A/N: Halo~ Saya author baru di Hetalia Fandom~ Yoroshiku~ -bows-

Ini fic pertama saya... Mohon maaf kalau abal~!

Disc: Axis Powers Hetalia - Hidekaz Himaruya

Silver Little Bird - Rioreia Beilschmidt


"Kita sudah sampai."
Amaria Vargas turun dari mobil Porsche berwarna army green itu. Matanya menatap Beilschmidt Mansion dengan penuh gairah.
"Mansion ini masih bagus sekali, Ludwig! Aku heran kenapa kau menjualnya dengan harga yang cukup murah." Katanya pada Ludwig, pemilik terakhir mansion ini, juga kakak iparnya.
"Mana mungkin aku menjual mahal pada iparku," Kata pria itu sambil sedikit tersenyum. "Mari kita masuk. Akan kubawa kau mengelilingi mansion ini."
Amaria dan Ludwig mengelilingi mansion itu untuk beberapa saat. Kemudian supir membawakan barang-barang Amaria masuk ke dalam.
"Baiklah Amaria, mau aku bantu membereskan barang-barangmu?" Tanya Ludwig.
"Boleh saja, kalau itu tidak merepotkanmu."
"Tentu saja tidak."
Ludwig membantu Amaria menata barang-barangnya di mansion yang luas itu.
"Nah, semua sudah beres, sekarang aku pulang dulu." Pamit Ludwig.
"Tidak tinggal sebentar untuk teh atau kopi?"
"Tidak usah, terimakasih. Nanti Anastasia bisa mengomel kalau aku pulang telat. Biasa, ibu hamil."
Amaria terkekeh. "Ya sudah, hati-hati ya."
"Kau juga hati-hati."
Ludwig masuk ke dalam mobil Porsche-nya dan melaju menjauh dari mansion. Amaria menutup dan mengunci gerbang, kemudian masuk ke dalam rumah.
"Mansion yang bagus. Aku akan senang tinggal di sini." Gumam Amaria sambil menjatuhkan diri ke ranjang, kemudian tidur.
Tak ada yang menyadari sesosok bayangan kecil di lantai 2.

Pagi hari, Amaria langsung mulai bersih-bersih. Mulai dari lantai 1 dia kerjakan tanpa ada yang terlewat.
"Fuh, lantai 1 beres. Sekarang lantai 2." Gumamnya sambil membawa ember, pel, kemoceng, dan lap ke atas.
Dia membuka pintu kamar terdekat. Di jendela kamar itu, dia melihat burung kecil berwarna perak bertengger di sana.
"Shuh!" Amaria mengusir burung itu. Burung malang itu kaget kemudian terbang menjauh. Sambil mendengus Amaria mulai bersih-bersih.
Lama-kelamaan, atmosfer kamar itu jadi tak mengenakkan untuk Amaria. Cepat-cepat dia keluar lalu menutup pintu.
PRANG!
"Apa itu?" Dia terjaga. Cepat-cepat dia turun ke bawah, mencari sumber suara. Ternyata sebuah piring kuno terjatuh dari tempatnya.
"Ya Tuhan, ada-ada saja. Angin hari ini kencang sekali." Gumam Amaria sambil membereskan pecahan piring dan membuangnya keluar.
BRAKK!
"Hah?" Amaria menoleh. Pintu belakang tertutup sendiri.
Sambil membuka kembali pintu belakang yang diduganya tertiup angin, Amaria merasa ada yang sedang memperhatikannya. Bulu kuduknya mulai merinding.
"Ah, aku ini berpikir yang aneh-aneh saja. Lebih baik aku mandi berendam saja." Katanya kepada dirinya sendiri. Kemudian dia pergi ke kamar mandi dan mengisi bathtub dengan air hangat.
Setelah dirasa hangatnya pas, Amaria menanggalkan pakaiannya lalu masuk ke dalam bathtub. Benar saja, air hangat langsung membuatnya tenang, diiringi alunan lagu dari gramofon kuno yang ternyata masih bisa digunakan.
Lagi-lagi Amaria merasa seperti sedang diperhatikan oleh seseorang dari kejauhan. Entah mengapa rasanya kuat sekali, mencekam perasaannya. Cepat-cepat Amaria menyelesaikan mandinya dan berpakaian, dan mematikan gramofon.

Malam hari, Amaria baru saja selesai membereskan makan malamnya. Dia hendak membuang sisa makan malamnya keluar ketika dia melihat burung perak itu bertengger di pohon dekat jendela lantai 2.
Sejenak Amaria merasa ragu-ragu untuk mengusir burung itu. Jangan-jangan akan ada kejadian aneh lagi kalau dia mengusirnya. Maka Amaria membiarkan burung itu bertengger disana.
Untuk sejenak Amaria merasa tenang. Dia pun menonton televisi di ruang tengah. Setelah dia merasa mengantuk, dia mematikan televisi dan beranjak ke kamarnya.
"Padahal malam belum setengahnya, kenapa aku sudah ngantuk, ya? Ah sudahlah, mungkin aku terlalu capek."
Dan dia pun terlelap.

-x-x-x-

"Giselle."
Gadis muda itu menoleh. Tubuh indahnya dibalut gaun khas para putri bangsawan. Rambut panjangnya yang putih keperakan itu melambai ditiup angin.
"Bruder, ada apa datang kemari?" Tanyanya pada lelaki di hadapannya. Hanya bertanya, tidak mendekati. "Tidak biasanya Bruder datang ke sini."
"Giselle, menikahlah denganku," Lelaki itu mendekatinya. "Ayo kita menikah."
"Bruder, itu tidak mungkin. Kita ini kakak-adik. Bruder bisa mencari gadis bangsawan lain yang lebih baik daripada diriku." Gadis itu berusaha menghindar. Namun lelaki itu menangkap tangannya, dan menariknya ke dalam pelukannya.
"Aku tak ingin yang lain. Aku hanya menginginkan dirimu, Giselle, aku tak mau yang lain," Lelaki itu memeluknya kuat. "Ayo kita pergi dari sini, dan menikah di tempat lain."
"Tidak...!" Gadis itu berontak dan terlepas dari pelukan lelaki yang dipanggilnya 'Bruder' itu. "Aku ini adikmu, Bruder, dan seorang adik tak akan menikahi kakaknya sendiri! Aku sudah punya calon suamiku sendiri, karena itu kumohon agar Bruder bersedia melupakanku."
Dan gadis itu berlari meninggalkan taman, meninggalkan kakaknya terpuruk sendiri.

-x-x-x-

Amaria terbangun dengan kaget. Mimpinya tadi itu sangat aneh.
"Apa-apaan mimpi tadi itu...?" Gumamnya. Tempat di mimpi itu adalah mansion ini. Dan gadis di dalam mimpinya itu amat mirip dengan dirinya.
Pertanyaan-pertanyaan berseliweran di benak Amaria. Siapa gadis dan lelaki itu? Apa hubungan mereka dengan mansion ini? Apa jangan-jangan Ludwig menyembunyikan sesuatu? Seingatnya Ludwig tak pernah menceritakan apa-apa tentang mansion ini pada saat menjualnya.
Apakah yang tersembunyi di balik keindahan Beilschmidt Mansion?

-TO BE CONTINUED-

Note:
-Bruder: Kakak (laki-laki)