pedulikah? Toh mereka tengah bersama, mencapai nirwana semesta berdua.
.
.
.
END
.
.
.
A/N : Akhirnya saya bisa masukin ret M yang cukup jelas di sini /TAMPARIN. HALO ~~ YES SAYA BERHASIL, TEPUK TANGAN DOONGG /heh. Btw ini sebenarnya ngambil adegan yang ada di PV Cantarella yang judulnya AMU Version, ih keren deh kalo make orangnya FonMammon /HEH. Di sini Fon kayak agresif gitu ya hiks maafkan saya :" /ditabok.
Ada yang mau ditanyakan? Silakan tanyakan di kotak ripiu ya :"D Btw map kalo alur gaje, feels nggak dapet, ini malah kayak PWP, OOC, tipo kelewatan, dan lainnya ya orzz Sampai jumpa di karya berikutnya!
-Salam-
Profe Fest
