hai, akhirnya setelah kegagalan di fanfict dramione pertamaku, dan kehabisan bahan bacaan karna sebagian besar fic Dramione versi bahasa indonesia sudah di lahap, serta beberapa fic berbahasa inggris juga ikut dilahap (meskipun capek bacanya) inilah fic dramione keduaku. maafin soal judulnya yang gak jelas dan ceritanya juga yang gak jelas. aku bukan penulis profesional dan nulis itu cuma jadi hobi di sela sela kepenatan kuliah. semoga menikmati ficnya ya
Semua karakter bukan milik saya
karakter milik bunda J.K. Rowling
maaf kalau ada kemiripan cerita, OOC atau typo(s)
Kidnap My Heart-Staecia Eugene
Chapter 1 - Sekolah Ilmu Sihir Hogwarts
Muggle London, 1991
Sebuah burung hantu berwarna coklat terbang menyusuri salah satu pemukiman muggle, di muggle London. Di kakinya, terdapat sebuah surat yang kemudian dia lepaskan dan masuk tepat di lubang surat rumah kediaman keluarga Granger. Sama seperti kegiatan di hari-hari sebelumnya, Mrs. Granger mengambil tumpukan surat yang ada di dekat pintu. Dia tidak menyadari bersamaan dengan salah satu surat yang dibawanya, hidup anaknya akan berubah.
"Hermione, Dear, ada surat untukmu. kemarilah" Mrs. Granger memanggil anaknya, Hermione Granger dengan lembut. Wanita itu memegang beberapa surat di tangan kirinya, dan satu surat dengan amplop berwarna sedikit kecoklatan dan tulisan berwarna hijau di tangan kirinya. Dia membalik amplop tersebut dan melihat sebuah lambang yang asing untuknya.
"surat dari siapa mom?" Tanya seorang gadis kecil berambut cokelat semaknya. "entahlah dear, disini hanya terdapat sebuah lambang yang tidak mom ketahui. Bukalah" Mrs. Granger memberikan amplop itu pada anak satu-satunya, memperhatikan anaknya yang sedang berusaha membuka amplop itu dengan wajah penasaran.
"yang terhormat Ms. Hermione Granger, dengan senang hati kami beritakan bahwa anda telah diterima di sekolah ilmu sihir Hogwarts" ucap gadis bermata cokelat hazel itu. Hermione dan ibunya saling berpandangan, tidak mengerti maksud dari surat yang ada di tangan gadis itu.
"sekolah ilmu sihir Hogwarts?" Tanya Mrs. Granger "apakah itu surat dari salah satu temanmu yang menjahilimu, dear?" gadis itu hanya mengangkat bahunya dan menggeleng pelan. Kemudian dia melanjutkan membaca surat yang dipegangnya.
"kau tahu mom, sebaiknya abaikan saja surat ini. Mungkin benar katamu bahwa surat ini hanyalah salah satu 'kegiatan usil' teman sekelasku" meskipun gadis itu tidak mempercayai apa yang baru saja dibacanya, Hermione sedikit berharap bahwa surat itu bukanlah bagian dari kegiatan usil teman-temannya, karena sebenarnya dia sangat menyukai semua dongeng tentang penyihir yang telah dia baca. Sering kali dia berpikir bahwa penyihir itu benar-benar ada. apalagi jika dirinya adalah penyihir.
Beberapa hari setelah surat itu datang, seorang wanita dengan jubah hijau yang tak biasa datang berkunjung ke rumah keluarga Granger. Mr dan Mrs Granger sedikit ragu untuk menerima tamu mereka, namun senyum ramah dari wanita tersebut berhasil meluluhkan mereka.
Kedua Granger itu membimbing tamunya masuk dan mempersilahkan duduk. "maaf mengganggu hari anda Mr. dan Mrs. Granger" ucap penyihir berjubah hijau itu. "ah, dan Ms. Granger juga tentunya" katanya lagi ketika melihat Hermione mengintip di dekat tangga. "saya Professor Minerva McGonagall, guru transfigurasi di Hogwarts" wanita itu memulai percakapan.
"anak anda Mr. Granger, dia adalah seorang penyihir" jelas Mcgonagall. "tentu kalian pernah melihat sesuatu terjadi saat dia sedang marah atau sedih bukan?" kata mcgonagall lebih seperti pernyataan daripada sebuah pertanyaan. Mr dan Mrs granger mengangguk pelan. "sesuatu seperti itu terjadi bukan karna tanpa alasan. Itu adalah sihir dari miss Granger yang belum terarah dan belum terlatih" mcgonagall menarik napas panjang "dan saya, serta beberapa guru lainnya akan melatih miss granger menjadi penyihir yang hebat. Hampir semua penyihir hebat pernah bersekolah di Hogwarts"
"jadi ternyata benar bahwa anak kami adalah penyihir?" Tanya Mrs. Granger tidak percaya, meskipun rasa antusias tidak dapat dihilangkan dari wajahnya. Professor McGonagall tersenyum kepada Mrs. Granger. Tugasnya untuk menjelaskan tentang keberadaan penyihir pada kedua muggle di depannya berjalan dengan lancar. mereka cukup menerima penjelasan itu dengan sangat mudah, seolah mereka sudah mengetahui tentang keberadaan penyihir sebelumnya. Kemudian dia menatap penuh arti kepada Hermione, penyihir muggle-born yang akan bersekolah di Hogwarts. Dari apa yang dia ketahui tentang gadis ini, dia sungguh sangat berharap bahwa Hermione dapat menjadi penyihir hebat yang mengharumkan nama Hogwarts di dunia sihir.
"uhm, professor. Di surat itu tertulis bahwa kami boleh membawa hewan peliharaan seperti kucing, katak dan burung hantu. Apakah aku boleh membawa kucingku?" Tanya gadis kecil itu sambil mengelus kucing kesayangannya. "tentu boleh miss granger, dia akan senang berada di Hogwarts" jawab Mcgonagall.
"di surat itu terdapat list barang-barang yang dibutuhkan untuk sekolah. Tapi kami tidak tahu dimana harus membelinya" kata mr. Granger. "aku akan mengurusnya Mr. Granger" kata McGonagall. "aku akan mengirimkan seseorang ke sini untuk menemanimu membeli kebutuhan sekolahmu, Ms. Granger" kata wanita itu sebelum akhirnya dia pergi menuju gang kecil dan menghilang dengan bunyi 'pop'
Sebagian teman sekelas Hermione di sekolahnya memiliki kebiasaan meledek dan menjahili gadis itu karena terkadang terjadi hal-hal aneh ketika gadis itu sedang berada di dekat mereka. Kini Hermione mengerti kenapa banyak hal aneh terjadi ketika emosinya sedang berada di tingkat tertinggi. Saat dia sangat marah, sedih ataupun senang. dia adalah penyihir, dan dia sangat senang akan hal itu.
Malfoy Manor 1991
"kau akan bersekolah di Durmstrang, dan ini perintah. Durmstrang adalah sekolah sihir terbaik di Eropa karena mereka hanya menerima penyihir berdarah murni" ucap Lucius Malfoy pada anaknya. Yang diajak berbicara hanya diam saja dan terlihat tidak begitu peduli. Draco pikir, dia tidak akan mempunyai pilihan apapun. Lucius tidak akan menyetujui sekolah manapun yang dia inginkan. Lagipula, Draco sebenarnya tidak benar-benar membutuhkan sekolah. Pendidikan hanyalah formalitas untuknya. Keluarga Malfoy dan Black merupakan keluarnga penyihir pure-blood yang sangat kaya, dan kekayaannya tidak akan habis meski digunakan untuk beberapa keturunan selanjutnya. Dia juga hanya perlu melanjutkan perusahaan ayahnya, Malfoy corp.
"tapi Lucius, suamiku. Durmstrang itu terlalu jauh. Aku tidak ingin berada terlalu jauh dengan anakku satu-satunya" ucap Narcissa. 'okay, mungkin pada akhirnya aku tidak perlu sekolah, dan itu akan sangat menyenangkan' pikir Draco. Sebuah seringaian terbentuk di bibir tipisnya. "bagaimana jika kita sekolahkan Draco di Hogwarts. Beberapa penyihir pure-blood seperti Zabbini, Nott, Greengrass dan Parkinson juga akan menyekolahkan anak mereka di Hogwarts" kata wanita itu lagi.
Lucius mendesah dan menatap tajam pada istrinya "Cissy, Hogwarts tidak begitu bagus. Mereka menerima cukup banyak Mudbloods setiap tahunnya. Aku tidak ingin merusak citra keluarga Malfoy dengan membiarkan dia berteman dengan Mudblood"
Narcissa terlihat berpikir keras. Dia tidak ingin anaknya pergi jauh, lagipula Durmstrang terlihat cukup keras dan dia takut akan keselamatan anaknya. "uhm, tapi Lucius, Jika Draco pergi ke Hogwarts, dia telah memiliki setidaknya dua teman dekat, Crabbe dan Goyle. Dan aku yakin itu baik untuknya" Lucius kembali mendesah. Namun kali ini dia setuju dengan pendapat istrinya itu.
"kita ke Diagon Alley, minggu nanti. Membeli keperluan sekolah Draco" kata Lucius. Narcissa terlihat senang karena merasa menang. Namun Draco, tidak terlalu menikmatinya. 'hogwarts, dengan kedua orang bodoh itu. tujuh tahun yang akan sangat membosankan' pikir anak laki-laki berambut pirang-platina tersebut.
Draco berjalan malas ke arah kamarnya, tetap dengan tampang arogan dan aristrokatnya. Beberapa hari lagi dia akan pergi ke Diagon Alley, membeli keperluan sekolahnya. 1 September nanti dia akan berangkat ke Hogwarts menggunakan Hogwart Express bersama dua idiot teman kecilnya. 'hell! Tidak adakah cara lebih cepat pergi kesana?' Draco menghempaskan tubuhnya ke kasur dan membenamkan wajahnya ke bantal.
-TBC-
maafkan atas ketidakjelasan fic ini. reviewnya ditunggu loh, kelanjutan fic ini bergantung pada review dari kalian. kalau positif, di lanjut tapi kalau ngga yaaaaa delete aja kali ya :| btw thanks loh buat yang udah bersedia baca
