Ren mengetuk dagunya dengan ujung handphone-nya secara lembut. Dia melirik ke arah kanan dan kiri, mencari seseorang yang memintanya untuk menunggu disini, di taman belakang gedung sekolah. Sudah hampir delapan menit Ren berada, namun orang itu belum juga datang. Padahal dia berjanji akan datang ketika bel istirahat berbunyi.

Ren menarik napas lalu menghembuskannya. Ketika ia membawa pandangannya ke arah kanan, ia mendapati seorang namja yang berumur satu tahun lebih muda dibawahnya berlari ke arahnya, dengan seragam basket yang longgar dan juga tubuhnya yang penuh keringat.

"Minki-hyung~!"

Ren berdecak kecil lalu menyimpan handphone-nya di saku celana. Kemudian ia berkacak pinggang dan mengerucutkan bibirnya.

"Bukankah sudah pernah kukatakan bahwa aku tidak suka menunggu?"

Namja itu terkekeh pelan lalu menunduk kecil meminta maaf.

"Dan juga, sudah pernah kukatakan, panggil aku Ren saja, tidak usah Minki."

"Tapi Minki-hyung—"

Ren mengangkat kedua alisnya.

"O-okay, Ren-hyung."

Ren memutar kedua bolamatanya. "Dan juga jangan pakai embel-embel 'hyung'! Aish, terkesan aku punya umur yang sangat jauh darimu."

"Tapi aku akan tetap memanggilmu dengan panggilan 'hyung' dan Hyung tidak boleh menolak!"

Ren berdecak lalu mengacak rambut blonde yang ikal itu. Sedikit berjinjit karena bocah basket pemilik rambut itu lebih tinggi darinya.

"Hyung, rambutku~!"

"Itu balasan untuk keterlambatanmu!" Ren terkikik pelan. "Well, ada apa Junhong? Aku sedang dalam pelajaran bahasa inggris, lalu tiba-tiba mendapati handphone-ku bergetar, dan aku dapat pesan singkat darimu. Bertemu disini tepat setelah bel istirahat. Jadi, ada apa?"

Dia—Choi Junhong—tersenyum kemudian seraya menggaruk tengkuk kepalanya. Dia menggigit bibir bawahnya lalu menatap sekitar.

"Aku ingin bicara sesuatu... tapi kuharap Hyung tidak marah. Dan kuharap kita masih bisa berteman setelah ini."

Ren menggerenyitkan dahinya.

"Kau membuatku takut, Junhong. Ada apa?"

"Ng.. itu..." Zelo menarik napasanya. "Saranghae."

Ren membulatkan mata mendengarnya. "W-what?" dia meminta pengulangan ketika dia tidak percaya dengan apa yang ia dengar dengan indra pendengarannya,.

"Kau mendengar itu, Hyung." Zelo tersenyum simpul.

"T-tapi kau tahu bukan bahwa aku s-sudah—"

"Aku tahu, Hyung. Maka dari itu aku bilang 'aku harap kita masih menjadi teman' karena aku yakin kau tidak mungkin menerimaku. Kau punya Dongho-hyung."

Ren menggigit bibir bawahnya.

Zelo bergerak ragu, memiringkan wajahnya dan mencium tepat di bibir Ren tanpa ada persetujuan dari pihak yang diciumnya. Ren membelalakan matanya. Hendak mendorong Zelo, namun ada sapuan bibir yang melumat bibirnya begitu lembut. Ren menatap adik kelasnya. Ia dan Zelo mulai akrab ketika Zelo menjadi murid baru kelas satu—saat Ren naik ke kelas dua—di sekolah ini. Alasan keduanya dekat karena Ren senang melihat anak basket berlatih dan disanalah mereka berkenalan.

Perlahan Ren memejamkan matanya. Tidak berniat menghianati Baekho, hanya saja entah mengapa dia tidak bisa menolak ciuman itu. Perlahan Ren membalas ciumannya dan membuat Zelo tersenyum senang. Ketika Zelo memberanikan diri untuk memeluk pinggang Ren, sebuah dorongan kasar membuat ciuman keduanya terlepas. Zelo membulatkan matanya ketika melihat seorang namja yang berdiri penuh amarah menatapnya. Zelo hendak bangun dari posisi jatuhnya namun namja itu segera menarik kerah baju basket Zelo dan memukulnya di wajahnya. Dan kemudian belum sempat Zelo melawan, namja itu menggiring kasar dirinya ke lapangan dan memukulinya disana. Ren hanya menjerit, berusaha memisahkan kekasih dengan adik kelasnya. Namun ia tidak bisa melakukan apapun ketika Baekho berhasil memukuli Zelo habis-habisnya. Penuh luka, lebam dan darah. Disaksikan oleh banyak siswa yang ragu-ragu untuk melerai keduanya.

Dan setelah kejadian itu, Ren dan Zelo menjauh. Dan bocah basket itu terlihat lebih pendiam sekarang.

.

.

Masquerade Party

A Thriller Fanfiction

.:o Yuri Masochist Presents o:.

"An Angel has turned into a Demon"

A sequel of Watch It!

.

.

.

Selasa pagi. Hari yang cukup cerah di kota Seoul. Banyak orang-orang yang sudah memulai aktivitasnya, mulai dari bekerja, bermain atau sekedar bersenang-senang di rumah mereka.

Namun berbeda dengan apa yang terjadi di balik pintu apartment bernomor seribu tiga. Ini adalah hari ke-empat semenjak kematian Baekho. Ini adalah hari ke-empat semenjak kejadian Ren diperkosa oleh enam orang namja. Ini adalah hari ke-empat dimana JR, Aron dan Minhyun berusaha untuk mengembalikan 'kehidupan' dari namja cantik itu. Namja cantik yang terlihat seperti mayat hidup sekarang.

Ketiganya sudah tidak tahu harus bagaimana. Ren menolak untuk makan, minum dan melakukan hal apapun. Yang ia lakukan hanya menangis, memeluk fotonya bersama Baekho dan akhirnya tertidur. JR meminta Ren untuk pindah dari apartment itu, namun Ren menolak. Dan JR tidak bisa memaksa. Ia bahkan tidak memberitahu hal ini kepada orangtua dari Ren maupun Baekho sendiri. Mereka mengatakan kepada orangtua Baekho bahwa Ren masih cukup terpukul untuk datang ke rumah duka, dan orangtua Baekho memaklumi hal itu. Orangtua dari Ren sendiri sudah tahu tentang kematian Baekho, namun keduanya belum bisa pulang dari luar negeri. Maka, mereka meminta JR, Aron dan Minhyun untuk menjaga Ren dan dengan senang hati ketiganya melakukannya.

"—semuanya. Ren, kau harus makan Ren. Aku mohon..."

Ren hanya terdiam dalam pandangan kosongnya. Suara JR hanya sedikit tertangkap oleh indra pendengarannya. Aron duduk di single sofa—dimana JR dan Ren berada di sofa panjang karena Ren menolak untuk masuk ke dalam kamarnya semenjak kejadian itu. Sedangkan Minhyun datang dari arah dapur, dengan handphone yang masih menyala di tangannya.

"JR, Sangwoo bertanya tentang party, mau diundur berapa hari?" tanya Minhyun.

JR mengetuk sendok bersisi bubur dalam mangkuk yang di pegangnya. Dia mendesah pelan.

Ren mengarahkan pandangannya ke arah Minhyun yang berjalan mendekat.

"Katanya sedikit sulit, karena undangan sudah disebarluas—"

Tep!

Ren menarik lengan Minhyun dengan cepat. JR dan Aron memandang Ren kaget.

"... j-jangan..." dengan suara serak, Ren berkata.

Minhyun menggernyitkan alisnya tidak mengerti. Aron meraih gelas berisi air bening di meja, lalu mengarahkannya dengan perlahan ke arah mulut Ren, namun Ren segera menepisnya. Beruntung karena Aron memegang erat gelas itu, sehingga gelas tidak jatuh dan pecah, hanya menumpahkan sedikit airnya.

"Ren, ada apa?" tanya JR.

"J-jangan... jangan di undur..."

Ren menurunkan kakinya perlahan dari sofa, menapakkan kakinya di lantai lalu berdiri perlahan. Minhyun mundur ketika Ren berjalan melewatinya. JR segera meletakkan mangkuknya di meja, berdiri seiringan dengan yang Aron lakukan.

"Ren... kau mau kemana?"

Ren mengambil langkahnya menuju kamar mandi di dekat dapur. Dia masuk ke dalam dan kemudian menuntup pintu. Aron, JR dan Minhyun mengikutinya khawatir.

"Ren... jangan lakukan hal aneh di dalam sana." ucap JR.

Aron meraih lengan JR, menepuknya perlahan, berkata bahwa Ren akan baik-baik saja.

JR menghela napasnya. "Okay, Minhyun, katakan pada Sangwoo bahwa party tidak jadi diundur. Kita lakukan apa yang Ren inginkan. Aku pergi keluar untuk membeli sesuatu sebentar. Aku titip Ren pada kalian."

Sementara di dalam kamar mandi sana, Ren memilih untuk duduk di pinggiran bathtub dan menarik napasnya.

Ren menengadahkan kepalanya dengan mata yang terpejam, terarah pada langit biru. Ia membiarkan angin menerpanya, di puncak gedung empat lantai sekolahnya. Dia bersenandung pelan. Besok adalah pengumuman kelulusannya. Semua murid kelas tiga rajin datang ke sekolah. Hanya untuk bertemu satu sama lain, hingga kelulusan besok.

Ren pergi rooftop sendiri, tanpa kekasihnya, Baekho. Dia ingin menikmati waktu sendiri, damai, menikmati angin. Rasanya membuat pikirannya tenang.

Well, dia bukan menjauh dari Baekho. Hanya ingin sendiri untuk beberapa menit. Lagipula dirinya dengan Baekho sudah menghabiskan banyak waktu mereka di kantin tadi.

Baru beberapa menit dia menikmati kesendiriannya, Ren sedikit tersentak ketika mendengar suara pintu rooftop terbuka. Ren memutar pandangannya, dan mendapati salah seorang sahabatnya tersenyum di dekat pintu sana.

"JR?"

"Sedang apa disini, Ren?" tanya JR seraya berjalan mendekati Ren, sebelum memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana seragamnya. "Jangan bilang kau mau bunuh diri? Kau berdiri terlalu sisi." JR terkikik pelan.

Ren tersenyum tipis. Berbalik dan membiarkan JR berdiri di sampingnya.

"Aku hanya sedang ingin sendiri."

"Ah, apa aku mengganggu? Aku bisa kembali ke bawah kalau begitu." JR mengedikkan bahunya.

Ren menggeleng dengan cepat. Dia meraih lengan JR dan memeluknya. "Tidak perlu. Kau sudah terlanjur disini. Apa kau bertemu Baekho?"

"Dia ada di kantin."

Ren mengangguk pelan.

JR tersenyum simpul. Dia memejamkan matanya kemudian, dan menikmati hembusan angin yang menerpa wajah dan tubuhnya.

"Andai kita bisa sering berdua seperti ini."

Ren menggerenyitkan dahinya dan kemudian melirikkan kepalanya ke arah JR. JR masih memejamkan matanya, sedangkan Ren memandangnya tidak mengerti.

"Setelah lulus, kita masih bisa sering bertemu, 'kan?" tanya JR seraya membuka sedikit matanya.

Ren mengangguk pelan.

"Aku akan masuk universitas yang sama denganmu."

"Mwo?" Ren memiringkan wajahnya. "Bukankah kau ingin jadi—"

JR terkikik kecil. "Tidak penting. Yang aku inginkan hanya bersama dengan Ren, maka aku memilih universitas yang sama, walau jurusan keinginanku tidak ada disana."

Ren terdiam selama beberapa saat, mencerna semuanya. Dia menggeleng perlahan kemudian, lalu memilih untuk tertawa kecil.

"Jangan bercanda JR. Kau akan kehilangan cita-citamu."

"Tidak masalah." JR tersenyum dan menarik napas. "I'll do anything for you, Cutie." Dan mengusap pipi Ren.

Ren terdiam sebentar lalu menepis tangan JR dari pipinya. "Jangan bodoh, JR. Kita masih bisa bertemu walau berbeda universitas! Jangan mengorbankan cita-citamu seperti itu!"

"Aku melakukan apapun untuk Ren."

Ren berdecak. "Aron dan Minhyun juga sahabatku, dan aku tahu kami akan berbeda universitas. Tapi bukan berarti persahabatan kita putus. Kau juga! Ayolah, kita masih di Seoul. Kau tidak perlu mengorbankan cita-cita hanya untuk—"

"Untuk orang yang aku cintai? Kukatakan sekali lagi, I'll do anything for you, Cutie."

Ren melebarkan matanya mendengar kalimat yang dilontarkan oleh JR.

"Kau... apa?"

JR berdecak lalu tertawa miris. Dia menyilangkan tangannya dan meletakkannya di belakang kepalanya, lalu menghirup sebanyak-banyaknya udara disana.

"Aku lelah menyembunyikannya. Aku mencintaimu, jauh sebelum Baekho."

Ren menggeleng pelan.

"Tidak, tentu saja tidak Ren. Aku juga tidak ingin persahabatan kita rusak. Maka dari itu aku menyembunyikannya. Tetapi... bolehkah aku menyatakannya hari ini? Besok hari kelulusan. Setelah itu aku akan masuk ke universitas yang sama dengan yang kau pilih. Namun, tetap saja aku takut jika andaikata orangtua-ku akan menguliahkanku di Paris, maka aku beritahu hal ini sekarang."

Ren menggigit bibir bawahnya. "T-tapi..."

"Ssh, aku tidak memintamu untuk membalas perasaanku. Aku sudah sedikit lega sekarang. Mungkin perlakuanku sebelum ini hanya berarti sebagai perlakuan dari seorang sahabat untukmu, tapi... tidak Ren. Aku melakukan apapun untukmu karena aku mencintaimu."

JR maju satu langkah, lebih dekat pada Ren hingga ujung sepatu keduanya sudah bertemu.

"J-Jonghyun..."

JR tersenyum pelan dan menundukkan wajahnya, mengarahkan mulutnya ke arah telinga Ren.

"Bolehkah aku menciummu? Satu kali... aku berjanji. Aku tidak akan mengganggu hubunganmu dengan Baekho. Hanya saja biarkan aku menciummu dan satu universitas denganmu. Aku hanya ingin menjagamu." Dan biarkan aku memilikimu jika kau dan Baekho berpisah.

Ren menggenggam tangannya dan memejamkan mata. Ia begitu nyaman dengan semua perlakuan JR terhadapnya. Dan sekarang dia tahu artinya. JR mencintainya, dan Ren menghargainya. Menghargai apa yang dilakukan JR. Membiarkan dirinya sakit, hanya agar tidak merusak persahabatan mereka dan juga hubungan Ren dan Baekho. Hanya bisa memperhatikan dalam sakit, namun ia tidak menunjukkannya. Ia selalu tersenyum untuk Ren.

Perlahan Ren menganggukkan kepalanya. Wajah JR bergerak perlahan, dari telinga Ren hingga berhadapan sekarang. Ia memiringkan wajahnya sedikit, memejamkan matanya lalu menyelipkan kedua belah bibirnya diantara kedua belah bibir Ren. Hingga kedua bibir itu menyatu.

Mereka berciuman, begitu lembut. JR menyampaikan seluruh perasaannya melalui ciuman itu. Ciuman yang begitu berarti, hingga dapat Ren rasakan ketulusan itu.

Ren menangkupkan kedua tangannya di pipi JR dan membalas ciumannya seperti JR pada temponya. Terlalu terbawa suasana, JR memeluk pinggang Ren, membawa keduanya semakin mendekat dan dalam dengan perasaan masing-masing.

Tanpa mereka ketahui, Baekho berada di balik pintu. Melihat adegan itu dengan penuh amarah.

-000-

Aron memainkan handphone-nya di salah satu sofa ruang tengah. Sebenarnya bukan sekedar memainkan, ia sedang menghubungi Sangwoo, pemilik club yang mereka sewa untuk party tiga hari lagi. Persiapan untuk party hampir selesai. Hanya perlu menunggu waktu, beberapa wine mahal yang sedang dikirim menuju club itu dan juga beberapa persiapan kecil.

Minhyun berada di balkon, menikmati pemandangan dari sana. Ia masih tidak percaya, salah satu teman baiknya, Baekho, sudah tidak ada sekarang. Dan kini, Ren, namja cantik mereka sudah seperti kehilangan cahaya hidupnya. Murung, tidak mau melakukan apapun. Bahkan, suara pertama yang mereka dengar dari mulut Ren sehari setelah pemerkosaan itu adalah tadi pagi.

JR membuka pintu utama. Ia baru kembali dari minimarket di dekat apartment, membeli beberapa makanan untuk beberapa hari ke depan.

Sebenarnya dia berat hati untuk tidak memundurkan party, bahkan dia rela untuk menggagalkan party, hanya untuk menjaga Ren. Dia tidak mungkin meninggalkan Ren, terlebih orangtua Ren masih lumayan lama berada di luar negeri. Sekarang ia bingung. Masquerade Party akan dilaksanakan tiga hari lagi, lalu Ren harus bagaimana?

JR menghela napasnya dan masuk ke dalam setelah melepas sepatunya.

"Aku pulang." kata JR, membuat Aron mengalihkan perhatiannya ke arahnya.

JR meletakkan belanjaannya—dua kantong belanjaan putih berukuran lumayan besar—dan duduk di samping Aron. Ia menengokkan kepalanya sedikit, melihat Minhyun yang berdiri di balkon apartment.

"Dimana Ren?" tanya JR.

Aron meletakkan handphone-nya di meja. "Setelah mandi dia mengganti pakaiannya di kamarnya."

Prang!

Belum sempat JR menanyakan hal lain, sebuah suara pecahan dari arah dapur merebut perhatian mereka. Minhyun segera masuk ke dalam apartment, sedangkan JR dan Aron segera berdiri. Mereka saling bertatapan selama beberapa detik.

"Ren!"

Ketiganya segera berlari ke arah dapur dan menemukan Ren terkikik kecil disana.

Sebuah pisau dapur di tangan kanannya, dengan goresan memanjang di lengan kirinya. Sebuah gelas tinggi berlumuran darah pecah di lantai dekat kaki Ren.

JR segera berlari ke arah Ren. Merebut pisau lalu membantingnya menjauh, menarik tubuhnya mundur, menjauh dari darah dan pecahan gelas.

"What the fuck are you doing, Ren?!"

Dia membalikkan tubuh Ren dan memegang bahunya keras.

Ren hanya meringis kecil.

Aron bergerak panik, segera berlari mencari kotak P3K. Sedangkan Minhyun menarik kursi di salah satu meja makan dan menyuruh Ren duduk.

"Apa yang salah di otakmu, Minhyun?! Kita harus membawa Ren ke rumah sakit sekarang juga!"

Minhyun memutar kedua bolamatanya. "Kau lupa bagaimana mengamuknya Ren ketika kita berniat membawanya ke rumah sakit setelah hari 'sialan' itu?" dan setelah itu JR terdiam. "Biar aku yang obati. Kau lupa tentang luka di pipinya? Siapa yang mengobati itu?"

JR mendesah berat dan menarik Ren ke kursi lalu mendudukannya disana. Aron kembali dengan kotak P3K. Namja itu meletakkan obat-obatan di meja, dan ketika ia mengembalikan pandangannya, ia mendapatkan sebuah pukulan keras di rahangnya.

Buagh!

"Jonghyun!" Minhyun berteriak.

JR menggenggam tangannya keras. "Aku minta kalian berdua menjaganya selama aku pergi!"

Buagh!

Dan kali ini sebuah pukulan keras di rahang Minhyun.

Minhyun merintih kecil, mengusap rahangnya perlahan dan kemudian mulai membuka obat-obatan.

"Maafkan kami."

Aron memijat pelan rahangnya. Kemudian beranjak meraih mangkuk, mengisinya dengan air dari kran dan membawanya ke meja.

"Kami lalai. Sorry."

JR mendesah berat untuk yang kedua kalinya. Dia meraih tangan kiri Ren perlahan, menghadapkan lukanya agar mudah di obati.

"Sorry, guys... a-aku hanya—"

Minhyun meraih kapas dan membasahinya dengan air dari dalam mangkuk. Dia memegang sisi lain—yang tidak terluka—dari lengan Ren dan membasahinya dengan perlahan.

"Tidak perlu, JR. Kami yang harus meminta maaf karena tidak mengawasinya." Minhyun menghela napas ketika Ren meringis. "Kupikir dia masih di dalam kamar untuk memakai baju."

JR mengacak rambutnya frustasi.

Ren menolak untuk pergi keluar setelah kejadian itu. Terbukti ketika JR, Minhyun dan Aron menemukannya telanjang di ranjang, setelah diperkosa, dengan sebuah luka gores di salah satu pipinya, mereka berusaha membawa Ren ke rumah sakit namun namja itu menolak dan mengamuk. Dan ketiganya tidak bisa melakukan apapun, selain menurutinya. Berutung karena Minhyun belajar ilmu kedokteran—karena ibunya adalah seorang dokter di sebuah rumah sakit—maka ia yang mengobati luka di pipi Ren. Dan beruntung karena lukanya tidak dalam, maka tidak perlu dijahit. Begitu pula dengan luka goresan sepanjang delapan senti di lengan Ren sekarang. Lukanya tidak dalam, maka tidak perlu dijahit. Namun perlu diobati secepatnya dan diberi perban.

"Mianhae..." Ren berbisik.

Ketiganya mengarahkan perhatiannya ke arah Ren. Minhyun meraih alkohol dan beberapa obat untuk luka, meneteskannya pada kapas lalu menekannnya pada luka Ren. Aron memberikannya perban pada Minhyun dan Minhyun mulai melilitkannya.

"Tidak perlu..." JR mendesah pelan dan meraih kursi di hadapan Ren lalu duduk di sana.

Minhyun tersenyum kecil lalu mengusap pipi Ren. "Ini harus diobati lagi." Dan kemudian membasahi pipi Ren yang terluka—walau sudah agak kering—memberinya obat merah lalu menempelkan kapas beserta plester disana.

Aron menarik napasnya dan duduk di samping JR dengan perlahan. "Kenapa kau lakukan ini, Ren?"

Ren terdiam. Memandang satu-per-satu dari ketiganya.

Aku melakukan sumpah, untuk diriku sendiri, batinnya.

"Baiklah jika tidak mau menjawab. Tapi berjanjilah, jangan lakukan hal yang menyakiti dirimu sendiri lagi, Ren."

"Well, aku senang." kata JR. "Setidaknya kau sudah mulai bicara sekarang."

Minhyun mengangguk dan menutup kotak P3K lalu menjauhkannya di bagian meja yang kosong. JR berdiri, berjalan ke arah panci kecil di dekat kompor. Aron melirik JR yang tepat melihatnya.

"Itu dibuat sekitar duapuluh menit yang lalu. Sudah tidak panas, tapi hangat." kata Aron. Memijat rahangnya lagi.

Minhyun menyeka sedikit darah di sudut bibirnya. "Kau harus makan sekarang." katanya lembut.

Ren mengangguk pelan.

JR meraih sebuah mangkuk dan mengisinya dengan bubur dari panci. Masih hangat, beruntung belum dingin. Dia membawa bubur itu ke meja makan, kembali duduk di hadapan Ren setelah itu.

"Badanmu sudah sangat kurus, Ren-ah."

Minhyun mengambil tempat duduk di samping Ren. JR meraih sesendok bubur, mendekatkannya ke arah mulut Ren. Ren perlahan ragu, namun akhirnya membuka mulutnya dan menelan bubur itu. Aron berdiri dari duduknya, meraih gelas dan mengisinya dengan air bening lalu kembali duduk.

"Guys, aku sangat minta maaf atas pukulan itu... aku tidak bermaksud—"

Minhyun menepuk lengan JR. "Tidak apa." Ia tersenyum.

JR membalas senyuman itu ragu, merasa bersalah. Ia kembali menyuapkan Ren dengan bubur secara perlahan.

"Kami senang melihatmu makan, Ren." kata Aron.

Dan kemudian hening beberapa saat ketika tidak ada yang memulai percakapan. Hanya JR yang menyuapi Ren, dan Aron beserta Minhyun yang memperhatikannya.

"Sekarang... b-bisa kau beritahu... siapa yang—" kalimat Aron terhenti ketika Ren tiba-tiba menatapnya kaget. JR dan Minhyun memberikan death glare ke arah Aron, dan Aron segera menggigit bibir bawahnya. "Aku minta maaf."

Ren mengarahkan pandangannya ke arah JR dan Minhyun setelah itu, masih dengan matanya yang membulat. "Kalian tidak... memberitahukan ini pada—"

"Tidak. Tidak Ren. Kami tidak memberitahu hal ini pada siapapun. Hanya kau, kami dan... well, 'mereka' yang tahu." ucap Minhyun.

Dapat mereka lihat Ren mendesah lega setelah itu.

"Mereka mengancam akan... membunuh orangtuaku beserta orangtua..." Ren menggigit bibirnya. "B-Baekho... jika aku memberitahu—" Minhyun menepuk bahu Ren, menyuruhnya berhenti jika tidak mau melanjutkan. Namun Ren menepis tangan Minhyun lembut. "A-aku tak apa..."

JR mengarahkan kembali sendok berisi bubur namun Ren menggeleng. Maka, Aron menyodorkan gelas ke arah Ren dan Ren meminumnya perlahan.

"Kau yakin?" tanya Aron.

Ren mengangguk pelan dan meletakkan gelasnya.

"H-hanya kalian yang aku punya sekarang. Jadi... kupikir kalian harus tahu."

"Okay." JR meletakkan sendok dan mangkuknya. "Jika tidak kuat kau bisa menghentikannya."

Ren tersenyum tipis.

"W-well... dua atau mungkin tiga dari mereka kau undang ke.. pesta kalian, JR."

Ketiganya terdiam selama beberapa saat.

"B-benarkah?" tanya Aron.

Ren mengangguk ragu.

"T-tunggu... dari mereka... s-sebenarnya ada berapa yang..."

Ren berbisik pelan. "En-enam..."

Dan JR merasakan napasnya berhenti mendengar ada enam orang yang memperkosa namja itu. Sungguh, dia bersumpah untuk membunuh mereka semua jika JR sudah tahu siapa orangnya. Benar-benar tidak punya hati, sampah-sampah yang hanya mementingkan kepuasan mereka.

Fuck, JR mencintai Ren dan dia tidak rela orang dicintainya diperlakukan seperti itu.

"J-jadi... siapa dua atau tiga..." JR menggenggam tangannya keras. "... siapa mereka?"

Ren terdiam untuk beberapa saat. Ia rasakan matanya memanas. Minhyun yang melihat itu segera memeluknya. JR sedikit geram melihatnya, namun ia hanya diam.

"Tidak perlu kau lanjutkan..." Minhyun mengusap rambut Ren lembut.

Ren menggeleng pelan. "Tidak... k-kalian perlu tahu... d-dia temanmu J-JR... Y-Yongguk..."

"Ah, aku berlum memperkenalkan diri pada our princ—oops, maksudku kepada Zelo's princess. Namaku Yongguk. Apa JR pernah menceritakan tentangku padamu? Kulihat ia datang kemarin."

Dan JR merasakan napasnya terhenti.

"Y-Yongguk? K-kau yakin—"

Ren menarik dirinya dari pelukan Minhyun dengan mata yang memerah. "Dia bahkan menyebutkan namamu, JR. Dia pasti Yongguk temanmu. Dia sendiri yang memperkenalkan diri... sebagai Yongguk, teman darimu!"

Dan kemudian Ren terisak lagi. Minhyun menariknya ke dalam pelukan lagi, menenangkannya.

JR tidak bisa berkata apapun. Aron memandang Ren dan JR bergantian.

"F-fuck... b-bagaimana ini bisa..." JR menggantung kalimatnya.

Aron menggeleng pelan dan menepuk bahu JR perlahan.

"Daehyun imnida. Aku tetanggamu."

"D-Daehyun..." Ren berbisik namun ketiganya masih bisa mendengar apa yang ia katakan.

JR membulatkan matanya. "Dae-Daehyun? Namja yang kau... yang kau..."

Ren mengangguk pelan dalam pelukan Minhyun dengan isakan.

JR berdiri dengan geram, berjalan ke dinding dekat meja makan dan meninjunya dengan keras. Minhyun sedikit tersentak sedangkan Aron hanya menatapnya miris. Perlahan darah mengalir dari kepalan tangan itu.

"Fuck! Seharusnya aku... argh! Fuck!"

Ren menggeleng perlahan, isakannya bahkan terdengar makin keras.

"Hiks.. d-dan... dan..." Ren menggigit bibir bawahnya keras.

Minhyun, Aron dan JR menunggu kalimat selanjutnya dari Ren di posisi mereka masing-masing.

"Say hi to Zelo. Kau ingat dia? Adik kelas yang mencium kekasihmu dan kau memberikannya 'tanda terima kasih' yang sangat menyakitkan, benar bukan?"

"J-Jun...hong..."

Ketiganya merasakan sesuatu yang seakan merebut napas mereka ketika mendengar nama itu.

"C-choi... J-Junhong... n-namja yang..." Aron menggantung kalimatnya.

Ia, Minhyun dan JR tahu tentang saat dimana Zelo mencium Ren di sekolah, dan setelah itu Zelo dibuat babak belur oleh Baekho di tengah lapangan. Mereka masih mengingat semuanya.

"FUCK! Aku harus membunuh mereka! Aku harus—"

Ren menarik dirinya dari pelukan Minhyun dan menatap JR.

"M-maka... biarkan pesta tetap diadakan. Yongguk pasti... membawa ketiga lainnya, bersama Daehyun d-dan... J-Junhong..." Ren mengusap air matanya perlahan. "Biarkan aku... yang membalaskan dendamku sendiri..."

-000-

ANNYEONGHASEYO~~

YURI BALIK LAGI~~

Maaf ya hilang u,u

Maaf buat readers The Time, aku hilang ya? Hari ini aku baru bebas dari ospek kampus, maaf yaaa baru dateng

The Time PASTI LANJUT! Tapi kasih aku waktu buat bikin dulu ya~~

FF ini sequel dari Watch It! Yang belum tau baca dulu ya~

Tinggalin review~ nanti dilanjut ff-nya~

SEEYAAAAAAAAAA~ ^^