.


Gintama milik Hideaki Sorachi

Warning; typo and rush


.

"Sepertinya aku mengenalimu."

Kagura tak menoleh ke arah sumber suara itu. Pandangannya jatuh pada reruntuhan bangunan yang jauh dari tempat ia berdiri sementara pikirannya dikabuti oleh kenangan-kenangan masa lampau. Ia membungkuk sedikit agar tangannya dapat meraih mulut botol sake dan tanpa cangkir Kagura menegaknya hingga tetesan kekuningan bergulir dari sudut bibirnya.

"Wah, kau sudah berani minum seperti itu ya? Apa kata Danna kalau ia melihat keadaanmu seperti ini?" Sougo, dengan kunciran rambut yang menari seiring gerak tubuhnya, mendekati Kagura dan bersandar di pegangan jembatan dengan jarak 3 meter dari gadis itu berdiri.

Manik Kagura menatap keji Sougo. "Jangan berani-berani kau sebut dia."

Sougo sama sekali tak gentar oleh tatapan Kagura. Ia mendekat ke arah Kagura dan mengambil botol sake yang tampaknya belum disentuh sama sekali oleh gadis beras Yato itu lalu kembali ke tempat ia bersandar tadi. "Merek murah," cibirnya lalu membuka tutup botol kaca sake itu dan meneguknya dengan perlahan-lahan.

"Kembalikan saja kalau begitu!" kata Kagura galak sebelum serdawa keras lolos dari bibirnya dan merusak image-nya sebagai wanita dingin.

Sougo mengabaikan protes juga serdawa Kagura. "Kenapa kau ke Edo?"

"Cuman mampir sebentar saja," sahut Kagura kasar. "Memangnya kenapa?" Kagura menatap Sougo kesal. "Edo kan rumahku."

Sougo menoleh dan melemparkan pandangan mencela. "Edo rumahmu, katamu? Kau bahkan tak pulang sama sekali saat tempat ini hancur perlahan-lahan."

Keduanya tatap-menatap, tak mau kalah. Pada akhirnya Kagura melengos dan kembali menatap puing-puing tadi. "Keadaannya berbeda. Gin-chan sudah tak ada. Dia sudah pergi." Sougo dapat mendengar helaan napas putus asa sang rival. "Selamanya."

"Tak ada yang selamanya," kata Sougo datar. "Mungkin orang itu sedang disiksa di neraka atas dosa-dosa yang ia perbuat, menunggu kembali untuk dilahirkan." Sougo mengangkat botol beling itu. "Mungkin saja ia terlahir kembali menjadi bayi atau mungkin ikan."

Kagura mendengus jijik. "Kau percaya hal seperti itu, Sadis?"

"Aneue-ku yang mengatakan hal seperti itu. Aku hanya mengutip."

Ada jeda singkat di antara keduanya sebelum Kagura menjatuhkan botol dengan sengaja di dekat kakinya. Pecahan-pecahan beling itu mengenai sepatu kulit Kagura saat ia menendanginya ke luar jembatan. Dahulu di bawah jembatan ini mengalir sungai jernih sebelum akhirnya kekeringan melanda Edo dan hanya meninggalkan jalur sungai yang mengering.

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Sougo sambil menatap hamparan langit sore berwarna lembayung di atas kepalanya. Ketika poninya melintang di wajahnya karena tiupan angin, ia meniup-niupnya dengan malas.

Kagura memandangi Sougo dengan curiga. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang akan orang lain lakukan?"

Sougo terdiam sebentar. Matanya masih menatap lekat arakan awan yang bergerak perlahan. "Sudah gelap. Kau tak pulang?" tanyanya mengabaikan Kagura.

Gadis yang berdiri di sampingnya menggetakkan gigi geliginya, muak dengan sikap tak acuh si pemuda itu. "Apa-apaan kau?!"

Sougo menoleh ke Kagura dan mendapati mantan anggota Yorozuya itu mengangkat payungnya yang kemudian moncong senjata itu mengarah padanya. Sougo hanya menghela napas. "Mana sopan santunmu dengan yang lebih tua? Kukira ia bisa tumbuh seperti tumbuhnya dadamu itu."

Sedetik kemudian bunyi tembakan membelah keheningan sore ketika itu. Darah segar menetes dari pipi kiri Sougo tapi pemuda itu bahkan tidak mengedipkan matanya sama sekali.

"Tembakan berikutnya tidak akan melesat. Peluruku akan membolongi kepala kosongmu itu, sialan." Kagura menatap nanar Sougo yang tengah mengusap aliran darah menggunakan punggung telapak tangannya. "Apa maumu?" tanya Kagura masih dengan senjata berbentuk payung di tangannya mengarah ke si pemuda.

"Minum sake."

Kagura meludah ke sisi kirinya. "Kau bisa sewa wanita untuk menemanimu minum sake sialan ini." Perlahan, Kagura merendahkan moncong payungnya kemudian berujar, "pergi. Jangan ganggu aku."

Sougo menatap Kagura dengan tatapan datar. "Ini tanggal dan bulan yang sama ketika Danna pergi." Sougo menghela napas. "Tak ada gunanya mengingat orang-"

"PERGI! PERGI!"

Teriakan itu terdengar menyakitkan di telinga Sougo. Kata-kata itu dibalut oleh kedukaan dan diselubungi oleh rasa sakit. Sougo tahu itu karena ia pernah merasakannya.

"Aku tak punya waktu denganmu, sialan. Aku muak melihat wajah orang-orang dari masa laluku. Pergi." Kagura membuang mukanya dan meraih botol minuman keras di dekat kakinya dan meneguk isinya dengan cepat.

Sougo menatap jejak rona merah di pipi pucat Kagura. Gadis itu tengah mabuk, mungkin saja ia akan melupakan ucapan Sougo nanti. Sekali lagi si Okita muda itu mendongakkan wajahnya untuk menatap langit. "Sudah saatnya kau lupakan masa lalumu."

"Hah?" Kagura menoleh ke Sougo lalu cegukan. "Kamu ngomong apa?"

Pemuda itu mengangkat alisnya, tak mempercayai kalimat yang ia baru ucapkan barusan. "Aku bilang, mati saja sana. Susul bosmu yang sialan itu."

Dan sebuah botol kaca melayang ke arah kepala Sougo.

.

.

Fin

.

.