Disclaimer: Naruto adalah serial manga yang diciptakan oleh Masashi Kishimoto, tiap diserialisasi oleh Weekly Shounen Jump, dan diataptasi menjadi anime oleh studio anime Pierrot. Ogura Hyakunin Isshyu adalah kumpulan puisi yang dikompilasi oleh Emperor Fujiwara
Puisi Naniwa-zu ni (Now the Flower Blooms) yang disisipkan dalam chapter ini merupakan ciptaan Wani, seorang pelajar dari Jepang yang datang ke Baekja di akhir abad ketiga.
Semuanya sama sekali bukan milik penulis.
Karya transformatif ini diciptakan tidak untuk mendapatkan keuntungan materi apa pun, dan ditulis dalam rangka berpartisipasi untuk event NaruHina Fluffy Day #9 - 2018.
Ide cerita ini murni milik penulis dan DILARANG plagiat/copy-paste fanfiksi ini APALAGI diklaim milik pribadi.
Warnings: AU. Rating Mature untuk tema dan konten. Sexual Tension. Tidak menyerap fakta maupun konten isi dalam fanfiksi ini mentah-mentah.
Tema oleh Prominensa: Naruto adalah seorang pasukan militer dan jatuh cinta dengan Hinata seorang korban perang. Sempat terpisah jarak saat Naruto kembali ke markas utama. Namun, mereka bisa bertemu lagi dalam keadaan tidak terduga.
Harusnya ia menikmati. Ini adalah perwujudan mimpi. Akan tetapi, kini yang ia rasakan hanyalah ingin mati.
Kegaduhan terjadi.
"Naruto Uzumaki. Lahir sepuluh Oktober, tahun XXXX. Nomor ID: 0001937845, Jieitai. Kelahiran Jepang, Tokyo. Tidak sudi mati hari ini, tidak sampai dapat pacar yang bisa mematahkan pertunangan dari Otou-chan dan Kaa-chan—DATTEBAYOOO!"
Pintu didobrak terbuka.
Sebulat sinar merah, pinpoint target, menghunus pertemuan alis Naruto yang batuk berdarah.
Semua orang dalam ruangan kalang kabut karena intrusi, orang-orang berseragam loreng yang menggenggam senapan serbu, dan jeritan mematikan.
"ANGKAT PANTAT!"
"Hinata Onee-sama!"
Wanita yang diselubungi memori, tersentak dengan panggilan keras dan guncangan di lengannya. Ia mendongak, mendapati wajah resah sang adik. Masih duduk persis di hadapannya.
"Oh, maaf." Hinata menangkupkan pipi ke tangan kiri, sedikit panas. Ia cepat-cepat menaruh kartu reuni alumni angkatannya ke meja, di atas berkas-berkas rancangan perjalanan dan brosur tempat wisata domestik.
"Itu Yakumo-san tanya, mau datang ke reuni Konoha High School, tidak?" Hanabi mengamati kakaknya yang masih termangu memegangi kartu undangan reuni masa SMA. "Kalau mau, biar diagenda sekalian olehnya untuk bulan depan."
"Mau." Tentu saja. Hinata memaksakan seutas senyum pada Yakumo yang langsung mengangguk, menyibukkan diri lagi di balik bilik kerjanya. "Terima kasih, Yakumo-san."
Hanabi yang bertopang dagu, memandangnya dengan cara yang membuat Hinata berdeham kikuk. Mata identik dan khas keluarga Hyuuga, menyipit geli padanya. "Gugup bertemu dia lagi, ya?"
Hinata menyambar kartu reuni untuk disimpan ke laci.
Hanabi terkikik, berbanding terbalik dari sorot matanya yang menghangat. "Kalian satu angkatan, 'kan, ya?"
"Hanabi," desah Hinata, nadanya memohon.
Justru itulah yang membuat Hanabi tidak lepas menatap gemas kakaknya. "Kau tidak pernah cerita apa yang terjadi antara kau dan si tentara penyelamatmu itu saat disandera oleh sindikat sesat Outsutsuki."
Hinata merapikan dokumen di hadapannya, secepat kilat bangun untuk memasukkan berkas ke dalam clear file dan ditaruh ke lemari arsip yang ada di balik meja kerjanya.
Susah untuk tak menghiraukan sensasi melemas, dari tungkai, menjalar naik, merambah seluruh tubuh, bergumul menjadi sesuatu entah apa yang menyesakkan dadanya. Mengingat pengalaman itu saja sudah meningkatkan hasrat pingsan di tempat Hinata.
"Onee-sama, ini kesempatan. Daripada kau terima-terima saja perjodohan dari Chichi-ue dan Haha-ue dengan si Uchiha," ujar Hanabi datar. Begitu kakaknya dengan wajah masih setengah memerah hendak menyanggah, Hanabi mengangkat tangan. "Nah, jangan katakan perjodohan ini demi kebaikan antar-klan."
"Memangnya benar dengan Uchiha, ya?" celetuk Yakumo yang mengintip dari sekat asisten pribadi.
"Waktu itu aku lihat sendiri di lobi tempat pertemuan, Uchiha datang ke sana." Hanabi mengetukkan jari-jemari ke meja, ketukannya bernada bahagia. "Aku jadi sedikit dilema, mengingat genosida dari terrorist tepat sebelum pertemuan keluarga dalam rangka perjodohan. Kalau itu tidak terjadi, ya, mungkin sekarang Hinata Onee-sama sudah ganti nama marga jadi Uchiha."
Hinata memandangangi sesaat taman Jepang di sisi kantor pribadinya. Cahaya matahari dari luar merangsek ke dalam kantor, menerangi plakat pangkat Konsultan Travel dengan Hinata Hyuuga berada persis di bawahnya.
Ia menggeser pintu yang adalah kaca bening. Meredam desisan Hanabi tentang klan penuh sejarah berdarah, yang kerjaannya bersaing dengan Hyuuga, di segala sektor ekonomi kemasyarakatan.
Sakuya kono hana
Fuyu gomori
(Now the flowers bloom,
but for winter)
Puisi pembuka klasik itu, yang terkompilasi dalam antalogi Kokin Wakashu, menginspirasi Hinata untuk berimaji.
Bagaimana perasaan kaisar keenam belas Jepang, Fujiwara no Teika, ketika baru dilantik untuk menduduki tahta?
Mungkin tidak beda jauh dengan puisi yang dipersembahkan saat upacara pelantikannya. Sesuatu yang lama membeku, akhirnya meleleh dan membuka halaman kehidupan yang baru.
Ini seperti hari di mana sisa-sisa salju mencair dan membanjir sekitar. Meresap ke tanah. Habis tak bersisa ketika udara mulai menghangat.
Daun-daun yang semula menggulung, akhirnya menjuntai untuk dibelai angin, kuning keemasan yang masih malu berubah jadi hijau meneduhkan. Bunga-bunga yang bermekaran, putih kemerahan bagai rona di wajah perawan, tanggal oleh berbagai hal dan utamanya: waktu.
Hinata memijaki shoji mendengarkan nyanyian tak bermelodi.
Lantunan shamisen. Jungkat-jungkit suling bambu yang berdenting seperti alunan pano. Kikik burung mungil yang menyambut induknya pulang membawa cacing sebagai pakan. Gesekan angin pada daerah yang dirambahnya. Gemersak daun-daun, goyangan ilalang, lalu-lalang orang-orang.
Percakapan keluarga tak terngiang-ngiang, membuat telinga pengang.
Ia menggerakkan lehernya, memutar sedikit. Tangan melonggarkan kerah kemeja yang ia kenakan, padahal ia mengerti pasti mengapa rasanya amat mencekik. Bukan salah pakaian, apalagi musim yang belum terperangkap era paceklik.
Hinata bergerak ke semak Trifolium repents; lebih dikenal dengan sebutan 4-leaf white clovers, di taman mungil agensi travel kantornya. Meski disebut sebagai tanaman setengah bunga berdaun empat, tapi umumnya hanya ditemukan tiga. Karena tanaman ini, antara berdaun tiga dan empat, kira-kira 1:10.000.
Hinata memetik setangkai. Memandang nostalgik pada tanaman ini. Matanya membulat tak percaya. Satu dari sepuluh ribu, dia menemukan setangkai berdaun empat itu.
Ada kepercayaan bahwa menemukan bunga berkelopak ataupun berdaun empat itu, adalah keberuntungan.
"Jadi mau pergi?" tanya Hanabi yang kini berdiri di shoji.
"Empat hari lagi, 'kan? Uhm, aku akan datang."
Tangan Hinata terangkat untuk menundungi mata dari sengatan terik cahaya jelang tengah hari. Menaungi segaris tipis senyum, karena menghirup wangi matahari; yang Hinata Hyuuga tahu, seperti Naruto Uzumaki.
Mengapa lagi mencari matahari
Ada permata berlapis kaca
Di takhta beludru
Mereka tak tahu
Jaring cahaya
di celah-celah dedaunan
Jaring-jaring laba
Riak air sungai
Dan matamu
(oh, mereka tak perlu tahu itu)
Terima kasih pada Kak Prominensa untuk temanya. Saya suka sekali sama temanya, mudah-mudahan enggak jadi pedang bermata dua buat saya karena karya mesti sederhana dan fluffy. Tema ini tempting-sugiru buat dieksplor vs. keep it fluffy. *megap pake masker oksigen*
Semoga Kak Prominensa, dan NaruHina Lovers pada umumnya, suka baca cerita ini, ya.
