DISCLAIMER: Not mine, SPN belongs to CW and Eric Kripke
Castiel Novak membuka kedua matanya perlahan
Riuh rendah tepuk tangan dan teriakan histeris dilontarkan oleh jutaan orang di hadapannya. Nada terakhir lagu yang dinyanyikan olehnya memukau para penggemarnya di dalam kegelapan malam. Ia mengerjapkan matanya akibat sorot lampu panggung yang menyilaukan matanya.
Sudah beberapa hari belakangan ini Cas mengadakan konser perdana terakhir dan jutaan tiket konser sudah habis terjual beberapa menit setelah penjualannya dibuka secara resmi. Semua orang tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menyaksikan penampilan terakhir dari seorang Castiel Novak, salah satu sosok legendaris dalam dunia musik.
Cas melambaikan tangannya sambil tersenyum, yang disambut dengan meriah oleh para penonton. Ia membungkukkan badan dan berjalan ke belakang panggung. Chuck, asisten yang paling dipercaya oleh Cas, memasang senyum lebar begitu Cas menuruni panggung membawa gitar merahnya. Ia menepuk bahu Cas dengan bersemangat, hingga Cas meringis kesakitan
"Bravo, Cas! Konser terakhir ini akan menghasilkan banyak uang bagi kita."
Cas menggelengkan kepalanya, sambil merapikan jas biru berdasi merah yang dikenakannya. "Aku tidak peduli dengan uang, Chuck. Para penggemarku di luar sana yang rela berdiri berjam-jam hanya untuk mendengarkan suaraku yang payah ini, aku peduli dengan mereka. Ini performa terakhirku, aku harus memberikan yang terbaik bagi mereka."
Chuck memutar matanya, seolah-olah ia sudah bosan mendengar Cas merendahkan dirinya. Castiel Novak memang sangat rendah hati dan merupakan pria idaman bagi para wanita di luar sana. Sayangnya, Cas sendiri sama sekali tidak tertarik menjalani sebuah hubungan. Sebuah rumor yang menggemparkan sempat beredar, menyatakan bahwa sang penyanyi itu sendiri hanya tertarik pada laki-laki. Tapi hingga saat ini tidak ada yang bisa membuktikan kalau Cas seorang homoseksual.
Castiel Novak tidak akan pernah berubah, pikir Chuck.
Ia mengulurkan selembar kertas yang berisi susunan acara hari itu pada Cas, yang segera disambut olehya. Cas mengerang, dan meremas kertas tersebut dengan wajah masam. Chuck, tanpa mempedulikan tampang Cas, tetap membacakan acara terakhir yang harus dihadirinya
"Jadwalmu yang terakhir adalah.." Chuck membolak-balik kertas-kertas yang dibawanya. Matanya melebar secara tiba-tiba, dan ia menyeringai nakal. "Meet and Greet with Fans."
Mata Chuck berpindah pada Cas, yang masih memasang wajah masam. Spontan Chuck tertawa melihat ekspresi tidak karuan yang ia lihat itu. Ia tahu Cas sangat tidak menyukai acara itu karena ia harus meladeni ribuan, bahkan jutaan, penggemarnya yang masing-masing ingin bertemu secara pribadi dengannya. Ia harus mendengar rentetan pujian dan ocehan mereka, dan melayani permintaan mereka untuk menandatangani barang-barang yang mereka inginkan. Cas membuang kertas yang diremasnya tadi dan berjalan pergi meninggalkan Chuck dengan langkah gontai. Chuck segera menyusul Cas dengan berlari kecil di sampingnya, membawa kertas-kertas sususan acara mereka
"Tenang, Cas.. Ini terakhir kalinya kau akan menjalani Meet and Greet, setelah itu kau akan bebas."
Perkataan Chuck tadi membuat Cas tersenyum kecil, membayangkan kebebasannya nati setelah keluar dari dunia musik ini. Tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu mereka berdua dari belakang. Mereka berdua berbalik dan langsung berhadapan dengan seorang pria bermantel khaki setinggi bahu Cas. Pria dengan rambut pirang yang agak panjang dan berantakan itu menyeringai, menatap Chuck dan Cas secara bergantian. Cas segara tersenyum lebar setelah mengetahui siapa yang datang
"Malam terakhir, eh, Cassie?"
Cas memeluk erat pria dihadapannya itu. "Kukira kau tidak akan datang, Gabriel."
Gabriel mengibaskan tangannya sambil mendengus. Chuck melirik jam tangan Rolex nya, dan setelah beberapa saat ia mendekatkan diri kearah Cas
"Aku akan mengurus Hall A, mempersiapkan para fans. Datanglah ke sana 10 menit lagi, dan jangan terlambat."
Ia menekankan dua kata terakhir, lalu pergi meninggalkan Cas dan Gabriel di lorong itu. Gabriel mengedipkan sebelah matanya pada Cas dengan jenaka, dan mengambil gitar merah yang dibawa oleh Cas. Cas memasang wajah masam beberapa saat, tapi senyumnya kembali merekah saat Gabriel memainkan nada-nada yang sangat familiar di telinganya
"if I could save time in a bottle, the first thing that I like to do, is to save every day 'till the eternity passes away, just to spend them with you.."
Cas memejamkan matanya beberapa saat, membayangkan dirinya kembali berada di rumah masa kecilnya dulu di Kansas. Ibu dan ayah nya selalu memutar lagu itu di malam hari, sementara mereka berdansa berdua di depan perapian yang menyala, membiarkan Cas kecil duduk di pangkuan Gabriel dan menyaksikan itu. Berbagai peristiwa masa kecil Cas terlintas dipikirannya setiap kali ia mendengar lagu Jim Croce ini. Di saat Cas mendapatkan sebuah gitar merah sebagai hadiah ulangtahunnya yang ke-10. Di saat Cas pertama kali melantunkan lagu ini menggunakan gitar istimewa itu di hadapan ibunya yang menangis terharu. Di saat ia menyanyikan lagu itu terakhir kalinya pemakaman ayah dan ibunya yang bersamaan..
"But there were never seem to be enough time to do the things―"
"Gabe, stop." Cas tertawa sedih, dan merebut gitar miliknya dari tangan kakaknya. Gabriel meninju bahu Cas perlahan dengan jenaka
"Ayolah, Cas. Apakah suaraku begitu buruk?"
Mereka terus berjalan menyusuri lorong bangunan kecil itu, dan berhenti di depan sebuah pintu. Tulisan Castiel Novak berwarna emas tertera di depannya. Gabriel bersiul kagum
"Phew, kau punya ruang rias pribadi? Bolehkah aku masuk?"
Cas memutar matanya. "Diamlah."
Cas masuk ke dalam. Gabriel menunggu di lorong dengan bosan, sementara Cas mengambil sharpie berwarna silver dan hitam di ransel hitamnya. Terdenga suara merdu kakaknya bersiul mengikuti lagu Blackbird. Cas menggeleng-gelengkan kepalanya dan tertawa dalam hati. Ia terhenti di depan cermin riasnya, dan terpaku menatap bayangan dirinya sendiri selama beberapa saat. Sosok berjas biru dengan sepasang mata biru terang dan rambut hitam yang tidak pernah rapi menatap kembali kearah Cas. Lingkaran hitam terlihat jelas dibawah kedua matanya. Cas menghela napasnya dalam-dalam, dan menutup matanya sejenak. Tangan kanannya menggenggam kedua sharpie yang diambilnya tadi
"One last time, Novak. One last time.."
Cas melangkah ke pintu, menyadari kalau siulan kakaknya sudah tidak terdengar lagi. Ia keluar dari ruangannya, dan mendapati Gabriel sedang mengunyah sebungkus gummy bears dengan wajah gembira. Ia menoleh kearah Cas, tangannya menyodorkan bungkusan berwarna biru itu padanya. Gabriel memandang adiknya dengan wajah polos dan tidak berdosa
"Gummy bears?"
"Kau sangat kekanak-kanakkan, Gabriel," kata Cas, sambil mengambil beberapa permen gummy bears dan memakannya. Gabriel memutar matanya dan memasukkan sisa permen itu ke dalam kantong mantelnya. Ia menatap Cas, yang masih mengunyah permen tadi, dengan pandangan berbinar
"Apa yang kau tunggu? Ini malam terakhirmu, Cassie. Give 'em your best shot."
Author's Note:
Cedric lagi bosen pas bikin nih fanfic, so sorry kalo ada banyak kesalahan baik dalam pengetikkan maupun cerita. Buat yang penasaran, "Dean nya mana nih?", sabaar.. Dia bakal nongol di chapter selanjutnya. Stay tune!
