..;..

"Kagami Taiga desu, yoroshiku onegaishimasu."

Pria bersurai merah-hitam membungkuk di hadapan beberapa orang berseragam koki dan pelayan. Mulai hari ini ia akan menjadi salah satu pegawai sebuah restoran yakiniku yang terletak di pojok kota distrik 20, Tokyo.

Umurnya baru 21 tahun, saat ini sedang kuliah di Kamii University jurusan Ekonomi. Ia memutuskan kerja sambilan demi membeli hadiah untuk ulang tahun pacarnya.

"Nah, minna-san. Kagami-kun akan membantu mulai sekarang, bekerja samalah dengannya." Ucap seorang pria tua yang manajer restoran. Semua orang menyambut ramah Kagami, bahkan ada yang terpesona dengan ketampanan Kagami. Dan ketika ia bilang sudah punya pacar raut wajah mereka berubah nelangsa.

.

Kamiya Chizuru presents

Unravel

Aomine x Kagami x Kuroko

Drama – Tragedy

Knb © Fujimaki Tadatoshi

.

Ini sudah seminggu Kagami melihatnya duduk sendirian dan memesan banyak daging sekali makan. Di temani secangkir kopi yang berkali-kali minta ditambah.

Bukannya Kagami rasis atau apa sih, tapi dia memang jarang melihat warna kulit yang gelap dan berotot. Meski ia juga sering surfing, kulitnya tidak pernah sehitam itu.

"…-i… Oi… Oi…"

Suaranya berat terkesan lelah dan malas, tapi fisiknya atletis. Pandangan matanya tajam dan ada kerutan di dahinya. Kagami menebak, orang itu berumur 30-an.

"Oi! Bakagami!"

"E-EH?"

Pria berkulit coklat dan berambut biru itu tersenyum remeh pada Kagami.

"Mau apa kau, Ahomine?!" Kagami mendekati meja Aomine.

Benar, mereka saling mengenal karena Aomine membaca tagname Kagami sejak ia pertama bekerja disini, dan tanpa malu-malu pria itu memperkenalkan dirinya. Dan kejadian seperti ini sudah berkali-kali terjadi di tempat dan waktu yang sama.

"Yare yare, kopinya nambah dong." Aomine mengangkat cangkir kosongnya ke hadapan Kagami.

"Gez, kau membuatku susah. Aho." Kagami jengkel.

"Nah, kau manis kalau ngambek gitu."

"Hah? Kau bodoh ya?!" Kagami mengangkat nampan, bersiap memukulkannya pada Aomine.

"Hei kau membuat pelanggan takut."

Pertengkaran mereka memang kasar, tapi justru terliat unyu dan malah ada beranggapan mereka pasangan yang mesra.

"Bukan pasangan!" Aomine dan Kagami kompak berteriak.

.

Aomine sedari tadi menatap Kagami yang beda dari biasanya. Hari ini laki-laki itu lebih banyak tersenyum daripada nantang berkelahi padanya. Moodnya bagus, itulah yang dipikirkan Aomine. Ia menyeruput kopi panasnya sambil melihat jalanan kota di malam hari yang tampak lenggang.

Pintu restoran bergaya khas jepang terbuka, seseorang bertubuh kecil dan sangat kurus berambut biru laut dan memakai penutup mata di sambut meriah oleh Kagami.

"Kuroko! Akhirnya kau datang juga."

Aomine tersenyum, rupanya ini yang membuat pemuda itu terlihat senang. Pacarnya datang berkunjung.

Kuroko menyerahkan mantelnya pada Kagami untuk di gantungkan. Ia duduk di meja dekat pintu masuk, menyapa beberapa pelayan yang mengenalnya. Kagami bekerja disinipun atas rekomendasi Kuroko yang sudah lebih dulu menjadi pelanggan tetap restoran ini.

Pesanan satu porsi daging dan secangkir kopi siap di nikmati Kuroko. Kagami menemani Kuroko duduk sambil mengobrol, restoran tidak begitu ramai jadi dia bisa leluasa menikmati waktu dengan pacarnya. Kagami banyak bercerita tentang pekerjaannya sementara Kuroko hanya makan dan sesekali tersenyum dan menanggapi pernyataan Kagami. Berpacaran dengan Kuroko adalah hal yang sangat Kagami inginkan sejak pertama kali masuk bangku kuliah.

Aomine tersenyum pada Kuroko ketika mata mereka bertemu.

.

Ring ring ring

Sewaktu-waktu memang ada yang memesan daging mentah untuk di masak sendiri dirumah, biasanya jika seseorang mengadakan acara pesta barbeque, restoran ini akan mengantarkan pesanan daging beserta saos khas restoran yang sangat di nikmati pelanggannya.

"Moshi-moshi, konnichiwa, Restoran Yakiniku distrik 20, disini." Gadis berambut coklat pendek mengangkat telefon.

"Hai, Hai.. Kise-kun? Hmm hmm.. baik, daging 3 kilogram. Baik akan segera kami antar. Arigatou gozaimassu." Riko –nama gadis itu. Mencatat alamat dan banyaknya pesanan daging.

"Teppei! 3 kilo daging segar untuk rumah nomor 10 di blok 5." Riko menyerahkan secarik kertas pada pemuda tinggi besar yang di panggil Teppei.

"Oh. Maaf, Riko aku masih ada pekerjaan."

"Heh,, begitu." Ia pun mencari orang lain yang bisa disuruh tanpa bisa menolak, "Ah. Kagami-kun? Tolong antarkan pesanan ini." Riko mendekati Kagami yang sedang menyapu.

Kagami menerima kertas dari Riko dan menyanggupi perintah wakil manajernya itu.

.

Kagami berhenti mengayuh sepedanya, berhenti di sebuah rumah tua di blok 5. Ia melihat nomor yang tertera di pintu, ya dia sudah ada di rumah yang benar, nomor 10. Tapi keadaannya jauh dari kesan hidup, malah lebih mirip rumah hantu dari luar.

Bangunannya megah, tapi kusam dan tidak terawat.

Kagami takut, berkali-kali bulu kuduknya merinding.

"Permisi… Kise-san?"

Takut sih, tapi malu dong sama badan bongsor berotot masa kalah sama hantu? Kagami tetap membuka pintu dan berjalan memasuki rumah. Sampai di pintu utama, dia mengetuknya beberapa kali.

Belum ada jawaban.

Kagami kembali mengetuk.

Ceklek.

Pintu bergaya eropa itu terdecit, terbuka. Seseorang berambut navy blue dan berkulit coklat bertelanjang dada membuka pintu tanpa rasa berdosa. Six packnya membuat air liur Kagami menetes pemirsah!

"O. Kagami?"

Sejak terakhir kali mereka bertemu kira-kira dua minggu yang lalu, Aomine nampak lebih kurus. Walaupun six packnya masih terlihat jelas, tapi Kagami paham jika keadaan Aomine tidak sebaik biasanya.

"Kau yang memesan Yakiniku?" Kagami mengangkat bungkusan daging.

"Bukan, sepertinya Kise yang pesan."

"Kise? Pacarmu?" Kagami tertawa renyah.

"Bukan, dia pembantu gw, masuk." Nadanya terkesan bercanda, Aomine membuka pintu lebih lebar.

"Hah? Ngapain, ogah gw." Kagami bertahan di tempat.

"Bawel, duit gw di dalem, masuk aja bentar, bego." Kesel di bilang bego, tapi denger kata 'duit' akhirnya Kagami masuk juga. Matanya mengamati perabotan di dalam rumah, layaknya rumah normal lainnya. Bahkan barang-barangnya terlihat mahal tapi antik.

Aomine mempersilahkan Kagami duduk di sampingnya.

"Lebih baik cepet bayar, gw banyak kerjaan."

"Duit gw di Kise, bentar lagi juga pulang, lagi di pergi dia." Mau bagaimana lagi, Kagami dengan bodohnya menurut dan duduk di samping Aomine yang masih santai bertelanjang dada.

Kagami diam, tidak tahu harus membicarakan apa.

"Kagami."

"Hm?"

Brugh!

Aomine menimpa tubuh Kagami dan memenjarakannya di kedua tangannya.

"Eh, apa-apaan?" Kagami mendorong-dorong tubuh Aomine tapi gagal, Aomine lebih kuat dari Kagami.

Aomine mengendus Kagami dibagian leher, wajah Kagami memerah di goda seperti ini. Nafas hangat Aomine berganti jadi basahnya air liur, berganti lagi menjadi gading kenyal yang menyapu lehernya membentuk garis lurus dari bawah kuping sampai bahu.

Kaos Kagami sudah menghilang entah sejak kapan.

Kagami ingin berteriak tapi lehernya tercekat dan tidak bisa mengeluarkan suara apapun termasuk desahan.

Aomine sudah sampai menjilati dada Kagami dan turun sampai inti tubuh, ia kembali lagi ke leher dan membisikan sesuatu untuk korbannya.

"Itadakimassu…"

Crash!

"Aaaagghhh…" Suara itu akhirnya terdengar, mata Kagami hampir keluar merasakan sakit akibat gigitan taring Aomine di lehernya. Rasa sakit itu berangsur berubah menjadi memabukkan. Ada suatu cairan yang Aomine masukan melalui giginya kedalam tubuh Kagami.

Tangan Kagami mendorong kepala Aomine supaya menghisapnya lebih dalam, panas, nikmat dan melegakan, mirip seperti perasaan orgasme.

.

Tangan Kagami terkulai lemas.

Wajahnya pucat tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan.

Aomine berdiri dan menyeka darah yang menetes dari mulutnya, tubuhnya kembali segar setelah berhari-hari tidak meminum darah sebanyak ini.

"Aomine-kun, kau tidak membunuhnya?"

Muncul suara dari belakang Aomine. Kuroko sudah melihatnya sedari tadi, sampai ia bosan berdiri. Rambut biru mudanya acak-acakan, tubuh putih mulusnya hanya berbaluk kemeja putih kebesaran yang menutupi sampai pangkal paha. Penutup mata yang biasanya ia pakai entah hilang kemana, satu mata yang biasanya di tutupinya kini terlihat. Bola matanya berwarna hitam dengan inti mata merah ruby, urat-urat matanya terlihat jelas.

Kuroko mendekati Aomine dan memeluknya manja.

"Kau ingin menjadikannya vampire?" Aomine adalah vampire darah murni, ia bisa seenaknya membuat kaumnya bertambah.

Sebagai vampire murni, darah bukanlah hal yang utama. Dia hanya menghisap darah jika ingin. Membunuh manusia sudah jarang ia lakukan, jika Kuroko sedang malas, dia akan membawakan berkantung-kantung darah yang di beli dari rumah sakit.

Kuroko nyaman rambutnya dielus lembut oleh tangan Aomine.

"Itu tergantung padanya Tetsu, jika dia kuat bertahan dari racunku. Ia akan bangkit kembali." Kuroko menatap kasihan pada mayat Kagami.

Sudah bukan hal baru ia membawakan makanan untuk Aomine, biasanya setelah Aomine puas menghisap darahnya, Kuroko mendapatkan jatah dagingnya. Beruntung ia hanya setengah ghoul, ia tidak perlu makan sebanyak ghoul biasa. Satu tubuh manusia cukup untuk sebulan.

Dan jika terpaksa, ia bisa makan daging manusia di kedai yakiniku langganannya.

"Mou, kalian membunuhnya?" Kise yang baru datang kesal karena tingkah kedua temannya.

"Aku akan memberitahu Kagetora-san nanti." Seakan sudah hal wajar, Kuroko mengatakan hal itu dengan ekspresi tanpa beban.

.

.

.

.

.

.

.

A/N Akhirnya terkabul juga bikin ff ginian. Mwahahahahah aneh ya? Aneh ya? Ah bodo yang penting lega udah nyalurin ide pake tangan sendiri, walopun banyak tipo dan miss dimana2, eyd yang mungkin acak kadut, alur yang kecepetan karena emang ga pengen ngelama-lamain durasi waktu hidup Kagami wahahahaha

Judul di ambil dari TK from 凛として時雨 ostnya Tokyo Ghoul. Dan banyak anime yang menginspirasi FF ini salah satunya ya Tokyo Ghoul punyanya Sui Ishida. Aku bikin tokoh Kuroko mirip Kaneki, itu juga sengaja. Njir, gw lagi gila Kaneki pokoknya.

Ada bagian Aomine ngomong pake bahasa gaul ya itu juga mengindikasikan kalo Aomine nyaman ngobrol sama Kagami, semacam hint aokaga paling minim sih.

Yap, yang udah baca di mohon KOMEN/REVIEW/KRIPIK(?)/SARANNYA.

Arigatou.

.

.

Kamiya.

.

.

.

OMAKE

Matanya terbuka perlahan, membiasakan cahaya yang menubruk sadis kornea matanya. Ia mencoba mengingat dimana ia berada.

Ia ingin mengeluarkan suaranya tapi tidak bisa, tenaganya habis terkuras. Menggerakkan tangannyapun perlu usaha ekstra.

Lehernya yang terasa sakit dipaksa menoleh ke kiri.

Seseorang dengan cengiran khasnya duduk melipat kaki, ekspresi wajahnya tampak puas. Rambut biru tuanya tertiup udara pagi yang dingin.

"Ohayou, Kagami."

.

.

.

FIN

.