assasination classroom (c) matsui yuusei.

because you're precious — isomegu fic by mieko yumeishi

warn: plotless. pendek banget. ditulis (atau lebih tepatnya rewrite) dalam rangka pemanasan otak sekaligus tribute buat mbak&mas ikemen muehe.

enjoy.

.

.

Di tengah derasnya air yang tumpah dari langit, dua remaja itu melangkah bersisian di tepi jalan yang sepi. Hanya berteman melodi ritmis yang tercipta kala rinai hujan menghantam aspal dan atap rumah, serta bunyi kecipak kecipuk ketika permukaan sepatu menapak genangan air. Sedari tadi—di bawah sebuah payung yang mereka pakai bersama—tak ada interaksi tercipta; masing-masing hanya menatap lurus ke depan sembari terus berjalan dengan langkah seirama.

Keheningan yang terasa agak mengganjal itu terus terjaga, sampai si gadis berkuncir satu buka suara. "Isogai-kun."

Pemuda berambut hitam dengan dua pucuk mungil itu menoleh pada Kataoka. "Ng? Ada apa?"

Mengerling singkat, Kataoka berkata, "Sudah kubilang, kau tidak perlu mengantarku pulang. Aku tak mau merepotkanmu."

Sang ketua kelas membalas, "Hujannya tak akan berhenti dalam waktu singkat. Memangnya kau ingin menunggu di sekolah semalaman?"

Pandangan si gadis berambut kelabu gelap masih terarah ke depan—mencoba menghindari sepasang iris keemasan yang menggemaskan bagai netra kucing, namun terkadang membawa anomali serupa terhipnotis.

Aneh, memang.

"Aku bisa naik taksi," ujar Kataoka.

Isogai mengangkat bahu. "Yah, kurasa akan lebih efisien bila aku mengantarmu."

"Tapi—rumah kita tidak searah. Lagipula ini salahku, karena tidak membawa payung. Jadi aku sendiri yang harus bertanggung jawab."

Kataoka bersikeras dengan pendiriannya sementara Isogai persisten berkilah. "Rumahmu tak jauh-jauh amat kok, masih terjangkau kakiku. Dan tidak ada salahnya, bukan, untuk membantu teman yang kesulitan?"

Gadis yang dijuluki ikemeg itu mendesah. "Tapi—kau terlalu sering membantuku. Waktu kakiku cedera, kau mengantarku pulang dengan sepeda. Lalu ketika aku sakit, kau pula yang mengantarkan fotokopian materi. Juga ketika kakiku terkilir saat bermain voli, kau membopongku ke UKS—dan masih banyak lagi."

Terlalu banyak untuk dijabarkan satu persatu.

Isogai memang begitu; melimpahi semua orang dengan kemurahan hatinya.

Kataoka menghela napas dalam-dalam, membiarkan udara dingin memenuhi paru-parunya. " Aku tidak ingin berhutang budi pada orang lain." Selain itu, aku juga takut—takut prasangka ini semakin menguasai hatiku.

Isogai tertegun sejenak, lalu tertawa kecil. "Hei, tak kusangka kau mengingat perbuatanku sampai sedetail itu. Asal kautahu, aku sama sekali tak keberatan membantumu. Sungguh."

"Memangnya … kenapa?"

Pemuda berantena itu mendongak guna menatap awan mendung yang sedari tadi menyembunyikan mentari. Sejurus kemudian, senyuman lembut terpoles di wajahnya. Ia menghentikan langkah secara mendadak dan sontak, Kataoka mengikutinya—karena tidak ingin kebasahan tanpa payung.

"Ada apa?"

"Karena—" Pemuda itu memutar tubuhnya ke samping, lalu mendaratkan telapak tangannya pada puncak kepala Kataoka. Dengan senyuman lebar yang begitu tulus dan manis, ia melanjutkan perkataannya,

"—kau adalah sahabat yang kusayangi!"

Kataoka termangu sesaat—sebelum kedua sudut bibirnya tertarik ke atas.

Untunglah, ternyata bukan hanya aku yang merasa demikian

(Di bawah naungan langit kelabu, kehangatan menjalari bulir-bulir dingin air hujan.)

.

.

End.

.

.

aaaaa so short / OTL OTL /

tapi saya harap pembaca bisa mengerti maksud yang saya coba sampaikan hehe ;;)