I Remember

Cast: Kim Ryeowook and Others

Disclaimer: semua character punya TYME dan saya Cuma pinjem nama doing

Warning: OOC, BL, BxB, YAOI, Miss Typo(s) berceceran

Rate: T

DON'T LIKE DON'T READ!

Happy Reading^^

.

.

.

Suasana malam ini terasa begitu hening. Bahkan daun pun seolah tak berani bergesekan dengan sang angin. Langit mendung tanpa bulan maupun bintang membuat malam tampak lebih gelap dari seharusnya. Beberapa genangan air di jalanan seolah mengatakan bahwa hujan baru saja turun di wilayah perumahan lama jauh dari pusat kota Seoul yang jarang bangunan itu. Malam yang dingin dan sepi. Membuat suasana tampak begitu mencekam. Tiupan angin malam sedikit banyak membuat bulu kuduk meremang. Sekawanan kelelawar tampak berkeliaran tak tentu arah semakin membuat suasana makin mencekam dan mengerikan

Beberapa burung hantu tampak beterbangan di sekitar rumah megah yang begitu besar. Begitu kokoh dan angkuh. Rumah yang sangat luas. Terlihat seperti mansion zaman dahulu. Pagar dinding yang mengelilingi mansion dengan tinggi hampir sekitar 3 meter menutup keadaan di dalam pagar. Sebuah gerbang dua pintu dengan tinggi yang sama dan lebar yang tidak jauh beda, membatasi siapapun yang akan masuk.

Bangunan dengan gaya klasik eropa tersebut tampak begitu sepi. Lampu tampak masih menyala di malam yang sudah sangat larut di beberapa bagian namun tidak menunjukkan adanya seseorang yang masih membuka matanya. Beberapa burung pemakan daging tampak bertengger manis diatas atap dan juga puncak gerbang berwarna hitam di depan sana.

Samar-samar terdengar suara isakan lirih dari dalam rumah besar nan mewah tersebut. Seorang namja paruh baya masuk ke dalam sebuah ruangan tersebut dengan mata memerah menahan amarah dan tangis. Kakinya perlahan melangkah menuju sebuah kamar yang tampak sangat luas. Matanya bergerak mengelilingi ruangan yang cukup luas dengan tatapan nyalang. Berusaha menelanjangi apapun yang dilewati oleh matanya. Sejenak, matanya berhenti pada seonggok tubuh yang bertelungkup dengan sekian cc cairran merah pekat disekitarnya. Namja itu membuang pandangannya dengan setetes air mata yang jatuh dari pelupuk matanya. Ditariknya nafas panjang sebelum berjalan menuju sebuah lemari yang cukup besar dengan dua pintu dan terlihat begitu elegan berdiri kokoh di sudut ruangan yang ternyata kamar tidak jauh dari sebuah ranjang king size yang sudah tidak karuan bentuknya dengan beberapa robekan panjang dan bulu angsa yang bertebaran.

Perlahan tangannya mencoba untuk membuka lemari yang ternyata dikunci itu. Tangannya meraih sebuah pistol kedap suara yang sejak tadi ada dalam genggamannya. Hendak menembak pintu atau kaca hamper seukuran dengan tubuhnya itu. Namun kembali pistol itu diturunkan mengingat ada seseorang di dalam sana. Tangannya mengetuk pintu berusaha mecari tahu dimana seseorang itu berada.

"baby~ kau dengar samchon? Kau dimana?"tanyanya lembut. Suaranya terdengar sedikit serak.

"hiks…" hanya isakan yang menjawab. Sekali lagi diketuknya pelan pintu itu takut membuat seseorang yang ada di dalamnya takut atau mungkin kaget.

"kau jawab samchon ne. ahjussi akan mengeluarkanmu dari sana"tetap dengan nada lembut berusaha mencari asal suara tersebut.

Tanpa sadar telinganya menajam. Berusaha mendengarkan suara sekecil apapun.

"hiks…"

Bibirnya sedikit terangkat membentuk sebuah senyum lembut yang tidak siapapun melihatnya saat ini. Namja itu memundurkan sedikit langkahnya dan sepersekian detik kemudian kakinya melayang kea rah pintu tanpa kaca tersebut hingga membuat sebuah lubah yang tidak besar namun perlahan membesar seiring dengan tendangan yang dilayangkannya. Senyumnya lagi-lagi tersungging ketika berhasil membuka paksa pintu lemari yang padahal sudah jelas tidak ada siapapun disisi tersebut.

Mata namja itu tampak menjelajah setiap badan lemari besar yang ternyata tidak bersekat di bagian paling bawah. Sebuah koper besar tergeletak disana dan sebuah koper berukuran tanggung disampingnya. Tampak sebuah siluet disisi yang lain membuatnya menarik nafas lega meski hanya sedikit.

"baby~ kau tetaplah berada disudut itu. Jangan berpindah. Samchon kan membukakan pintunya untukmu. Arrachi?"

Setelah berkata demikian, namja itu mengarahkan kembali mulut pistol pada bagian kunci lemari dan menembaknya tanpa suara. Ditariknya dengan cepat pintu tinggi itu dan mendapati sosok namja kecil berusia 7 tahun tengah meringkuk disudut lemari dengan kaki ditekuk hingga lutunya menempel dadanya. Keduan tangan kecilnya memeluk lutut dengan kepala yang tertopang diatas lututnya. Matanya menatap kosong kedepan. Sinar ketakutan tampak jelas disana dan isakan lirih masih terus terdengar. Tidak mempedulikan sosok yang tengah berjongkok dihadapannya dan hanya terus pada posisinya. Sang namja yang mengaku sebgai ahjussi-nya itu tak mampu menahan air matanya lebih lama lagi. Dibiarkannya air matanya menganak sungai dipipinya dan segera mengambil namja kecil itu dalam gendongannya.

Kakinya bergerak perlahan melangkah keluar dari kamar yang sudah berantakan sana sini. Sedangkan namja kecil itu, matanya menangkap sosok namja cantik yang biasa dipanggilnya umma itu tertelungkup dilantai dingin dengan cairan merah pekat mengelilingi tubuhnya. Setelah sampai diluar kamar, matanya menangkap beberapa tubuh yang bergelimpangan disepanjang lorong dan tangga spiral mansionnya. Ketika menatap ruang keluarga, tatapan matanya semakin kosong. Cahayanya menghilang. Sinarnya sudah mati. Seolah dirinya adalah mayat yang baru saja diidupkan kembali oleh Tuhan tanpa tahu apapun.

Tatapan namja kecil itu jatuh pada sosok tegap yang selalu melindunginya. Menyayanginya dan selalu menyemangatinya dalam keadaan apapun. Namja itu menangis keras ketika matanya jatuh menatap sosok appa-nya yang sudah tidak bernyawa. Sosok yang telah pergi selamanya meninggalkannya di dunia yang begitu kejam.

Matanya kembai menelisik ruangan yang biasanya menjadi tempat berkumpulnya bersama bumonimnya. Sekedar menonton televise atau bahkan hanya sekedar untuk bercerita tentang harinya. Ruangan yang beberapa jam yang lalu masih terasa hangat itu, kini berubah tak ubahnya seperti sebuah ruangan pendingin. Begitu dingin dan suram. Senyum yang sempat terukir disofa yang tadinya berwana putih namun sekarang berubah menjadi merah di beberapa bagian.

Matanya bisa menangkap banyaknya selongsong peluru yang bertebaran sepanjang jalan yang dilewatinya. Beberapa proyektilnya menancap di badan sebuah piano tua tidak jauh dari sofa. Piano tua yang kini tampak begitu mengenaskan. Begitu banyak proyektil yang bersayang disana seolah baru saja digunakan sebagai tempat persembunyian.

Di depan pintu rumahnya yang begitu lebar itu, beberapa tubuh tampak tergeletak dengan luka tembak atau sayat ditubuh. Tubuh kecilnya didudukkan di jok samping kemudi samchon-nya. Sama sekali tidak melakukan apapun dan seolah samchon-nya mengerti, dia hanya mampu menatap sendu sosok kecil yang kini menjadi yatim piatu itu. Dipasangkannya seatbelt pada tubuh kecilnya dan perlahan Jaguar XJ Silver itu melaju pelan melewati gerbang besar nan kokoh di depan sana. Masih dengan pemandangan yang sama. Beberapa tubuh bergeletakan disana semakin membuat siapapun ngeri dibuatnya.

.

.

.

Jaguar itu perlahan masuk ke dalam sebuah rumah besar di sebuah kawasan elit di pusat kota Seoul. Setelah perjalanan melelahkan yang memakan waktu lebih dari dua jam, akhirnya ahjussi dan keponakan kecilnya itu sampai di kediaman samchon-nya yang terlihat jauh lebih hangat jika dibandingkan dengan keadaan rumah namja kecil itu.

"nah baby, kita sudah sampai. Ayo turun."ucapnya dengan senyum meski tidak mendapat balasan dari namja yang menatap kosong ke depan.

Perlahan dilepaskannya seatbelt yang masih membelenggu keponakan kecilnya dan turun untuk kemudian menggendong –lagi- namja yang masih belum mau bicara itu.

"Kangin-ah. apa Wookie baik-baik saja?" seorang namja cantik menyambutnya di depan pintu saat namja yang bernama Kangin itu baru turun dari mobil dengan namja kecil yang dipanggil Wookie tadi dalam gendongannya.

"seperti yang kau lihat dan kau sudah membaca pesanku kan? Sepertinya Wookie begitu shock."

"baiklah. Ayo cepat masuk. Kasihan Wookie"

Dua namja itu membawa Wookie ke sebuah kamar yang sudah disiapkan selama mereka dalam perjalanan tadi. Dibaringkannya tubuh lemah yang tampak seperti mayat hidup itu di sebuah ranjang yang cukup besar dan hangat. Menyelimutinya hingga dagu dan masih tetap menungguinya karena namja kecil itu bahkan tidak mau memejamkan matanya barang satu menit. Bahkan berkedip pun bisa dihitung berapa kali dalam satu menit. Seolah jika dirinya berkedip terlalu sering, maka apa yang ada di hadapannya ini akan hilang dan dirinya akan sendiri lagi seperti beberapa saat yang lalu.

"aku akan meminta beberapa orang untuk membersihkan rumah Hankyung dan Heechul Hyung. Kau temanilah Ryeowook sampai dia tidur,Teukkie Hyung." Namja itu –Kangin- berucap pelan pada namja bernama Teukkie yang merupakan 'istri'nya.

"ne, Kangin-ah. aku menegerti." Balas Teukkie dengan senyum angelic-nya.

Kangin baru saja akan berbalik ketika sebuah suara lirih terdengar indra pendengarannya

"samchon~"

Kangin menatap Leeteuk –Teukkie- dengan terkejut bercampur senang

"cukup bersihkan mayat-mayat itu dan darahnya saja. Biarkan semua selongsong dan proyektil peluru itu tetap pada tempatnya. Lalu ganti ranjang umma dan apa dengan yang baru. Perbaiki lemari yang samchon rusak tadi lalu kunci semua pintu dan gerbangnya. Aku juga ingin samchon membiarkan piano itu tetap disana. Apakah bisa, samchon?" Tanya Ryeowook menatap sang samchon dengan tatapan kosong.

Kangin –sang samchon- menatap Leeteuk dengan tatapan bertanya yang dijawab anggukan mantap oleh Leeteuk. Saat ini yang ada di pikirannya hanyalah sosok namja manis yang mungkin akan berubah sebentar lagi.

"ne. samchon mengerti, Wookie" jawab Kangin dengan sedikit terpaksa dan melangkahkan kakinya keluar kamar yang mulai saat ini akan ditempati Ryeowook.

Apa jadinya rumah itu jika semua selongsong dan peluru itu tidak dibersihkan? Tapi apa yang bisa dilakukannya? Ini adalah permintaan –atau perintah- namja kecil berstatus keponakannya yang menyandang gelar ahli waris dan penerus dari seorang mafia kelas kakap yang saat itu sudah tiada.

Terdengar konyol mungkin, ketika kau yang bahkan jauh lebih tua malah menuruti permintaan yang lebih mirip perintah dari seorang namja berusia 7 tahun yang bahkan merupakan keponakannya sendiri. Tapi itulah. Meski baru berusia 7 tahun, setidaknya namja kecil nan manis itu sudah tahu banyak tentang pekerjaan sang appa. Bahkan di usianya yang masih kanak-kanak itu dirinya sudah tahu apa itu yang namanya proyektil peluru dan selongsong peluru. Namun meski begitu, tetap dirinya adalah seorang anak yang masih polos pikirannya.

"aku…. Akan membuat mereka menyesal telah melakukan itu pada umma dan appa-ku"

.

.

.

Tibici

.

.

.

Ichi baru nonton MV.a Bang Yong Guk ft Yang Yoseob dengan judul yang sama. Langsung deh kepikiran nih fict. Tapi gag tahu jadinya nanti gimana. Gag sekali juga sih nontonnya. Udah beberapa kali dan baru sempet nulis nih fict. Hehehe~~

Dengan sedikit 'bumbu' dengan tema 'black world' yang gag pernah terpikir sama sekali sama Ichi, Cuma beberapa kali baca fict dengan genre kayak gitu. Semoga memuaskan ne^^

Kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan tangan terbuka asal BUKAN BASHING! Oke ^.^

Jangan lupa review yah^^ Gomawo~~ *bow 900*