The Moon
Promise
Kaisoo as main pair
GS! Rated T
Angst
.
.
.
Author by rerudo95
Cerita ini murni ide sendiri. Terinspirasi dari beberapa drama korea. Genderswith untuk Kyungsoo dan beberapa cast yang lain. Ada beberapa kutipan yang saya ambil dari drama korea
Jika ada kesamaan dengan cerita lain, semua hanya unsur ketidaksengajaan.
Don t like, don t read
RnR
Happy Reading
.
.
.
Menatapmu adalah terlarang. Mencintaimu adalah dosa. Namun disinilah kini aku berada menatapmu dan mencintaimu dalam diam. Sekalipun aku dihukum mati, aku tak akan menyesal karena telah mencintaimu.
Seorang gadis mengintip malu-malu dari balik pohon besar yang menyembunyikan tubuhnya yang mungil. Senyum terus merekah dibibir merahnya menatap dua pria tampan yang tengah beradu pedang. Ia memekik saat melihat pria berhanbok merah beberapa kali terjatuh dan hampir tertebas pedang.
Helaan nafas lega keluar dari bibirnya melihat pria itu tersenyum. Menerima uluran tangan sang pria berhanbok biru. Setelah puas memandang, gadis dengan hanbok yang terlihat lusuh dan kusam itu berbalik pergi.
Ia meremas baju bagian dadanya. Merasakan detak jantungnya yang keras dan menyakitkan. Ia menggeleng pelan. Menangkis setiap perasaan sakit yang datang bertubi menyerangnya. Hatinya telah memilih, dan ia telah mengambil keputusan. Cinta terlarangnya, biar ia simpan sendiri.
…
Dua pria dewasa mengayunkan pedang satu sama lain. Menyerang dan menangkis dengan tangkas. Kemampuan mereka bisa dibilang berada dalam tingkatan yang sama. Sebab sejak tadi tak ada satupun yang terluka maupun terancam dengan pedang.
Mereka saling menatap tajam. Tak ada niatan untuk menyerah. Mereka juga tak memedulikan baju sutra mereka kotor terkena noda tanah yang basah. Mereka hanya focus mencari kelemahan lawan. Menyerang lagi dan lagi. Namun rupanya rasa letih membuat salah satu dari mereka lengah. Kesempatan baik untuk menjatuhkan pedang lawan.
Dengan cara yang anggun, sang pria dengan hanbok biru memasukkan pedang kedalam sarungnya kembali. Pancaran matanya kembali melembut, berkarisma dan tenang. Sedang pria berhanbok merah gelap tersenyum dengan nafas terengah.
" Kau memang tak tertandingi, hyung. " ucap pria berhanbok merah. Seseorang yang dipanggil hyung mengangguk sopan. Meskipun ia jauh lebih tua, derajat mereka berada ditingkat yang jauh berbeda.
" Kemampuan Anda sudah banyak berkembang, Yang Mulia. " sang pria berhanbok merah berdecak kesal. Ia mengambil kembali pedangnya yang terjatuh.
" Bukankah kita sedang tidak berada di istana, hyung. Berhenti memanggilku dengan panggilan itu. " sang pria berhanbok merah memandang jauh ke dalam pelataran rumah bangsawan Park. Juga rumah kakak sekaligus pembimbingnya dalam latihan pedang, Park Chanyeol.
Mata pria itu terus bergerak, seolah mencari sesuatu. Atau mungkin seseorang.
" Kyungsoo sedang pergi ke kuil dengan ibuku. Kau tidak akan bertemu dengannya hari ini. "
Perasaan kecewa terlihat jelas melalui raut wajahnya. Ia menepuk sisa debu pada pakaian mahalnya dan beranjak pergi.
" Yang Mulia, apa yang kau harapkan dari budak seperti Kyungsoo? " pria itu berhenti berjalan.
" Tidak ada. Hanya saja aku belum membuatnya kesal hari ini. Itu terasa kurang lengkap. " Kim Jongin, pria berhanbok merah tadi, meraih tali pengekang kuda miliknya. Latihan hari ini sudah cukup. Ia masih memiliki kelas membosankan lainnya di istana. Statusnya sebagai putra mahkota, calon raja selanjutnya, membuat ia terasa di penjara. Ia sering merasa bosan sehingga ia akan pergi kerumah Chanyeol dan berlatih pedang. Sebagai bonus, ia akan menjahili Kyungsoo. Budak yang keluarga Park beli dari rumah gisaeng beberapa tahun lalu.
" Aku harus kembali hyung. Jangan katakan pada kasim Han jika aku mampir kesini. "
…
Matahari telah kembali ke peraduannya. Berganti dengan bulan yang mengintip malu-malu dibalik awan gelap. Sepinya malam tak membuat Chanyeol dapat tertidur dengan mudah. Ia lebih senang memanfaatkan waktu-waktu seperti ini untuk membaca.
Tiba-tiba matanya memincing tajam. Menatap keluar jendela. Tak ada apapun selain angin yang berhembus dingin.
Chanyeol menutup bukunya. Melangkah keluar demi menikmati malam. Namun sayang bulan telah menghilang. Tertutup awan gelap pekat. Dengan penuh wibawa ia menyilangkan tangannya kebelakang tubuhnya. Berjalan menuju halaman belakang rumah besar milik keluarganya.
Tanpa sengaja ia menatap kamar ayahnya. Lampu masih menyala, menandakan jika sang pemilik belum tertidur. Chanyeol mengurungkan niatnya untuk memberi salam saat melihat siluet orang lain di dalam kamar sang ayah. Mungkin seorang tamu.
Ayahnya yang kini berusia hampir tujuh puluh tahun masih dipercaya sebagai penasihat Raja yang sekarang. Itulah sebabnya mereka tidak asing lagi jika ada pejabat maupun abdi Raja yang datang dimalam hari seperti ini.
Chanyeol kembali melanjutkan langkahnya. Menuju sebuah kamar yang terpisah cukup jauh dari rumah utama. Lebih tepatnya rumah bagi para budak. Ah, kini hanya ditempati oleh satu orang saja.
Bibir Chanyeol melengkungkan sebuah senyum hangat melihat Kyungsoo yang kini duduk di depan kamarnya. Memandang langit gelap dengan seekor kucing hutan di pangkuannya. Sampai saat ini Chanyeol masih heran bagaimana gadis sepolos dan selemah Kyungsoo sanggup menaklukkan seeokor kucing hutan yang kerap menyelinap masuk dan mencuri persediaan ikan asin dirumahnya.
" Kau belum tidur? " ujar Chanyeol. Kyungsoo terkejut melihat tuannya datang. Ia segera melompat berdiri. Membuat kucing liar itu terkejut. Kyungsoo membungkuk, memberi salam hormat yang dalam.
" Anda sendiri mengapa belum tidur tuan? " Chanyeol melewati Kyungsoo dan duduk di tempat yang dipakai gadis itu sebelumnya. Ia menatap kucing hutan yang ukurannya hampir sama dengan anjing kampung berusia satu tahun. Desisan yang menandakan ketidaksukaan ia terima dari si kucing. Mungkin hewan berbulu kuning terang itu masih menyimpan dendam karena ia pukul dulu.
" Duduklah. " Kyungsoo terlihat sungkan. Bagaimanapun Chanyeol adalah tuannya. Dan ia sebagai budak tak layak berada satu tempat dengannya.
Seolah bisa membaca pikiran Kyungsoo. Chanyeol mengambil inisiatif menarik tangan Kyungsoo untuk duduk.
" Tak apa. Tapi tolong jauhkan kucing itu dariku. Sepertinya ia siap menerkamku kapan saja. "
Rongrong masuk. " perintah Kyungsoo pada kucingnya. Setelah menatap Chanyeol lama, akhirnya kucing itu menurut. Masuk kedalam kamar Kyungsoo. Namun entah mengapa Chanyeol masih bisa merasakan tatapan tajam itu.
" Aku tak tahu mengapa ia menurut padamu. "
" Hewan memiliki perasaan yang sensitive. Ia bisa merasakan mana orang jahat dan mana orang baik. "
" Jadi aku orang jahat? " Kyungsoo tersenyum dan menggeleng. Chanyeol memang terlihat mesterius. Namun Kyungsoo yakin Chanyeol adalah orang baik. Sedangkan tanpa Kyungsoo sadari, Chanyeol tengah merasa seperti ditampar dengan tangan tak kasat mata. Ia segera tersenyum, menyembunyikan hal-hal yang berkecamuk dalam hatinya.
" Jadi apa yang membuatmu belum tertidur ? "
" Bulannya menghilang. Sudah seminggu ini, bulan tidak terlihat. " Chanyeol ikut memandang kelangit. Benar, sudah seminggu bulan terus menghilang. Membuat malam-malam menjadi lebih gelap dan dingin. Chanyeol mengepalkan tangannya resah mendengar lanjutan kalimat Kyungsoo.
" Kata mendiang ibuku, jika bulan menghilang maka akan terjadi perang yang besar. Itulah kenapa hamba merasa cemas. "
" Tidak akan terjadi apa-apa. " ujar Chanyeol dengan nada rendah yang misterius.
" Jika pun nanti terjadi sesuatu aku akan melindungimu. "
" Terimakasih tuan. Tapi bukankah seharusnya hamba melindungi tuannya? " ucap Kyungsoo sambil tersenyum.
" Bisakah saat kita sedang berdua, jangan memanggilku tuan? " Kyungsoo memandang Chanyeol lama. Mencoba memahami makna tersirat dalam tatapan dalam tuannya. Kyungsoo bukannya tidak mengerti. Namun ia tidak layak.
" Tidakkah kau ingin memanggilku kakak? " Kyungsoo menunduk. Menyembunyikan matanya sehingga yang dilihat Chanyeol adalah senyum dibibirnya.
Lagi-lagi Chanyeol hanya bisa menghela nafas panjang. Kyungsoo terlalu keras kepala untuk diyakinkan. Selama ini ia selalu memimpikan seorang adik perempuan. Seseorang yang bisa ia lindungi dan berbagi banyak hal. Dan saat ia bertemu Kyungsoo pertama kali ia sungguh ingin menjadikan Kyungsoo sebagai adiknya.
Takdir memang kejam. Semua diatur menurut kasta, harta dan tahta. Selama ini tak ada yang mau melewati batas itu. Menjadi hal tabu ketika seorang bangsawan memiliki hubungan dekat dengan seorang budak. Tidak bisa memilih seorang yang benar-benar ia cintai karena ikatan perjodohan yang para orang tua buat.
" Hamba tidak berani tuan. Hamba tidak layak. " Chanyeol hendak membuka suaranya lagi namun bayangan di hutan gelap menarik perhatiannya. Matanya menyipit memastikan kira-kira siapa. Jantungnya berdegup senang dan was-was disaat yang bersamaan.
" Kyungsoo masuklah. Tidak baik seorang gadis tidur terlalu larut. " Kyungsoo mengangguk. Tak berani membantah atau bertanya mengapa tuannya ini memerhatikan kegelapan di balik tembok pagar. Ia tahu ada seseorang yang datang, hatinya mengatakan begitu. Namun sekali lagi tak ada pilihan baginya selain menurut.
Ia masuk kedalam kamarnya yang gelap. Kucing hutannya meringkuk diatas alas tidur yang biasa digunakannya. Matanya terpejam namun telinganya terangkat waspada.
Kyungsoo mengintip dari lubang pintu kamarnya. Ia melihat Chanyeol melompat tembok pagar yang tingginya sedada orang dewasa. Ia terkagum melihat bagaimana mudahnya Chanyeol melakukannya. Bahkan tak bersuara sedikitpun. Seolah tubuhnya seringan kapas.
Namun ada yang lebih mengganggunya. Mengapa Chanyeol pergi kesana?
...
Tanpa penerangan apapun Chanyeol dengan mudah menemukan sebuah gubuk tua di dalam hutan. Tempat tersembunyi dimana hanya dirinya dan seseorang yang tahu. Perlahan ia membuka pintu tua itu. Siapapun yang mendengar deritnya memilih lari karena terdengar sangat menakutkan.
Dengan pendar cahaya kecil lilin yang seseorang bawa, Chanyeol bisa melihat seseorang berdiri disana. Dengan jangot* yang masih menutupi kepalanya.
Paru-paru Chanyeol dipaksa bekerja dua kali lebih keras. Sesak karena aroma orang itu juga kerinduannya yang membuncah.
Mendengar pintu yang kembali ditutup. Orang itu jangot nya. Menampakan sesosok wanita cantik dengan yeongjam* pada sanggul rambutnya. Chanyeol tahu seharusnya ia membungkuk hormat. Tidak. Seharusnya ia tak menemui wanita ini. Karena sama saja ia telah melakukan dosa besar.
Namun tubuhnya tak pernah sesuai dengan otaknya. Seluruh sisten sarafnya seolah selalu menuruti kata hatinya. Ia mengambil langkah lebar. Merengkuh wanita yang menjadi duri dalam dagingnya. Wanita yang ia cintai namun bukan miliknya. Sang putri, istri dari sahabat dekatnya. Byun Baekhyun.
" Aku merindukanmu. " bisik Baekhyun mengikis kembali akal sehatnya. Ia mengecup pelipis Baekhyun sebagai ungkapan bahwa ia lebih merindukan wanita itu.
Pelukan mereka terlepas ketika Baekhyun menarik diri. Ia mengambil sesuatu dari saku lengannya. Sebuah gulungan kertas. Chanyeol menatap wanita itu.
" Ada titipan dari ayah untuk tuan Park. Yang Mulia mulai melakukan gerakan. Kita harus berhati-hati. " Chanyeol bimbang. Hatinya berkecamuk. Jika menurut Kyungsoo ia adalah orang baik maka gadis itu salah besar. Ia hanya seorang serigala yang bersembunyi dibalik bulu domba. Ia penghianat, meskipun sesungguhnya ia tak ingin.
Pelukan Baekhyun menyadarkannya dari lamunan. Rasanya hangat. Seolah Baekhyun mampu mengisi kembali ruang dalam hatinya yang kosong.
" Tinggal sebentar lagi dan kita akan kembali bersama. " bisiknya.
Chanyeol mengeratkan pelukan mereka. Meremas gulungan kertas yang Baekhyun berikan padanya tadi. Ia meragu. Ia rasa semua tak akan berjalan sesuai yang mereka inginkan. Karena dalam sejarah manapun tak ada kejahatan yang bisa memenangkan kebenaran.
...
" Betapa besar aku mencintaimu, namun engkau tetap tak tahu. namun aku mencintaimu bukan karena supaya menjadi kekasihmu, perasaan ini karena cinta murni. "
Mentari malu-malu mengintip, bias cahayanya membawa kehangatan bagi warga Joseon yang kedinginan karena gelapnya malam. Kyungsoo membuka jendela, membiarkan kucing hutan miliknya pergi menuju hutan di belakang rumah ini.
Hari baru berarti pekerjaan baru. Ia bergegas ke arah dapur. Membantu nyonya Shim menyiapkan sarapan keluarga Park. Kepulan asap yang berasal dari tungku seolah ikut menerbangkan asap-asap membingungkan didalam kepalanya.
Dengan senyum yang cerah Kyungsoo melangkahkan kaki mendekati nyonya Shim. Seorang yang merawatnya sejak ia dibawa ketempat ini lima tahun lalu.
" Selamat pagi nyonya Shim. "
" Ah kau sudah bangun? Tolong masukkan ikan itu kedalam sup. " Kyungsoo langsung melakukan apa yang diperintahkan padanya. Melakukan sisa pekerjaan yang masih terabaikan. Tak lama semua hidangan telah siap untuk diantar.
" Bibi Shim, bolehkah aku pergi keluar hari ini? " bibi Shim tersenyum sayang.
" Baiklah. Nanti setelah pekerjaan kita selesai. "
...
Kyungsoo berjalan dengan bahagia. Ia selalu suka suasana pasar yang ramai. Terlebih saat dirinya berjalan melewati penjual pernak-pernik cantik. Sekalipun ia tak bisa membelinya. Ia sudah cukup senang dengan melihat warna-warna cantik itu.
Ia masih terpaku pada kain-kain cantik itu hingga tak menyadari seseorang mengikutinya. Gumaman kagum telah keluar dari mulutnya beberapa kali saat merasakan halusnya kain mahal itu ditelapak tangannya. Orang yang tadi mengikuti Kyungsoo tak pernah melepaskan pandangannya. Merekam bagaimana mata Kyungsoo yang membulat lucu, bibirnya yang membentuk huruf 'o' saat dirinya kagum dengan sesuatu. Baginya semua yang ada pada Kyungsoo terlalu memikat.
Merasa cukup Kyungsoo menyudahi acara memanjakan matanya. Ia harus segera kembali. Jika tidak nyonya Shim akan kebingungan mencarinya.
" Boo. " Kyungsoo sangat terkejut melihat seseorang yang berdiri didepannya. Wajah mereka terlalu dekat. Bahkan Kyungsoo bisa merasakan nafas orang itu mengenai bibirnya.
" Yang Mul...mmmm. " kalimatnya tak bisa selesai karena pria tadi sudah membekap mulutnya. Jika ia bukan putra mahkota negeri ini ingin rasanya Kyungsoo menggigit tangan yang seenaknya menutup mulutnya.
" Jangan sebutkan kata itu. ", titah Jongin. Kyungsoo mengangguk dan akhirnya ia bisa bernafas lega. Jongin menarik tangannya dan membawa Kyungsoo pergi dari sana.
" Lalu hamba harus memanggil Anda dengan sebutan apa? " Kyungsoo kebingungan sendiri saat hendak memanggil Jongin. Pria itu tiba-tiba berhenti membuat kepala Kyungsoo menabrak bahunya.
" Apa saja. Asal jangan kata itu. "
Kyungsoo pasrah saja saat Jongin menarik tangannya. Pipinya memanas begitu juga hatinya. Tangan Jongin begitu pas menggenggam tangannya. Seolah mereka memang diciptakan untuk saling melengkapi.
Kyungsoo harus kembali menurunkan layang-layang bayangan semunya. Pria yang sedang bersamanya ini adalah putra mahkota. Calon raja yang akan memerintah. Terlebih ia sudah memiliki pendamping. Saejabin* sangat cantik. Kyungsoo pernah melihat lukisan wajahnya saat berita upacara pernikahan mereka tersebar.
Pelan, Kyungsoo melepaskan genggaman tangan Jongin. Pria itu menatapnya bingung.
" Saya harus kembali tuan. " Jongin mengernyit tidak suka. Disaat seperti inilah ia kerap menyalahgunakan kekuasaannya.
" Tidak. Kau harus menemaniku hari ini. Oho, ini perintah. " Kyungsoo langsung menutup rapat mulutnya. Siapa ia bisa membantah perintah raja. Ia kini mengikuti Jongin menuju suatu tempat.
Jongin mengambil seeokor kuda. Ia naik keatasnya dan mengulurkan tangannya. Kyungsoo menatap bingung. Memandang kuda dan tangan Jongin secara bergantian. Bukannya Kyungsoo tak tahu jika Jongin memintanya naik. Tapi ia terlalu takut.
" Tak apa. Naiklah. " ucap Jongin sambil tersenyum menenangkan. Ragu-ragu Kyungsoo menyambut uluran tangan Jongin. Pria itu menggenggam tangannya kuat namun tak menyakitinya. Kyungsoo harus menahan nafasnya saat Jongin memegang pinggangnya. Menariknya untuk mundur hingga punggungnya bersentuhan dengan dada Jongin.
Kyungsoo bingung harus berpegangan pada apa. Jadi ia hanya terus meremas chima miliknya. Ia sibuk menenangkan degup jantungnya yang menggila hingga tak memikirkan kemana Jongin akan membawanya pergi. Barulah ketika suasana menjadi lebih gelap Kyungsoo mulai sadar jika ia dibawa jauh kedalam hutan.
" Tuan, kemana kita akan pergi? " tanya Kyungsoo. Ia bisa merasakan Jongin yang tersenyum dibelakangnya.
" Ke tempat yang indah. "
Jalan yang mereka lalui berbatu dan terjal. Beberapa kali Kyungsoo memekik saat ia kira kuda yang mereka tumpangi akan jatuh. Mengerti ketakutan Kyungsoo, Jongin mengulurkan tangannya yang dibalas gadis itu dengan tatapan bingung.
" Berpeganganlah padaku jika kau takut jatuh. " baru saja Kyungsoo ingin menolak namun kudanya kembali oleng. Dengan cepat Kyungsoo meraih tangan Jongin dan menggenggamnya kencang. Rasa perih yang terasa pada kulitnya tak memengaruhi Jongin sama sekali. Malahan senyum simpul tercetak di wajah rupawannya.
Tak lama Kyungsoo melihat bias-bias cahaya yang menembus celah-celah daun. Ia juga bisa mendengar riak air sungai. Gumam penuh kekaguman berkali-kali Kyungsoo lontarkan saat Kyungsoo melihat sungai kecil dengan air yang bening. Ada sekumpulan bunga liar di pinggirnya.
Jongin lebih dulu turun. Ia membantu Kyungsoo yang masih dalam mode kagumnya. Tanpa berterimakasih Kyungsoo meninggalkan Jongin begitu saja. Berjalan cepat kearah hamparan bunga liar.
Jongin segera mengikat tali kekang kudanya ke sebuah dahan kemudian bergegas mengikuti Kyungsoo. Senyum bahagia gadis itu membuat kebanggaan tersendiri baginya.
" Wah, ini indah sekali. "
" Akan lebih indah saat malam hari. "
" Benarkah? " Jongin berdehem sebentar karena terkejut dengan Kyungsoo yang membalikkan badan kearahnya. Mata bulat itu terlihat bersinar membuatnya hampir lupa dengan kata-katanya sendiri.
" Ya. Akan banyak kunang-kunang disini. Dan disini ada dua bulan. "
" Di dalam air itu? " Jongin tidak terkejut Kyungsoo bisa menebak dengan mudah. Meskipun Kyungsoo hanya seorang budak yang tidak bisa membaca maupun menulis. Gadis kecil itu mempunyai pemahaman yang cepat.
Kyungsoo berjalan semakin ketepi. Menengok wajahnya yang terpantul pada bening air sungai. Ia menggulung lengan jaegori*nya, ingin merasakan dinginnya air itu saat mengenai kulitnya. Namun niatnya kendor saat menyadari ia kehilangan sesuatu. Benda yang selalu ia pakai di pergelangan tangan kirinya.
Ia mulai panik. Ia berkeliling tempat yang sebelumnya ia lewati.
" Ada apa? " tanya Jongin.
" Hamba kehilangan sesuatu. "
" Apa gelang ini? " Kyungsoo mendongak cepat kearah Jongin. Pria itu memperlihatkan gelang ditelapak tangannya.
Kyungsoo menghela nafas lega. Ia mendekati Jongin dan hendak mengambilnya. Namun pria itu bertindak lebih cepat. Jongin mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
" Sepertinya ini sangat berharga. Sebenarnya ini dari siapa? Kekasihmu? " wajah Kyungsoo memerah. Hampir saja Jongin mengira memang gadis itu sudah memiliki kekasih. Namun ternyata Kyungsoo hanya menggeleng.
" Jika bukan bolehkah aku memilikinya? "
" Jangan. ", seru Kyungsoo. Jongin sedikit berjengit kaget karena teriakan Kyungsoo barusan.
" Hamba akan memberikan apapun asal jangan gelang itu. ", lanjutnya.
" Kenapa? "
" Gelang itu satu-satunya kenangan yang hamba miliki dari kedua orang tua hamba sebelum mereka meninggal. " Kyungsoo tersenyum menerima gelang itu kembali. Menyadari raut sendu Kyungsoo, Jongin berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
" Baiklah. Tapi kau berjanji akan memberiku apapun yang aku minta bukan? "
" Ye? Selama hamba sanggup memberinya maka akan hamba berikan. " Kyungsoo memundurkan langkahnya saat melihat Jongin berjalan maju. Dengan cepat Kyungsoo mendorong dada Jongin saat pria itu menarik pinggangnya. Namun Jongin tak berniat melepaskannya. Jadi kini posisi mereka seperti orang yang tengah berpelukan.
" Apa yang Tuan inginkan? " tanya Kyungsoo. Jongin menatap dalam manik mata Kyungsoo. Ada kilatan aneh pada mata pria itu yang tak bisa Kyungsoo pahami. Warna coklat pada mata Jongin seolah menghisapnya masuk dalam pusaran air yang dalam. Terhipnotis sepenuhnya. Kyungsoo tak sanggup menggerakkan tubuhnya saat Jongin mempersempit jarak diantara wajah mereka.
Hingga beberapa saat tak ada yang terjadi. Wajah mereka masih berhadapan dengan jarak yang sangar minim. Di tengah rasa setengah sadarnya Kyungsoo bisa mendengar Jongin menggertakkan gigi. Nafasnya terdengar lebih berat dan dalam.
Ia sedikit oleng saat Jongin tiba-tiba melepaskan rangkulan pada pinggangnya. Ekspresi pria itu berubah. Tak lagi kelam seperti sebelumnya. Kyungsoo hanya menemui ekspresi Jongin yang jahil dan kekanakan.
" Aku simpan janjimu. Aku akan menagihnya kapan-kapan. "
...
Malam yang sunyi menjadi waktu rahasia bagi tuan besar Park dan anak lelakinya bertemu. Raut wajah mereka terlihat sangat serius. Sebuah kotak kayu panjang ada di meja tuan besar Park. Suatu benda yang membuat senyum licik tuan Park mengembang. Berbanding terbalik dengan putra nya yang menatap cemas kotak itu.
" Apa kau sudah berlatih dengan benda ini? ", tanya tuan besar Park.
" Sudah Abeonim. "
" Bagus. " tuan Park mengelus ukiran kotak itu dengan jarinya. Senyum angkuh yang tak pernah dilihat orang lain kini menghiasi wajah keriputnya. Begitu kejam dan menakutkan.
" Siapapun yang terkena benda ini tak akan pernah selamat. Sepintar apapun tabib kerajaan bocah tengik itu akan mati. Pastikan kau tidak salah membidik. Harus tepat pada dadanya. " kecemasan Chanyeol semakin jadi.
" Hanya tinggal dua hari lagi kita akan mendapat balasan yang besar. Jangan gentar Chanyeol. Hanya ingatlah Putri Mahkota. "
Suara gaduh dari luar mengganggu pembicaraan serius ayah dan anak itu. Tuan Park segera mengisyaratkan Chanyeol untuk mengintip keluar. Rupanya hanya kucing Kyungsoo yang menjatuhkan beberapa genting.
" Ck. Kucing itu selalu berbuat ulah. " tuan Park menepuk pundak Chanyeol. Menyuruh anaknya untuk segera pergi tidur. Chanyeol bergegas meninggalkan kamar ayahnya. Berjalan sewajar mungkin supaya tak ada seorang pun yang curiga padanya.
Ia berhenti, menoleh kembali ke arah kamar ayahnya yang sudah kembali tertutup. Kemudian ia memalingkan wajahnya kearah sudut. Kosong, tak ada siapapun. Namun ia tak meluputkan satu detikpun ketika ujung jipsin* milik seseorang yang ia kenali ditarik dengan cepat. Seolah bersembunyi.
Ia tahu Kyungsoo ada disana. Dan kemungkinan besar gadis itu juga mendengar seluruh pembicaraannya dengan ayahnya. Hukuman bagi penguping adalah mati. Namun Chanyeol berbalik dan pergi. Ia tak memikirkan kemungkinan Kyungsoo akan mengadu atau melakukan hal bodoh lainnya.
Karena jauh didasar hatinya, ia ingin dihentikan.
...
Kyungsoo tak bisa tidur. Hatinya terus merasa gelisah tanpa sebab yang jelas. I bangkit dari tidurnya. Memandang tempat kosong yang seharusnya ditempati Rongrong. Kyungsoo menghela nafas. Semoga kucing itu tidak membuat kekacauan didapur.
Sama seperti hari kemarin, langit begitu gelap. Bulan masih bersembunyi di balik awan hitam yang tebal. Sungguh, Kyungsoo sama sekali tak menyukai suasana seperti ini. Langit itu, membuat perasaannya semakin resah hingga rasanya sesak menghimpit dadanya.
Ternyata Rongrong ada disana. Duduk dengan tenang menatap atap. Kyungsoo tersenyum kecil. Rupanya ada kucing lain diatas genting.
Baru saja ia ingin memanggil Rongrong, Kyungsoo kembali bungkam saat mendengar suara berat tuan Park.
" Apa kau sudah berlatih dengan benda ini? "
" Sudah Abeonim. " Kyungsoo mengernyit mendengar suara Chanyeol. Ia memilih mendekat diam-diam. Bukan niatnya untuk menguping. Tapi ia rasa kali ini ia perlu melakukannya.
" Bagus. Siapapun yang terkena benda ini tak akan pernah selamat. Sepintar apapun tabib kerajaan bocah tengik itu akan mati. Pastikan kau tidak salah membidik. Harus tepat pada dadanya. ", Kyungsoo tanpa sadar mencakar tiang kayu yang ia gunakan untuk bersembunyi. Semula ia tak tahu siapa yang dibicarakan tuan Park. Namun mendengar kata kerajaan ia tahu yang mereka maksud adalah putra mahkota. Kim Jongin ada dalam bahaya.
" Hanya tinggal dua hari lagi kita akan mendapat balasan yang besar. Jangan gentar Chanyeol. Hanya ingatlah Putri Mahkota. "
Kyungsoo membekap mulutnya sendiri saat dirinya hampir berteriak. Rupanya kucing diatas genting tadi berlari dan menjatuhkan pecahan genting. Kyungsoo segera bersembunyi saat melihat tuan Park dan Chanyeol berdiri didepan jendela.
Ck, Kucing itu selalu membuat ulah. , Kyungsoo masih terus diam ditempatnya. Mengintip apakah sudah aman baginya untuk keluar. Chanyeol terlihat meninggalkan kamar tuan Park. Menuju kamarnya sendiri. Kyungsoo tak jadi memanggil Rongrong. Ia segera kembali kekamarnya dan meringkuk didalam selimut.
Ini tak bisa dibiarkan. Kim Jongin, ia harus melindunginya.
…
Chanyeol melirik Kyungsoo beberapa kali. Tak seperti biasanya, Kyungsoo tak tersenyum. Matanya merah dan berkantung seolah ia ta tertidur semalaman. Kyungsoo juga menghindari kontak mata dengannya. Ia harus menemui Kyungsoo nanti.
Chanyeol tak nafsu memandang semua hidangan lezat dimeja makannya. Pikirannya sedang tertuju penuh pada rencana yang telah disusun oleh sang ayah dan seorang tamu rahasia yang tak ia ketahui namanya. Ia berada ditengah keputusan yang sulit.
Pertama, Jongin adalah sahabatnya. Mereka dibesarkan dilingkungan yang sama. Bermain dan belajar ditempat yang sama. Mana mungkin ia membunuhnya. Namun disisi lain imbalan yang diterimanya adalah hal yang paling ia inginkan sepanjang hidupnya.
Byun Baekhyun. Kekasihnya sebelum pemilihan putri mahkota itu terjadi. Dengan titah kerajaan, mereka secara tragis dipisahkan.
Cinta. Hal yang sepertinya sederhana tapi bisa menjadi alat pembunuh yang jitu. Ia membuatmu menjadi serakah. Menjadi buta. Tak lagi bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ia tak memandang persaudaraan maupun persahabatan. Cinta membuat manusia menjadi gila.
Namun Chanyeol tak ingin menjadi salah satunya. Rasanya ia ingin pergi ke tempat yang jauh saja. Jika ia tak bisa membawa Baekhyun, maka Kyungsoo sudah lebih dari cukup. Memulai hidup baru di tempat yang tak seorangpun mengenali mereka.
Chanyeol. Jika rencana ini gagal maka bukan hanya kau yang mati. Ayahmu, ibumu, seluruh orang dirumah ini dan yang terakhir Baekhyun dan keluarganya. Kita semua akan mati. Maka tentukan pilihanmu. Satu atau seribu. , bisik ayahnya. Terlalu mengenal Chanyeol dan kelemahannya.
Dengan segala bujuk rayu dan ancaman. Sejujurnya tuan Park sudah membuat Chanyeol mati.
…
Di dunia ini, ada sesuatu yang tidak dapat dipaksakan. Apakah kamu tahu apa itu? Hal-hal seperti nasib, terlepas dari seberapa keras kamu berusaha untuk meraih, kamu tidak bisa mencengkeram itu. Dan bahkan jika kamu berhasil mendapatkan itu, itu tidak akan tinggal di tanganmu selamanya. - Queen(Princess Hours )
Kyungsoo terus menggedor pintu. Memohon agar dirinya dilepaskan. Hari ini adalah hari nya. Saat rencana tuan Park akan dilancarkan. Ia harus menghentikan mereka. Namu pagi-pagi sekali ia diseret ke gudang penyimpanan jerami dan dikunci disana.
Ia menatap tak percaya Chanyeol yang berdiri didepan pintu dengan tatapan yang asing. Dingin dan kejam. Tak ada jejak kasih sayang yang biasanya Kyungsoo dapat dari mata bulat pria itu. Bahkan dengan kejam Chanyeol meninggalkannya dalam gudang yang dingin dan tanpa makanan.
Hari sudah beranjak sore. Ia lelah menangis dan memohon. karena meskipun tangannya terluka dan ia menangis darah pun tak akan ada seorangpun yang akan menolongnya. Dari pada merengek seperti orang lemah, Kyungsoo mulai mencari cara untuk melarikan diri.
Kyungsoo pikir satu-satunya jalan keluar adalah pintu yang sekarang tertutup rapat. Namun senyum penuh kelegaan terukir dibibir pucatnya saat melihat jendela kecil yang tertutup dengan sarang laba-laba. Mungkin ukurannya terlalu kecil, namun Kyungsoo yakin ia bisa melewatinya.
Ia mulai menumpuk jerami-jerami yang masih terikat. Mencoba mencongkel penutupnya. Langkah seseorang yang mendekat membuat Kyungsoo melompat. Ia segera meringkuk di pojok ruangan. Sejauh mungkin dari tumpukan jerami yang ia buat agar tak ada seorangpun yang curiga.
tok tok tok
" Kyungsoo? "
"Bibi Shim. " jawab Kyungsoo lirih. Ia mendekat kearah pintu.
" Apa kau baik-baik saja? "
" Ya bibi. Jangan kuatir. "
" Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan hingga tuan muda menghukummu seperti ini? ", Kyungsoo tersenyum kecut. Kesalahannya adalah mengetahui rencana busuk itu. Rasa sakit menghujam jantungnya. Merasa kecewa dengan Chanyeol. Ia kira Chanyeol adalah pria yang baik.
" Ini aku bawakan makanan. Makanlah. " Kyungsoo mengambil bungkusan yang bibi Shim berikan lewat celah kecil dibawah pintu. Bersyukur karena setidaknya ia mempunyai sedikit tenaga lagi lewat makanan ini. Dan mungkin juga ini adalah makanan terakhir yang ia makan dari rumah ini.
" Terimakasih bibi. "
" Bersabarlah sebentar. Kau akan dikeluarkan dari sana esok hari. " Kyungsoo tersenyum kecut. Yang ia butuhkan adalah keluar dari tempat ini segera. Bukan esok.
" Ya bibi. Terimakasih. "
…
Kyungsoo berhasil mencongkel jendela itu tepat saat hari mulai gelap. Ia mengawasi sekitar. Ia bisa melihat tuan Park dan beberapa orang dengan jubah hitam mengikutinya. Kyungsoo tak melihat Chanyeol dimanapun meski kini tuan Park dan pasukannya telah melewati gerbang.
Sekiranya cukup aman, Kyungsoo mulai melakukan aksinya melarikan diri. Beruntung ada sebuah kotak yang membantunya untuk turun tanpa membuat suara. Rupanya tak semulus yang ia kira. Banyak pria berjubah hitam lainnya di sekeliling rumah. Terpaksa ia harus lewat jalan tikus yang dibuat Rongrong dulu.
Sial, tanpa sengaja Kyungsoo tersandung dan jatuh. Menyebabkan bunyi berdebum. Ia tak sempat memikirkan apapun kecuali lari. Rumah tuan Park yang berada ditengah kota membuat tak banyak tempat untuk bersembunyi. Kakinya terlalu pendek sehingga pria-pria tadi dengan mudah mengejarnya.
Pilihan lainnya adalah hutan. Bukan hal sulit karena ia pernah melintasi hutan ini beberapa kali. Ia masuk semakin dalam namun tiba-tiba ia merasa seseorang memukul tengkuknya. Pandangannya memburam, tenggelam dalam kegelapan. Satu yang ia ingat sebelum kesadarannya hilang. Aroma Chanyeol.
…
Kyungsoo merasa seseorang berteriak memanggil namanya. Perlahan ia mencoba membuka matanya. Tubuhnya terasa sangat sakit. Terlebih pada bagian lehernya. Ia meraba, menerka dimana ia berada. Tempat ini sangat gelap. Dan yang ia temukan oleh tangannya hanyalah permukaan kayu yang kasar.
Setelah cukup beradaptasi dengan gelap, Kyungsoo mencoba mengingat mengapa ia bisa berada disini. Dengan cepat ia melompat dari tempatnya. Mengabaikan ototnya yang kejang. Sial. Berapa lama ia pingsan. Ia harus segera pergi ke istana.
...
Setibanya Kyungsoo disana keadaan sudah sangat buruk. Kyungsoo menutup mulutnya. Menahan mual melihat mayat-mayat yang tergeletak dan bau anyir darah. Tak ada waktu mengasihani orang-orang itu. Ia perlu mencari Jongin.
Kyungsoo bisa sedikit bernafas lega karena jumlah pasukan yang melindungi Jongin masih lebih banyak. Matanya bergerak cepat mencari seseorang. Chanyeol tak ada dimanapun dalam gerombolan orang-orang yang kembali saling menyerang.
Ia tak tahu senjata yang di bicarakan tuan Park dan Chanyeol kemarin lusa.
Dapat. Chanyeol berada di tempat yang cukup tersembunyi. Sebuah benda panjang yang tak Kyungsoo ketahui namanya itu dipegang oleh kedua tangan Chanyeol. Pria jangkung itu membidik ke arah Jongin.
Korban berjatuhan dan masih ada pula yang bertahan. Tuan Park berhadapan dengan Jongin. Mereka berada dalam posisi bertahan. Dengan gerakan cepat Jongin dapat menjatuhkan pedang tuan Park. Pria tua itu mengangkat tangannya seolah menyerah. Namun Kyungsoo maupun Jongin dapat melihat senyum penuh kemenangan milik tuan Park.
Kyungsoo mengangkat chima nya tinggi-tinggi. Berlari kearah Jongin yang berbalik kearah Chanyeol berada.
' DOR '
Suara itu menghentikan peperangan. Jongin menjatuhkan pedangnya menangkap tubuh Kyungsoo yang terjatuh kepelukannya. Ekspresi tuan Park sama terkejutnya dengan Jongin saat ini.
" Kyungsoo. ", panggil Jongin. Rasa kuatir menggerogotinya saat melihat Kyungsoo yang kesakitan. Rasa lembab pada tangannya membuat Jongin terdorong untuk melihat. Tangannya seketika bergetar saat melihat darah. Darah Kyungsoo.
Amarahnya memuncak. Ia meletakkan Kyungsoo pelan-pelan ke tanah yang dingin. Ia mengambil pedangnya yang terjatuh. Amarah memenuhi matanya. Rahangnya mengeras mencoba mengendalikan diri.
Tuan Park masih terpaku di tempatnya. Memandang Kyungsoo dengan nafasnya yang tersenggal.
" Argh. ", teriak Jongin. Tuan Park memejamkan mata, menunggu ajalnya. Namun pedang Jongin tak pernah menyentuh kulitnya. Pasukan Jongin yang masih bertahan segera mengepung tuan Park dan mengikatnya. Ada pula yang mencari keberadaan seseorang yang menggunakan senapan.
Sunyinya malam membuat nafas tersenggal Kyungsoo terdengar keras. Jongin membuang pedangnya dan menghampiri Kyungsoo. Ia jatuh berlutut.
" Kyungsoo. ", mendengar namanya dipanggil, Kyungsoo membuka matanya. Ia tersenyum sebisa dan sewajar mungkin.
" Kenapa kau melakukannya? Kenapa? "
" Syukurlah. Yang Mulia selamat. " ucap Kyungsoo di sela-sela nafasnya yang memburu. Kyungsoo mengalihkan pandangannya kearah langit. Memandang bulan merah yang memandangnya.
" Bulannya sudah kembali. " bayangan bulan semakin kabur. Kabut gelap mulai menyelimuti penglihatannya.
" Kyungsoo bertahanlah. Kyungsoo. Kyungsoo! "
Hanya suara Jongin yang ia dengar sebelum ia tertelan dalam kegelapan.
...
Jongin menatap keluarga tuan Park, istrinya dan mertuanya. Pendosa yang memberontak. Ia sangat sedih karena orang-orang kepercayaannya justru berbalik menikamnya. Terlebih Chanyeol. Pria yang sudah ia anggap kakak.
" Tuan Park Hyunjoo, Tuan Byun Sanghyuk, Park Chanyeol akan menerima hukuman penggal karena telah merencanakan pemberontakan serta penggunaan senjata ilegal. ", ujar Jongin tegas. Ia menatap lama Chanyeol yang terus menunduk.
" Byun Baekhyun saejabin. Nyonya Park dan Nyonya Byun akan di asingkan keluar pulau seumur hidup. Tak di ijinkan untuk keluar pulau atau menerima tamu dari manapun. ", Jongin menulikan telinganya saat mendengat tangis ketiga wanita itu.
" Hukuman akan dilaksanakan besok. Tepat pukul dua. ", Jongin kembali menggulung surat keputusannya. Menyerahkannya kepada kepala polisi. Ia kembali mengamati wajah-wajah itu. Chanyeol terlihat paling menyesal.
" Park Chanyeol. Aku memberimu kesempatan untuk melakukan sesuatu sebelum hukumanmu dilaksanakan. Apa yang ingin kau lakukan? ", tatapan Chanyeol sangat kosong. Seolah ia tak memiliki nyawa. Perlahan fokusnya mengarah pada Jongin dan ia bisa melihat setitik air mata yang jatuh dari mata bulatnya.
" Tolong biarkan aku datang menemui Kyungsoo. Aku ingin bertemu dengannya. " Jongin mengerutkan kening.
" Kau boleh menemuinya setelah Kyungsoo sembuh. "
" Yang Mulia. Kyungsoo tak akan bisa sembuh. "
" Apa maksudmu? " gertak Jongin. Tangannya mengepal erat. Menahan diri untuk tidak memukul Chanyeol sekarang juga.
" Tak ada yang bisa selamat setelah tertembak, Yang Mulia. "
...
Chanyeol menunduk dalam. Menangis dalam diam. Ia mengikuti seorang penjaga penjara yang akan membawanya kepada Kyungsoo. Seseorang yang selama ini ia coba jaga malah ia sendiri yang melukainya. Tidak, ia sudah membunuh Kyungsoo.
Jika ia bisa menukar nasib, ia ingin menukar dirinya dan Kyungsoo sehingga ia yang merasakan sakit itu. Rasanya hukuman penggal tak sebanding dengan rasa sakit yang merenggut nyawa Kyungsoo secara perlahan.
" Silakan masuk. " ucap seorang dayang yang meunggu disana.
" Kyungsoo. " panggilnya dengan suara bergetar. Gadis kecilnya tampak sangat kesakitan.
" Tuan. "
" Maafkan aku. " gumam Chanyeol dalam tangis. Ia mengepalkan tangannya yang selalu ingin menggapai Kyungsoo. Namun gadis itu mengulurkan tangannya. Menggenggam tangan besar Chanyeol. Meminta pria itu untuk menatapnya.
" Apa sekarang tuan menyesal ? "
" Aku sangat menyesal Kyungsoo. Tak seharusnya aku menuruti perintah Abeonim. Harusnya aku tetap menjadi orang baik seperti yang selama ini kau pikirkan. "
" Syukurlah jika tuan merasa menyesal. Terkadang harta, tahta dan cinta bisa membuat kita menjadi buta dan serakah. Tapi disaat tuan sadar bahwa tuan kehilangan banyak hal berarti karenanya, maka semua itu akan percuma. " Kyungsoo menatap Chanyeol lama. Tak ada dendam, kemarahan dan kekecewaan. Karena bagi Kyungsoo, selama Chanyeol mengetahui kesalahannya dan merasa menyesal itu sudah cukup.
" Terima apa yang harus menjadi hukumanmu Eoraboni. Sampai berjumpa lagi. "
" Ya. Sampai berjumpa lagi. "
…
Jongin menunggu dengan cemas. Ia mendongak cepat saat pintu terbuka. Seorang tabib istana keluar dengan wajah yang sedih. Jongin menepis semua pikiran buruknya. Kyungsoo pasti bisa diselamatkan.
" Ampuni hamba Yang Mulia. Namun hamba tak memiliki kuasa untuk menyembuhkannya. "
" Lakukan apapun. Aku mohon. " Jongin sangat putus asa.
" Ada seorang tabib yang bisa menangani hal semacam ini. " ucapan kasim Han membawa harapan bagi Jongin. Namun pria tua itu kembali menggeleng.
" Membutuhkan waktu satu minggu agar bisa sampai disini. Hamba kuatir nona Kyungsoo tidak bisa bertahan selama itu. " Jongin mengeraskan rahangnya.
" Panggil dia. Kirim pasukan khusus untuk menjemputnya. "
Dari dalam kembali keluar seorang lagi. Sang ratu menatap putra nya yang putus asa.
" Masuklah. Dia membutuhkanmu. " tanpa diperintah dua kali Jongin segera memasuki kamar yang Kyungsoo pakai. Rasa sesak didadanya semakin menjadi saat melihat Kyungsoo.
Gadis itu terlihat sangat tak berdaya. Rona merah di wajahnya lenyap sama sekali. Keringat membasahi wajahnya. Lebih merasa ngeri saat melihat beberapa dayang yang membereskan bekas pakaian Kyungsoo. Penuh dengan noda darah.
Jongin mengambil kain lap. Mengusap keringat di dahi Kyungsoo.
" Yang Mulia. " Jongin menghentikan Kyungsoo yang ingin duduk.
" Berbaringlah. " ucapnya serak.
Nafas Kyungsoo tersenggal. Semakin lama semakin berat.
" Kyungsoo. Bukankah kau berjanji memberikan apapun yang aku minta. " Jongin menatap Kyungsoo lembut. Gadis itu tersenyum manis dan mengangguk pelan. Jongin menahan sekuat mungkin keinginannya untuk menangis. Meskipun itu membuat pangkal tenggorokannya terasa sangat sakit.
" Bolehkah aku memintanya sekarang? "
" Selama hamba bisa mengabulkannya. " Jongin menggenggam tangan Kyungsoo yang dingin. Mengusapnya. Berharap tangan itu kembali hangat.
" Sembuhlah. Berada disisiku untuk selamanya. " Kyungsoo menggeleng.
" Hamba tidak bisa Yang Mulia. "
" Kenapa? " kini Jongin tak bisa menahan tangisnya. Mata Kyungsoo terlihat sangat berat untuk terbuka namun masih keras kepala untuk mencoba bangun. Jongin segera menopang tubuh lemah Kyungsoo. Membawanya pada lengannya yang hangat. Harapannya semakin kandas melihat bekas noda darah pada alas tidur Kyungsoo.
" Jangan menangis Yang Mulia. " tangan Kyungsoo terulur menyentuh wajahnya. Bukannya berhenti tangis Jongin malah semakin keras.
" Jangan menangis karena hamba tidak menyesal. Melindungi orang yang hamba cintai adalah suatu hal yang membahagiakan. " Kyungsoo menarik tangannya. Melepas gelang yang selalu melingkari tangannya.
" Sebagai gantinya. Yang Mulia boleh memiliki ini. Ini jimat keberuntungan. Hamba dua kali selamat dari kematian karena gelang ini. Tapi maaf, sepertinya hanya berlaku dua kali. Jadi Yang Mulia harus menggunakannya baik-baik. " Jongin menggeleng. Yang ia inginkan hanya Kyungsoo. Bukan gelang itu.
" Ijinkan hamba meminta satu hal lagi. " Jongin hanya mampu menatap Kyungsoo lama.
" Lanjutkanlah hidup Yang Mulia dengan bahagia. Jadilah Raja yang bijaksana seperti apa yang Yang Mulia impikan selama ini. Dan mungkin jika nanti Yang Mulia mengingat hamba, hamba tak ingin menjadi memori yang menyakitkan. Hamba ingin Yang Mulia tersenyum, bersyukur atas pertemuan-pertemuan dengan hamba. "
" Aku tak akan bahagia tanpamu. " Kyungsoo tersenyum lembut. Ia menekan tangannya yang lemah pada dada Jongin.
" Tempat bagi orang-orang yang sudah mati adalah kenangan. Hamba tidak akan pergi kemanapun selama Yang Mulia terus menyimpan hamba disini. "
Tangis Jongin semakin pecah. Menyayat pilu bagi siapapun yang mendengarnya. Bahkan para dayang dan kasim yang berjaga di luar sudah berlinang air mata. Kisah cinta yang memang tak bisa bersatu kini dipisahkan dengan jurang takdir yang disebut kematian.
" Satu lagi. Saranghamnida. " Kyungsoo memegang pipi Jongin. Menariknya dalam ciuman yang panjang. Menyampaikan semua rasa kasih sayang yang ia miliki untuk Jongin. Berharap Jongin juga dapat mengerti dan merasakannya.
Jongin terus menyesap bibir Kyungsoo sampai tangan Kyungsoo yang menempel di pipinya jatuh terkulai. Jongin meraung, menangis, memanggil nama Kyungsoo namun tak ada hasil. Karena Kyungsoo nya telah pergi. Dan takkan pernah kembali.
...
Langit begitu mendung. Seolah turut mengikuti rasa duka yang menyelimuti hati Jongin. Pagi tadi Jongin memerintahkan beberapa suruhannya untuk mengadakan pemakaman yang layak. Gadisnya terlihat sangat cantik. Tubuhnya bersih dari sisa darah dan debu. Daripada terlihat seperti orang mati, Kyungsoo justru terlihat seperti orang tertidur. Bahkan ia tersenyum. Tanda jika ia pergi tanpa beban.
Upacara pemakaman berlangsung dengan kusyuk. Jongin berdiri tegak menatap kobaran api yang membakar tubuh Kyungsoo. Tangannya menggenggam gelang yang di berikan Kyungsoo padanya.
" Jika kita bertemu lagi, aku yang akan lebih dulu mengenalmu. Jika kita bertemu lagi. Aku yang akan lebih dulu jatuh cinta padamu. Aku akan menjadi pelindung untukmu. Selamat jalan Kyungsoo. Sampai bertemu dikehidupan selanjutnya. "
.
.
.
END
FYI :
Jangot : pakaian yang digunakan untuk menutupi kepala
Yeongjam : tusuk konde, terbuat dari emas dan bermotif naga. Biasa digunakan oleh Ibu Suri dan Istri Raja
Jipsin : sepatu tradisional Korea dari jerami atau kain
Jaegori : baju atasan hanbok
Saejabin : istri pangeran penerus kerajaan.
Author note
Hola, I'm back with my new story
First, aku gak tahu ini cerita apa. Ide muncul begitu aja waktu liat koleksi drakor. But setelah nyampe ending lebih menjurus ke drakor Gu Family Book .
Aku gak tahu ini fail apa gak, kalian suka apa enggak, dan gak tahu juga ada yang baca apa gak :-v
But, bagi yang baca, apalagi sampe review, thanks a lot
Annyeong chingudeul
