HAAAI! Aku kembali~ nih, aku bawain fik kolab gaje yang dibikin bertiga bareng temen-temen :v garing? Jelek? Aneh? Bisa jadi! xD
.
.
.
RIYFOLUSED
KnB dan semua karakternya milik Fujimaki-sensei, saya Cuma sekadar minjem
Karakter OC milik saya dan kawan-kawan! ^^
Rate bisa berubah sewaktu-waktu/? :v
Genre dan summary kayaknya bakalan berbeda deh tiap chapternya…
Warning: gaje, humor garing, ada Sho-Ai, karakter OC, Mozaik City!AU, OOC, dan lainnya.
Di setiap cerita semuanya OC's POV.
.
Selamat membaca! :D
.
.
.
Akulah Hamada Horide. Dengan kulit gelap seperti sahabatku, Daiki. Walaupun kami tidak satu sekolah lagi, tapi kita berhubungan baik, kok. Tentu saja sebagai teman. Masa pacar?
Suatu hari, aku melihatnya berjalan dengan seorang cewek berambut merah muda. Setelah aku tanyakan kepada Daiki, ternyata namanya adalah Momoi Satsuki. Teman sekolahnya. Kalo Daiki bersekolah di Touou, aku sendiri bersekolah di SMA Seirin. Aku juga mengikuti klub basket.
Klub basket Seirin itu baru dibuat tahun lalu oleh center Seirin, namanya Kiyoshi Teppei. Dia itu termasuk anggota Raja Tanpa Mahkota yang dijulukin jiwa besi. Yah meskipun aku lebih sering dicadangkan, sih.
Hari ini, aku dan teman-teman setim basketku mau pergi ke sreet ball yang lokasinya tidak jauh dari sekolah.
Masalahnya, si Kagami udah ditungguin tiga puluh menit dan dia belum juga datang. Kalo gini mah bisa telat atuh.
"Yah, mau gimana lagi. Horide, susulin Kagami gih!" suruh Hyuuga-senpai, aku pun menurut.
hemm sepertinya, kemanapun si Bakagami itu pergi, tidak akan jauh-jauh dari sekitar sini, kan! Pikirku.
Akhirnya, aku berhasil menemukannya di sebuah warnet PS. Dia sedang sibuk battle melawan Aomine di game.
"WHOY BAKAGAMI! KAU TAU KAN MESTINYA KITA UDAH ADA DI LAPANG RW JAM EMPAT SORE! INI UDAH TELAT SEJAM!" teriakku.
"Se-sebentar! Ini udah mau selese ronde keduanya kok!"
"Gak bisa, Ba-ka-ga-miiii… udah telat banget."
"Sedikit lagiii aja plis!"
Pada akhirnya juga si Kagami aku gusur sampe ke tempat street ball. Itupun setelah aku puas menonjok mukanya. Bukan berarti aku iri karena di sekolah dia dikagumi para gadis. Lagian siapapun yang suka denganku, kutolak mentah-mentah. Horide gituloh. Aku rasa sudah ada seorang gadis yang menarik perhatianku… itulah alasannya kenapa yang lain aku tolak… (ngek)
.
Jam enam sore, street ball pun selesai. Kami memutuskan untuk berkunjung ke Majiburger dulu. Saat di perjalanan menuju ke sana, aku bertemu dengan Daiki.
"Eh, Daiki!" sapaku sambil menepuk bahunya.
Tapi tak kusangka, dia malah menjauhiku sambil menatapku dengan pandangan kayak orang yang gak saling kenal.
"SI-siapa kamu?! Yiiiiw baru kenal juga udah main tauc-tauch aja!" Daiki menepis tanganku dan kemudian berjalan menjauh.
"Da-Daiki?! Kamu… kamu lupa sama aku?!" teriakku kaget ples gak percaya.
"Ini aku, Horide! Yang suka nemenin kamu baca majalah Mai-chan!" ─eh, keceplosan.
"Mai-chan?! Siapa tuh? Ih sudahlah aku mau pergi saja!"
Hah, aku yakin sekali, sesuatu pasti terjadi padanya. Masa sih cewek berdada besar yang suka nempel di kover majalah favoritnya saja dia lupa, apa gerangan yang terjadi ini.
.
Sampai di rumah, aku mondar-mandir kebingungan. Ada apa ya dengan si Daiki itu? Tanyaku dalam hati.
"Hah, masa kepalanya terbentur sampai-sampai dia kena amnesia? Itu tidak mungkin! Tapi, bisa jadi sih! huh, pokoknya aku harus menyelidiki soal ini! Titik!" tekadku.
Malam ini, aku bertekad mencari tahu tentang orang-orang yang akhir-akhir ini dekat dengan Daiki. Siapa tau bisa dapet informasi, meski secuil pun.
Maka kuputuskan untuk menghubungi telepon Kuroko, temanku yang juga sahabatnya Daiki. Mungkin dia tahu banyak tentang Daiki, eh?
Aku pun mengambil hapeku dan menekan nomor Kuroko. Menunggu dia menjawab teleponku.
"Halo?" suara Kuroko terdengar melalui hapeku.
"Oi, Kuroko! Apa kau tahu ada apa dengan Daiki saat ini?"
"Terjadi apa, memangnya?" Kuroko malah balik nanya padaku.
"Yah, akhir-akhir ini dia jadi keliatan kayak orang kena insomnia─maksudku, amnesia! Ada apa dengannya ya?" jelasku.
"Hmmm… entahlah, Horide-san." Jawab Kuroko, "tapi coba kau hubungi Nijimura-senpai. Terakhir kali aku melihat mereka berdua one-on-one basketdi lapang RW." Sarannya.
"Siapa tau aja─"
Nuuut, nuuut, nuuuuut…
Sambungan teleponku dengan Kuroko terputus.
"EEEEH?! PULSAKU… PULSAKU HABIS?! WHAT THE…?! PADAHAL BELUM LIMA MENIT AKU TELPONAN!" teriakku frustasi melihat SMS dari operator yang menyatakan bahwa pulsaku telah habis. Nah, kalau pulsaku habis… gimana aku bisa nelepon kakak kelasku yang memiliki BiMoLi nan febeles itu? Ehh lagian aku juga tak memiliki nomor teleponnya! Kamvret memang hidupku ini.
Yah, aku sudah pasrah… apapun… tolonglah akuu…
Semoga Kuroko… menelpon balik dan memberikanku nomor telepon Nijimura-san!
"Aitakatta, aitakatta!"
Eh, itukan ringtone hapeku. Yang artinya… ada yang menelpon! Wah, siapa yaaa… jangan-jangan…
"HEI INI BENERAN NOMOR KUROKO!" teriakku kegirangan melihat nomor Kuroko muncul di layar hape.
"Ha-halo…?"
"Horide-san, kenapa tadi teleponnya terputus ya?" tanya Kuroko dengan nada bingung.
"Itu karena pulsaku sekarat bahkan habis… JADI SYUKUR DEH KAMU NELPON BALIK KUROKOOOO!" jeritku tanpa peduli kalau suara anehku ini bisa membuat telinga Kuroko berdengung.
Iya, anehlah. Jelas. Dan yang paling jahat, Hyuuga-senpai menyebut suaraku suara bencong taman mini (hah?).
"Horide-san, bisa kau kecilkan volume suaramu? Berisik." Protes Kuroko dengan nada datarnya, tapi aku tau kalau dia sedang mengusap-usap telinganya─kayaknya. Siapa bilang aku ini sotoy, aku hanya sok tau.
"E-ehh, iya maafkan aku Kuroko! Aku mau nanya sesuatu! Satu hal aja, kok." Pintaku sambil meminta maaf.
"Yah gak pa-pa sih. Apaan itu, Horide-san?" tanya Kuroko, nadanya terdengar malas dan ngantuk sekarang… apa mungkin dia gak iklas memaafkan kesalahanku─terlalu besar menggunakan volume suara disaat menelponnya.
"Minta nomor hapenya Nijimura-san, dong."
"Ciye, Horide-san. Ada apa? Kok minta-minta nomornya Nijimura-senpai."
"Aaaagh sudahlah Kurokoooo cepat berikan saja!" teriakku sebal sambil merobek kertas dari buku notes dan mengambil pulpen di meja.
Setelah Kuroko mendiktekan nomor telepon Nijimura, aku pun pergi tidur.
.
.
"Yoshaaaaa! Akhirnya aku bisa bangun mendahului alarm-ku!" teriakku senang karena terbangun jam enam pagi dimana alarm yang kusetel bunyinya jam tujuh pagi. Sekolah sih memang masuk jam sembilan dan kalau aku pakai bus sekolah biasanya datang jam delapan, tapi aku ini tergolong anak yang rajin bangun pagi hanya untuk menambah waktu main hape dan streamingan konser Jekeyti di mbah yutup. Tapi hari ini aku lupa kalau sebenarnya kuotaku sedang sekarat. Sisa 47MB.
Tadinya, aku berniat mau tidur lagi, kalau saja─
"HOI! HORI, MAU TIDUR SAMPAI KAPAN?! DARI JAM DUA SUBUH AYAM SUDAH BANGUN TAPI KAU JAM SEGINI SAJA BELUM?!"
─kak Satoru gak ngebangunin aku.
"Oke, kak, okeee… aku mandi dulu…,"
.
Tadinya aku berniat berangkat sekolah dengan memesan ojeg online. Tapi, berhubungan kuotaku sekarat, aku ingin menghemat uang jajanku untuk beli kuota. Jadilah aku jalan kaki seorang diri.
Tapi ternyata, aku tidak sendirian.
"Boku wo kasokusuru kagaya kashii hibi yo, kokokara ga hajimari─Hwaaaaa!" teriakku kaget dan menghentikan nyanyianku ketika seseorang berambut baby blue menepuk punggungku. "Kuroko! Kau mengagetkanku saja sih! masih pagi udah bikin orang jantungan!"
"Ah, maaf, Horide-san. Tapi, kenapa kau kemarin nanyain nomor hapenya Nijimura-senpai?" tanya Kuroko. Heh, ketahuan sekali dia buru-buru ke sekolahnya. Rambut aja belum disisir. Satu lubang di kemeja belum dikancing. Dan resleting─oh itu mah sudah, daijoubu desu.
"Heheh~ kepo saja kau Kuroko! Tentu karena aku jatuh cinta padanya!" bohongku, dengan senyuman palsu mengembang.
"Wah beneran? Oke deh ntar kusampein, soalnya kan Nijimura-senpai sudah lama ingin punya pacar─"
"WOOOY AKU BERCANDA, KUROKOOO! Kau ini 'napa si omongan orang dianggep serius mulu?! Yah, ini sebenarnya berkaitan dengan masalah Daiki! Ini pasti ada hubungannya dengan acara one-on-one mereka waktu itu!" sewotku.
"Iya, iya, maap kali Horide-san. Sewot aja. Ooh jadi tentang itu. Tuh ada orangnya, Horide-san, kenapa tidak kau tanyakan langsung?" kata Kuroko dan menunjuk cowok yang berjalan di belakangnya, berambut hitam, dan tentunya bibir monyong yang menggoda─tidak juga.
"Ah, tapi kita sudah sampai kan, Kuroko? Emmh, Nijimura-san. Gimana kalau nanti sepulang sekolah kita janjian? Ada suatu hal yang perlu kubicarakan denganmu!" tanyaku. Sambil dikit-dikit lirik jam tangan takut-takut telat.
"Oh? ya, kalau aku bisa. Ya sudah, daaaaah!" pamit Nijimura, akupun berjalan memasuki gerbang sekolah.
Ketika berjalan di koridor, aku melihat Daiki. Hei, emangnya dia gak sekolah? Pikirku, dan… eh, dia bersama si Satsuki itu. Wah hatiku jadi cenat-cenut. Seperti lagu favoritku, aku telah jatuh cinta pada pandangan yang pertama. Sulit bagiku untuk bisa berhenti─ehm. Betewe, janjiku dengan Nijimura selain mau ngomongin tentang masalah Daiki, kami juga mau war bersama. Kebetulan clan kami juga bareng.
Aaah entah kenapa aku melihat Daiki kok jadi gak enak gini, ya… sudahlah aku mendingan pergi ke kelas saja.
.
.
Hahh, baru tiga pelajaran selesai. Waktunya istirahat pertama, ada satu pelajaran lagi sebelum istirahat kedua. Entah kenapa aku rasanya pingin cepet-cepet menyelesaikan kasus ini…
Tapi sebenarnya, aku harus ekstra hati-hati bila ingin ketemuan dengan si Monyong itu. Yah meskipun dia kakak kelasku aku sudah terbiasa memanggilnya begitu.
Nijimura kan anak karate. Satu pukulan darinya, aku bisa langsung terkapar dengan wajah bonyok─itu juga kalau ditonjoknya di muka.
Kudengar dia sering ngegebukin Haizaki, temanku. Haizaki juga nakal dan memiliki tampang ngajak berantem, tapi dia masih kalah dibanding Nijimura.
Ketika sedang berdiri di ujung koridor, hapeku bergetar. Yah, memang aku pake vibrate mode kalau sedang di sekolah. Malunya bisa seribu kali lipat bila ada yang mendengar ringtone hapeku─meskipun Kagami dan Kuroko sudah tau, sih.
"Halo?" aku mengangkat telepon dan terdengar suara Nijimura di seberang sana.
"Maaf, Horide? Ketemuannya bisa dimajuin gak? Jadi pas jam istirahat siang, ya? Maaf banget deh soalnya kalau pulang sekolah aku gak bisa!" katanya.
"Iya, iya. Sudahlah Niji, gak apa-apa kok. Sip ya di atap sekolahan!" klik, aku pun menutup telepon. Karena gak ada kerjaan, aku pun pergi ke kantin sekadar membeli jajanan kesukaanku yaitu kue klepon dan basreng.
.
Akhirnya, pelajaran matematika pun berlalu, dan tibalah waktunya aku menemui Nijimura di atap sekolah. Aduh, gimana nih aku udah telat 30 menit gara-gara remed. Semoga dia berbaik hati memaafkanku.
"Eh, Monyong! Maafin aku telat!" teriakku ketika melihat sosok berambut hitam dengan handband pelangi.
"Che! Lama amat kau, Hori! Karena kau telah membuatku menunggu selama ini sampai aku menjadi sekriuk ayam dinasti dan segosong wajan seblak di kantin… aku akan memberimu hukuman!" Nijimura menyeringai sambil mendekatiku.
Ya Allah ampuni Hori, Hori mau diapain sama abang-abang monyong ini.
Jari-jarinya mulai menyentuh perutku, dan…
"GYAAAAAA NIJIMURA-SAAAAAN! BERHENTI, JANGAN GELITIKIN AKUUUU!" teriakku ketika dia mulai menggelitikiku.
Sebenarnya aku orangnya gak terlalu sensitif atau gelian, tapi kan gimana ini tangannya ada di perutku, itu bagian yang paling geli bahkan kalau kusentuh sendiri. Wuah awas saja tangan jailnya ini…
"Kyahahahahah~ berhenti, Nijimuraaaa berhentiii oy! Jangan turun! Lepasiiin! Ahahaha!" teriakku riweuh sambil tetap kegelian.
"Aku gak dengerrr~ aku tidak akan berhenti sebelum aku puas menggelitikimu! Nyaaahahahahah~~~" lagi-lagi Nijimura tertawa macam setan sambil terus menggelitikiku. Ampun bang, aku udah kegelian. Situ kesurupan Golden Freddy apa?!
"Akhahahahahah, Nijimura-saaaan awas yah kalau aku ngompol, kau yang tanggung jawab─uahahahah!"
"Ah udah ah pegel. Tenang saja Hori~ aku tidak akan sampai hati bila menyentuhmu." Nijimura berhenti menggelitikiku sambil ngegombal mirip kang Mori, kakak kelasku di kelas 3-C.
Heeeh boro-boro ke hati, turun rada ke bawah dari perut aja, tamatlah riwayatmu, Nijimura Monyong!
"Napa? Pegel? Persediaan konterpenmu abis yak, Nyong?" ledekku.
"Oh jadi adek kelasku, Horide-tan yang unyuk ini minta yang lebih lama lagi? Kurang puas yah? Kalau gitu besok kamu ke rumahku, kita main pedang-pe─"
"ANJAY DASAR SENPAI BIBIR MONYONG, SIAPA SUDI!"
Che, senpai-ku yang satu ini ternyata sudah gila. Gila! Masa dia abis diputusin ama Haizaki sejak tawuran minggu lalu itu? Memang sih, wajar aja kalau sampe putus gitu… tapi kurasa, setiap pukulan Haizaki pada Nijimura maupun sebaliknya itu dipenuhi dengan rasa cinta, eh?
"Jadi, ada apa kamu memanggilku ke sini, Horide?" tanya Nijimura yang akhirnya nyambung juga.
"Jadi begini─EH APA-APAAN SIH, LEPASIN!" teriakku begitu tangan Nijimura melingkari pinggangku. Udah tau aku tuh orangnya paling gelian di bagian pinggang. Eh tangannya seenaknya aja lagi. Suatu saat nanti aku pastikan dia tewas karena kujatuhkan dari atap kantin.
"Diem ah. Udah cepet ngomong aja!"
"Gak mau, huweeee lepasin, lepasin!" rengekku, tapi dia malah mengeratkan pelukannya.
Tapi pada akhirnya, tetap saja aku bisa melepaskan diri. Ngueeheheheh kabur ah sebelum setan monyong tauc-tauc may bady lagiiiieee… aku langsung lari ke kelas. Gak jadi menanyakan soal Daiki. Ngapain sih, aku tanya ke orang kayak dia? Gak guna banget. Ples mengerikan. Adakah orang lain yang bisa kutanyai soal ini, ya… hemmmh…
Aku duduk di bangkuku sambil menghembuskan napas lega. Tapi bisa kudengar, samar-samar orang berteriak di luar,
"HORIDE-TAAAAN, MAAFIN KANG NIJIIII!"
Tuhkan, ini otaknya beneran udah miring 180 derajat dari posisi seharusnya alias otaknya nonggeng, deh. Andaikan pulsaku masih ada, kutelepon temanku Midorima supaya membawanya ke RSJ terdekat.
"Ano… Horide-san, gimana janjianmu dengan Nijimura-senpai?" tanya Kuroko yang tiba-tiba berada di sebelahku. Meskipun sebenarnya tempat dia benar-benar jauh dari tempatku. Ngapain coba ke sini, dasar bocah hilang? (Kuroko, ampuni aku, jangan ignite pass aku pwease.)
"Hah, dasar Kuroko! Emmh jadi begini, aku tidak jadi nanya ke dia," jawabku santai. Meskipun sebenarnya kokoro ini lelah… hahh.
"Loh, kok gak jadi?" tanya Kuroko dengan muka datar bin polosnya yang unyu-unyu gemesin.
"Yahh habisnya, aku malah digelitikin mulu! Gak dapet informasi sama sekali! Batal deh acara war barengnya kalo gini mah!" jelasku. "Kayaknya aku mesti cari orang lain, deh!" emm sebenarnya, kalau war bareng dengan Nijimura jadi, aku akan minta dia nyalain hotspot seluler darinya!
"Ohh gitu ya… gimana kalo pulang sekolah nanti, kita ketemuan dengan Momoi-san? Dia temanku, sekaligus temannya Aomine-kun dari SD." Tawar Kuroko.
"Oh! si cewek yang rambutnya kayak gulali itu kan?! Oke, oke! Jam berapa?" tanyaku, kelewat bersemangat. Yah gini deh jadinya kalau mau ketemuan sama doi.
"Jam empat aja, ya. Aku mau jajan ayam Dinasti dulu ke depan."
"Oke!" aduuuh, hatiku udah doki-doki duluan nih.
.
"Horide-san, masih lama? Ini sudah jam empat lebih, cepatlah!" teriak Kuroko memanggilku yang masih menunggu bubble pesananku jadi.
"Bentar lagi, Kuroko~ ya, makasih ya Mbak, ini uangnya!" aku memberikan uangku kepada mbak-mbak cantik. Model rambutnya mirip Satsuki, hanya saja berwarna cokelat muda dan bulu matanya tak selentik Satsuki. Aku menyebutnya Mbak Maji karena dia jualan di dekat Majiba.
Kami berjalan menjauh dari tempat mbak Maji. Dan sampailah kami di sebuah taman kecil.
"Are, Momoi-san belum datang ya." Kata Kuroko melihat tak seorang pun selain kami berdua di taman itu. Kali aja mandi dulu, setauku sih mandinya cewek itu bisa sampai dua puluh menitan. Apalagi kalau si Satsuki keramas dulu, kan rambutnya juga panjang kayak ceramahnya bang Nakamura, kakak kelasku yang suka ngomelin aku dikala aku tidak piket dengan bersih.
Tiba-tiba, ada sebuah bunyi. 'Pffff…'
"Ups, apaan itu?" tanya Kuroko, menutup hidung karena aroma asing yang aneh dan tidak sedap memasuki indera penciumannya.
"Hahahaha~ soriii, aku kentut tadi. Hehehe, tenang, aku kan bawa stela aroma Baqing!" aku pun menyemprotkan stela aroma khas Baqing yang sebenarnya adalah parfum nenekku yang ketinggalan di dalam tasku.
"Tch, dasar Horide-san. Udah kentutnya bau, masang watados gitu, lagi." Kata Kuroko dengan nada kesal tapi wajah tetap sedatar pantat panci coretanguscoret.
"Teeeetsuuuu-kuuuunnn~~~!" terdengar suara familiar yang bernada ceria milik Momoi Satsuki, dan berikutnya dia menabrak Kuroko sambil memeluk-meluknya. Hiks kok kayaknya ada yang sakit yah. Kok nyesek gini yah.
"Maaf lama nunggu~~ eh, selamat sore, Hamada-san!" Satsuki melambaikan tangannya padaku, aku membalas dengan senyuman canggung. Yah bagaimanapun aku ini kan ganteng─bukan berarti aku overpede, aku hanya kepedean tingkat dewa saja.
"Nah, Momoi-san, Horide-san mau nanya sesuatu kepadamu," kata Kuroko menunjukku. "Douzo, Horide-san."
"Ng, jadi gini, Satsuki… aku mau nanya, apa kau tau saat Daiki one-on-one melawan Nijimura-san di lapang RW?" tanyaku to the point. Semoga aku tidak keliatan canggung di depannya. Tapi ini hati rasanya udah gak karuan.
"Oh, itu. Ya aku liatlah, orang aku nemenin Dai-chan ke sana. Hahaha, soalnya dia bilang gak enak pulang malem sendirian!" tawanya.
"Oh, apa dia bertingkah aneh setelah selesai bermain?" tanyaku lagi, seperti menginterogasi Satsuki. Maaf, yah, aku gak bermaksud kok. Ini kan demi Daiki juga!
"Iya! Dia menanyaiku yang aneh-aneh! Bahkan dia lupa jalan pulang ke rumahnya, jadi terpaksa kuantar! Huhh!" sungut Satsuki.
"Hmm sudah kuduga ada yang salah dengan one-on-one kemarin!" ujarku. "Engh, kamu… kamu tau gak apa yang terjadi padanya?" tanyaku lagi.
"Enggak sih, soalnya ketika mereka berdua sudah mau selesai, dia menyuruhku beli minuman di stan otomatis… begitu aku kembali dia sudah celingukan kayak orang hilang. Tapi, aku sempat mendengar bunyi orang jatuh dan teriakan Dai-chan sih!" kata Satsuki sambil menggaruk tengkuknya.
"Betewe, sudah sore nih. Horide-san, ayo kita pulang. Momoi-san, terimakasih atas waktunya." Kuroko menarik tanganku, aku melambai sambil berterimakasih pada Satsuki.
"Iya! Lain kali kita main ya, Tetsu-kun, Hamada-saaan!" balas Satsuki, dan dia pun berlari pulang ke rumahnya. Hmmm, bunyi orang jatuh dan teriakan Daiki… pasti ketika jatuh, dia terbentur kepalanya. Tapi, siapa pelaku yang bikin Daiki jatuh sampe amnesia belum kutemukan. Tapi aku berharap Daiki cepat pulih ingatannya, meskipun sahabatku sudah cukup banyak aku tidak mau kehilangan barang satu orang saja!
.
"Tadaima." Ucapku ketika memasuki rumah. Kucopot sepatu dan kaos kakiku, dan meletakkan tas hitamku di atas kursi.
"Yahh, sepi! Kak Satoru belum pulang ya… ayah-ibu juga! Lalu di mana dek Miyuri?" tanyaku bermonolog. Aku menepuk jidat. Oh iya kan hari ini Miyuri adekku lagi les berenang.
Tiba-tiba, hapeku berbunyi. Aku segera mengangkat telepon itu. Ternyata… ternyata…
"HAH?! Ini kan… NOMORNYA DAIKI?" teriakku kaget dan bingung mendapati nomor telepon Daiki tertera di layar hapeku. Langsung saja kuangkat, "Halo?"
"Woy Hori! Maaf ganggu, tapi bisa kan, besok kita ketemuan di street ball! Jam lima sore! Udah ya, ini hapeku mau dipinjem ayahku! Maaf, baaay!" tuuut, tuut, tuut… Daiki mengakhiri panggilannya.
"Ehh… Daiki nelepon aku? Berarti dia mengingatku? Masa sih? ah, apa semua amnesia itu Cuma sekadar akting saja? Kalau iya, gak kusangka aktingnya bagus amat!" aku memuji Daiki dengan pujian palsu yang sebenarnya untuk menyindir.
Hemmm, aku jadi tidak sabar untuk pergi ke street ball jam lima besok. Tapi… betewe… STREET BALL YANG DI MANA, YAH?! Waduuuh! Si Daiki pikun, main buru-buru tutup aja sebelum bilang tempatnya di mana! Tck, dasar… apalagi aku belum ngisi pulsa karena tukang pulsanya tutup, gimana mau nelpon balik ya…
"Sudahlah aku mau baca komik saja…" sebelum aku sempat memasuki kamar dan meraih komikku di atas rak, ponselku berbunyi kembali.
Siapa sih yang seenaknya mengganggu ketenanganku disaat di rumah sendirian gini?! Ternyata, ulah Nijimura toh. Dasar senpai monyong lebih ajar, modal bibir sok febeles doang!
"Halo…," aku mengangkat telepon dengan nada malas.
"Oh, Horide. Maafkan kelakuanku di atap sekolah ya. Soal Daiki, aku tidak tahu. Yang jelas dia langsung menjauhiku ketika tadi kami bertemu! Maaf!" kata Nijimura, nadanya terdengar menyesal.
"E-ehh, itu tidak masalah, Nijimura-san!" jawabku, "Betewe, kamu tau gak, lokasi street ball besok di mana?" tanyaku sedikit gak sopan.
"Oh, itu loh, di lapang yang deket vila Nini! Dan Horide yang unyuk… tolong panggil aku SEN-PAI, dasar kouhai gak tau sopan santun!"
"I-iya, maaf, makasih ya, SENPAI MONYONG!" klik! Aku langsung menutup telepon sebelum mendengar segala omelan dari Nijimura. Atau bahkan gombalan-gombalan gak mutunya. Lagian aku Cuma berniat menanyakan lokasi street ball, itu saja. Yah meskipun yang menelpon itu dia duluan. Sekarang aku mau mandi─
Ting Tong!
Fuaaah siapa sih yang beraninya membatalkan acara mandiku?! Aku pun mencantelkan handuk di bahuku, dan berjalan ke pintu depan.
Begitu pintu terbuka, aku melihat tetangga sekaligus kakak kelasku, Miyaji Yuuya.
"Oiy, Horide, apakah kau melihat Kiyoshi?" tanya Yuuya, "tadi sih dia ijin beli nanas di tokonya Kimura-senpai, tapi setelah sejam berlalu dia tak juga kembali, dan pas aku susulin dia sudah tak ada! Tapi kata Kimura-senpai, Kiyoshi memang tidak datang ke tokonya! Yaa kali aja kamu ngeliat, getooh."
"Hah? Iyalah! Mana mungkin dia beli buah ke toko segitu dekatnya selama itu?!" tanyaku kaget. Memang benar, kok. Jarak antara rumah keluarga Miyaji ke toko buah itu lebih dekat daripada jarak dari rumahku ke kolam renang! Yang artinya, sangat dekat.
"Maaf Yuuya-kun, aku tidak melihat Kiyoshi-senpai sama sekali!" jawabku.
"Oh, gitu ya. Makasih, ya, Horide!" Yuuya pun pergi, aku menutup pintu dan bergegas untuk mandi.
Hemm, ada apa yah dengan Kiyoshi-senpai? Hahh, masalah Daiki aja belum selesai, malah ada masalah baru lagi! Seru juga, yah… gumamku dalam hati.
Selesai mandi dan memakai piyama, aku makan baso sambil bermain hape. Tak lupa, kupotret baso itu sebelum kumakan dan kuaplod ke Instameter selagi ada bonus kuota nyasar dari operator. Meskipun Cuma sedikit, tak akan kusia-siakan kesempatan ini demi eksis di dunia mayat─maaf maksudnya maya. Lama-lama, aku pun ngantuk dan akhirnya malah ketiduran di meja makan.
.
"WUAAA!" teriakku di pagi hari ketika terbangun dari mimpi burukku. Mau tau mimpiku seperti apa? Yah─meskipun mungkin kalian menjawab tidak, tapi tetap akan kuceritakan!
Ada alien yang mencuri persediaan camilanku selama sebulan. Padahal, aku belum dikasih uang jajan oleh ayah dan ibuku. Belum lagi camilan itu sering habis sebelum waktunya karena selalu dicuri sama Miyuri. Untunglah semua itu hanya mimpi…
Tapi kok… sepi banget, yah? Setauku, Sabtu itu sekolahku dan Miyuri libur, jadi, kemana semuanya? Ayah, ibu, kak Satoru, dan dek Miyuri tertjintah? Di mana kalian?! Di manaaa~ di mana, di mana~ ku haruuus mencari ke manaaa~ azek azek, jozzz.
Aduh, apalagi sejak semalam aku kan ketiduran di meja makan. Eh, apaan itu? Selembar kertas terlihat di atas meja makan. Ternyata, surat dari orangtuaku.
Horide, Ayah Ibu pergi duluan yah… maaf gak ngebangunin kamu, karena sepertinya tidurmu nyenyak banget. Hari ini Miyuri ada kerja kelompok di sekolahnya, dan Kak Satoru berangkatnya pagi. Kalo laper, itu makan aja, ada ayam Dinasti sama kuahnya di deket kompor. Kalo mau pergi, kunci pintu sama pagernya ya.
~Ayah
"Surat apaan nih? Oh, teganya kalian semua meninggalkan dirikuh seorang dirieee! Sudahlah aku lapar." Setelah itu, aku berjalan menuju dapur, mengambil ayam Dinasti, dan memakannya sambil menonton konser Jekeyti yang diadakan semalam, tapi baru disiarin pagi ini di Tivitu.
Hari ini, aku sangat bosan, jadi kuputuskan untuk bermain ke rumah Kagami. Kali aja dia ngajakin aku main PS. Lumayan, buat mengusir rasa bosan ini. Muahahaha.
Di perjalanan, aku melihat sebuah toko roti yang keliatannya sih, bangunannya masih baru banget. Masih sepi, mungkin karena masih baru jadi sedikit orang yang datang.
"Uaaah, ini toko baru ya. Cobain ahh!" aku pun memutuskan untuk membeli dua roti daging. Satunya akan kuberikan ke Kagami, itupun kalau dia mau mengajakku bermain PS. Kalau nantinya aku Cuma duduk nontonin saja siih, buat apa bagi dia roti?
Setelah membeli roti, aku pun berjalan ke rumah Kagami yang Cuma terhalang lima rumah dari toko roti itu. Wah enak nih, kalau mau roti tinggal jalan dikit saja. Da aku mah apa atuh, dekat rumahku hanya ada tukang Cuanki yang Cuma mangkal 3 hari sekali. Kuketuk pintu rumahnya beberapa kali, dan kemudian sesosok tinggi besar berambut merah dan alis bercabang membuka pintu rumah.
"Oh! Hamada! Ayo, sini masuk!" Kagami mempersilakanku masuk ke dalam rumahnya.
"Aku sedang bermain Zombie Shooter Tsunami, kau mau ikut? Sini duduk!" katanya, kemudian kembali bermain dan menekan-nekan setiap tombol di joystick PS-nya.
Selagi aku ingat, aku berniat nanyain tentang Daiki pada Kagami. Kan, mereka sama-sama bodoh. Lihat saja namanya, Bakagami dan Ahomine! Hahaha, jangan lupakan orang yang termasuk trio bodoh─namanya wungkul─itu, Bakao! Yah, semuanya bodoh menurutku kecuali satu, Bakashi.
"Emh, Kagami… kamu tau apa yang terjadi dengan Daiki?" tanyaku sambil memakan roti dagingku.
"Hah? Tentang si Aho itu, mana aku tau?!" jawab Kagami, pandangannya terfokus pada game yang dimainkannya.
"Gini, sejak dia one-on-one sama Nijimura-san… tingkah lakunya jadi aneh!" jelasku.
"Heh… mungkin dia diberi ramuan sama Niji-senpai, kali!" ujarnya cuek bin ngaco.
"H-hah? Ramuan… ramuan apaan?" tanyaku sambil menaikkan sebelah alis.
"Mmm, mungkin, sejenis ramuan yang bikin orang jadi amnesia!" ujarnya semakin ngaco.
"WOY, BAKAGAMI! Bisa serius sedikit, gak?!" bentakku karena Kagami sedari tadi ngawur melulu. Memang mungkin hanya game yang ada dipikirannya, ya…
"Whuaa, maaf! Sejujurnya aku tak tahu apapun soal dia!" kata Kagami, kini game-nya dipause dan dia beralih menatapku. Beeeuh jadi sia-sia aja nih aku nanya ke dia! Lagipula, memangnya Nijimura setega itu sampai ngasih ramuan aneh-aneh kepada Daiki? Masuk akal dikit kek jawabannya, Kagamiii.
"Yang beneeeer?" tanyaku, mencoba bertanya lagi padanya.
"Iya, beneran! Daripada itu, apa kau mau main game bersamaku?" tawar Kagami, memperlihatkan sebuah kaset bertulisan BAYIMAX. Hanya melihat judulnya saja, membuatku langsung ngakak tak tertahankan.
"Woooiii, aku serius, Hamada! Ayo kita mainkan game ini!" protes Kagami melihatku yang malah sibuk ngakak gegulingan di lantai rumahnya.
Tiba-tiba, terdengar suara bel rumah berbunyi.
"Masuk!" seru Kagami sambil memasukkan kaset BAYIMAX ke dalam CD-Room komputernya. Kemudian, aku melihat seorang cowok berambut hitam dengan poni yang menutupi satu matanya, masuk ke dalam rumah. Dia adalah 'kakak' dari Kagami, namanya Himuro Tatsuya.
"Taiga, bagaimana? Sudah kau coba game BAYIMAX itu?" tanya Himuro, kemudian menatapku sambil tersenyum ganteng, "Hai, Hamada-san."
"Hai juga, kak Himuro!" balasku dengan cengiran lebar.
"Yaaa sebenarnya mau sih, tapi kuajak Hamada ikutan main dia tidak mau, malah ngakak macam orang kesurupan Jin Iprit!" kata Kagami sambil mengkubuskan bibir─karena mengerucutkan bibir sudah terlalu mainstream dan dianggap mengkopi bibir febeles milik Nijimura.
"E-eh, kak Himuro, maafkan aku!" kataku karena merasa bersalah telah ngakak tanpa izin di rumah orang.
"Iyah, gak usah dipikirkan, Hamada-san!" jawab Himuro.
"Yaah, kumaafkan kau, Hamada! Dengan satu syarat, kau harus menemaniku main game BAYIMAX!" paksa Kagami. Akhirnya, aku terpaksa ikut bermain game itu bersama 'kakak-beradik' ini.
.
Jam dua belas siang, aku berniat pulang ke rumah. Tapi, aku mau numpang baca di perpus dulu, ah. Katanya, serial komik kesukaanku yaitu 'Valkeri' sudah ada di perpus yang tak jauh dari sini.
Sesampainya di perpus, aku langsung menuju rak komik. Tapi, aku tidak menemukan komik yang kucari, komik 'Valkeri' jilid kelima.
"Shiyaaaal, komik 'Valkeri' jilid lima mana siiih?" gerutuku kesal. Padahal lagi penasaran banget sama komik itu. Tapi tiba-tiba, pundakku ditepuk oleh seseorang. Aku langsung berteriak kaget, lupa kalau ini lagi di perpustakaan.
"Ma-Mayuzumi-senpai, jangan ngagetin aku dong!" protesku kesal karena Mayuzumi menepuk pundakku tanpa izin. Udah tau aku orangnya kagetan. Dikagetin, ya teriaklah! Huuuh.
"Maaf, jangan berisik. Aku Cuma mau ngasih ini. Nih, komik yang kau cari. Aku pergi dulu." Sejenak kemudian, Mayuzumi sudah menghilang dengan misdirection-nya.
"Ya, makasih, Mayuzumi-senpai." Jawabku, kemudian membaca komik dengan tenang. Kulirik jam tangan hitam yang melingkari pergelangan tangan kiriku. Hemm, masih ada sejam lagi sebelum ayah dan ibu pulang kerja! Puasin dulu deh bacanya.
"Kyahahahah~ Golemnya ngakak!"
"Wuaaah! Wijrat pake jerseynya 'Kiyocie Tephey'!"
Kadang, aku berkomentar, ketawa, dan bahkan hampir teriak. Untung aku masih ingat dan sadar kalau ini lagi di perpus.
Jam tiga sore, akupun pulang ke rumah karena ibu nge-SMS, katanya mereka tidak bisa masuk ke rumah karena kuncinya aku bawa. Aku pun bergegas pulang ke rumah.
Begitu sampai di rumah, aku mendapati ayah, ibu, dan Miyuri yang lagi mewek gak sabar main otome game di hapenya yang ada di kamar.
"Maaf bu, yah, Miyuri!" kataku, kemudian menyerahkan kunci rumah kepada ayah. Ketika pintu terbuka, kami berempat masuk ke dalam rumah. Haaah.. dua jam sebelum street ball di lapang vila dimulai.
Karena gak ada kerjaan, aku pun memutuskan untuk menonton televisi. Ada kartun kesukaanku di saluran NutTV, judulnya 'The Zone of Marsinah'. Tayangnya dua minggu sekali, makanya aku semangat banget ketika tau minggu ini adalah jadwal tayang kartun kesukaanku.
Agar tidak kelupaan, aku memasang alarm perjanjian di hapeku. Tenang saja, lagunya bukan 'Aitakatta' kok, tapi lagu 'River'. Kenapa aku pakai alarm segala? Heh, kalian pikir kartun ini durasinya berapa menit? 30 menit? Satu jam? Tidak! 'The Zone of Marsinah' itu beda, durasinya lima jam tanpa iklan!
Kartun dimulai. Aku asyik menonton sambil makan keripik.
"Gyahahahaha~ apa atuh lahh…," seperti biasanya, aku ngakak sendiri. Kali ini, karena melihat Bayimax disiksa sampe cacat di Pintu Dua.
Ketika Bayimax akan dialung ke Papua menggunakan ketapel, alarm perjanjianku berbunyi. Aku segera mematikan televisi, meskipun lagi seru-serunya nonton.
"Buuu, aku pergi dulu yah, mau ke street ball di lapang vila yang di Jalan Gendut! Gak lama kok, paling lama juga sampe jam tujuh!" pamitku.
"Iyah, Horide awas yah jangan kelamaan!" balas ibuku yang lagi masak di dapur bersama Miyuri. Palingan kak Satoru pulangnya jam delapan malam.
.
Di lapangan, aku sudah melihat kedua tim berkumpul, ada yang asik latihan dan pemanasan, ada juga yang ngobrol, main gadget, atau semacamnya.
"DAIKI!" aku berteriak sambil menghampiri cowok berkulit tan dengan rambut biru tua yang duduk di bangku pinggir lapangan.
"Oii, Hori! Eh! T-tunggu! Kamu… beneran Hori, kan? Bukannya, rambutmu itu berwarna merah?"
Aku langsung menghentikan langkahku mendengar omongan Daiki yang kelewat ngawur. Sejak kapan aku berambut merah?! Dari dulu, dari lahir, rambutku kan memang berwarna cokelat tua gini kok.
"Daiki, apa kau baik-baik saja? Iya, ini aku, Hamada Horide! Kau ini sebenarnya kenapa, hah?" akhirnya, aku mencoba bertanya langsung kepada Daiki yang kini memerah malu.
"Ah, m-maaf… sepertinya aku memang jadi agak eror setelah one-on-one dengan Nijimura-senpai… waktu itu kepalaku kena bola basket, aku jatuh kejengkang dan kepalaku membentur batu… hahh…" gumam Daiki sambil menghela napas.
Aku langsung ngakak mendengar ceritanya. Memang aku kasian padanya, sih, tapi coba bayangin gimana kerasnya lemparan Nijimura, sampai membuat Daiki jatuh, dan akhirnya… hm, amnesia ringan, kali ya. Yuk, kita kasih applause buat bang Niji!
Akhirnya street ball pun dimulai. Ketika kami asik bermain, tanpa sepengetahuan kami, seseorang berambut cokelat yang duduk di bangku sedang memperhatikanku sambil berkata,
"Mencari Kiyoshi, eh…?"
.
.
.
TBC.
A/N:
MBUAHAHAHAH APAAN INI?! Hemm, gaje dan garing seperti biasanya. /yakali :'v
Maafkan aku, wahai Nyomi dan Nyokaci, karena telah mengubah tulisan alami kalian seenaknya… /pret
Dan makasih juga Nyomi yang udah mau minjemin bukunya xD fuaaah selesai juga akhirnya nyalin ini dari buku ke laptop. :3
Yak, terimakasih juga buat semuanya, yang mau mampir dan membaca fik aneh nan gaje bikinan kita bertiga ini :v semoga terhibur ya~ dan mohon maaf atas semua kesalahan dan kekurangan fik ini, ya. :))
Sampai jumpa di chapter berikutnyaaa~~~
-Babayan, Nyomi, Nyokaci-
