Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

Fic request for Firman Kylee Mazzini

.

.

.

Golden Friendship

By Hikasya

.

.

.

Chapter 1. Duka

.

.

.

Alam sedang berduka.

Langit menangis, bumi murung. Karena bencana besar menimpa sebuah desa besar, Konoha.

Seekor musang berekor sembilan keluar dari kurungan. Ia mengamuk sejadi-jadinya dan menghancurkan apa saja yang dilihatnya. Kyuubi atau Kurama, tidak dapat dikendalikan lagi.

Satu persatu ninja yang melawannya, gugur dalam pertempuran dahsyat itu. Bahkan beberapa ninja dari klan lambang kipas, Uchiha, ikut gugur bersama para ninja itu.

Saat yang sama, satu bayi lahir dalam suasana yang kacau. Ia menangis keras dalam dekapan ibunya, yang sedang bersembunyi di suatu tempat.

Lalu datanglah ninja hebat yang menyegel Kurama ke tubuh bayi baru lahir itu. Desa pun terselamatkan.

Uzumaki Naruto, wadah terakhir penyegelan Kurama, menjadi yatim piatu di hari kelahirannya.

.

.

.

Seminggu setelah penyerangan Kurama, desa Konoha mulai berbenah. Para warga yang gugur telah dimakamkan dengan layak. Menyisakan kenangan dan kesedihan bagi orang-orang yang ditinggalkan. Mereka menyalahkan musang berekor sembilan atas kejadian yang menimpa mereka.

Penjagaan di desa Konoha sedang kacau, yang disebabkan para ninja terbaik yang telah tiada. Hokage ketiga pun pusing menangani krisis yang terjadi di desa. Apalagi harus mengurus bayi titipan yang telah menjadi Jinchuriki.

Malam yang larut, dengan sinar rembulan yang bercahaya redup. Dari arah rembulan, muncul titik hitam jika dipandang dari bumi. Makin lama titik hitam itu semakin mendekat hingga terlihat dengan jelas benda apa itu.

Sebuah panggung yang beralaskan karpet merah, dua lelaki berpakaian seperti pendeta berdiri di atasnya. Salah satunya sedang menggendong bayi laki-laki. Bayi laki-laki yang dibedung dengan kain putih.

"Apa kau yakin menitipkannya di sana?" tanya lelaki berperawakan tinggi.

"Ya. Ini atas perintah Yang Mulia," jawab lelaki yang membawa bayi itu. "Keluarga yang terpilih ini adalah keluarga yang sangat baik."

Sesaat mereka terdiam begitu panggung yang mereka naiki mendarat di tengah hutan. Mereka turun dari panggung lantas bergegas menuju ke rumah yang dimaksud.

Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah rumah - lebih tepatnya sebuah kuil. Mereka masuk ke halaman kuil dan meletakkan bayi laki-laki tadi di depan kuil.

Mereka pun bersembunyi ketika menyadari ada seseorang yang keluar dari kuil. Seseorang itu adalah pendeta muda yang berumur sekitar 20-an.

Pria itu terkejut tatkala menemukan bayi yang tergeletak di depan kuil; dekat tangga.

"Hah? Ada bayi?" pria itu kebingungan, celingak-celinguk tapi tidak ada seorang pun yang terlihat. "Siapa yang meninggalkan bayi ini di sini?"

Dengan penuh rasa iba, pendeta itu mengambil bayi dengan hati-hati lalu digendongnya dengan erat. Ia berwajah kusut tatkala menatap wajah bayi laki-laki yang sangat imut.

"Kasihan sekali kau, nak. Orang tua mana yang tega membuangmu di sini?" ucap pendeta itu seraya tersenyum. "Tapi, jangan khawatir, aku yang akan merawatmu. Mulai sekarang, kamu adalah anakku."

Pendeta itu merasa bahagia karena sudah mempunyai anak. Ia mengelus pipi mungil bayi itu, dan baru menyadari ada sebuah gelang perak yang melingkari di tangan kanan bayi itu.

Dipegangnya gelang perak itu, tercetak sebuah nama...

Ootsutsuki Toneri.

"Oot... Sut... Suki... To... Ne... Ri. Jadi, itu namamu. Baiklah, aku memanggilmu Toneri. Tapi, karena margaku Kurojin, aku akan memberimu nama lengkap Kurojin Toneri."

Bayi mungil yang kini bernama Toneri, hanya menggeliat tenang. Ia sedang tertidur dengan suara dengkuran yang halus. Rambut putih kebiruannya terlihat dari kain bedung yang menutupi kepalanya.

Betapa sayangnya pendeta padanya. Padahal baru bertemu beberapa menit ini.

Setelah itu, pendeta itu masuk ke kuil. Ia berlari tergesa-gesa ke dalam ruangan, memanggil istrinya.

"Istriku! Aku menemukan bayi!"

"Bayi? Bayi siapa itu?"

"Entahlah. Aku tidak tahu."

"Kasihannya. Jahat sekali orang tua yang membuangnya."

"Iya. Aku juga merasa kasihan."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita mengangkatnya sebagai anak kita?" usul wanita berambut hitam itu. "Kita sudah lama tidak dikaruniai anak, kan? Kupikir anak inilah yang dititipkan Kami-sama untuk kita. Bagaimana, anata?"

"Aku setuju sekali. Aku sudah terlanjur sayang pada anak ini."

"Terima kasih, anata."

Wanita muda berkimono putih itu merasa senang sekali. Ia memeluk suaminya dengan erat bersama Toneri. Menganggap Toneri sebagai anak kandung mereka sendiri.

Dua ninja yang berasal dari bulan, yang sedang berdiri di balik sebuah pohon rindang, tersenyum bahagia karena bayi itu diterima dengan baik oleh keluarga yang terpilih. Kabar baik ini harus secepatnya dilaporkan pada sang ketua.

"Bagus sekali. Keluarga Kurojin menerima Toneri-sama dengan tangan terbuka."

"Ya. Ketua pasti senang."

"Kalau begitu, ayo kita pergi!"

"Iya."

Keduanya langsung melompat ke udara dan menghilang bersama kegelapan. Saatnya kembali ke bulan.

.

.

.

Di malam yang sama, seorang anak laki-laki berusia 4 tahun, sedang berduka karena kehilangan kedua orang tuanya yang gugur dalam pertempuran melawan Kurama. Bersama adiknya yang masih bayi, ia berkumpul bersama para warga yang termasuk dalam klan yang sama, Uchiha.

Uchiha Itachi, begitulah nama lengkap anak laki-laki berambut hitam yang diikat satu, ia duduk bersimpuh di atas tatami. Adiknya, Uchiha Sasuke, digendongnya dengan erat.

"Kami turut berdukacita atas meninggalnya Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto," ucap seorang pria tua yang merupakan tetua klan Uchiha. "Janganlah kau bersedih, Uchiha Itachi."

"Aku tidak sedih, Ooji-san. Aku hanya kasihan pada adikku, Sasuke. Ia menjadi yatim piatu, sama sepertiku. Kami sendirian sekarang. Tanpa ada ayah dan ibu lagi..."

Dengan nada yang bergetar, Itachi menjawab. Semua hadirin yang hadir, turut merasakan apa yang dirasakannya.

Pria yang duduk di samping Itachi, memegang puncak kepala Itachi. Ia menunjukkan wajah yang duka.

"Kau dan Sasuke tidak sendirian. Kami di sini adalah keluargamu. Kami akan bersama-sama merawat kalian dengan penuh kasih sayang."

"Ya. Itu benar."

"Klan Uchiha adalah keluarga."

"Kami akan memperhatikan kalian."

"Dan membantu membiayai kebutuhan sehari-hari. Juga menyekolahkan kalian di sekolah ninja nanti."

"Ya. Jangan bersedih lagi, nak."

"Kami akan membantumu untuk mengurus Sasuke."

Semua orang berkomentar. Itachi tertegun lalu meneteskan air matanya.

"Terima kasih... Semuanya..."

Ia menangis bersama Sasuke yang digendongnya. Merasa terharu karena masih ada orang-orang yang peduli padanya. Ia tidak sendirian di rumah sebesar ini. Seluruh klan Uchiha adalah keluarganya sekarang.

Sasuke yang sedang tertidur, merasa nyaman saat berada di gendongan kakaknya. Ia tidak merasakan lagi yang namanya kasih sayang orang tua. Sama halnya dengan Naruto dan Toneri.

Takdir yang berbeda, menggoreskan kepedihan luka. Mereka akan menyatu dalam satu tujuan, di masa depan nanti.

.

.

.

BERSAMBUNG

.

.

.

A/N:

Terima kasih buat yang baca fic ini.

Saya undur diri dulu.