PERHATIAN!
Ff ini mengandung unsur dewasa, hubungan sesama jenis yang menyebabkan beberapa orang mungkin mual, Bahasa yang berantakan, dan typo yang walau sudah berusaha dihilangkan tapi tetap muncul. Tidak untuk area bermain anak-anak, anak polos, antigay/ homophobic, AntiChanbaek dan segala yang tidak ada sangkut pautnya dengan dunia yaoi.
...
..
.
NO CO-PAST
NO-REPOST
NO-PLAGIAT
...
..
.
There always be a place for the good person. So, don't steal people's effort , be honest is better ..
Mulailah dengan sebuah kata, susunlah menjadi kalimat dan kembangkan dalam sebuah paragraph.
Cerita yang hebat bukan tentang siapa, tapi tentang apa dan bagaimana.
...
..
.
…
..
.
Park Shita
Present
…
..
.
Kaki kecil itu terus melangkah menyusuri koridor berkarpet merah yang terbentang sepanjang langkahnya. Beberapa pelayan yang melewatinya memberikan hormat yang hanya dibalas oleh senyuman lembut dari si bocah lelaki.
Ia memasuki kamarnya yang begitu luas, sungguh indah dan tertata dengan rapi. Sebuah ranjang besar yang mampu menampung 6 orang dewasa, berdiri kokoh menghadap sebuah jendela kaca besar yang langsung menuju balkon dengan pemandangan yang begitu indah.
Meja, sofa, lemari semua benda-benda itu berada pada tempat yang strategis, menempel pada dinding bermotif bunga berwarna merah muda pucat. Si bocah lelaki merebahkan tubuh lelahnya sehabis melakukan kegiatannya disekolah. Pintu diketuk dan tak lama kepala pelayan masuk dengan sebuah meja beroda yang berisi nampan tertutup diatasnya.
"Selamat menikmati makan siang anda, Tuan muda." Ia bangkit menatap tidak tertarik pada hidangan makanan laut di makanan diantar ke dalam kamarnya itu berarti ia hanya seorang diri dirumah besarnya, tanpa kehadiran anggota keluarga yang lain dan itu tentu saja membuatnya selalu kecewa.
"Paman belum pulang?" si kepala pelayan menundukan wajahnya dalam.
"Maafkan aku, tapi seharusnya beliau sudah pulang hari ini. Mungkin ada perubahan jadwal penerbangan." Si kecil kembali merebahkan tubuhnya dan mengangguk. Jujur, ia sangat merindukan sosok itu, sosok yang menjadi satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki.
"Baiklah, kau boleh pergi Mr. Rudolf." Si pria paruh baya mengangguk dan segera undur diri. Bocah lelaki itu bangkit, membuka meja lipat diatas ranjangnya dan memindahkan hidangan makan siangnya disana, ia memang terbiasa mandiri.
"Selamat makan." Ucapnya sambil mulai memakan hidangannya dengan perlahan.
Bangunan itu terlalu besar untuk dikatakan sebagai rumah, bahkan hampir menyerupai sebuah istana. Bangunan yang berdiri kokoh dengan halaman luas yang mengelilinginya. Mengusung gaya Eropa, bangunan itu terlihat klasik namun interiornya tetaplah modern. Siapapun yang memasukinya akan berdecak kagum. Entah berapa jumlah kamar diruangan itu, namun hanya ada satu kamar utama-milik sang tuan rumah- dengan luas berkali-kali lipat dari kamar lainnya, sebuah perpustakaan yang hampir seluas perpustakaan kota, sebuah ruang kerja, kamar sang tuan muda, dan sebuah kamar rahasia di ujung koridor itu.
Bangunan itu memiliki halaman depan maupun belakang yang sangat luas dengan kebun, taman labirin, taman bunga dan sebuah kolam ikan dan kolam berenang melengkapinya.
Ada belasan pelayan dengan satu kepala pelayan, empat juru masak, lima tukang kebun, dua pengurus kuda, dua supir, dan dua kurir yang bertugas mengantarkan pesan. Mereka semua akan mulai bekerja pukul 5 pagi dan harus sudah menyelesaikan pekerjaan mereka pukul 8 malam tepat ketika tuan mereka sedang makan malam.
Mereka harus sudah berada di kamar masing-masing dan tak ada seorang pun yang boleh berkeliaran lewat daripada jam tersebut. Banyak yang bertanya-tanya mengenai peraturan itu , namun tak ada satupun dari mereka yang berani melanggar. Semua itu adalah persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pada akhirnya mereka direkrut bekerja di rumah itu.
Hari telah berubah petang ketika si bocah lelaki terbangun dari tidur siangnya yang begitu panjang. Ia bangkit dan berjalan keluar untuk menemukan sebuah meja beroda yang berada disana, dengan sebuah note yang tertulis rapi.
'Aku sudah berusaha membangunkan anda, namun sepertinya anda tidur dengan lelap. Selamat makan malam, Tuan muda Baekhyun.'
Si bocah lelaki tersenyum dan melirik jam di dalam kamarnya yang ternyata sudah menunjukan pukul 08.10 malam.
"Pantas saja rumah sepi." Gumamnya sambil menyampingkan benda besar yang menghalangi jalannya. Ia menuruni tangga dan keadaan rumah begitu sepi, rumah itu terang namun mencekam.
Ia sudah terbiasa seperti ini, untuk itu ia tak akan berlari ketakutan. Ia berjalan ke dapur dan disana benar-benar sepi. Ia mengambil sebuah kue dari dalam kulkas dan membawanya ke meja dapur.
Bibir mungilnya mulai mengunyah kue stroberi itu dengan sumringah, ketika pada kunyahan terakhir, ia mendesah pelan sambil menjilat jemarinya. Ia melirik sekitar dan kemudian tersenyum.
"Lagipula paman tidak ada." Ucapnya lalu kembali berjalan ke kulkas dan mengambil sepotong kue yang sama.
Tanpa ia sadari sebuah langkah kaki mendekat kearahnya tanpa suara, sementara si mungil sibuk memakan kuenya di depan kulkas.
"Menikmati santapan malammu?" si mungil tersentak dan ia tersedak. Ia memukul dadanya pelan karena nyaris tersedak dan berbalik untuk menemukan sosok tinggi menjulang dengan tubuh berbalut jas kerja.
"Paman.." ucapnya dengan bibir penuh kue dan mengotori beberapa bagian pipi dan dagunya. Sosok itu terkekeh dan mengelap bibir si kecil. Baekhyun melempar kuenya dan berhambur ke dalam pelukan sang paman.
"Aku merindukan paman." Ucapnya. Yang lebih tinggi mengelus punggung sempit itu, menggendongnya dan membawanya duduk diatas meja dapur.
"Aku juga."
"Kenapa sangat terlambat?" tanyanya dengan bibir dikerucutkan. Pria yang lebih tua mengusak rambut hitam kelam itu dengan lembut.
"Ada urusan yang harus aku selesaikan." Ucapan si pria diselingin dengan tatapannya pada kaos melorot yang dikenakan si bocah. Mengerti, si kecil mengelus pipi yang lebih tua.
"Apa paman lapar?" si pria mengangguk. Baekhyun menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada yang melihat mereka, meskipun itu mustahil jika masih ada orang yang berkeliaran di jam selarut ini.
"Tidak ada siapapun, aku tak mencium aroma mereka disini." Baekhyun mengangguk lalu semakin menurunkan kerah kaos kebesarannya.
Mata hitam itu berubah menjadi merah, begitu kontras dengan gelapnya keadaan dapur, menyala bagaikan senter dikegelapan. Namun ditengah kegelapan itu, Baekhyun masih mampu melihatnya, sebuah taring yang begitu lancip dan panjang.
"Selamat makan paman." Ucapnya sambil menelengkan kepalanya kesamping. Ia menutup matanya erat dan membiarkan ketika taring itu menancap di lehernya. Hisapan itu begitu kencang, ia tahu seberapa lapar sang paman karena tidak bertemu dengannya selama dua hari.
Ia mengalungkan tangannya, mendongak ketika hisapan itu kembali terasa semakin kencang. Ini menyakitkan ketika kulitnya ditembus oleh benda tajam, namun sensasi geli dari hisapan basah sang paman membuat ia sedikit tidaknya menyukai hal itu. Kaki Baekhyun semakin terbuka, mengapit tubuh sang paman sementara kuku tangannya telah menancap di punggung yang lebih tua.
Tak lama hisapan itu memelan, dan taring itu telah menghilang menyisakan dua buah lubang yang menganga. Yang lebih tua kembali menghisap bagian itu dan menjilatnya dengan begitu lembut membuat tubuh yang lebih kecil mengejang beberapa saat.
Perlahan lubang itu tertutup namun masih meninggalkan noda kemerahan, untuk itu sang paman menghisapnya lagi dan membuat leher indah itu terhiaskan oleh tanda miliknya.
"Terima kasih Baekhyunie." Sang paman berucap lagi sambil mengelus pipi yang lebih kecil.
"Sama-sama. Tapi ada hadiah yang harus aku terima." Ucapnya dan mendapat anggukan senang dari yang lebih tua.
"Malam ini aku tidur dengan paman."
"Baiklah baby boy." Ucap sang paman lalu menggendong tubuh mungil itu dan membawanya ke kamarnya di lantai atas.
Kamar itu begitu gelap, hanya ada cahaya rembulan yang menembus melalui jendela besar yang terbuka. Ranjang besar berseprei putih terlihat begitu dingin karena jarang di tempati.
Si lelaki tinggi meletakkan tubuh Baekhyun diatas ranjangnya dan si bocah lelaki berguling seperti bola bowling membuat yang lebih tua terkekeh pelan. Sambil berjalan menuju lemari, matanya tak lepas dari sosok Baekhyun yang masih bermain dengan selimut miliknya.
"Bagaimana sekolahmu?" si kecil mendudukan tubuhnya, menatap kearah paman yang sedang membuka pakaian kerjanya dan membiarkan dada dan punggung telanjangnya terlihat.
"Tidak ada yang berubah." Nyatanya jawaban sederhana itu membuat si pria tertawa pelan, ia berjalan dengan hanya mengenakan celana jeans selututnya dan menaikki ranjang.
Baekhyun melirik punggung pamannya yang sedang mengecek ponselnya sebelum akhirnya mematikannya, punggung lebar itu berwarna putih pucat, rasanya sedingin es ketika menyentuhnya namun Baekhyun sangat menyukai itu.
"Paman? Apa akhir pekan sibuk?" yang lebih besar menoleh dan memasang wajah berpikir, mengingat susunan jadwalnya yang telah dibuat oleh sang sekretaris pribadinya dengan sedemikian rupa.
"Kau memiliki sebuah rencana?" si kecil mengangguk, matanya berbinar dan bibirnya berkembang.
"Lisa dan Seulgi akan bermain kemari. Bolehkah?"
"Lisa dan Seulgi?" kening yang lebih tua berkerut dan Baekhyun mendesah lelah.
"Teman asiaku yang pernah kuceritakan , paman tidak ingat lagi?" si pria terkekeh pelan menertawakan kebodohannya, bisa-bisanya ia melupakan nama itu, namun tidak sepenuhnya salah karena ia hanya mengingat nama-nama yang menurutnya penting.
"Oh, mereka. Ya aku ingat sekarang." Bohongnya, tak ingin si bocah lelaki mengecapnya sebagai sosok paman yang buruk.
"Itu bagus. Bagaimana?" Baekhyun kembali bertanya dengan satu alis terangkat.
"Mereka anak perempuan?"
"Ya."
"Kenapa tidak ada teman lelakimu? Bukankah aku sudah berkata untuk memperluas_"
"Paman tahu sendiri teman lelaki disekolahku itu menyebalkan, aku tidak suka. Tapi bukan berarti aku tak punya, aku punya satu namanya Samuel tapi dia sibuk." Lagi sebuah kekehan terdengar dan kini tangan besar itu mengelus surai kehitaman si bocah lelaki.
"Tentu, kau bisa mengajak mereka kemari. Mereka temanmu, kau harus membuat mereka nyaman!"
" Apakah paman kosong saat itu?" pertanyaan itu sukses membuat si pria berwajah tampan itu kebingungan.
"Apa hubungannya denganku?"
"Mereka kemari karena ingin melihat paman." Keningnya berkerut semakin dalam.
"Melihatku?"
"Ya, ceritanya panjang. Akan aku ceritakan lain kali, jadi apa paman kosong?" alis kiri si pria terangkat menatap si bocah dengan wajah jahilnya membuat bocah itu merengek dan membaringkan tubuhnya, merasa kesal karena pertanyaannya tak mendapat jawaban lagi.
"Akan aku usahakan."
"Itu berarti iya, aku tahu paman yang terbaik."
"Baiklah, baiklah, mari kita tidur sekarang!" Bocah itu mengangguk dan sedetik setelah pamannya berbaring, ia bangkit dan menindih tubuh pria itu. Membuat sang paman terkejut namun tidak melarang keponakannya tersebut.
"Hei, kau bukan bayi lagi." Ucap sang paman. Tapi si bocah tidak peduli, ia malah semakin menyamankan posisinya.
"Aku tetap bayi, bayi besar paman." Ucapan itu membuat yang lebih tua terkekeh pelan dan mengecup pucuk kepala keponakannya.
"Selamat malam paman Chanyeol ." Sang paman mengelus surai si bocah yang telah menutup matanya sambil terbaring nyenyak diatas dada bidangnya.
"Selamat malam, Park Baekhyun." Ucapnya dan ikut menutup matanya dengan tangan besar yang mengelus punggung sempit itu dan berakhir dengan menepuk-nepuk pantat berisi itu hingga tertidur.
…
..
.
Tak ada yang tidak mengenal nama "Reux N'Oeil" , sebuah perusahaan raksasa yang bergerak diseluruh bidang yang ada di dunia. Memiliki puluhan cabang yang tersebar diseluruh wilayah yang ada di muka bumi.
Dan dibalik kesuksesan itu semua hanya ada satu nama yang ada, Park Chanyeol. Pria yang begitu misterius, namanya disebut disetiap proyek baru yang muncul, namun tak semua pernah bertemu dengannya. Hanya segelintir yang pernah bertatap muka langsung , karena ia bukanlah sosok yang menyukai keramaian.
Ia memiliki banyak kaki tangan, namun tak jarang ia akan turun langsung untuk mengatasi sesuatu yang terdesak, dan seperti namanya yang begitu dominan dan berkuasa, pekerjaannya pun selalu berbuah hasil. Dalam kamusnya tak ada yang namanya kegagalan.
Tak banyak yang mengetahui tentang silsilah keluarga pendiri Reux N'Oeil namun yang mereka tahu Park Chanyeol adalah pewaris ke tujuh dalam sejarah keluarganya. Ia disebut-sebut memiliki darah campuran, setengah asia dan yang mendominasi adalah darah Eropanya.
Meski tak banyak yang mengetahui rupanya, namun menurut berita yang tersebar sosok Park Chanyeol merupakan perwujudan dari reinkarnasi dewa Yunani. Dan itu benar adanya, si pemilik mata setajam phoenix itu adalah kata lain dari 'kesempurnaan' .
Meski hal itu tak seratus persen benar, karena dibalik wajah tampannya tersimpan sebuah taring tajam dan mata semerah darah yang mampu membunuh siapapun yang menjadi targetnya.
Park Chanyeol bukanlah seorang manusia, ia adalah salah satu dari kaum yang dalam sejarah dipertanyakan kebenaran keberadaannya, sosok yang disebut sebagai pencabut nyawa di tengah malam. Ia adalah seorang vampir, si makhluk kegelapan penghisap darah.
...
..
.
The Red Eyes
Chapter 1
…
..
.
Mata sipit itu terbuka perlahan, ia mengerjap beberapa kali hingga wajah tampan itu tepat berada di depannya. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman, dan kembali ia membaringkan kepalanya diatas dada sang paman.
"Morning, sweetie." Suara berat itu menyapa membuat yang lebih kecil tersentak sejenak. Ia mengangkat wajahnya dan tersenyum, memperlihatkan gigi susunya yang sudah banyak tergantikan.
"Good morning, paman." Suara serak itu nyatanya membuat yang lebih tua tertawa kecil, ia mengusak rambut yang lebih kecil dan bocah itu menerima dengan senang seperti anak anjing.
Bibir bocah itu dimajukan dengan begitu lucu, membuat sang paman menjauhkan wajahnya.
"Hei siapa yang baru saja meniup lilin ke 15 nya?" Baekhyun menarik mulutnya dan kembali membaringkan wajahnya. Kedua tangannya terlipat sebagai alas.
"Kenapa?" tanya Chanyeol sambil mengelus pipi Baekhyun, namun bocah itu menyembunyikan wajahnya dan menggeleng.
"Apa perkataanku menyinggungmu?" si kecil mengangguk membuat helain rambut hitamnya bergoyang dan menggelitik dada sang paman.
"Bagian mana?"
"Aku tidak suka membahas usia, bukankah aku sudah mengatakan itu." Chanyeol terdiam, ia mengingat Baekhyun pernah merajuk ketika ia memberikan selamat untuk ulangtahunnya dan berkata membenci bertambah dewasa, namun Chanyeol pikir saat itu keponakannya hanya bercanda.
"Apa yang kau benci dari pertambahan usia? Itu bagus bukan?" si kecil menggeleng lagi.
"Aku tidak suka." Jawabnya singkat.
"Alasannya?"
"Tumbuh, dewasa, menjadi tua, mandiri, aku tidak suka, yang jelas aku tidak suka menjadi dewasa."
"Kenapa, jika aku boleh tahu." Wajah kecil itu terangkat, menatap ke dalam manik hijau keabuan milik sang paman.
"Ketika aku dewasa, aku tak akan pernah bisa bermanja-manja kepada paman, dan sampai saat itu tiba aku harus bertahan hidup dengan usahaku sendiri, benar?" Chanyeol tertawa, mengundang kebingungan pada yang lebih muda.
"Hei, kau bisa bermanja-manja denganku selama yang kau mau, Baekhyunie. Selama kau tidak merasa malu saja pada teman-temanmu, atau mungkin …." Chanyeol menjeda ucapannya.
"…your crush." Wajah Baekhyun merona, pipinya mengembung dan menatap tak suka pada pamannya.
"I don't have one." Ia berucap tegas.
"Really? Or you hiding something from me?" Godaan Chanyeol membuat yang lebih kecil bangkit, ia duduk bersila diatas perut pamannya dan Chanyeol seolah tak keberatan dengan hal itu.
Tangan bocah itu terlipat dan matanya menyipit tajam, ditambah pipinya yang mengembung dan bibir kerucut merahnya yang menggemaskan.
"I-am-not." Ucapnya dengan tegas.
"Berhenti menggodaku, paman!" rengeknya sambil menggerakan tubuhnya diatas perut Chanyeol. Pria itu tertawa dan memegang pinggang keponakannya agar tak terjatuh dari atas tubuhnya.
"I-am-not." Tiru Chanyeol membuat Baekhyun semakin geram.
"No breakfast for today." Ucap si kecil sambil mencoba turun dari atas tubuh Chanyeol dan melesat meninggalkan kamar sang paman. Chanyeol melipat kedua tangannya dibelakang kepala sambil menatap pintu yang terbanting oleh keponakannya itu. Baekhyun-nya telah bertambah dewasa, dan itu entah mengapa membuat Chanyeol semakin khawatir, tapi entah karena apa.
Awalnya Chanyeol pikir Baekhyun hanya mengancam, tapi nyatanya bocah itu benar-benar memenuhi ucapannya. Saat menuruni tangga sehabis mandi, Rudolf berkata jika tuan muda mereka telah berangkat ke sekolah dengan wajah yang kesal.
Biasanya Baekhyun akan memberikan sarapan pada Chanyeol sebelum berangkat, bahkan ia selalu menunggu kedatangan pamannya untuk bergabung di meja makan, tapi tidak untuk saat-saat tertentu, seperti saat ini salah satunya.
"Sarapan anda." Chanyeol mengangguk dan mulai memakan sarapannya dengan perlahan.
Meski Chanyeol vampir, ia adalah vampir yang telah berevolusi. Ratusan tahun hidup, ia sudah mempelajari banyak hal termasuk bagaimana cara memakan makanan manusia yang baginya terasa hambar.
Chanyeol bisa memakan apapun, meminum apapun yang para manusia konsumsi namun itu bagai angin untuk Chanyeol, meski ia makan sebanyak apapun ia akan tetap tak memiliki tenaga, karena satu-satunya makanannya hanyalah darah segar.
Dan sekarang pabrik makanannya tengah merajuk dan meninggalkannya, membuat dirinya akan kekurangan tenaga untuk beraktifitas, jadi satu-satunya cara untuk membuatnya tak kelelahan adalah berbaring di dalam petinya. Cara lain para vampir, untuk menyimpan tenaga mereka.
Kaki jenjangnya berjalan menyusuri koridor yang sepi, hingga langkahnya terhenti pada sebuah ruangan tertutup diujung koridor, sebuah ruangan rahasia yang tak seorangpun boleh masuk tanpa seizin darinya.
Chanyeol membuka pintu itu, menimbulkan bunyi derit yang memekikan telinga. Kegelapan menyambutnya pertama kali, namun sebuah benda mengkilap berwarna coklat masih mampu terlihat di dalam sana.
Chanyeol menyalakan sebuah lilin besar diatas meja, sebelum akhirnya ia melangkahkan kakinya lebih dekat pada tempat tidurnya yang sebenarnya. Penutup peti itu diangkat, menampakan sebuah alas empuk berwarna merah maroon.
Ia memasukan tubuhnya, melipat kedua tangannya di depan dada, menutup matanya perlahan dan seketika peti itu tertutup dengan sendirinya menyisakan kesunyian mencekam pada ruangan itu.
…
..
.
Berangkat sekolah dengan suasana hati yang buruk tentu akan mempengaruhi satu harinya di sekolah. Meski baru pertama kalinya bersekolah di sekolah umum dan sudah menjalaninya dua minggu lamanya, nyatanya Baekhyun tetaplah bersikap seperti ia si pemilik sekolah itu. Jika kesal ia akan memasang wajah cemberut seharian, dan berlaku juga untuk semua guru yang mengajarnya. Meski demikian tak ada satupun yang berani menegurnya, karena Baekhyun mereka ketahui sebagai si penerus Reux N'Oeil.
Baekhyun sedang menyalin tulisan di papan dengan malas ketika sebuah gumpalan kertas terjatuh diatas mejanya. Ia menoleh dan menemukan Lisa dan Seulgi yang melambaikan tangan sambil tersenyum bodoh.
Baekhyun mengambil kertas itu dan membukanya, sebuah tulisan tangan tergurat disana membuat kening Baekhyun mengernyit.
'Jangan lupa siang ini, pretty boy!'
Baekhyun menatap kertas itu sejenak, jika saja ia tidak sedang merajuk pada pamannya pastilah itu hal yang mudah, namun mengingat ia sedang marah dengan pamannya yang jahil itu, membuatnya sedikit sulit untuk menyetujuinya.
Tapi Baekhyun tak ingin dicap sebagai 'pemberi harapan palsu' oleh kedua teman-temannya itu jadi ia membuka kertas itu lebih lebar dan menuliskan sesuatu lalu melemparkanya kembali ketika ada kesempatan.
Baekhyun tersenyum lebar ketika kedua sahabatnya itu ikut tersenyum lebar kearahnya.
'Tentu. Siapkan mata kalian yang akan silau oleh ketampanan paman-ku'
…
..
.
Semua tahu bahwa Baekhyun adalah keturunan keluarga Park dan seberapa bergelimangan hartanya sosok mungil itu. Setiap hari ia akan diantarkan oleh mobil mewah dan seorang penjaga akan membukakan pintu untuknya.
Dua orang pengawal, dan satu orang supir akan senantiasa berada di depan sekolah untuk menunggu segala aktifitas pembelajarannya selesai. Mereka hanya akan diam seperti patung disana, dan akan menjamu tuan muda mereka dengan begitu baik ketika sosok itu keluar dari dalam gedung.
Tak sedikit yang ingin berteman dengannya, namun hanya tiga sosok yang benar-benar pantas baginya untuk diajak berteman. Si Lisa gadis asal Thailand yang begitu berisik dan memiliki nada suara yang unik, Seulgi si darah korea kental yang sangat suka berteriak dan menari. Sebuah perpaduan yang kontras memang, namun anehnya mereka bisa rukun. Dan terakhir, Samuel si lelaki berdarah Korea-Kanada yang terlihat pemalu namun aslinya sangatlah berisik. Mereka memang aneh, tapi Baekhyun nyaman bersama teman-teman barunya itu.
Seperti saat ini, Samuel lebih memilih melihat kejendela daripada memperhatikan guru mereka di depan sana. Entahlah Baekhyun tak tahu apa yang sedang dialami sosok itu, karena ketika ditanya apa dia sakit, maka ia akan mengangguk sambil menunjuk dadanya 'disini yang sakit' dan Baekhyun memutuskan untuk tidak terlalu peduli.
Ketika pelajaran mereka usai, ketika itu mereka semua bangkit dan segera merapikan barang-barang mereka dengan semangat.
"Sam, kau sungguh tidak ikut?" Samuel yang masih setia menatap jendela menoleh dengan wajah tak minat.
"Untuk melihat seorang pria tua? Oh no thanks." Ucapan itu sukses membuat Baekhyun mencibirnya.
"Sudahlah Baek, ayo kita pergi!" ucap Lisa yang segera menarik tangan Baekhyun menjauhi sosok tak bersemangat itu.
Mata Lisa dan Seulgi seperti nyaris copot ketika mereka menatap takjub pada rumah Baekhyun. Ketika baru memasuki gerbang utama, mereka telah dibuat heran dengan besi tinggi menjulang itu, ditambah halamannya yang begitu luas.
"Baekhyun, kau seperti pangeran saja." Ucap Seulgi dan Baekhyun hanya menggeleng pelan sambil tersenyum.
Ketika pintu mobil terbuka, sudah ada para pelayan yang membukakan pintu untuk mereka bertiga, membuat kedua gadis itu seperti berada di negeri dongeng.
"Apa ini sungguh dibumi ?" ucap Seulgi sambil menatap takjub pada isi rumah Baekhyun.
" Mr. Rudolf, bisa tolong panggilkan paman?" ucap Baekhyun sambil mendudukan diri diatas sofa di ruang tamunya.
Kepala pelayan itu menundukan kepalanya, lalu mendekatkan tubuhnya kesamping Baekhyun dan berbisik. Baekhyun berdecak lalu segera bangkit.
"Kalau begitu tolong siapkan sebuah kamar untuk mereka, mereka akan menginap disini!" kepala pelayan itu mengangguk dan memerintahkan anak buahnya untuk bergegas.
Baekhyun meminta Lisa dan Seulgi untuk tetap disana, sementara ia melangkahkan kaki pendeknya menaikki anak tangga. Ia berjalan menuju ujung koridor, dan membuka pintu itu dengan perlahan.
Penerangan yang temaram dengan sebuah peti mati ditengah ruangan sebenarnya akan membuat siapapun bergidik ngeri, tapi tidak dengan Baekhyun.
TOK…TOK…TOK..
"Paman" Panggilnya. Peti itu terbuka menampakan Chanyeol yang terbaring dengan lelap, hingga tiba-tiba mata itu pun terbuka dan menyala merah, namun perlahan warna merah itu memudar dan berganti menjadi hijau-keabuan.
"Sudah pulang?" Chanyeol bertanya sambil merengangkan otot tubuhnya.
"Paman bilang siang ini kosong, kenapa malah tidur disini?" tanya Baekhyun tidak suka. Chanyeol tersenyum dan segera mengambil duduk.
"Salah siapa yang tidak memberiku sarapan." Baekhyun berdecih pelan sambil melipat kedua tangannya.
"Mereka sudah dibawah." Kening Chanyeol berkerut.
"Siapa?"
"Ck!Seulgi dan Lisa, jangan buat aku untuk mengingatkan paman lagi." Lagi kening Chanyeol mengkerut dan Baekhyun yang melihat itu berdecak kesal.
"Teman-temannku Paman, Oh my God! Pikun sekali!" Chanyeol segera mengangguk dan tersenyum.
"Hm, tapi aku tak memiliki tenaga untuk_" ucapan Chanyeol terputus ketika Baekhyun telah membuka satu persatu kancing blazer sekolahnya lalu disusul dengan kancing kemejanya.
"Good boy." Ucap Chanyeol menerima tubuh Baekhyun yang menaiki peti matinya. Kedua kaki Baekhyun berada dikedua sisi paha Chanyeol, ia bertumpu pada lututnya dengan tubuh menghadap kearah pamannya.
Seragamnya telah diturunkan dan kepalanya ia bawa menoleh ke kanan. Chanyeol menarik pinggang Baekhyun, mendekatkan wajahnya dan menancapkan taring itu disana.
"Aaakh." Baekhyun menutup matanya, meski sudah sering tapi sakitnya masih tetap sama. Baekhyun merasakan sedotan dari bibir sang paman dipermukaan kulitnya dan bahkan merasakan bagaimana darahnya mengalir ke dalam mulut itu.
Lidah itu telah menyentuh permukaan kulitnya, benda basah yang entah mengapa akhir-akhir ini membuat perutnya bergejolak. Tanpa Baekhyun sadari, tangannya terjulur dan meremas rambut Chanyeol, membuat sang paman menghentikan kegiatannya sejenak tanpa melepas penyatuannya.
"Aaahh.." Chanyeol mengeluarkan suara kelegaan yang dibuat-buat sambil menyeka bibirnya, tapi ia dikejutkan dengan Baekhyun yang menelengkan kepalanya kearah yang berlawanan.
"Sekalian makan siang dan mungkin makan malam. Temanku akan menginap, aku tak yakin bisa menyelinap nanti." Chanyeol sebenarnya keberatan untuk menghisap darah Baekhyun dalam kurun waktu yang dekat, namun melihat wajah serius Baekhyun membuat Chanyeol menurutinya.
"Eummhh." Kali ini Baekhyun tak lagi memekik ketika leher sisi lainnya ditancapkan sebuah taring. Lagi Chanyeol tersentak oleh remasan Baekhyun di rambutnya, tidak pernah sosok mungil itu melakukan hal itu padanya, tapi kini entah mengapa ia merasakan sesuatu yang berbeda dari Baekhyun.
Tubuh Baekhyun tak lagi bertumpu pada kedua lututnya namun jatuh tepat diatas paha Chanyeol membuat Chanyeol harus merendahkan kepalanya untuk menghisap darah sang keponakan, dan remasan Baekhyun terasa semakin kuat untuknya.
Ketika usai menghisap, seperti biasa Chanyeol akan menjilatnya hingga lubang itu tertutup dan hanya menyisakan bekas hisapan kemerahan dikulit putih Baekhyun.
"Aaaah, perutku sungguh kenyang." Ucap Chanyeol sambil tertawa, namun ketika memperhatikan wajah tertunduk Baekhyun yang memerah, ia diserang kepanikan.
"Baekhyun? Kau baik?" Baekhyun mendongak dan mata mereka bertemu, namun yang lebih kecil segera membuang pandangannya dan menaikkan seragamnya.
"Ayo turun! Temanku sudah menunggu!" ucapnya sambil memungut sisa seragamnya dan berjalan meninggalkan sang paman. Chanyeol terdiam ditempatnya sambil memegang rambutnya yang diremas tadi, remasan itu begitu sensual dan Chanyeol tak bodoh untuk tak menyadarinya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang, Baek? Kau sudah dewasa rupanya." Chanyeol terkekeh sambil menggelengkan kepalanya pelan.
…
..
.
Lisa dan Seulgi sedang bercanda dengan Baekhyun yang hanya duduk disamping mereka, ketika dua gadis itu dibuat bungkam dengan bibir terbuka menatap kearah tangga. Sosok tinggi dengan wajah menyerupai dewa menuruni anak tangga. Tangan sosok itu berada di depan dadanya, terlipat angkuh namun sama sekali tidak terlihat di mimik wajahnya.
"Good afternoon, ladies." Lisa nyaris berteriak dan melompat-lompat kecil dari duduknya, sementara Seulgi sudah bersandar pada sofa sambil mencoba menarik nafas.
"Good afternoon, Mr. Park." ucap keduanya bersamaan. Chanyeol terkekeh sambil berjalan kearah mereka, namun matanya mencuri pandang pada sosok Baekhyun yang hanya menatap maklum pada kedua sahabatnya.
"Kau pasti Lisa dan kau pasti Seulgi." Ketiga remaja itu membulatkan mata tak percaya. Lisa dan Seulgi, karena mereka terkejut nama mereka ditujukan pada orang yang benar, sementara Baekhyun karena tak percaya Chanyeol bisa mengingat nama itu dengan mudah.
"Terima kasih untuk berkunjung dan karena telah menjaga Baekhyun disekolah." Kedua gadis itu mengangguk lalu berpindah duduk disamping Chanyeol ketika Chanyeol duduk dihadapan mereka.
"Yak! Kalian! Dasar genit!" bentak Baekhyun.
"Maaf mengganggu, kamar nona Lisa dan nona Seulgi telah siap, beserta makan siang kita." Chanyeol mengangguk sambil tersenyum sementara dua gadis disampingnya telah menempel dilengannya seperti anak kucing.
"Paman harum sekali." Ucap Seulgi yang berada disebelah kiri Chanyeol.
"Ya, aku suka bau ini." Ucap Lisa juga.
"Benarkah? Padahal aku belum mandi." Chanyeol tertawa diikuti dengan tawa nyaring dua gadis disampingnya, sementara Baekhyun entah engapa merasa menyesal telah membawa gadis-gadis genit itu kerumahnya.
…
..
.
Baekhyun menarik kata-katanya, memiliki teman di rumah yang besar ternyata sangat menyenangkan. Mereka menghabiskan waktu untuk bermain dan bermain, hingga para pelayan dibuat kewalahan dengan tiga remaja itu yang berlarian di dalam rumah sambil membawa pistol air ditangan mereka.
"Dor! Tamat riwayatmu, nona!" Lisa mengerucutkan bibirnya dengan kaki dihentakkan ketika wajahnya basah tersiram air dari dalam pistol Baekhyun. Baekhyun berlari dengan tawa keras untuk mencari sosok Seulgi.
Mereka terus bermain apapun yang mereka inginkan, hingga waktu beranjak petang dan ketiga remaja itu telah berada di dalam kamar tamu dengan piyama mereka.
Baekhyun berbaring diatas ranjang sambil membaca komik yang dibawa Lisa, lalu dua gadis itu sedang bergosip sambil melihat sebuah majalan fashion.
"Aku tak sabar untuk tumbuh dewasa dan memakai make-up." Ucap Seulgi sambil membuat gerakan mengoles pada bibirnya seolah ditangannya benar-benar ada lipstick,
"Aku ingin mewarnai rambutku, seperti ini!" Lisa menunjuk ke dalam majalah dimana seorang model memiliki rambut berwarna oranye wortel.
"Kalau kau Baekhyun?" Baekhyun melirik kearah kedua temannya yang duduk diatas karpet dibawahnya.
"Apa?"
"Apa yang ingin kau lakukan ketika dewasa nanti?" Baekhyun mengedikkan bahunya, lalu kembali membaca.
"Aku tak ingin menjadi dewasa."
"Kenapa? Bukankah menjadi dewasa itu menyenangkan? Ketika dewasa nanti aku akan mencari suami seperti Paman Chanyeol." Baekhyun melirik dengan wajah jijik, lalu memukul kepala gadis itu dengan buku yang dibawanya.
"Jangan bermimpi!"
"Yak, sakit tahu!" Seulgi memegang kepalanya dan menggosoknya pelan.
"Katakan Baekhyun, kenapa kau tak ingin menjadi dewasa?" tanya Lisa yang sepertinya penasaran.
"Hanya…tak ingin saja." Sahut Baekhyun masa bodoh.
"Eeei.. pasti ada alasan, iya kan?" Baekhyun menutup bukunya, lalu menatap kearah lantai dengan tatapan kosong.
"Aku hanya belum siap untuk hidup sendiri, aku belum siap meninggalkan paman." Lisa mengangguk mengerti, meski mereka baru menjadi teman namun ia tahu jika Baekhyun adalah seorang yatim-piatu yang hanya tinggal dengan pamannya saja.
"Kalau begitu ketika kau menikah nanti, tetaplah tinggal dengan pamanmu itu." Ucap Lisa sambil menepuk pundak Baekhyun, sementara remaja lelaki itu memutar bola matanya malas.
"Atau kau nikahi saja paman Chanyeol, maka kau tak akan pernah meninggalkannya." Baekhyun terdiam sejenak, sebelum akhirnya menarik bukunya keatas dan memukul kepala Seulgi dengan keras.
"Jangan bicara sembarangan, aku laki-laki." Ucap Baekhyun sambil berdecih.
"Ya, laki-laki cantik."
"Isssshh!"
TOK…TOK…TOK
Ketukan itu membuat ketiga remaja yang nyaris bertengkar itu menoleh, mendapati sosok Chanyeol mengintip dari balik pintu.
"Ladies, sepertinya aku harus mengingatkan jika sudah saatnya untuk tidur." Ucap Chanyeol. Lisa dan Seulgi segera bangkit sambil mengangguk manis kearah Chanyeol.
"Baekhyun, apa kau akan bergabung dengan para gadis?" Baekhyun segera bangkit ketika sadar.
"Tidak!" ucapnya sambil berjalan menuruni ranjang.
"Girls, good night." Ucap Baekhyun sambil melangkah mendekati Chanyeol.
"Sweet dream, babies." Ucap Chanyeol sambil menutup pintu perlahan.
"Sweet dream, Paman." Sahut mereka bersamaan.
Chanyeol melangkah dibelakang Baekhyun, dan matanya membulat ketika sosok itu bukan memasuki kamarnya, tapi malah berbelok ke dalam kamar miliknya.
Ketika Chanyeol masuk ke dalam kamarnya, ia sudah mendapati Baekhyun yang berbaring diatas ranjangnnya.
"Sejak kapan kamarmu berpindah?" tanya Chanyeol.
"Paman, aku tidur disini ya malam ini!" ucap Baekhyun dengan suara yang mengantuk. Chanyeol tentu tak akan melarang, karena ia tak pernah keberatan akan hal itu. Chanyeol berbaring disamping Baekhyun, dan mengelus pucuk kepala keponakannya.
Baekhyun bangkit dan berpindah diatas tubuh Chanyeol, menyamankan posisi diatas dada bidang pamannya.
"Sweet dream, Paman." Ucap Baekhyun. Chanyeol tersenyum dan mengelus punggung Baekhyun.
"Sweet dream, Baek_" (Cup)
Chanyeol terdiam ketika tiba-tiba Baekhyun mengecup bibirnya, tak pernah sekalipun mereka melakukan kontak bibir sejak Baekhyun kecil, namun kini ciuman itu membuat Chanyeol bungkam. Meski secepat kilat, namun ia masih merasakan bibir kenyal itu menyentuh miliknya.
"Baek?" suara Chanyeol menyapa indra pendengaran Baekhyun.
"Hm?" sahutnya setengah mengantuk.
"Apa terjadi sesuatu?"
"Tidak."
"Apa ada yang kau sembunyikan dariku?"
"Tidak."
"Apa kau sempat bermimpi aneh belakangan ini?" tiba-tiba mata Baekhyun terbuka, meski Chanyeol tak dapat melihatnya namun Chanyeol merasakan ketegangan itu.
"Mau bercerita?" Baekhyun dengan cepat menutup matanya.
"Anak anjing."
"Huh?"
"Aku bermimpi Paman membelikanku anak anjing." Chanyeol menggeleng pelan masih mengelus punggung Baekhyun.
"Kau tahu kita tak mungkin memiliki peliharaan, kan?"
"Ya, aku tahu dengan pasti."
"Bagus, jadi sekarang tidurlah! Semoga kau bermimpi yang lain, sesuatu yang baik." Ucap Chanyeol dan kembali mata Baekhyun terbuka, keresahan menyelimutinya mengingat dengan jelas bagaimana mimpi-mimpi itu datang setiap malamnya.
"Eeuummhh… Paman~"
"Kau menyukainya?"
"Uhm-hm. Rasanya menggelikan tapi aku menyukainya, bisa kita melakukannya lagi?"
" Berciuman? Lagi?"
"Ya, kali ini hisap lebih kuat bibirku, aku tak akan merengek kesakitan. Hmmppttt…. Paman…euummhh…"
Lagi mimpi aneh itu datang menghantuinya. Sejak tiupan pada lilin ulangtahunnya, Baekhyun merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya terutama ketika berada di dekat sang paman.
…
..
.
TBC
…
..
.
Halo, long time no see guys…
Udah lama gak nulis ff fantasi, mungkin ini bisa dibilang segenre sama DBM bedanya disini CY vampire hehehe…
Pasaran? Jelas dong, udah banyak kan cerita semacem gini Cuma karena aku belum pernah guat yang kayak gini jadi aku mau coba nulis wkwkwk.. idenya udah lama bahkan sampe lumutan di laptopku Cuma baru keketik fullnya sekarang hehehe..
Oke, semoga kalian suka ya dan aku tunggu tanggapan kalian di kotak review
Selalu jaga kesehatan dan Salam Chanbaek is real guys…
