Hermione berdiri dengan memakai gaun pengantin dan di tatapnya pantulan cermin yang menunjukkan dirinya yang begitu indah dalam balutan gaun tersebut. Gaunnya sederhana namun elegan mencerminkan sosok dirinya. Tunangannya sedang menunggu di lantai bawah bersama dengan teman-teman dan keluarga besarnya, seharusnya hari ini menjadi hari terindah dan membahagiakan bagi dirinya. Setelah semua yang terjadi pada hidupnya selama ini.
Dia ingin ini, atau tidak?
Dia memejamkan mata menghirup udara sebanyak-banyaknya mencari ketenangan, namun nihil. Dia merasa seperti seorang tersangka yang di rantai kedua tangan dan kakinya secara kasat mata yang di dakwa dengan hukuman berat, dan harus berjalan dengan susah payah menuju Azkaban untuk menerima hukuman.
Dia menggigit bibir sambil terus melihat dirinya di pantulan cermin, di angkatnya tangan sebelah kiri untuk menyentuh pipinya di pantulan cermin.
Dia dan tunangannya akan bahagia selamanya.
Itu sebabnya dia bersikeras untuk pergi turun ke bawah dan mengahadapi pernikahan ini. Namun semakin Ia memperhatikan bayangannya sendiri di cermin, semakin Ia mempertanyakan mengapa dia ingin berada di pernikahannya?
Dia tidak terlihat sama sekali bahagia.
Dia tidak seperti kebanyakan calon pengantin lainnya yang akan Stress, gugup menjelang pernikahan. Sebaliknya dia merasa biasa saja.
Hermione tersenyum.
Baru saja menyadari sesuatu.
Di ambilnya tongkat miliknya dan melambaikan tongkat tersebut dengan gerakan pelan.
Ronald Billius Weasley berdiri di sana, di lorong setengah redup, menatap tajam pad jendela yang menghadap langsung ke arah halaman belakang rumah keluarga Weasley. Di sana sudah berkumpul semua keluarga besarnya minus Freed yang sudah berada di surga.
Kebahagian jelas terpancar dari wajah mereka, menimbulkan hati yanh bergejolak di dada. Ron mencoba merasaka Atmosfer kebahagian hari ini seperti yang di rasakan keluarga besarnya. Ia mengangkat tangannya yang sedikit gemetar, lalu segera di turunkan lagi untuk mencoba membuka Knop pintu.
Ini bukan seperti dirinya, dia tidak harus takut bahkan menunjukkan rasa gemetar. Dia seorang Auror yang hebat, maka ia harus berani menghadapi semua ini? Bukankah dia yang pertama kali memulai ini semua?.
"Ron, Men. .kau di dalam?" Suara Harry dari luar pintu tampak khawatir. Sudah setengah Jam lebih Dia menghabiskan waktu di ruangan favoritnya untuk sekarang.
"Ya, aku segera keluar" Suaranya berupa bisikan.
Seperti merasakan kegundahan sahabat baiknya. Harry Potter masuk secara tiba-tiba. "Ron. .?"
Ginny Potter sangat cantik mengenakan gaun sederhana berwarna merah yang di belinya bersama, Hermione, dua minggu lalu. Gaun tersebut hanya sebatas lutut dengan aksen bunga. Simpel dan sederhana seperti pernikahan sahabat sekaligus kakanya.
Dia sudah menantikan acara pernikahan ini sejak lama, bahkan saat masih berada di Hogwarts. Ginny berpikir, apa yang membuat pernikahan ini harus menunggu begitu lama? Bukankah mereka sudah saling mengenal selama hidup mereka, apalagi Hermione yang begitu memuja Ron, kakaknya. Begitu juga sebaliknya dengan Ron.
"Gin, acaranya sebentar lagi" Angela mengingatkan.
Ginny mengangguk tanda mengerti, Ia berjalan perlahan masuk ke rumah untuk menjemput, Hermione, di lantai atas. Dia bingung, ada perasaan tegang yang bukan bagian dari ketegangan yang di alaminya menjelanh detik-detik pernikahan pada umumnya.
Mencoba mengusir pikiran buruk, dia cepat-cepat berjalan dan sekarang sudah berada di depan pintu kamar, Ron, tempat Hermione.
Satu ketukan.
Hermione tidak membuka pintu.
Satu panggilan.
Hermione tidak menjawab.
Dua ketukan lagi.
Ginny tahu apa artinya dari ketegangan sepanjang tadi, dengan pelan Ia membuka pintu.
Hanya ada secarik kertas di atas bantal
