Fanfiction

Cast : Jongin, Sehun

Genre : Romance, Drama

Summary : Jongin sedang dalam perjalanan menuju Singapore ketika pertama kali bertemu dengan pencuri hatinya. Sayangnya, kesan pertama yang ia berikan tidak begitu baik. Kedua kalinya ia bertemu dengan pencuri itu, ia menggenggam erat si pencuri agar tidak hilang lagi dari pandangannya. Jongin perlu menghukumnya dengan menjadikan pemuda cantik itu tahanan cintanya. Kaihun. Yaoi.

Prequel of Rainy Date.

Chapter One

Incheon Airport, 2013.

"Bye mom."

"Bye! Jangan lupa kabari mommy kalau sudah sampai! Jangan beli pizza aneh itu lagi!" Wanita setengah baya yang terlihat jauh lebih muda dari umur aslinya itu mengecup pipi pemuda berambut coklat dengan penuh kasih sayang.

"Mom, aku sudah delapan belas tahun."

"Dan mommy masih belum bisa menerima kenyataan kalau kau sudah terlalu dewasa. Bagi mommy kau tetap my little prince, Hunhun."

"Mom!" Hunhun, si little prince mendengus malu mendengar panggilan norak masa kecilnya itu. "Aku berangkat!"

"Hati-hati Hunhun!" Wanita itu tidak rela melihat kepergiaan anak semata wayangnya. Ditatapnya terus punggung langsing anaknya sampai tidak terlihat karena ramainya suasana pemeriksaan bandara.

Hunhun—atau pemuda yang memiliki nama lahir Oh Sehun—masih merasa pipinya panas akibat panggilan ibunya barusan. Hunhun, nama yang menggemaskan sebenarnya, hanya saja nama itu membuatnya merasa seperti bocah lima tahun. Dia kan baru saja berulang tahun ke delapan belas, sudah memiliki ijin mengemudi, sudah boleh minum alkohol. Sehun rasa panggilan Hunhun sudah tidak lagi pantas untuknya.

Sehun dengan cepat melupakan kekesalannya pada ibunya yang masih terlalu memanjakannya ketika melihat toko cokelat yang menyambutnya didalam bandara. Ibunya, Oh Joonmyeon, selalu membatasi konsumsi manis-manis Sehun. Takut anaknya sakit gigi, takut anaknya gendut, takut anaknya diabetes. Mumpung sang ibu tidak menemaninya kali ini, Sehun bisa beli permen cokelat sebanyak yang ia mau!

Toko pertama yang Sehun datangi adalah toko yang menjual bermacam-macam jenis cokelat. Mata Sehun berbinar-binar bahagia melihat jejeran cokelat yang menggodanya agar membeli mereka semua. Sehun yang sering ditakut-takuti ibunya dampak makan terlalu banyak cokelat hanya membeli sepuluh bungkus, wait, sepuluh? Sehun kan jarang sekali bisa makan cokelat, jadi sepuluh bukan jumlah yang begitu banyak, begitu pikir Sehun.

Sehun begitu terpesona dengan berak-rak cokelat yang dijual, hatinya sibuk menimbang-nimbang apakah ia perlu menambah jumlah cokelat yang sudah ia beli. Begitu sibuknya Sehun dengan pemandangan-pemandangan indah didepannya, membuat Sehun lupa waktu. Telinga Sehun tidak mendengar panggilan-panggilan untuk nomor pesawatnya dan ia baru sadar ketika seseorang mengatakan pesawat ke Singapore akan segera tinggal landas.

Sehun mengecek papan elektronik yang terpasang diseluruh tempat di bandara dan matanya membulat melihat status pesawat yang akan ditumpanginya sudah berstatus akan take off. Sehun segera berlari menuju gate tempatnya check ini, untungnya Sehun masih memungkinkan untuk naik ke atas pesawat meskipun petugas bandara menatap kesal pada Sehun yang membuat kehebohan.

Nafas Sehun terengah-engah ketika duduk nomor tempat duduknya. Sehun benar-benar butuh minum dan kebetulan sekali para pramugari sedang membagikan minuman selamat datang bagi penumpang pesawat kelas satu.

"Coke atau orange juice, Tuan?" Suara seorang pramugari terdengar sangat ramah.

"Coke." Suara besar dan dalam seorang lelaki terdengar. Pramugari lain mengajukan pertanyaan yang sama pada Sehun, dan dengan riang Sehun menjawab jika ia ingin minum coke. Sehun yang sudah kehausan memandang pramugari yang tadi menawarinya minum, mana Coke yang ia inginkan?

"Ma-maaf Tuan. Coke-nya tinggal satu saja dan sudah diambil oleh penumpang diseberang Anda." Pramugari lain yang melayani orang diseberang Sehun tersenyum penuh penyesalan pada Sehun sambil memegang kaleng cola terakhir.

"Huh? Benarkah?" Sehun langsung terdengar begitu kecewa. Jarang-jarang kan Sehun punya kesempatan untuk minum minuman bersoda tanpa mendapat omelan dari ibunya. "Tapi…aku ingin Coke…"

"Maaf Tuan." Kedua pramugari itu sedikit membungkukkan tubuhnya sebagai tanda permohonan maaf.

"Tidak bisakah Coke-nya dibagi dua?" Sehun memandang pramugari didepannya dengan wajah memelas. Sehun benar-benar ingin minum cola sekarang.

Terdengar dengusan menahan tawa dari seberang Sehun, dengusan seolah mengejek perkataan Sehun barusan. Sehun yakin sekali jika dengusan itu berasal dari lelaki yang juga menginginkan cola yang berada ditangan si pramugari.

"Eh.." Pramugari itu terlihat bingung dengan permintaan Sehun.

"Aku tidak akan habis kok minum satu kaleng." Sehun berusaha menekan kekesalannya pada lelaki asing yang tadi mendengus menertawakannya. Suara kekeh terdengar jelas sekarang dan Sehun jadi semakin kesal. Sehun memberi isyarat pada pramugari yang menghalangi dirinya dan lelaki menyebalkan itu untuk sedikit bergeser agar ia bisa melihat wajah sang lelaki.

"Kalau tidak mau membagi cola-mu juga tidak masalah kok. Aku kan meminta baik-baik!" Sehun menatap tajam lelaki yang duduk diseberangnya dengan koran ditangannya. Alis Sehun berkerut sebal dan bibir mungil Sehun cemberut menggemaskan.

Lelaki itu terkejut melihat orang yang meminta cola-nya tiba-tiba menunjukkan wajahnya secara langsung. Sehun menatap kesal sang lelaki yang hanya diam membalas memandang kearahnya dengan tatapan kosong.

"Aku mau air putih dingin saja." Sehun berkata pada pramugari yang masih menunggu perdebatannya dengan orang asing ini dalam diam.

"Ehm, ambil saja cola-nya. Aku akan minum orange juice saja."

Huh?

Sehun terkejut mendengarnya. Tadi menertawakannya karena minta berbagi minman lalu tiba-tiba dengan suka rela memberikan seluruh minuman yang mereka perebutkan. Sehun sedikit curiga sebenarnya melihat lelaki—yang dengan berat hati ia akui —tampan itu, jangan-jangan dia lelaki mesum yang akan menggodanya nanti.

"Uhm, terima kasih." Sehun menundukkan kepalanya sedikit sebagai ucapan terima kasih dan segera memasang head set-nya agar tidak lagi berurusan dengan lelaki itu lagi. Sehun awalnya ingin menolak cola itu, tapi menolak berarti Sehun harus berargumen lebih lama dengan lelaki asing ini.

Sehun pelan-pelan menegak cola dari kaleng ditangannya, ia benar-benar sedikit ngeri dengan lelaki diseberangnya itu. Tatapan lelaki asing itu tadi sedikit menyeramkan bagi Sehun yang belum pernah bepergian ke luar negeri sendiri. Awalnya sepasang mata lelaki itu terkejut lalu kosong lalu menatapnya tajam. Bagaimana Sehun tidak takut?

Huhuhu, mommy, tolong Sehun mom. Kenapa sial sekali Sehun dapat tempat duduk bersebarangan dengan lelaki asing yang aneh seperti dia? Sepertinya Sehun kena karma karena minum cola dan makan cokelat, jadinya nasib Sehun seperti ini, Sehun membatin dalam hati. Perjalanan yang memakan waktu berjam-jam ini menjadi sangat tidak nyaman bagi Sehun yang merasa sepasang mata tajam memperhatikannya terus menerus.

"Lalu, tiba-tiba dia membolehkan aku memiliki minuman itu Mom! Aneh sekali kan dia? Sudah bertingkah menyebalkan lalu memberikannya begitu saja." Sehun bercerita dengan menggebu-gebu pada ibunya yang sedang duduk didepan meja rias pagi hari itu.

"Memangnya minuman apa sampai kau rela berebutan dengannya?"

"Uhm, ju-juice apple Mom."

"Hanya juice apple?"

"I-iya. Habisnya waktu itu aku sangat ingin juice apple."

"Hmm, sudahlah yang penting Hunhun-nya Mommy tidak kenapa-kenapa. Ayo sekarang kita sarapan dan ke kantor." Joonmyeon mengelus kepala anaknya lembut dan menggandeng Sehun keluar kamarnya.

"Ih, Mommy, jangan panggil aku Hunhun lagi." Sehun kesal mendengar nama kecilnya itu digunakan ibunya lagi.

"Kenapa? Hunhun adalah nama yang sangat menggemaskan."

"Tapi kan aku sudah mau masuk kuliah Mom, sudah besar!"

"Kau selamanya akan jadi pangeran kecil Mommy." Joonmyeon mencubit kecil hidung Sehun dan mendudukkan anak semata wayangnya pada kursi di ruang makan. "Sekarang pangeran Mommy harus sarapan supaya tidak sakit."

"Mommy!" Sehun semakin merengut kesal namun membiarkan ibunya mengusak kepalanya dan menuangkan susu pada mangkuk seralnya.

"Ah iya, Mommy sudah mendaptkan tempat yang sangat strategis untuk off store kita. Tinggal melakukan sedikit perbaikan disana-sini dan kita bisa langsung menggunakannya." Joonmyeon terdengar sangat bersemangat dalam memberikan kabar terbaru bisnis kosmetik yang sedang ia geluti.

"Kenapa cepat sekali Mom? Kemarin sebelum aku berangkat sepertinya masih belum tahu akan membuka toko off store lagi atau tidak." Sehun mengernyitkan dahinya dan memandang ibunya takjub. Wanita didepannya ini memang sangat cepat dan praktis dalam melaksanakan bisnisnya.

Ibu Sehun, Oh Joonmyeon, kehilangan suaminya dalam kecelakaan pesawat ketika Sehun masih tujuh tahun. Sejak saat itu Joonmyeon bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan Sehun. Kematian suaminya itu membalik seluruh kehidupan bahagia dan mewah yang mereka miliki, Joonmyeon harus memulai semuanya dari awal karena seluruh harta suaminya diambil begitu saja oleh tangan kanan suaminya yang ternyata seorang lelaki licik.

Beruntung Joonmyeon dikaruniai wajah yang cantik dan otak yang cemerlang. Banyak tawaran modeling yang diberikan pada Joonmyeon meskipun ia sudah beranak satu. Berawal dari menjadi model beberapa brand lokal, Joonmyeon mulai dilirik oleh brand cosmetic dan lama kelamaan Joonmyeon tertarik untuk membuat brand cosmetic-nya sendiri.

Hanya dalam tiga tahun, Joonmyeon sudah meluncurkan produk-produk kecantikan yang namanya sudah mulai familiar di masyarakat. Joonmyeon yang awalnya hanya memasarkan produknya secara online dan pada orang-orang disekitarnya, kini mulai membuka toko-toko untuk menjual produk-produk kecantikannya.

"Ada toko yang kontraknya baru saja selesai dan Mommy langsung berusaha menghubungi pemilik lokasi itu. Awalnya dia tidak menjual tempatnya, tapi beberapa hari kemudian dia menghubungi kalau ia menjual tempatnya." Joonmyeon masih bercerita dengan suara menggebu-gebu.

"Dimana tempatnya Mom?"

"Gangnam."

"Gangnam?!" Sehun terkejut setengah mati mendengar jawaban ibunya. Gangnam adalah salah satu kawasan terelit di Seoul dan membeli sebuah tempat diarea pertokoan harganya akan luar biasa mahal.

"Tenang saja. Mommy mendapat pinjaman dari Kris Oppa."

"Kris Hyung lagi? Astaga.." Sehun menghela nafas panjang dan ibunya mengigit bibirnya dengan gugup. "Mom, kasihan Kris Hyung. Seharusnya Mommy memberi kepastian—"

"Ah, sudahlah. Jangan membahas ini dulu. Mommy sedang tidak ingin—"

"Tapi sampai kapan Mommy akan sendiri seperti ini?"

"Iya, iya. Nanti Mommy pikirkan lagi."

"Dari kemarin jawabannya begitu terus." Sehun merengut mendengar jawaban ibunya. Pasalnya, Kris, sahabat masa kuliah ibunya, adalah lelaki tampan yang menyukai Joonmyeon sejak dulu. Bahkan setelah Joonmyeon menikah dan mempunyai anak, Kris tetap mencintai Joonmyeon seperti masa-masa kuliah dimana Joonmyeon tidak memiliki status sebagai seorang janda.

Sejak kematian ayah Sehun, Kris sering sekali berkunjung kerumahnya dan membantu Sehun dan Joonmyeon melewati banyak hal. Mulai dari mengurus Sehun, membantu mengurusi masalah keuangan Joonmyeon hingga menjadi figur ayah dan teman bagi Sehun. Meskipun Kris seumur dengan ibunya, Sehun tetap memanggilnya Hyung karena mereka begitu dekat.

Sudah beberapa tahun terakhir, Kris mengutarakan isi hatinya pada Joonmyeon. Kris ingin menjadi suami untuk Joonmyeon dan ayah untuk Sehun tapi sayangnya Joonmyeon tidak juga memberikan jawaban. Bayangkan, beberapa tahun Kris menunggu jawaban Joonmyeon atas lamarannya, Sehun saja sampai gemas sendiri pada ibunya yang susah sekali mengakui isi hatinya sendiri.

"Jangan ngambek begitu, Mommy kan hanya bingung.."

"Bingung apa lagi Mom? Mommy sendiri bilang kalau Mommy sudah nyaman dengan Kris Hyung dan aku juga tidak masalah memiliki ayah tiri." Sehun berkata datar. "Sudahlah, pokoknya Mommy jangan menggantungkan Kris Hyung terus, nanti diambil wanita lain baru tahu rasa."

"Kenapa kau jadi jahat sama ibumu sendiri sih?"

"Habisnya Mommy!"

"Dasar." Joonmyeon menggelengkan kepalanya atas kekeras kepalaan Sehun jika sudah menyangkut mengenai Kris. Memang salahnya sih dia tidak segera memberi kepastian pada Kris. Sejujurnya, Joonmyeon agak ragu untuk menikah lagi. Umurnya sudah hampir empat puluh tahun dan dia sudah memiliki Sehun. Meskipun Joonmyeon tahu kalau Sehun pasti suatu saat nanti akan meninggalkannya dan memulai hidup baru dengan orang yang Sehun cintai.

"Setelah ini kita bertemu dengan arsitek."

"Paman Jinyoung?"

"Tidak. Kali ini Mommy tidak menggunakan jasa Jinyoung, bayarannya terlalu mahal. Mommy menggunakan jasa arsitek baru."

"Siapa?"

"Kim Jongin."

"Kim Jongin? Aku belum pernah dengar namanya."

"Dia memang masih muda dan baru memulai karirnya tapi Mommy sudah melihat hasil kerjanya. Sangat bagus! Selain itu, orangnya juga sangat tampan dan santun."

"Benarkah? Jangan melebih-lebihkan Mom.." Sehun menaikkan sebelah alisnya dengan tidak percaya. Biasanya ibu-ibu kan sering berlebihan kalau bercerita.

"Mommy sungguhan! Nanti kalau sudah bertemu langsung, Mommy pastikan kau akan terpesona." Joonmyeon sangat yakin dengan ucapannya. "Ah, iya bagaimana kabar kakak kelasmu itu? Siapa namanya? Chanyeol?"

"Sudahlah Mom, jangan bicarakan lelaki brengsek seperti dia. Aku rasanya masih ingin mencekiknya setiap kali ingat dia menyelingkuhiku di minggu kedua kami berkencan." Sehun meremas sendok ditangannya dengan kesal teringat mantan kekasihnya yang terakhir. Untung saja Sehun menyayangi tangannya yang lembut dan lentik, kalau tidak, pasti tangannya sudah melayang mematahkan rahang Chanyeol.

Sehun dan Joonmyeon melanjutkan sarapan mereka dengan masih mengobrol. Kedua ibu dan anak ini memang sangat akrab dan memiliki pikiran yang sangat terbuka. Joonmyeon tidak mempermasalahkan Sehun yang memilih menjadi gay dan Sehun juga tidak masalah dengan gaya Joonmyeon yang kadang-kadang tidak sesuai dengan umurnya.

Tawa ibu dan anak itu terus mengisi apartemen mewah yang mereka tinggali. Perbedaan usia dan pilihan pasangan, tidak menjadikan keduanya bersitegang dan menjauhi satu sama lain. Mereka hanya berdua didunia ini dan jika tidak saling melindungi, siapa yang akan menolong mereka diwaktu sulit nanti?

Sehun memandang lelaki didepannya dengan tatapan tidak percaya. Dari semua arsitek di seluruh Kota Seoul, kenapa harus lelaki ini yang menjadi pilihan ibunya. Sehun menganga ketika pertama kali melihat paras Kim Jongin yang duduk dibelakang meja besar yang dipenuhi kertas-kertas coretan.

Sehun sama sekali tidak lupa bagaimana wajah lelaki asing—yang kini menjadi salah satu rekan kerja ibunya—yang memandanginya hampir selama tujuh jam dan juga membuat Sehun nyaris melupakan kalau ia dijemput di bandara dan tidak naik taksi karena begitu takutnya Sehun jika si orang asing tadi mengajaknya bicara lagi.

Saat ini, Sehun hanya bisa menunduk dan memainkan ujung kemeja longgarnya. Sehun tidak tahu apakah si Kim Jongin ini masih mengingatnya karena lelaki itu sama sekali tidak terkejut atau menunjukkan reaksi apapun ketika melihat Sehun muncul dikantornya.

"—kami hanya ingin merenovasinya sebagian. Lantai dasarnya masih bagus dan dindingnya juga masih kuat. Mungkin menambah lantai diatasnya dan lebih banyak bermain dengan interior design." Joonmyeon berkata penuh semangat pada Jongin dan tidak memperdulikan Sehun yang sedari tadi diam dan menunduk.

"Ah, tentu saja Nyonya. Saya juga menggeluti interior design. Anda bisa menggunakan jasa kami kalau Anda tertarik."

"Saya sudah mendengar kalau Anda sangat berbakat dalam hal interior design. Secara pribadi, saya sangat menyukai hasil kerja Anda di bakery dan cafe yang kini sangat ramai itu."

"Jangan terlalu memuji saya Nyonya, saya baru memulai semuanya. Masih banyak hal yang harus saya pelajari." Jongin tersenyum penuh kerendahan hati. Sehun hanya menelan ludahnya dengan gugup, kapan pertemuan ini akan selesai? Jika ibunya dan si arsitek ini jadi semakin akrab, bisa sampai sore nanti.

"Saya mau ke kamar mandi sebentar." Sehun gelagapan mendengar ibunya yang akan ke kamar mandi. Kalau ibunya pergi, berarti dia akan berduaan dengan lelaki ini?

"Ah ya, silahkan. Kamar mandi ada tepat diujung lorong." Jongin dengan sopan memberi arah menuju kamar mandi pada Joonmyeon. Begitu wanita setengah baya itu keluar ruangan, keheningan ganjil langsung memenuhi atmosfer.

"Apa kau mau minum? Cola misalnya?" Jongin bertanya dengan suara pelan. Sehun yang mendengar pertanyaan Jongin langsung mendongakkan kepalanya dan mata mereka saling menatap pertama kali sejak Sehun masuk ruangan.

"Ti-tidak, terima kasih." Sehun terbata-bata menolak tawaran Jongin. Ekspresi Jongin sangat sulit ditebak. Bibirnya tersenyum ramah namun matanya kadang bersinar nakal.

"Kau yakin? Kau sepertinya sangat menyukai cola." Sehun meremas ujung kemejanya semakin kencang.

"Da-dari mana kau tahu hal itu?" Sehun berusaha untuk tidak gagap.

"Aku yakin kau masih mengingatku. Kenalkan, aku Kim Jongin." Jongin tersenyum ramah pada Sehun dan menjulurkan tangannya untuk dijabat. Sehun tidak tahu harus bereaksi apa, memperkenalkan dirinya juga atau pura-pura tidak ingat kejadian di pesawat tempo hari?

"Ah, baiklah. Sepertinya aku salah orang. Maaf." Jongin menarik kembali tangannya yang juga tidak juga disambut oleh Sehun. "Kalau kau memang orang yang aku temui dipesawat, tentu saja dia tidak akan bersikap sopan dan tenang sepertimu. Kelihatannya orang yang aku temui itu sikapnya sedikit bar-bar dan—"

"Bar-bar? Kau mengataiku bar-bar?" Sehun langsung melotot penuh amarah pada Jongin. Bisa-bisanya lelaki seperti bermulut mengesalkan seperti Jongin mengatainya bar-bar.

"Jadi, kau ingat aku?" Jongin menyeringai lebar melihat Sehun jatuh kedalam perangkapnya. Pipi Sehun menghangat mengetahui ia baru saja dikerjai Jongin. "Kim Jongin." Tangannya kembali terulur untuk dijabat Sehun.

"Oh Sehun." Sehun menggumamkan namanya pelan tanpa mau menjabat tangan Jongin, ia masih kesal pada Jongin yang dianggapnya tidak sopan. Lalu baru saja ia dikerjai, membuat Sehun semakin kesal pada Jongin.

"Hm, nama yang cantik." Jongin menarik tangannya dan tersenyum simpul.

"Jangan sok manis. Aku tahu kau lelaki menyebalkan." Sehun berkata tajam.

"Dari mana kau tahu?" Jongin menaikkan salah satu alisnya.

"Semua yang ada pada dirimu sangat menunjukkan kalau kau lelaki sok."

"Semua yang ada pada diriku? Kau memperhatikanku dari ujung kepala sampai kaki?" Jongin menyeringai lagi—seringai yang membuat ia semakin tampan.

"Lelaki tidak punya sopan seperti—" Sehun menghentikan ucapannya saat pintu kantor Jongin terbuka. Joonmyeon sudah kembali dari kamar kecil.

"Nah, sampai mana kita tadi?" Joonmyeon dengan semangat melanjutkan pembicaraan dengan Jongin mengenai desain toko barunya. Jongin tersenyum dan mulai mengobrol serius dengan Joonmyeon, bersikap seolah dia tidak menggoda Sehun tadi.

Setelah hampir dari dua jam, akhirnya Sehun dan Joonmyeon berjalan keluar dari gedung firma tempat Jongin bekerja. Sehun yang selama berjam-jam disana terlihat gelisah dan tegang kini sedikit lebih santai, ia berjalan dibelakang dan membiarkan ibunya dan Jongin berjalan berdampingan. Kedua orang itu masih sibuk membicarakan interior design dan juga furniture.

"Kau mau makan siang bersama Jong?" Joonmyeon menawari Jongin begitu mereka sudah sampai didepan gedung. Cara bicara mereka sudah tidak formal lagi, beruntunglah Joonmyeon adalah ibu yang modern dan mudah bergaul dengan anak-anak yang jauh lebih muda darinya.

"Ah tidak usah Nyonya." Jongin menolak sopan dan hati Sehun bergelenyar penuh kelegaan.

"Ayolah. Kau adalah anak muda yang cemerlang dan berpengetahuan luas. Aku suka mengobrol denganmu, aku bosan hanya makan siang bersama Sehun terus." Joonmyeon menambahkan sambil bergurau.

"Ibu!" Sehun merengut mendengar ucapan ibunya, meskipun ia tahu kalau Joonmyeon hanya bergurau.

"Ah.." Jongin terlihat bimbang untuk menerima tawaran dari Joonmyeon.

"Ayolah!" Joonmyeon setengah memaksa Jongin.

"Baiklah." Jongin menyerah dan ikut masuk ke dalam mobil yang sudah datang untuk menjemput Sehun dan ibunya. Sehun yang mendengar Jongin menyetujui ajakan ibunya hanya membatin kesialannya, kenapa nasibnya sial begini sih? Apa kesialannya karena berbohong pada ibunya tentang makan cokelat dan cola masih berlanjut?

Pilihan Joonmyeon untuk restoran tempat mereka makan siang adalah restoran mewah ditengah Gangnam yang harga satu gelas ice tea-nya membuat banyak orang mengernyitkan dahi. Sehun juga heran, kenapa ibunya memilih restoran ini. Joonmyeon mungkin memang orang yang berada, ia bisa dengan mudah membeli apapun yang ia inginkan. Tapi menghamburkan uang bukanlah gaya Joonmyeon, hal yang juga ditanamkan pada Sehun.

"Tidak biasanya Mom." Sehun berkomentar sambil membaca buku menu didepannya.

"Mommy ada janji dengan Kris Oppa." Joonmyeon menjawab ringan.

"Kris Hyung akan bergabung dengan kita sekalian?"

"Tidak, dia hanya akan mampir sebentar. Dia ada rapat ditempat ini, jadi lebih baik kita makan disini saja."

"Hm, begitu." Sehun mengangguk paham dan kembali memusatkan perhatiannya pada buku menu. Mata Sehun tidak sengaja menangkap tatap mata Jongin yang kala itu sedang menatapnya, sebenarnya Jongin terus-terusan menatap Sehun sejak mereka dimobil.

Sudah berkali-kali Sehun mendelik kesal pada Jongin agar berhenti memandangi wajahnya tapi Jongin hanya akan mengalihkan pandangannya sejenak dari Sehun sebelum kembali memakukan pandangannya pada Sehun lagi.

"Kau mau pesan apa Kim Jongin?" Sehun bertanya dengan nada ramah palsu untuk menyindir Jongin yang sama sekali belum membaca buku menu.

"Coba pilihkan satu untukku." Jongin berkata santai.

"Aku tidak tahu seleramu."

"Aku percaya padamu."

"Aku tidak mau mengambil resiko."

"Aku mau mengambil resiko, demi kau." Jongin menjawab ringan namun jawaban itu membuat alis Sehun naik.

"Kau yakin? Aku bisa memilihkanmu lobster dan tidak tahu kau alergi pada lobster." Sehun berkata tajam pada Jongin, ia kesal dengan sikap sok keren Jongin. Kenapa juga Jongin jadi sok akrab dengannya? Didepan ibunya lagi?

"Aku percaya padamu karena aku percaya kalau ada chemistry diantara kita." Jongin berkata datar penuh percaya diri dengan mata masih beradu pandang dengan Sehun. Sehun sunggu kaget mendengar perkataan Jongin, dipandanginya Joonmyeon yang sibuk menelepon dengan entah siapa. Sepertinya Joonmyeon tidak memperhatikan perdebatan dua anak muda didepannya.

Lelaki cantik itu berhenti mendebat kalimat Jongin dan hanya diam mencoba menebak isi kepala Jongin. Chemistry? Chemistry pantatmu! Aku tidak menemukan chemistry apapun denganmu kecuali hasrat untuk melempar buku menu ini pada wajah menyebalkannya itu!

"Hunhun, Kris Oppa sudah ada didepan. Mommy akan ke lobby sebentar." Joonmyeon tiba-tiba berkata dengan terburu-buru dan memasukkan ponselnya kedalam tas.

"Iya Mom, jangan lama-lama." Sehun mengiyakan setengah hati. Lagi-lagi dia akan ditinggal berdua dengan lelaki sok keren ini.

"Hunhun?" Jongin bertanya sambil menahan tawa mendengar panggilan sayang Joonmyeon pada Sehun. Tidak aneh kok panggilan itu, cocok malah. Sama-sama menggemaskan seperti Sehun.

"Shut up, Kim Jongin." Sehun mendelik pada Jongin yang menertawakannya.

"Cocok untukmu, sangat menggemaskan." Komentar Jongin.

"Permisi, apakah kami sudah bisa mencatat pesanan Anda?" Untung saja seorang pelayan datang jadi Sehun tidak perlu bersusah-susah mendiamkan Jongin.

"Tanyakan pada lelaki cantik ini, dia yang akan memesankan makan siangku." Jongin menutup buku menunya dan tersenyum lebar pada pelayan. Sehun sungguh ingin muntah sekarang.

"Tunggu sebentar lagi, aku masih menunggu ibuku." Sehun berkata pelan pada pelayan ketika ponselnya diatas meja bergetar.

"Halo? Mommy?"

"Hah?"

"Ta-tapi…"

"Baiklah, katakan pada Kris Hyung supaya cepat sembuh." Sehun menutup panggilan dari ibunya dengan frustasi. Ada apa dengan hari ini? Kenapa dia sial sekali?

"Ada ap—" Jongin baru saja akan bertanya ketika ponselnya berbunyi dan nama Joonmyeon tertera disana.

"Halo Nyonya?"

"Ah, iya tidak apa-apa."

"Selamat siang, Nyonya." Berbeda dengan wajah masam Sehun, Jongin justru tersenyum lebar begitu mendapat telepon dari Joonmyeon.

"Hm, sepertinya hanya kita berdua." Jongin tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya ketika mengatakan hal itu. "Jadi, kita akan makan apa?" Jongin bertanya penuh keceriaan.

"You're so shameless, Kim Jongin." Sehun menatap Jongin dengan tajam.

"I am trying to recover my image." Jongin masih saja santai, ia tersenyum lebar melihat Sehun yang sudah terlihat akan meledak.

"Wh—"

"Because I want to look good in front of my soon to be boyfriend."

To Be Continue

Bikin prequel yeyeyeyeyeye

Apa banget sih ya Author ini, cerita satu belum kelar udah bikin yang lain..

Tapi tenang aja, seri yang lain engga mungkin Author abaikan^^

Author masih belum tahu ini bakal rated T atau M.

Enaknya rated apa nih?

Jangan lupa tinggalkan review yaaa^^

Gomawo!