Happy birthday for Ruby! saya mau bikin 80 days challenge. berhubung saya nggak kuat bikin 80 chapters, saya bikin per minggu sampai ulang tahunnya Sapphire, dengan hari update random hah- #duagh
I don't own Pokemon Special!
week 1 - Loop
.
[H-80]
Seharusnya hari ini menjadi ulang tahun terbaiknya.
Seharusnya dia sekarang menghabiskan waktu dengan kedua orangtuanya, berlibur di pegunungan, entah berkemah atau mendaki. Melakukan hal yang dapat membuat adrenalinnya bergejolak.
Seharusnya, dia mengulang dalam hati, sembari mengamati orang tuanya yang kini tengah sibuk mengobrol dengan orang tua yang asing, meninggalkannya bersama seorang anak perempuan seumurannya, yang sekarang sedang sibuk bermain dengan ujung gaun merah muda yang ekstravagan itu.
(Dia memutuskan untuk tidak memandangi perempuan itu lebih lama—memperhatikannya sebentar saja sudah membuat tubuhnya kepanasan, bagaimana dengan perempuan itu?)
Sekilas terdengar desahan perempuan itu—dia pasti merasakan hal yang sama dengannya sekarang. Dia mungkin baru bertemu dengan perempuan itu hari ini, namun entah mengapa dia merasa sedikit lega; setidaknya ada seseorang yang mengerti dengan perasaannya sekarang.
"Apa di kota menyenangkan?"
Suara perempuan di sebelahnya itu nyaris tidak terdengar, seolah dapat terbawa angin andai saja dia tidak mendengarkan secara seksama.
"Menyenangkan, kurasa." Dia menjawab, terdengar ragu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Setidaknya kota cukup ramai."
Perempuan itu tertawa pelan. "Tempat ini terlalu sepi untukmu, ya?"
Dia hanya mengiyakan, kemudian melirik perempuan itu. Dia sedang tertawa, manis sekali. "Namaku Ruby."
Perempuan itu meliriknya, tawanya berganti dengan sebuah senyum gugup, kemudian membalas, "Sapphire Birch." Ketika Ruby menawarkan sebuah jabatan tangan, senyumnya berubah menjadi lebih rileks, dan perempuan itu menyambut tangannya dengan senang hati. "Kuharap kita bisa menjadi teman baik."
"Di tengah mereka?" Laki-laki berambut hitam itu memberikan senyum terbaiknya pada Sapphire. "Kurasa kita akan menjadi teman terbaik yang pernah ada!"
Keduanya berbalas senyum, kemudian menyelinap keluar dari ruangan.
Dan hari itu benar-benar menjadi hari ulang tahun terbaiknya, bermain dengan seorang teman baru di tempat asing, yang akan menjadi seorang cinta pertamanya.
.
[H-68]
"Sapphire, apa kau percaya dengan kehidupan sebelumnya?"
Perempuan berambut cokelat itu mendongak, manik biru bertemu dengan merah, sebelum dia memiringkan kepalanya—hal yang selalu ia lakukan ketika Ruby mengatakan hal yang tidak ia mengerti sebelumnya.
Seperti sekarang; tidak biasanya Ruby mengatakan hal yang filosofis (pada saat itu, Sapphire sendiri tidak mengerti dengan arti filoso- apapun itu) atau mengandung arti tertentu yang mendalam. Ruby yang biasanya hanya akan mengatakan hal yang menyenangkan.
Ruby hari ini memang benar-benar berbeda—dia tidak biasanya diam, memandangi langit dengan tatapan kosong, seolah dapat melihat sesuatu yang lebih indah dari birunya langit di musim panas hari ini.
(Dia baru menyadari dia tidak mengenal Ruby sejauh yang ia kira.)
Hanya sekilas, tatapan kosong itu langsung menghilang, seolah tidak pernah ada sebelumnya. Manik merah itu berkedip, kemudian keceriaan yang biasa kembali. Dia menatap Sapphire, tersenyum lebar seperti biasa, dan langsung memukul kepalanya sendiri sambil tertawa, "Maaf, aku sendiri tidak tahu apa yang kubicarakan."
Ruby masih terdengar tidak yakin, namun untuk sekarang, Sapphire hanya bisa membalas senyumnya, kemudian ikut tertawa.
(Ruby tidak bisa mengatakan kalau ia memiliki perasaan aneh—seolah hal ini pernah terjadi sebelumnya, dan memutuskan kalau di kehidupan sebelumnya, mereka pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya.)
.
[H-36]
Pada awalnya, dia berpikir kalau itu hanyalah perasaannya saja—merasakan sesuatu yang disebut deja vu—perasaan telah mengulang sebuah kegiatan yang belum pernah ia lakukan sebelumnya—itu wajar, bukan?
Tidak. Dia tahu ada yang salah disini. Pemandangan yang sama setiap saat, hari-hari yang sama setiap hari, semua terulang hingga delapan puluh hari kedepan—yang bahkan bisa ia ketahui apapun yang akan ia lakukan di masa depan nanti.
Manik ruby miliknya terpicing. Apakah ini suatu kebetulan? Atau memang otaknya mulai bermain-main dengannya? Sambil menyisir rambut hitamnya dengan tiga jari, dia menoleh pada perempuan berambut cokelat terang di sisinya, yang kini sibuk memintai bunga menjadi sebuah mahkota warna-warni.
"Hey, Sapphire." Ketika namanya disebut, barulah perempuan itu menoleh padanya. "Kita... apa yang sedang kita lakukan?"
Manik sapphire memandangnya, emosi penuh tanya bergejolak dibalik kedua permata itu. Dia memiringkan kepalanya, seolah masih berusaha mencerna apa yang ia katakan—tanpa hasil, sepertinya.
"Sedang bermain, bukan?" Layaknya anak berumur sepuluh tahun yang polos, Sapphire menjawab. Sama seperti dirinya, manik biru yang indah itu terlihat tidak yakin. "Ruby, apa ada yang sedang kau pikirkan?"
Dia pasti bertindak aneh akhir-akhir ini hingga perempuan itu bertanya. Biasanya Sapphire hanya akan menyimpan perasaannya sendiri, dan baru menanyakannya jika Ruby mengizinkannya—bukannya apa, hanya saja mungkin perempuan itu terlalu pemalu.
"Tidak, hanya saja—" Ruby berdeham, berusaha untuk memilih kata-kata yang tepat supaya tidak terdengar aneh, "—mungkin kita terlalu bersenang-senang hingga aku tidak ingat apa yang kita lakukan sekarang."
Tatapan ragu itu masih belum menghilang sepenuhnya, namun setidaknya Sapphire kembali tersenyum, kemudian melanjutkan membuat mahkota bunga yang ia tekuni sebelumnya.
Kalender di penginapannya menunjukkan tanggal 15 Agustus, dan di tengah terik matahari seperti ini, biasanya Ruby enggan untuk menapakkan kaki di luar rumah. Namun jika untuk menghabiskan waktu bersama Sapphire, bahkan hal seperti ini hanya sebuah pengorbanan kecil baginya.
—andai saja firasat aneh ini tidak mengganggunya, sesuatu dalam pikirannya menambahkan. Firasat aneh yang terus menerus mengganggunya, seolah hendak mengatakan—
—akhir akan segera tiba.
.
[H-0]
Seharusnya hari ini menjadi ulang tahunnya yang terbaik.
Seharusnya ia sedang bersama ayahnya beserta keluarga Ruby, di dalam ruangan dan merayakan hari spesial ini dengan segudang makanan dan kue putih besar yang ayahnya telah pesan sejak bulan lalu.
Seharusnya ia tidak mendengarkan kata-kata Ruby yang ingin pergi ke luar, menjelajahi gunung yang selalu ditekankan ayahnya untuk tidak ia datangi.
Sapphire benar-benar takut—bahkan lebih dari ketika ia harus tidur seorang diri dengan lampu dimatikan setelah menyaksikan film horor. Manik birunya mengikuti setiap gerakan kecil yang Ruby lakukan ketika laki-laki itu sibuk mendaki gunung berbatu.
"K-Kita harus kembali!" Serunya, tanpa hasil, sepertinya. "P-Papa bisa saja khawatir dan d-datang!"
"Biarlah dia datang, Sapphire!" Ruby berteriak balik, dan Sapphire dapat merasakan laki-laki itu memutar bola matanya. "Kalau bisa, bersama ayahku dan kita bisa memanjat bersama!"
Terkadang dia tidak menyukai sikap Ruby yang suka mengadu dengan maut. Sudah cukup ia kehilangan ibunya dalam sebuah kecelakaan mobil. Ia tidak ingin kehilangan siapapun yang berharga baginya lagi.
"Waa—!"
Teriakan Ruby membuatnya kembali terfokus pada laki-laki itu, dan tanpa sadar, ia ikut menjerit. Dia masih di sana, dengan kakinya kehilangan tempat berpijak. Tangannya terlihat kesulitan menjaga beratnya sambil menggenggam batu pijakan.
"S-Sudahlah, Ruby! K-kalau kau jatuh—"
"Sudah kubilang, aku tidak apa-apa!" Ruby memotong, kali ini terdengar sedikit marah hingga Sapphire berjengit. "Kau kembali saja jika kau—"
Kata-katanya terpotong ketika dia meraih batu lain, batu tersebut langsung runtuh. Keseimbangan yang ia jaga langsung runtuh begitu saja, dan kemudian tubuhnya jatuh, hendak mendarat di kumpulan batu-batu terjal di bawah.
—andai saja ini tidak pernah terjadi—
Sapphire meneriakkan namanya, berlari ke arahnya, entah dapat sampai sebelum laki-laki itu jatuh atau tidak, sekarang ia tidak peduli.
—mungkin kehidupan mereka yang bahagia dapat terus berlanjut—
Kemudian mereka membuat harapan—siapa yang membuat harapan yang mana, tidak ada yang tahu.
Semoga saja hal ini tidak pernah terjadi.
Semoga kita bisa terus bersenang-senang selamanya.
Dan kemudian, keduanya tidak ada yang tahu apa yang terjadi lagi.
Namun terdengar suara dari kejauhan,
Harapan itu akan kukabulkan.
.
"Ruby- hei, Ruby!" Perlahan-lahan matanya terbuka, namun yang ia lihat hanyalah bayangan samar ibunya, tertutup oleh selaput basah. Buru-buru ia menggosok matanya, enggan terlihat lemah di hari ulang tahunnya sendiri.
"Mimpi buruk?" Dia membalas pertanyaan ibunya dengan sebuah gelengan kepala. "Baguslah, karena kita sudah sampai di tempat tujuan kita!"
Ruby menempelkan wajahnya di jendela, dan pemandangan pegunungan yang indah dapat langsung memukau hatinya. Tak henti-hentinya dia berteriak kegirangan, dan mungkin bisa terus berlanjut andai saja ayahnya tidak menyuruhnya berhenti dari kursi pengemudi.
"Biarlah anakmu bersenang-senang, Norman." Ibunya berkata, kemudian kembali menoleh padanya dengan senyum lembut. "Kembalilah tidur. Akan kubangunkan jika sudah sampai di penginapan."
Ruby mengangguk, kemudian menutup matanya. Sekilas dia dapat melihat wajah ketakutan seorang gadis yang tidak ia kenal, namun wajah itu juga ikut menghilang, bersamaan dengan masuknya ia kedalam dunia mimpinya sendiri.
[H-80]
