Sakura no Ai

Disclaimer : Masashi Kishimoto * tidak akan pernah jadi milikku huwahh…

but this fict mine.

Rated : T

Pairing : SasuSaku, SasuHina dll*masih bingung nih

Genre : Romance, Drama, Family

Warning : OC, OOC, TYPO, geje, lebay, aneh.

Don't like don't read. No flame ! !

E

N

J

O

Y

Chapter 1

Summary : sakura kesepian, ia merindukan kehangatan cinta. Ia terasing dalam keramaian. Ketika cinta itu datang, ia harus merasakan kepahitan. Cowok itu mencintai kakaknya. Masih adakah cinta untuk sakura?

Gadis itu hanya diam tidur diranjangnya, ia menatap nanar langit-langit kamar. Sesekali terdengar hembusan nafas berat darinya. Sebagian muka gadis itu tertutup dengan perban. Ditangan kirinya terdapat beberapa bekas suntikan infus, hanya bekas Karena infus itu telah berpindah ke tangan kanannya. Gadis itu adalah Haruno Sakura, remaja berumur 16 tahun yang baru saja kehilangan ibunya. Ia kini dirawat secara pribadi oleh seorang perawat di sebuah rumah di sudut kota Konoha. Ia dirawat di rumah yang terpisah dengan ayah dan seorang kakaknya.

Seorang perawat masuk kedalam kamar Sakura, tangannya nampak membawa peralatan medis. Tanpa bnayak bicara, perawat itu mengganti tabung infus yang telah sedikit itu dengan yang masih utuh. Selesai menjalankan tugasnya, perawat itu melirik Sakura yang tengah berbaring di ranjangnya. Mata Sakura terpejam, tapi ada butiran air mata mengalir disana. Perlahan tangan perawat itu mengusap air mata Sakura dan membelainya lembut.

" Sakura sayang, jangan menangis lagi nanti suster belikan permen strawberry yang sakura suka itu." Ujar perawat itu berusaha membujuk Sakura agar berhenti menangis. Hening, tidak ada jawaban hanya isakan tangis dari Sakura yang menjelaskan semua.

"Sayang." Kembali perawat itu bersuara.

"Kenapa suster, kenapa tousan dan neesan tidak pernah menjenguk Sakura. Sebegitu bencikah tousan dan neesan pada Sakura suster?" isakan itu berubah menjadi sebuah tangisan yang dalam. Sakura menangis dengan sejadi-jadinya, ia meluapkan semua emosinya. Bujukan perawat itu pun tidak ia hiraukan, padahal biasanya bujukan itu selalu dapat meredam tangisan Sakura.

"Sakura, tidak ada yang membencimu sayang. Neesan dan otousanmu hanya belum sempat menjengukmu." Kembali perawat itu berusaha menenangkan Sakura.

"Belum sempat? Kapan mereka sempat suster? Berulang kali suster berkata seperti itu, tapi nyatanya mana mereka suster. Manaaaaaaaa.. hiks hiks mana tousan, mana neesan."teriakan Sakura mengema ke seluruh penjuru kamar, teriakan yang menandakan kesepian yang mendalam.

"Sudahlah suster, mereka tidak akan datang karena mereka memang tidak perduli dengan Sakura. Sekarang bisakah Sakura minta suster keluar, Sakura ingin sendiri suster." Lanjut sakura, mengusir perawat itu dengan halus. Perawat itu berjalan keluar kamar, menutup pelan pintu kamar Sakura. Ia memahami perasaan Sakura, siapapun itu pasti akan merasa kecewa dan sedih mengetahui orang yang kita cintai dan sayangi tidak perduli akan kehadiran kita, begitu halnya dengan Sakura.

Setelah kepergian perawat yang merawatnya, Sakura kembali menangis. Ia tidak menangis dengan terisak-isak, ia hanya menangis dalam diam. Air matanya turun melewati bibir tipisnya, membasahi sebagian perbannya. Ia berteriak dalam tangisan, meluapkan semua kesepiannya, kesepian tanpa ayah dan seorang kakak disampingnya. Sakura benci akan hal ini, Sakura benci tidak diperdulikan, Sakura benci sendirian, Sakura benci diabaikan. Beberapa pertanyaan berkecamuk dalam otak Sakura, begitu besarkah kebencian mereka padanya, begitu besarkah kesalahan Sakura. Kembali Sakura menangis, tanpa ia sadari ia telah tertidur dengan air mata yang masih membekas di wajahnya.

Di ruang tamu, perawat yang baru keluar dari kamar Sakura berjalan menuju sudut ruangan. Ia meletakkan peralatan medisnya di atas lemari disudut ruangan, lalu berjalan menuju telefon rumah.

"Moshi-moshi, bisa saya bicara dengan Haruno-sama."

"Ya dengan saya sendiri, anda siapa?" terdengar suara laki-laki di seberang sana.

"Saya perawat Yukki tuan."

"Hmh ada apa?"

"Bisakah anda menjenguk Sakura, Haruno-sama, ia benar-benar ingin bertemu denga anda dan kakaknya." Pinta perawat itu. Hening, belum terdengar jawaban apapun dari Kuichi Haruno.

"Gomen,.. saya sibuk sekarang." Kuichi menolak permintaan perawat itu.

"Tapi Haruno-sama, sakura benar-benar ingin anda datang, datanglah bersama Hinata-sama. Sakura kangen pada kalian." Kini perawat itu bukan lagio meminta tapi memohon, benar-benar memohon.

"Hmh baiklah." Percakapan selesai. Mendengar hal itu, sang perawat tersenyum tipis.'keingginanmu bentar lagi tercapai Sakura, sabarlah sedikit.'

Sakura tertidur dengan pulas, ia tertidur setelah puas menangis. Ia tertidur dengan sisa air mata kesedihannya. Ia begitu terlelap, senyuman kecil menghiasi wajahnya. Nampaknya ia bermimpi indah.

Damai dan hangat, rasa yang telah lama hilang dari kehidupan Sakura semenjak kematian ibunya. Kini Sakura berada di padang rumput yang hijau, disana ia ditemani segerombolan kupu-kupu.

"Sakura, sini sayang." Sosok berbaju putih memanggil Sakura. Rambutnya panjang dan indah. Sakura menyipitkan matanya agar bisa melihat dengan jelas sosok itu, perlahan sakura mulai mengenali sosok itu, sosok yang ia rindukan, sosok yang telah pergi meninggalkannya.

"Kaasan." Sakura berteriak sambil berlari, segera Sakura peluk tubuh ibunya. Ia peluk dengan erat, tidak ingin ia lepaskan.

"Kaasan, jangan pergi jauh dari Sakura. Sakura kesepian, tidak ada lagi yang perduli dengan Sakura. Sakura ikut kaasan ya, Sakura kesepian kaasan." Rengek Sakura dalam pelukan ibunya.

"Kaasan tidak pernah meninggalkanmu Sakura, kaasan selalu ada di dekatmu. Disinii, dihatimu." Ibunya sakura menunjuk dada Sakura. Sakura senang berarti dia tidak akan kesepian lagi karena ibunya akan selalu ada di dekatnya.

"Gomen sayang, kaasan tidak bisa mengajakmu pergi dengan kaasan, jalanmu masih panjang dan kau belum menemukan pangeran kuda putih yang selalu kau dambakan itu kan sayang." Lanjut ibunya Sakura sambil mengoda anaknya itu.

"Ah kaasan." Sakura tersipu malu, teringat dengan angan-angannya tentang pangeran kuda putih. Angan-angannya dulu ketika peristiwa itu belum terjadi, kini masih bisakah ia berharap seperti itu lagi. Selesai mengucapkan hal itu, perlahan ibunya Sakura menjauh, dan menghilang dibalik kabut putih. Sadar akan kepergiaan ibunya, Sakura menangis sejadi-jadinya, perasaannya kembali sepi tapi tertinggal kehangatan di dalam hatinya.

'Kaasan akan selalu dihatimu.'

Perlahan Sakura terbangun dari tidurnya, matanya berkeliling mencari sesuatu. Sadar ia tidak akan menemukan hal itu, ia lalu duduk bersandar di ranjangnya.

"Mimpi yang terasa nyata." Gumam Sakura pelan.

Pintu kamar Sakura diketuk, lalu perlahan pintunya terbuka menampakkan perawat Yukkie dan ayahnya Sakura. Melihat ayahnya, Sakura langsung berlari memeluk ayahnya. Kuichi yang mendapat pelukan itu hanya diam tidak bereaksi, tidak menolak dan tidak menerima. Saking bahagianya akan kedatangan ayahnya Sakura lupa bahwa tangan kanannya masih di infus, darah segar mengalir dari tangannya. Melihat hal itu, perawat Yukkie bergegas menghampiri Sakura dan menuntunya kembali ke ranjang. Perawat itu segera menutup luka Sakura. Sedangkan kuichi hanya diam memperhatikan perawat itu bekerja. Tidak terlihat raut cemas diwajahnya, ia hanya berdiri tanpa ekspresi di depan pintu kamar.

"Ya ampun Sakura, bagaimana kau ini. Suster tahu kamu senang atas kedatangan tousan mu, tapi jangan ceroboh seperti ini." Perawat Yukkie menceramahi Sakura, yang ditanggapi Sakura dengan cengiran.

"Sakura, kau pulang hari ini. Siapkan bajumu." Kuichi yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara.

"Baik tousan." Sahut Sakura dengan riang. Setelah mengatakan hal itu, Sakura langsung mengambil baju-bajunya dan meletakkannya sembarangan ke kopernya. Perawat Yukkie yang melihat hal itu hanya bisa geleng-geleng kepala dan tersenyum kecil, Tidak butuh waktu yang lama, kini Sakura telah siap dengan kopernya.

"Ayo tousan, kita pulang. Mata ne suster, arigatou udah ngerawat Sakura." Dengan semangat Sakura menarik ayahnya menuju mobil yang terparkir di luar rumah. Kuichi pun bergegas pergi tanpa mengucapkan apapun lagi, meninggalkan perawat itu sendirian di depan pintu kamar.

'ya ya Sakura, cepat sembuh sayang. Suster harap kau bahagia di ruamhmu. Mudah-mudahan tousanmu tidak berlaku buruk padamu'

TBC

Hallo hallo, chissi datang kembali dengan sebuah fict gaje ini, saya harap kalian dapat menyukainya.

Chissi boleh minta review kalian kan, chissi tahu kalian orang-orang baik yang gg pelit ngasih review.

Chissi juga sangat berharap senpai-senpai mau ngereview fict chissi, biar saya bisa menulis dengan lebih baik lagi nantinya.

Tapi maaf, chissi gg terima flame, entah kenapa kayaknya saya tidak kuat menerima flame. Hehehe :D

Kata teman saya, " hargailah kerja keras orang lain,"

So….

R

E

V

I

E

W

please