First Met First Time
by Dangerous77
Namanya Jihoon, Park Jihoon. Bocah berusia sembilan tahun yang dikenal Woojin melalui teman kuliahnya. Tidak pernah terbesit dalam angan Woojin sekalipun kalau eksistensi bocah itu akan menjungkirbalikan kehidupannya kelak.
️️️️️.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Siang ini seperti biasanya, Woojin menghabiskan hampir seluruh jam makan siang bersama Daniel dan Jinyoung di pendopo fakultas teknik. Kalau kalian berpikir anak fakultas teknik yang terkenal pintar dan kalau berkumpul pasti yang dibicarakannya seputar materi kuliah. Tidak, kalian salah besar. Setidaknya itu tidak berlaku untuk mereka bertiga. Obrolan mereka tak jauh dari masalah selangkangan.
Seperti halnya Bae Jinyoung yang kali ini kembali curhat mengenai hubungan badannya dengan sang kekasih yang tidak semenarik dulu. Menurut Jinyoung, kekasihnya Daehwi, acap kali menolak bahkan monoton saat mereka melakukan itu.
"Lu ngga pingin cari pelampiasan lain Bae?" Daniel menanggapi keluhan panjang tak berkesudahan Jinyoung yang kesekian kalinya, lagi.
"Ogah, dikira gampang nyari yang kaya Daehwi. Gue dapetin dia aja udah bersyukur, Dan." tolak Jinyoung untuk yang kesekian kalinya lagi.
Woojin mengekori matanya pada Jinyoung maupun Daniel bergantian seperti biasa, bukannya dia tidak mau ikut memberi solusi. Hanya saja Woojin tidak terlalu berpengalaman dalam masalah ini. Dia baru memasuki dunia ini saja beberapa minggu lalu, berkat bantuan Daniel untuk menemukan jati dirinya yang sesungguhnya.
"Kalo gua bilang gua nemu mainan baru yang lebih kece dari Daehwi gimana?" seru Daniel menggelitik rasa penasaran dua insan lain dalam pendopo itu.
Woojin akhirnya buka suara, "Maksud lu?"
"Kalo lu penasaran, besok sabtu datang ke rumah gua. Gua jamin lu ngga akan pernah nemu anal lain sebagus dia." kata Daniel penuh keyakinan. Woojin dan Jinyoung saling bertukar pandang seakan bertelapati menyangsikan perkataan Daniel.
"Terutama lu Jin. Lu kan belum pernah nyoba sama sekali. Pokoknya lu harus dateng tapi jangan lupa bawa yang gua suruh nanti." Daniel berkata final lalu menepuk pundak kedua temannya sebelum berlalu masuk ke gedung fakultas teknik, 10 menit lagi kelasnya akan dimulai.
Baik Woojin maupun Jinyoung pun memikirkan tawaran menggiurkan Daniel dalam diam. Woojin dengan rasa penasarannya yang besar dan Jinyoung dengan rasa gelisah namun penasaran yang menyelimutinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Akhirnya lu doang yang dateng. Gimana yang gua minta lu bawa kan?" Daniel bertanya begitu Woojin memasuki ruang tamunya. Sehari sebelumnya Jinyoung memang sudah mengabari mereka kalau ia tidak bisa ikut. Tak ingin mengkhianati Daehwi katanya.
Woojin menyodorkan sekantong plastik penuh cemilan yang diminta Daniel melalu Line. Dia bingung kenapa Daniel memintanya beli begitu banyak cemilan yang kebanyakan selera anak-anak seperti cokelat ataupun permen yang setau Woojin tidak begitu Daniel suka. Dia sempat menanyakannya di pesan tapi tak dijawab Daniel.
"Tunggu bentar ya" Daniel menghilang dibalik pintu usai menyuruh Woojin menunggu di kamarnya.
"Gila nih anak isi kamarnya bokep semua. Ortunya ngga ngomel apa ya" gumam Woojin usai menelisik isi kamar Daniel lalu membolak-balikan majalah dewasa yang tersusun rapi diatas meja belajar. Jangan lupa berbagai poster tak senonoh yang menempel di balik pintu maupun dinding kamarnya.
Lama tenggelam dalam majalah ditangannya, derit pintu yang terbuka menarik atensi Woojin. Disana berdiri tepat pada ambang pintu anak lelaki bertubuh sedikit gempal lengkap dengan pipi memerah sedang tersenyum padanya.
"Kakak temennya bang Niyel ya?" tanya anak itu riang begitu menghampiri Woojin. Woojin reflek menutup majalah yang dibacanya sedari tadi lalu menaruhnya terbalik diatas meja pada tumpukan majalah lainnya agar tak menampilkan gambar tak senonoh.
"Err.. iya. Siapa ya?"
Anak itu masih dengan senyum polos mengulurkan tanganya pada Woojin. "Nama aku Jihoon kak. Park Jihoon. Kakak panggil aku Jiun atau Hunie kaya bang Niyel juga boleh. Kalo kakak siapa?"
"Woojin. Kamu siapanya Daniel? Adek?" Woojin bertanya dengan bodohnya. Padahal sudah jelas marga mereka berbeda.
Jihoon menggeleng pelan, rambutnya yang masih lembut ikut bergoyang menambah kesan imut pada wajahnya yang tembam. "Aku temen mainnya bang Niyel. Kakak juga bakal main sama aku kan? Tadi bang Niyel bilang kita bakal main bertiga"
Woojin menatap bocah didepannya bingung, ia tak mengerti permainan apa yang dimaksud bocah itu. Bukannya Daniel mengajaknya kesini untuk merasakan pengalaman pertamanya? Kenapa malah bocah ini yang muncul bukan laki-laki dewasa lain sepertinya?
Namun melihat Jihoon yang begitu menggemaskan tak kuasa membuat Woojin mengusap kepala anak itu. Ada satu bagian aneh dalam hatinya yang terasa hidup begitu melihat senyum polos Jihoon.
"Udah kenalan belum kalian?" Daniel bertanya begitu memasuki kamar dengan nampan penuh dalam tangannya. Ia meletakan nampan itu diatas meja belajar tepat diatas koleksi majalah kesayangannya.
Jihoon dengan semangat mengangguk lalu mengambil segelas es cokelat yang ada di nampan. Tak lupa tangan satunya sudah memegang biskuit lapis cokelat yang habis dalam hitungan menit.
Imut, batin Daniel dan Woojin bersamaan.
"Jadi kita kapan mainnya bang?" tanya Jihoon dengan mulut penuh. Daniel menatap Woojin lalu menyeringai yang dibalas tatapan tak mengerti oleh pemuda itu. Daniel beranjak untuk mengunci pintu kamarnya.
"Sekarang aja dek. Kamu selesaiin makannya" kata Daniel seraya duduk disebelah Jihoon, mengabaikan tatapan meminta penjelasan dari Woojin. Tangannya sibuk mengelus pinggang bocah itu seduktif sesekali menghirup aroma buah yang menguar dari rambut Jihoon.
Jihoon menyesap es cokelatnya sedikit lalu menaruhnya pada meja nakas. Tanganya sudah bersiap untuk membuka kaus yang dikenakannya.
Woojin membelalakan matanya terkejut, tak percaya dengan pemandangan di depannya. Dengan sigap ia menarik lengan Daniel membawanya ke sudut ruangan meninggalkan Jihoon dengan raut heran diwajahnya. Woojin jelas tahu apa yang baru saja terjadi dan akan terjadi selanjutnya.
"Lu udah gila Dan?!"
Daniel menampis cengkraman Woojin, "Lu santai aja kenapa sih, gua sama Jiun udah biasa begini. Makanya gua ngajak lu karna gua tau lu ngga akan nyesel setelah nyoba" jelas Daniel tenang.
"Sakit lu, sumpah. Dia masih bocah!" hardik Woojin, emosinya memuncak.
"Lu tenang aja. Gua belum pernah sampe masuk, cuma sekedar foreplay aja" Daniel melembutkan tatapannya, melawan emosi dengan emosi bukan hal bagus. "Lagian bukan cuma gua yang begini ke dia" lanjut Daniel lalu menatap Jihoon sendu. Yang ditatap hanya balas tersenyum lugu karena sungguh dia tak mengerti apa yang dibisikan kedua orang dewasa itu.
"Maksud lu?"
"Gua pernah liat pamannya sendiri ngerjain dia pas ortunya ngga ada dirumah" jelas Daniel. Woojin terkejut bukan main, hatinya mencelos begitu mendengarnya. Bocah polos yang tidak tahu apa-apa harus dimanfaatkan oleh orang dewasa disekelilingnya.
"Gua ngajak dia main begini karena dia sendiri yang minta. Dia ngga mau nerima jajanan gitu aja, ya gua khilaf awalnya tapi ngga munafik gua juga menikmati to the point addicted to him? Entahlah" lanjut Daniel, wajahnya sudah menampilkan penyesalan sekarang. Woojin bergeming, masih merasa apa yang dilakukan temannya tidak benar.
"Tetep aja ini salah, Dan" lirihnya.
"Kok kita ngga jadi main bang? Kak Ujin ngga mau ikut main?" tanya Jihoon yang menghampiri mereka dengan tubuh bagian atas sudah polos memamerkan kulit seputih susu dan mulus bak porselin. Tanpa sadar Woojin sedikit terpana begitu menelisik tiap inci tubuh Jihoon.
"Udah gua bilang lu bakal nikmatin ini" bisik Daniel tepat ditelinga Woojin. "Jadi kok Hun. Kamu lakuin yang biasa ke Woojin ya"
"Okee" seru Jihoon riang lalu menempelkan tubuh polosnya pada Woojin, memeluk pemuda yang jauh lebih tinggi darinya itu dengan erat. Woojin mematung ditempat dengan serangan mendadak yang diterimanya.
"Kok kak Ujin ngga gendong aku kesana?" Jihoon menengadah untuk menatap Woojin sambil menunjuk ranjang yang baru saja dimaksudnya.
"Biasanya bang Niyel langsung gendong Jiun kalo udah begini" rajuk Jihoon yang tak kunjung mendapat tanggapan dari Woojin. Akhirnya dia menghentakan kakinya berkali-kali dengan kesal yang otomatis pergerakannya menciptakan gesekan antara tubuhnya dengan kebanggaan milik Woojin. Woojin gelagapan dibuatnya, reflek ia langsung menggendong Jihoon seperti koala dan merebahkannya di ranjang.
Daniel menahan tawa melihat reaksi temannya yang tampak konyol sama seperti dulu saat pertama ia menghadapi Jihoon. Daniel berani bertaruh demi Range Roover kesayangannya kalau setan sudah mulai memenuhi kepala Woojin.
Jihoon terkekeh senang begitu Woojin membawanya ke ranjang, itu berarti sebentar lagi dia akan merasa enak seperti yang biasa dia rasakan saat bermain dengan Daniel atau pamannya.
Daniel mengambil alih tubuh Jihoon begitu Woojin memasang tampang bodohnya, dia merengkuh tubuh mungil itu sesekali memberikan kecupan pada pundak dan lehernya. Jihoon menggeliat geli tiap kali Daniel melakukannya, tangannya tanpa sadar mencengkram kaus Woojin hingga pemuda itu sadar.
Ada dua bagian dalam kepala Woojin yang saling bedebat untuk mempertahankan kewarasannya. Namun satu sentuhan dan tatapan sayu dari bocah mungil itu sukses menguapkan akal sehat yang Woojin pertaruhkan sejak tadi.
Dengan sigap ia menginvasi pipi tembam bocah itu, lalu mengecup bibirnya beberapa kali. Manis sekali, batin Woojin.
Tangannya mengelus kepala Jihoon dengan lembut, menyesap bibir bocah itu sebelum melumatnya pelan.
Tangan Jihoon terulur untuk menggapai Woojin seperti anak balita yang meminta digendong, efek perlakuan lembut Woojin membuatnya ingin menempel pada pemuda itu. Daniel yang paham melepaskan rengkuhannya dan beralih pada celana Jihoon yang diloloskannya dalam sekali tarikan.
Dua bongkah pantat mulus berisi dan kemerahan terpampang di depannya kini. Dengan gemas dicubitnya sampai suara lenguhan manis terdengar di telinga kedua pemuda itu.
Woojin menatap Daniel tak percaya, memperhatikan bagaimana pemuda itu mencium gemas pantat Jihoon sambil memainkan genital kecil yang belum tumbuh sempurna ditangannya.
"Kak Ujin ughh.." lenguh Jihoon berharap Woojin kembali memperhatikannya. Ia menyukai sentuhan Woojin pada mulutnya tadi meskipun yang dilakukan Daniel seperti menarik kesadarannya.
"Kak Ujin" panggil Jihoon lagi, kali berhasil menarik atensi pemuda tan itu. Woojin tersenyum menatap wajah merona Jihoon lalu mengusap pipi gembil bocah itu. Tangannya merambat turun ke dada Jihoon, mengelus tonjolan merah muda yang sedari tadi menggodanya.
Mulutnya dengan sigap mengecup tiap inci kulit bocah itu mulai dari bibir turun ke dagu lalu ke leher hingga pada tonjolan menggemaskan itu. Lidahnya sibuk memainkannya sambil sesekali menghisapnya seperti bayi sampai kaki Jihoon lemas dibuatnya.
Daniel segera merubah posisi mereka, merebahkan Jihoon ditengah ranjang hingga genital bocah itu tepat di depan wajahnya. Ia tak perduli pada protes Woojin yang aktivitasnya terganggu, yang ia pedulikan hanya burung kecil di depannya yang tengah memohon untuk di lahap.
Woojin memposisikan dirinya dibelakang Jihoon sebagai penopang bocah itu, tangannya kembali melanjutkan aktivitas yang tertunda tadi. Sesekali mencubit puting bocah itu dengan gemas. Tengkuk Jihoon pun menjadi sasaran selanjutnya. Kalimat pujian pun diucapnya berkali-kali seperti betapa imutnya Jihoon, betapa menggemaskannya ia ataupun memuji kepintarannya melalui semua ini. Bodoh memang mengingat hal yang dilakukan mereka sama sekali tak pantas dipuji.
Daniel mengurut genital Jihoon pelan menariknya kebawah hingga kulupnya sedikit terbuka, Jihoon meringis dibuatnya. Namun kembali melenguh ketika daging lunak dan basah menyelimuti genitalnya memberikan rasa hangat dan memabukkan. Daniel mengulum dengan telaten, dengan beberapa hisapan sebagai pemanis sampai tubuh mungil itu menggelinjang hebat dalam pelukan Woojin. Daniel menghisapnya kuat berharap mendapat sesuatu yang tak mungkin keluar. Jihoon masih terlalu muda untuk itu.
Jihoon terduduk lemas dalam pelukan Woojin. Nafasnya tak beraturan, Woojin membisikan kalimat pujian lagi untuknya.
"Jiun hebat" katanya.
Daniel tersenyum puas melihat bocahnya. Ia memberikan kode pada Woojin untuk ke tahap selanjutnya yang tentu saja tak dimengerti Woojin. Woojin belum berpengalaman sama sekali dan tentu saja ia belum pernah menonton video bokep antara lelaki dewasa dengan bocah seperti Jihoon yang bisa dijadikan acuan.
Akhirnya Daniel dengan sabar menarik Jihoon ke dalam pelukannya. "Hunie tau kan abis ini harus apa" bisiknya pada telinga Jihoon lalu mengarahkan tangan bocah itu pada gundukan di pusat celananya.
"Buka baju lu bego" lanjutnya pada Woojin yang ber-oh ria.
Jihoon meremas gundukan pada celana Daniel dengan sisa tenaganya, badannya masih cukup lemas setelah sentuhan Daniel tadi yang terasa enak untuknya. Dengan bantuan Daniel yang membuka celananya sendiri, kejantanan miliknya sudah menantang Jihoon. Daniel menuntun kedua tangan bocah itu untuk mengocoknya dengan cepat, sesekali meremasnya hingga cairan pelumas mulai keluar dari lubang kencingnya.
Daniel mengambil lelehan cairannya lalu memolesnya pada lubang Jihoon yang masih merah. Woojin menelan ludah melihat pemandangan di depannya, nafasnya terasa sesak seperti keadaanya teman kecilnya dibawah sana yang minta untuk segera dibebaskan. Telunjuk Daniel dengan bebas menekan-nekan lubang itu sampai masuk separuhnya. Jihoon meringis lagi.
"Lu mau ngga?" tanya Daniel pada Woojin. "Dari tadi gua suruh buka juga. Buruan anjir" titah Daniel akhirnya diikuti Woojin. Ia menanggalkan pakaiannya satu persatu.
"Gua harus ngapain Dan?"
Daniel memutar bola matanya malas, rasanya dia jadi menyetujui pendapat ahli yang bilang seks dapat membuat orang jadi bodoh seperti kasus Woojin. "Duduk anteng lu disitu, serahin semuanya sama gua"
Merasa jarinya tak dapat bergerak bebas, Daniel pun menarik sebotol lube dari laci nakasnya yang di tuangkannya pada belahan pantat Jihoon. Rasa dingin dari lube meloloskan satu desahan dari bibir mungil Jihoon.
"Ughhh bang Niyel itu apa? biasanya ngga ada" tanya Jihoon polos, tangannya masih setia mengurut kemaluan Daniel sampai tangannya mulai terasa pegal.
Daniel melumerkan cairan lube yang menetes ke sekitar lubang Jihoon, kali ini jarinya dapat meluncur bebas untuk menginvasi lubang itu. Satu ide gila muncul pada otaknya tadi begitu melihat Woojin, yang pasti saat ini ia harus mempersiapkan lubang Jihoon terlebih dulu kalau mau idenya berjalan dengan baik.
"Akh!" lenguhan Daniel keluar saat Jihoon meremas genitalnya terlalu keras, sepertinya Jihoon menyalurkan rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawahnya pada Daniel.
"Hunie jangan diremes gitu ya. Nanti weewee abang sakit"
"Lagian abang ngga jawab aku nanya daritadi abang ngapain di pantat Hunie. Itu kan kotor!" rajuk Jihoon.
"Iya Dan lu ngapain si emang pake lube segala?" tanya Woojin akhirnya yang masih setia menjadi penonton.
"ckck kalian berdua beneran ngga sabar ya. Yaudah gua gerak sekarang. Siap-siap Jin" Daniel mengangkat tubuh Jihoon lalu mendudukannya pada Woojin yang menatapnya bingung. Dia menekuk kaki Jihoon hingga pahanya menempel ke dada lalu menggerakkan tubuh mungil itu hingga bergesekan dengan kejantanan Woojin.
Woojin yang kaget pun pasrah akhirnya, ia mengerti maksud Daniel yang menggesekan genitalnya pada belahan pantat Jihoon. Lenguhan tertahan mulai terdenger dari Woojin maupun Jihoon. Meskipun ini bukan seks yang sebenarnya tapi Woojin cukup kelimpangan dengan sensasi yang ia rasakan. Ia memejamkan matanya menikmati sensasi pertemuan kulitnya dengan Jihoon yang memabukkan.
Melihat Woojin yang lengah begini, mempermudah Daniel dalam menjalankan ide gilanya. Perlahan ia mulai memposisikan kepala genital Woojin pada lubang Jihoon dan menekan tubuh bocah itu kebawah. Jihoon membelalakan matanya begitu rasa sakit langsung menjalari tubuh bagian bawahnya. Dia meronta dengan lelehan air mata yang mulai menetes.
"Gila lu! Lepasin Jiun Dan!" Woojin yang sadar langsung menahan pantat Jihoon agar kejantanannya tak melesak lebih dalam. Melihat Jihoon yang meronta kesakitan sudah cukup menjelaskan segalanya.
"Hiks sakit.. abang lepasin...sakit" tangis Jihoon makin menjadi begitu Daniel semakin menekan tubuhnya. Tangannya yang memukul lengan Daniel sedari tadi pun seakan tak berefek apapun. Pahanya sudah memerah sekarang akibat cengkraman Daniel juga Woojin yang menahannya. Ini pertama kalinya Daniel terlihat mengerikan di matanya.
"Hunie tenang ya abang janji nanti ngga bakal sakit lagi. Hunie mau bikin kak Woojin enak juga kan kaya Hunie tadi?" bujuk Daniel mencoba menenangkan Jihoon.
"Ngga Dan! Gua ngga mau! Lepasin Jiun sekarang dia kesakitan!" Woojin menolak keras, tangannya masih menahan pantat Jihoon yang semakin turun pada kejantanannya yang mulai melesak masuk seperempatnya. Kalau saja kedua tangannya tak sibuk ia akan langsung meninju temannya itu.
"Hiks... beneran bakal ngga sakit?" tanya Jihoon memastikan begitu melihat Woojin yang berusaha keras menghentikan perbuatan Daniel agar ia tak kesakitan lagi. Rasanya Jihoon jadi tak tega kalau kakak baik itu tak merasa enak seperti yang ia rasakan tadi.
Daniel mengangguk mantap menjawab pertanyaan Jihoon lalu mengecup lelehan air mata Jihoon yang turun.
"Yaudah tapi kak Ujin aja ya.. Hunie ngga mau sama bang Niyel jahat" kata Jihoon akhirnya, ia sudah berhenti melawan. Woojin menatap tak percaya pada Daniel yang tersenyum menang.
"Udah gua bilang lu ngga akan nyesel. Sekarang tinggal tugas lu kasih foreplay yang bener sampe dia keenakan" seru Daniel melepaskan cengkramannya pada Jihoon. Woojin masih tak percaya dengan keadaan yang begitu cepat berubah seakan mendukungnya untuk berbuat lebih. Lagian bagaimana mungkin Jihoon setuju begitu saja padahal jelas ia kesakitan?
"Gila ini gila" gumam Woojin.
"Kak Ujin? Masih sakit... ini harus gimana?" Jihoon bertanya begitu tak merasakan pergerakan apapun dari Woojin. Pantatnya yang dipegang pemuda itu mulai terasa kebas.
Woojin sadar dari pikirannya sendiri, "Jiun yakin mau lanjutin ini?" tanyanya memastikan. Jihoon mengangguk mantap lalu susah payah menengok kebelakang. "Jiun suka kak Ujin lembut" jujurnya.
Woojin menghela nafas berat begitu mendengar jawaban polos bocah itu. Bohong kalau ia tak menikmati sensasi yang baru saja dirasanya, jepitan lubang sempit Jihoon pada kejantanannya hampir membuatnya kehilangan akal sehat kalau bukan karena tangisan bocah itu tadi.
"Kita enak sama-sama kalau gitu" Woojin membalikan badan Jihoon menghadapnya tanpa melepaskan kontak tubuh bagian bawah mereka, Jihoon meringis lagi.
Woojin mencuri kecupan dari bibir mungil itu begitu menghadapnya, melumatnya lagi lalu menyesapnya pelan. Dia sudah memposisikan Jihoon agar bertumpu pada dengkulnya sendiri agar kejantanannya tak melesak masuk cepat seperti tadi.
Daniel sudah duduk pada kursi meja belajarnya begitu Woojin menatapnya tajam, ia memperhatikan bocahnya dengan Woojin dalam diam seakan menonton video porno live.
Lenguhan lolos dari mulut Jihoon begitu Woojin menginvasi mulut bocah itu, lidahnya sibuk menjelajahi isi mulut Jihoon. Begitu pula tangannya yang sudah memainkan kejantanan kecil bocah itu untuk mengalihkan perhatiannya dan tampaknya berhasil.
Perlahan dia mulai menggerakan pinggulnya agar kejantanannya masuk secara sempurna dengan perlahan. Lenguhan Jihoon mulai tak terkontrol. Matanya memejam menahan nikmat, sakit, dan juga perasaan mengganjal dibagian selatan tubuhnya. Tangannya sibuk meremas pundak dan rambut Woojin untuk melampiaskan yang dirasanya.
Permainan yang dilakukannya dengan Woojin terasa jauh berbeda dengan yang pernah dilakukannya bersama paman ataupun Daniel. Jihoon merasa Woojin lebih lembut dan ada perasaan nyaman disetiap sentuhannya. Jihoon menyukai itu. Sesimple itu pemikiran yang dimilikinya, ia hanya tak tahu kalau yang Woojin lakukan sebetulnya jauh lebih dalam dibanding yang dilakukan Daniel ataupun pamannya.
Woojin mendiamkan kejantanannya yang berhasil masuk sepenuhnya dalam tubuh Jihoon membiarkan bocah itu beradaptasi dengan miliknya dulu. Jihoon menatapnya sayu, lalu mengecup bibir Woojin lagi untuk kesekian kalinya. Sepertinya bibir Woojin sudah menjadi mainan kesukaan Jihoon yang baru.
"Masih sakit?" Woojin bertanya lembut, kembali mengusap kepala bocah itu. Jihoon menggeleng sebagai jawaban, ia memeluk Woojin sebagai gantinya.
Perlahan Woojin mulai menggerakan pinggul Jihoon dalam genggamannya, satu dua lenguhan lolos dari bibir mungil itu. Woojin sendiri rasanya seperti melayang diawan atas sensasi panas, basah dan ketat yang menyelimuti kejantanannya. Kalau begini, ia bisa benar-benar kecanduan pada tubuh bocah mungil dalam pelukannya.
Daniel mulai bosan hanya menjadi penonton sejak setengah jam lalu memperhatikan dua insan di depannya sibuk saling memuaskan. Ia menghampiri Jihoon dan menarik dagu bocah itu agar menghadapnya. Dilumatnya bibir Jihoon dengan paksa tak mengindahkan protes Woojin maupun Jihoon.
"Gua ambil bagian atas. Lu bawah biar adil" katanya pada Woojin yang masih sibuk menggerakan pinggulnya.
Baru Woojin akan protes Daniel sudah menyumpal mulut Jihoon dengan kejantananya. Menggerakan kejantananya yang tak sampai separuhnya masuk dalam mulut bocah itu lalu menyuruh untuk mengemutnya seperti permen. Air mata Jihoon menetes kembali, merasa mual tiap kali kepala kejantanan Daniel menubruk kerongkongannya.
Ini berlangsung cukup lama sampai suara pekikan tertahan Jihoon memenuhi kamar. Woojin sepertinya berhasil menemukan titik kenikmatan bocah itu, ia menubruk prostat Jihoon berkali-kali demi mendengar desahan nikmatnya lagi.
Woojin merasa akan sampai pada puncaknya saat Jihoon mengencangkan jepitannya dibawah sana tanpa sadar. Daniel yang melihat gelagat dua orang itu pun memompa kejantanannya lebih cepat dalam mulut Jihoon.
Suara decit ranjang yang semakin cepat disusul pekikan tertahan dari dua pemuda dan pekikan lepas bocah kecil memenuhi kamar itu. Aroma khas seks pun menguar dari ketiganya begitu mereka sampai puncak. Lelehan cairan bening keputihan mengalir dari mulut maupun lubang anal Jihoon. Ia langsung ambruk diatas Woojin, tubuhnya terasa sangat lemas. Sekedar mengangkat kepala saja rasanya Jihoon tak sanggup. Dadanya bergerak naik turun tak beraturan demi meraup oksigen sebanyak mungkin, badanya sudah basah oleh peluh.
Woojin yang masih merasakan sisa-sisa kenikmatan berkat miliknya yang masih tertanam sempurna tersenyum lembut melihat bocah dalam pelukannya. Ada sesuatu dalam hatinya yang berteriak untuk melindungi bocah itu. Hangat menjalari dadanya, rasanya ia sudah menyanyangi bocah itu dan berjanji dalam hati untuk tak melepaskannya.
Daniel terduduk lemas pada tepi ranjangnya. Tadi itu salah satu klimaks terbesar dan ternikmat yang baru ia rasakan lagi sejak sebulan terakhir. Ia tersenyum menatap Woojin dan Jihoon yang masih berpelukan, mengambil kotak tisu untuk diberikannya pada Woojin.
"Tadi itu baru gila namanya Park!" kekeh Daniel. Woojin sebetulnya tak ingin mengakui itu, masih merasa kesal pada Daniel yang mengganggunya ditengah-tengah tapi kata-kata pemuda itu ada benarnya. Ini memang hal paling gila yang pernah dilakukan seorang pak Woojin selama 20 tahun masa hidupnya.
"Gua ogah berbagi Jiun lagi sama lu" ujarnya sambil membersihkan sperma Daniel dari mulut Jihoon yang ikut menempel di dadanya. Jihoon sudah terlelap dengan tenang, tangannya memeluk leher Woojin erat.
Daniel terkekeh mendengarnya, benar dugaannya Woojin akan menyukai ini. Tapi maaf saja, dia yang mengenalkan Woojin pada mainan barunya mana mungkin rela melepaskannya begitu saja.
"Bulan depan maen lagi kesini Jin. Buat hari ini gua bakal ngalah biarin Jihoon tidur pules dipelukan lu tapi inget dia tetep milik gua" kata Daniel final sebelum melangkah masuk dalam kamar mandi dikamarnya.
Woojin mendengus kesal, masih tak rela harus berbagi bocah imut dalam pelukannya pada beruang brengsek kelewat mesum itu. Pantas saja Jihoon sedikit banyak lihai ketika membalas ciumannya, apalagi kalau bukan karena didikan temannya itu.
Jihoon menggeliat pelan dalam pelukannya, ia sedikit membuka matanya untuk melihat Woojin yang tersenyum padanya. "Udah bangun dek?" tanyanya.
Jihoon menggumam pelan, "Kak Ujin disini aja.. Jiun suka main sama kak Ujin.. kak Ujin baik.." sedetik kemudian Jihoon kembali tidur. Woojin terenyuh mendengarnya, ia sudah menetapkan dalam hati untuk melindungi bocah itu. Rasa sayangnya seakan muncul entah darimana dan ia akan memastikan tak ada lagi yang boleh menyentuh bocahnya. Tidak Daniel. Tidak juga paman keparat Jihoon. Woojin bersumpah.
