Gomen ceritanya aku upload lagi diakun baruku yaa T,T
Gatau kenapa pas ganti hp trus mau login pake facebook udah gabisa lagiiii padahal udah pake vpn tapi tetep aja gabisaaa *mewek* Sekali lagi Gomen yaa *bungkuk*
Oh iya disini ada beberapa kalimat yang aku ganti sama aku tambahkan biar makin enak dibaca :3
Oke langsung aja guys...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Disclaimer: Shingeki no Kyojin adalah milik Isayama Hajime
.
.
.
.
.
.
Tidak ada kebahagiaan sesungguhnya yang bisa didapatkan dari dunia yang kejam ini. Semuanya hanya kepura-puraan belaka. Itulah yang dipikirkan oleh Levi sebelum dia bertemu dengan Mikasa. Gadis malang yang terpaksa harus hidup bersamanya. Seorang pembunuh.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Suasana didalam ruangan itu nampak sangat mencekam. Bau amis darah yang begitu menyengat seakan tidak digubris olehnya. Pria dengan jubah hitam itu berjalan santai dalam lautan darah, mengabaikan setiap korban yang terbaring tak berdaya disekitarnya. Korban pisau lipatnya yang tersimpan rapi didalam kantong jubahnya.
Dialah sang pembunuh kejam yang menghabisi nyawa orang-orang tanpa belas kasih.
"Masih ada satu orang lagi" gumamnya lirih sambil mengambil kembali pisaunya, dan mulai berjalan santai menyusuri bangunan megah ditengah pekatnya malam.
Inilah kehidupannya. Tidak ada kebahagiaan, yang ada hanya penderitaan. Semua kebahagiaan yang dia miliki telah terkubur bersama dengan semua masa lalunya. Dunia ini memang kejam. batinnya dalam hati. Menjadi seorang pembunuh adalah pilihan terakhirnya demi bertahan didalam dunia yang busuk ini.
Tapi bukankah dia juga sama busuknya dengan dunia ini?
Dia membunuh. Mengambil kebahagiaan orang lain.
Langkahnya terhenti didepan pintu megah dilantai tiga dalam bangunan megah itu. Dengan gerakan santai dia membuka pintu tersebut.
Disana terbaring seorang gadis yang sebentar lagi akan mati. Batinnya.
Pria itu berjalan perlahan memasuki kamar megah itu dan berhenti tepat disisi ranjang besar berwarna biru cerah tersebut.
"Aku tidak percaya akan mengatakan ini tapi.. Kau terlalu cantik untuk mati diusia semuda ini" lirihnya saat menatap wajah damai sang gadis sambil mempersiapkan pisau lipatnya.
Inilah akhirnya.. Pikirnya saat pisau itu sebentar lagi akan mengoyak leher sang gadis malang.
"Selamat tinggal"
Kejadiannya begitu cepat, saat maut sebentar lagi akan menjemput sang gadis, mata dengan iris keabuan itu terbuka dan langsung menerjang pria tersebut sehingga mengakibatkan pisau lipatnya terlempar ke sisi ranjang. Dengan gerakan cepat gadis itu mengambil jarak sambil berlari menuju balkon kamar. Namun belum sempat sampai dibalkon, sebuah tangan besar dan dingin menahan gerakannya.
"Kau pikir mau kemana Mikasa Ackerman?" gadis itu bergidik ngeri merasakan sapuan napas pria itu ditengkuknya saat mengucapkan kalimat tersebut. Ini Gawat, percuma jika melakukan perlawanan. Kekuatan pria ini tidak main-main. Maka dengan pemikiran terakhir yang dia miliki, Mikasa menggigit tangan pria itu dan berlari menuju balkon. Namun belum sempat pintu balkonnya terkunci, tubuhnya langsung terpental ke belakang akibat tendangan kuat pria itu. Apakah ini akhir dari hidupnya? Pikir Mikasa saat menyadari dia benar-benar terkurung sekarang.
"Menyerahlah.." nada lirih itu bahkan mampu membuat Mikasa takut.
"Siapa.. Kau sebenarnya? Kenapa kau mau membunuhku?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibir Mikasa. Sementara itu, sang pembunuh diam disana. Wajahnya tertutup dengan gelapnya malam. Tampak begitu menakutkan. Terlihat seperti malaikat maut yang siap menjemput nyawanya.
Dia maju perlahan, menampakan wajahnya. Iris biru kelam itu.. Ekspresi datar itu.. Yang disinari oleh cahaya bulan.
Mengerikan.
"Levi.. Levi saja. Dan alasan kenapa aku ingin membunuhmu, karena ini adalah perintah" jawabnya dengan intonasi rendah.
"Aku sudah membunuh Ayah dan Ibumu.. Jadi menyerahlah"
Seketika tubuh Mikasa menegang saat mendengarnya. Kenapa dia bisa mengatakan hal mengerikan itu dengan ekspresi tak bersalah begitu? Kenapa? Apa yang salah dengan kelurganya sampai pria kejam ini membunuh mereka? Ayah dan Ibunya.. Semua pemikiran itu memenuhi kepala Mikasa. Dia tampak memegangi kepalanya. Mencengkramnya.
"A..apa yang salah dengan keluarga..ku?" Ditengah rasa terguncangnya gadis itu bergumam pelan.
"Keluargamu tidak bersalah" Levi berjongkok didepan Mikasa. "Tapi dunia inilah yang salah" pria itu mengusap pipi sang gadis perlahan, untuk sementara Mikasa terbuai dengan perlakuan Levi sebelum akhirnya napasnya tercekat saat pria itu memegang lehernya. Mencekiknya.
"Matilah"
kalimat itu menjadi penutup saat Levi mengangkat tubuh Mikasa. Posisi gadis itu yang saat ini tergantung tak berdaya tidak sedikitpun melunturkan niat membunuh Levi. Pria itu bahkan masih memasang ekspresi datarnya.
Terlihat begitu dingin dan kejam.
Kenyataannya, Levi hanya berusaha mengabaikan perintah hatinya. Perintah untuk tidak membunuh gadis itu. Ada rasa aneh yang muncul saat melihat gadis itu tersiksa. Rasanya seperti... sakit.
Tidak.. aku sudah sejauh ini. Aku sudah setenggelam ini. Tidak ada yang bisa diubah walau aku mengikuti kata hatiku. Pembunuh tetaplah pembunuh. Kalimat itu memenuhi kepala Levi.
Ya benar.. tidak ada yang bisa diubah. Dunia ini memang busuk.
Dengan mengabaikan kata hatinya, Levi melepaskan cengkraman tangannya. Membiarkan Mikasa terjatuh ke bawah.
Sementara gadis itu memejamkan kedua matanya..dan tersenyum. Jadi seperti ini akhir dari hidupnya.
Menyedihkan.
Levi memejamkan matanya saat bunyi keras itu memasuki indra pendengarannya. Tubuh gadis malang itu membentur lantai licin dengan keras. Akhir dari hidupnya pikir Levi saat melihat darah yang mulai mengenang disekitar tubuh Mikasa.
"Selamat tinggal Mikasa"
.
.
.
.
.
.
.
Entah apa yang membawa Levi kesini. Ketempat dimana Mikasa tergeletak tak berdaya. Tubuh gadis itu tak bergerak saat Levi sampai disana.
Gadis malang.
Levi memejamkan matanya lalu menghela napas panjang, berbalik dan mulai melangkahkan kaki perlahan sebelum akhirnya gerakannya terhenti dan mata tajamnya terbelalak saat sebuah tangan berlumuran darah menahan kakinya.
"T..Tolong.."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
