.
When I Loved Someone [Chapter 1]
.
Character(s) : Oh Se Hoon (Se Hun), Xi Lu Han, other
Disclaimer : PLOT IS MINE! Don't bash the character(s)
.
.
_Chap 1 : I Can't_
.
.
The view of your back, leaving me on this rainy road
Because I couldn't do anything again,
I regret it again everyday. I'm sorry,
I pray, I want you to be back.
I can't. I can't stand it. I cannot stand a day without you.
My tears are falling again.
Will I be able to forget you ? When will I be like that till ?
.
Se Hoon tidak tahu harus bersikap seperti apa. Manik matanya terus dan mungkin hanya menatap seseorang yang sedang tertawa di sudut ruangan, Lu Han.
Ini pertemuan pertama mereka setelah tiga tahun. Dalam hati Se Hoon terus bertanya, apakah Lu Han merindukannya seperti Se Hoon merindukan namja itu? Ah… Se Hoon lupa, mereka baru saja berkenalan setengah jam lalu.
"A-a…aku…aku…uum…Se- Se Hoon imnida…"
Se Hoon ingin mentertawakan dirinya sendiri. Jong In saja sampai terkejut melihatnya segugup itu. Tidak pernah Se Hoon seperti ini. Ia tipikal namja yang percaya diri, apalagi soal berkenalan. Se Hoon sendiri masih ingat saat pertama kali ia training, dengan senyum maut dan kepercayaan diri super ia berkenalan dengan semua sunbae dan hoobaenya. Tak heran jika Se Hoon cepat disukai. Tapi tadi… itu seolah bukan Oh Se Hoon.
Itu memang bukan Oh Se Hoon. Se Hoon akan menjadi orang lain jika ada sagkut pautnya dengan Lu Han.
"Oh Se Hoooon~~" nafas Jong In menggelitik leher Se Hoon, membuatnya refleks meninju wajah Jong In. Yah, hanya pukulan lembut, tapi Jong In menanggapinya dengan berlebihan.
"Yak! Appo! Wajahku ini asset perusahaan, Oh Se Hoon! Kalau wajahku rusak, bagaimana? Aku ini face dari EXO-K! Haduuh~ Kyung Soo hyung dimana? Appooo…" Jong In mengusa-usap pipi kirinya yang terkena smack down Se Hoon dengan penuh kasih sayang.
Se Hoon memutar kedua bola matanya, "Sejak bergaul dengan Kyung Soo hyung, kau tambah cerewet, Kkamjjong."
"Aish, kenapa dia malah asik bersama Zi Tao hyung? Ish, dia melupakanku, tega sekali…" Jong In meratapi nasib. Se Hoon mendengus sebal karena merasa omongannya dicampakan. Padahal kata-kata ejekan yang dikeluarkan Se Hoon cukup bagus.
"Menyebalkan," Jong In kembali menatap Se Hoon, "Kau juga! Kenapa suka sekali memukulku?!"
"Kau dulu yang mulai, menggelitikiku dari belakang. Memangnya aku suka?!" balas Se Hoon.
Jong In menggumam sebal, lalu kemudian sebuah cengiran khas Kim Jong In terbentuk di wajahnya.
"Aku baru ingat, tadi kau sempat gugup saat berkenalan dengan salah satu dari mereka…euum… Xi Lu Han!"
DEG~
Mendengar nama itu Se Hoon lagi-lagi salah tingkah. Ia merasa wajahnya mulai panas dan sebisa mungkin menyembunyikannya dari Jong In—dari ejekan Jong In.
"Huumm…baru pertama kali kulihat seorang Oh Se Hoon bertingkah aneh, gugup bukan gayamu, Se Hun-ah, ada apa sebenarnya? Apa mungkin—oh lihat! Wajahmu merah!"
Blush~
Diejek habis-habisan seperti itu membuat Se Hoon semakin ingin mencekik Jong In. Tapi anehnya, Oh Se Hoon yang selalu bisa membalas kata-kata Kim Jong In sekarang hanya diam seribu bahasa. Terbukti, jika menyangkut Lu Han, Se Hoon memang bukan Oh Se Hoon yang normal.
"Apa jangan-jangan…" Jong In mendekatkan wajahnya pada Se Hoon dengan tatapan menggoda, "Kau suka pada Lu Han hyung?"
"MWO?! ANIYA!"
Se Hoon segera menutup mulutnya sementara Jong In sudah berguling-guling di lantai sambil tertawa bahagia. Se Hoon segera membungkuk berkali-kali pada sepuluh orang anggota EXO dengan rasa malu yang luar biasa. Ia lalu menendang Jong In yang masih tertawa lebar.
.
"Siapa itu, Min Seok-hyung?" tanya Lu Han sambil berusaha melihat diantara Yi Fan dan Joon Myun yang ada didepannya.
"Dua magnae kita, Lu Han, mereka berdua memang begitu, tidak usah diperdulikan…" jawab Min Seok sambil terkekeh pelan.
"Kim Jong In? Oh Se Hoon? Magnae?"
Lu Han tersenyum manis melihat dua makhluk yang sedang bergulat itu, "Manisnya…"
.
"Bwahahahahaha… Oh Se Hoon… teriakan yang sempurna! Aku benar, bukan? Kau bukan dirimu lagi setelah mengenal Lu—mpphhff."
Se Hoon segera menutup mulut Jong In sebelum ia membocorkan rahasia negara versi Oh Se Hoon. Se Hoon kemudian tersenyum canggung pada hyung-hyungnya yang menatapnya dengan tatapan mereka-sedang-apa-ribut-sekali-mencurigakan.
"Mianhae…jangan pedulikan kami, ini masalah antar-magnae." Kata Se Hoon sambil sesekali melotot kepada Jong In yang terus berontak ingin melepas tangan Se Hoon dari mulutnya.
Tanpa disadari, diam-diam daritadi Lu Han sama sekali tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun pada Jong In dan Se Hoon. Entahlah, ia merasa tontonan didepannya sangat menarik dan sayang untuk dilewatkan.
"Kalian itu, setidaknya cobalah akrab pada hyung-hyung baru kalian…" kata Baekhyun mencoba menasehati Se Hoon dan Jong In. Namun dua orang itu masih tetap saling melotot, tidak menghiraukan nasehat bijak Byun Baek Hyun.
"Haaah…biarkan saja mereka itu," sahut Chan Yeol. Baek Hyun mengalihkan tatapannya pada namja tinggi itu.
"Kau membela mereka?"
"Aniya, kubilang biarkan saja begitu, mereka itu memang selalu seperti itu, Baek Hyun-ah…"
"Tetap saja itu artinya kau membela tingkah mereka, Chan Yeol-ah, harusnya kau membelaku yang ingin menasehati mereka!"
"Ne, arasseo. Tapi mau bagaimana lagi, memang tabiat mereka seperti itu, tidak akan ada gunanya, Byun Baekhyun!"
"Setidaknya coba dulu, Park Chan Yeol!"
"Buktinya mereka tidak mendengarmu! Nasehatmu gagal, Bacon~"
"Aish, tidak seperti itu, EggYeol!"
Delapan orang yang ada di ruangan itu serentak memutar kedua bola mata mereka melihat tingkah Baek Hyun dan Chan Yeol yang sangat kekanakan. Delapan orang? Ternyata, tanpa mereka sadari Se Hoon dan Jong In sudah menghilang sebelum kedua makhluk tadi memulai pertengkarannya.
.
I still cannot erase you
I keep thinking about you
I really miss you
I cannot sleep at all at night
The sound of the raindrops hitting on the window of my heart
The place that you left
I really miss you
And I cannot sleep at all at night
.
Se Hoon memejamkan matanya, berusaha menikmati hembusan angin yang memainkan anak rambutnya. Tidak berhasil. Ia masih resah, masih berusaha mengusir bayang-bayang senyum indah Lu Han dari benaknya. Tetap saja, tidak berhasil.
"Jadi…kau benar-benar suka pada Lu Han hyung?" Jong In meminta penjelasan lebih pada namja yang kini sedang melamun menatap kolam ikan didepannya.
Se Hoon menarik napas panjang. Hatinya sedikit lega telah mengeluarkan segala perasaannya, walau bukan pada Lu Han. Setidaknya Jong In bisa menjaga rahasia, pikir Se Hoon. Se Hoon bersyukur Jong In tidak mengejek ataupun mentertawainya. Jong In memang mengerti Se Hoon. Bukankah ia yang membantu Se Hoon bangkit dari keterpurukan?
"Se Hun-ah?"
Se Hoon mengangguk kaku. Hatinya tiba-tiba membuka luka lamanya lagi. Saat dimana ia seperti seekor pungguk yang merindukan sang rembulan, saat-saat dimana ia hanya bisa melihat dari jauh. Tanpa berani mendekat, hanya terus bersembunyi dibelakang kata "ditolak" dan "dijauhi" atau lebih parah, "dibenci".
Dan kini, Se Hoon ingin mengutuk dirinya sendiri. Perasaannya pada Lu Han kini bahkan jauh lebih besar. Tidak pernah berkurang, apalagi menghilang. Se Hoon pun sudah menyerah untuk mencoba menepisnya. Yang terjadi justru, lagi-lagi, perasaan menentang logikanya.
Se Hoon mencoba untuk meredam rasa sakit yang tiba-tiba terasa amat sangat perih pada dada kirinya. Luka itu, yang membawanya pada kata patah hati, pada kata kekecewaan, dan pada keterpurukan, seolah ingin mengajaknya merasakan itu lagi. Namun kali ini, dengan konteks yang lebih membahagiakan.
Setidaknya, jika Se Hoon merasakan itu lagi, Lu Han telah mengetahui namanya.
Jong In menghela napasnya. Ia memang tidak pernah mengalami apa yang Se Hoon alami. Tapi, saat ia melihat kilat kekecewaan dan rasa sakit dalam mata sahabatnya itu, ia pun mengerti, seberapa berat dan seberapa besar luka yang Se Hoon rasakan.
Jong In terkesiap saat otaknya tiba-tiba mengingat sesuatu yang selama ini membuatnya penasaran, "Apakah… 'keadaan menyedihkan'mu ada hubungannya dengan dia?" tanya Jong In hati-hati, tidak ingin membuat Se Hoon kembali bersedih.
Jong In masih ingat bagaimana keadaan Se Hoon saat pertama kali mereka bertemu. Saat itu ia melihat—tepatnya mengintip—Se Hoon yang sedang menari dengan lincah. Seketika itu pula Jong In terkesima, namun kemudian tertunduk miris melihat mata seorang Oh Se Hoon tidak bercahaya. Ia menari tanpa cahayanya, tanpa gairah, tanpa keinginan. Dan Jong In tidak suka itu.
Sejak saat itu ia bertekad untuk membangkitkan cahaya Se Hoon. Jong In masih ingat waktu itu Se Hoon sangatlah dingin, sedikit—bahkan mungkin tidak pernah—bicara. Jong In seakan tengah melakukan monolog saat bersama dengan Se Hoon. Tapi ia bersyukur, Se Hoon sama sekali tidak pernah menolak ataupun menghindari kehadirannya.
Lalu eomma Se Hoon pun berkata pada Jong In bahwa dulu Se Hoon pernah tersenyum. Sering, bahkan terhitung berlebihan. Se Hoon adalah pribadi yang hangat dan ceria, dulu. Hanya saja, suatu kejadian membuat hatinya membeku dan sulit dicairkan lagi. Kejadian yang tak pernah Se Hoon ungkapkan pada siapa pun.
Se Hoon terlalu egois menyimpan masalahnya sendiri, pikir Jong In saat itu.
Namun lambat laun ia mengerti, bahwa Se Hoon tidak ingin menyulitkan siapa pun, bahkan orang yang tidak merasa disulitkan sekali pun. Se Hoon bertahan hanya karena orang-orang disekitarnya, orang-orang yang menyayanginya tidak ingin kehilangannya.
Se Hoon tidaklah egois. Ia justru lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.
Jong In tersenyum, usahanya tidak sia-sia. Sebagai hadiah, ia telah mendapat seorang teman yang sangat berharga, Oh Se Hoon.
Jong In menepuk pundak Se Hoon, "Sudahlah, jangan menekan perasaanmu lagi. Sudah saatnya kau bertindak sesuai dengan kata hatimu, Se Hun-ah. Dengan melawan, itu malah akan terasa lebih menyakitkan."
Se Hoon memalingkan wajahnya, tidak ingin berhadapan dengan tatapan simpati Jong In. Ia mati-matian menahan air matanya, "Memangnya…kau mengerti?"
Jong In terkekeh, "Kalau aku bilang iya?"
Se Hoon tersentak, masih memalingkan wajahnya, "Maksudmu…kau juga menyukai…namja…?"
Jong In berusaha menyembunyikan tawanya, "Bukan begitu, pabbo…" ia lalu menatap ikan-ikan koi didepannya, berusaha mengacaukan gerombolan ikan koi disudut kolam.
"Aku juga pernah jatuh cinta. Apa menurutmu itu salah? Cinta itu berasal dari Tuhan, dan Tuhan tidak pernah salah. Memangnya apa bedanya cinta yang kau rasakan dengan yang kurasakan? Namanya sama-sama cinta, rasanya juga sama. Jantung berdebar, wajah memanas, salah tingkah…"
Jong In menghembuskan napasnya kasar, "Cinta itu buta, bukan? Cinta tak memandang agama, ras, bahasa, fisik, mental, umur, status, dan gender. Kenapa? Karena cinta itu buta, Oh Se Hoon…"
Dan Se Hoon mulai menikmati hembusan angin sore itu.
.
I think of you getting up. Let's forget and erase all our bad memories.
(I'm sorry) How would you ? I cannot say anything besides 'I'm sorry'.
Come to me, everything is fine now.
We will start everything over, over again.
.
Musim gugur di Korea Selatan membuat langkah Se Hoon semakin ringan. Ia suka angin musim gugur, selalu bisa membuatnya tenang. Ditambah guguran dedaunan yang seakan menyambut setiap langkahnya, Se Hoon merasa berjalan pada cerminan surga. Mungkin itulah alasan Se Hoon memilih keluar dorm diam-diam. Ia merapatkan jaketnya saat ia merasa angin semakin gencar menusuk kulit putihnya.
SM bilang EXO akan debut dengan konsep sama dengan nama mereka, EXO – Extra Ordinary. Tidak biasa. Manusia super, mungkin? Se Hoon masih menerka. Pikirannya melayang pada game Avatar yang akhir-akhir ini sering dimainkannya bersama Jong In.
Kalau memang benar begitu, Se Hoon ingin bisa mengendalikan angin.
Langkahnya terhenti didepan sebuah gereja. Ah, hari ini dia belum ke gereja sama sekali. Biasanya ia akan mendatangi tempat indah ini selesai latihan, dua jam lagi, tapi sekarang hatinya seolah menuntunnya memasuki gedung putih itu.
Se Hoon duduk disalah satu kursi dipojok belakang, tempat favoritnya karena dekat dengan jendela. Lima orang termasuk dirinya datang hari ini. Se Hoon tidak terlalu peduli, ia mencoba menenangkan dirinya, mengosongkan pikirannya yang dipenuhi banyak hal.
Se Hoon memejamkan mata, ia tautkan tangannya satu sama lain didepan dada, lalu mencoba untuk berdoa.
Ia masih memikirkan tentang perasaan bodohnya itu. Kata-kata Jong In memang membuatnya sedikit lega, tapi mengatakan itu jauh lebih mudah daripada harus melakukan. Ia tidak bisa, tidak bisa menunjukkan perasaannya dan juga tidak bisa untuk menguburnya. Se Hoon serba salah. Sedikit saja Se Hoon tidak bisa mengendalikan diri, ia bisa saja kehilangan Lu Han selamanya.
Perasaannya terlalu besar, hingga ia sendiri pun sulit untuk mengontrolnya. Tapi jika ia berterus terang, apa yang akan Lu Han lakukan? Se Hoon masih dibayangi akan tiga kata menyakitkan itu, ditolak, dijauhi, dan dibenci.
"Lu Han hyung…sekarang kau sudah bisa kuraih…kau tidak lagi menjadi bintang yang sangat jauh dan sulit kujangkau. Hanya saja, tubuhku lah yang tidak bisa bergerak untuk menggapaimu…"
Jadi biarlah…biarlah Oh Se Hoon yang pengecut ini hanya bisa memendam perasaannya. Biarlah Se Hoon hanya bisa menjadi malaikat pelindung bagi Lu Han. Se Hoon akan berusaha menjaga Lu Han, menjadi orang pertama yang menghapus air matanya, menjadi orang pertama yang ada disampingnya saat ia bersedih, saat ia terluka. Agar Se Hoon yang menanggung semua luka Lu Han, agar malaikatnya itu tidak pernah kehilangan cahayanya.
.
Untuk melupakanmu, aku tak bisa…
Untuk mencintaimu, aku tak bisa…
Maka biarkanlah aku bertahan, bertahan dengan luka dan perasaan bodoh ini…
Karena untuk menghapusnya pun, aku takkan pernah bisa…
.
Se Hoon tersenyum, lalu perlahan membuka kedua matanya.
DEG!
Se Hoon tercengang. Darahnya seakan berhenti mengalir saat itu juga. Lidahnya kelu, tubuhnya mendadak kaku mendapati sosok indah sedang tersenyum lembut padanya.
"Tuhan…kau tidak perlu mengirimkan satu malaikatmu untuk menghiburku…"
"Kau sudah selesai, Se Hoon-ah?"
"Tuhan…bukan hanya rupanya, bahkan suaranya pun sangat mirip dengan Lu Han hyung…apa kesalahan malaikat cantik ini sehingga kau menurunkannya ke bumi?"
"Annyeooong~" Lu Han mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Se Hoon, "kau kenapa?"
Se Hoon terkesiap, berusaha menyembunyikan detak jantungnya yang hampir membuatnya pingsan saking cepatnya. Se Hoon mengerjap-ngerjapkan matanya, "Lu-Lu Han…hyung?"
Lu Han terkekeh pelan, "Ne, ini aku."
Blush~
Se Hoon menundukkan wajahnya yang memerah. Ah…dunia sangat kejam. Kenapa tawa Lu Han bisa semempesona itu? kalau terus begini bagaimana bisa Se Hoon mengendalikan dirinya?
"Semuanya mencarimu, dan kebetulan aku sedang ingin ke gereja. Ternyata kau disini, kebetulan sekali." Kata Lu Han, masih dengan senyum ramahnya.
"Jeongmal?" Se Hoon berusaha untuk tidak melonjak kegirangan mengetahui Lu Han datang sendiri, dan… "Kebetulan atau takdir?"
Kini Se Hoon tidak bisa lagi menyembunyikan senyumannya.
"Aku ingin berdo'a dulu, mau menungguku?"
"Tentu saja! Sampai besok pun aku mau!"
"Ngg…ne, hyung…tentu."
Lu Han tersenyum simpul. Entah kenapa ia merasa ingin berlama-lama dengan Se Hoon. Lu Han tidak mengerti, dia juga tidak ingin mengerti, ia hanya ingin mengenal Se Hoon. Mengenalnya lebih jauh.
Lu Han duduk disamping Se Hoon. Ia menarik napas panjang, memejamkan mata, kemudian menautkan jemarinya didepan dada.
Se Hoon masih terkesima, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Benarkah ini nyata? Kebajikan apa yang dilakukannya sehingga mendapat anugrah sebesar ini? Selama ini, Se Hoon hanya bisa melihat dari jauh. Tanpa berani mendekat, hanya mengamati dan mengagumi. Tapi sekarang, sungguh keajaiban, Xi Lu Han lah yang mendatanginya.
Se Hoon merasakan pipinya lagi-lagi memanas. Lu Han… begitu dekat dengannya… kalau boleh, ia ingin menyentuh wajah itu, malaikat yang masih membawa sinarnya… Kalau boleh… Se Hoon sangat ingin… ini pertama kalinya ia berada begitu dekat dengan malaikatnya…
Tanpa sadar, jemari Se Hoon telah bergerak untuk menyentuh kulit mulus Lu Han. Sangat hati-hati, begitu pelan, seolah Lu Han terlalu rapuh sehingga bila disentuh pun akan menghilang…
Lu Han membuka matanya, lalu menghembuskan napas tenang. Se Hoon yang menyadari itu dengan refleks menjauhkan tangannya yang hampir menyentuh wajah malaikatnya itu sambil merutuk.
"Oh Se Hoon pabbo… apa yang kau lakukan?! Sadar, Se Hoon, sadar! Kendalikan dirimu!"
Lu Han menoleh dan tersenyum lembut pada Se Hoon, "Aku sudah selesai, Se Hoon-ah…euumm…" Lu Han tampak berpikir, dan Se Hoon masih tak bisa mengalihkan tatapan kagumnya pada sosok yang sangat ia cintai itu.
"…aku ingin beli bubble tea… mau ikut bersamaku?"
"Tuhan…dengan apa kau ciptakan dia? Kenapa aku tak bisa mengalihkan tatapanku darinya? Seolah ia adalah matahari…dan aku bunga mataharinya.."
"Se Hoon-ah, bagaimana? Kenapa diam?"
"Tuhan… kumohon hentikan waktu sekarang juga…"
"Ah…kalau tidak mau tidak apa-apa… aku bisa membelinya sendiri." Lu Han tersenyum manis lalu segera bangkit dari duduknya.
"…aku… aku… tidak ingin kehilangannya… lagi."
GREP.
"A-aku…ikut…hyung…"
Lu Han menatap pergelangan tangan kanannya yang masih dicekal Se Hoon dengan tatapan kaget bercampur heran. Se Hoon yang menyadari hal itu langsung melepas cekalannya dengan rasa malu luar biasa. Ia menundukkan kepalanya, menyembunyikan detak jantung dan pipinya yang telah merona.
"Aneh…kenapa aku merasa…hangat?"
Lu Han langsung menggeleng-gelengkan kepalanya saat pikiran itu tiba-tiba muncul. Ketika kulit putih Se Hoon bersentuhan dengan kulitnya, Lu Han merasakan sensasi aneh… seperti… sensasi bubble tea…
Lu Han tersenyum lembut, "Mungkin dia masih malu padaku, tingkahnya masih kaku." Pikir Lu Han. Ia menatap Se Hoon yang masih menunduk, dan tanpa ia sadari senyumnya semakin lebar.
"Kalau begitu, kajja…"
Lu Han menarik tangan Se Hoon lalu berdua, mereka menyusuri musim gugur dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajah keduanya.
.
Sungguh, aku tak bisa…
Mengapa kau begitu bersinar?
Tubuhku bergerak sesuai hatiku…
Dan separuh hatiku, ada padamu…
.
I keep thinking of you at night, I cannot sleep
Why did I turn on this love show
The distance between us has increased
I was the servant of this love
Why did we fight ? Why were we like that ?
Did you lose the sight ? We used to be in love.
Why am I stuck in this moment ? The one I need is you, silly.
(U-Kiss - 0330)
.
To Be Continue
.
.
SEQUEL SPECK OF HOPE! Hehehehehe~ *nyengir malem jumat(?)* nih FF gaje bahasanya kelewat lebay -_- entah kerasukan apa aku waktu ngetiknya -,-
Dan... ada ChanBaek dikit! Ahahahaha... aku emang nggak bisa lepas dari mereka mau gimana lagi o_o
.
BIG BIG BIG BIG BIG THANKS TO :
Selia, 12Wolf, Bubble KimChii, totomato
Yang udah bersedia me-review FF gaje Speck of Hope :D *hug atu-atu*
.
Now... mind to review? :D
